Share

Part 21

Penulis: Puput Pelangi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-27 17:00:07

Lorong berdesain arsitektur mewah itu terlihat sepi sebagaimana seharusnya lorong sebuah hotel di malam hari.

Dalam sebuah kamar berjenis suite room yang disewa seseorang, Arina mencoba membangunkan Pelita yang terlihat kehilangan kesadarannya.

"Pelita! Pelita, bangun!" Gadis bersurai kecokelatan itu menggoyang-goyangkan tubuh Pelita yang terlihat tak berdaya di atas tempat tidur.

"Bangun sebelum Arka dateng, Lit!" serunya menepuk pipi Pelita.

"Bangun! Maafin kebodohan aku karena bikin kamu berada di situasi seperti ini. Tapi untuk saat ini, kamu harus bangun! Kamu harus pergi dari sini, Pelita!" Arina terus berusaha membangunkan Pelita.

Namun di atas ranjang, Pelita tidak bergerak sama sekali.

"Bang June ..., kamu di mana? Kita butuh kamu, Bang," keluh Arina dengan kedua mata yang berkaca-kaca seperti akan menangis. "Kamu pasti nggak akan biarin semua ini terjadi kalau ada di sini. Pelita dala
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Neng Zulfa   Part 22

    Tujuh jam sebelumnya Aldo menarik Najla menjauh dari kerumunan orang di acara pameran dan membawa gadis itu ke tempat sepi setelah mencari dan menemukannya karena merasa keberatan dengan pesan singkat yang Najla kirimkan. Najla Mehrunnisa: Lo tau akibatnya kalo lo batalin kesepakatan kita sayang 💋 Kasih minumannya dan anter temen lo ke kamar 3005 Aldo mengacak surai hitamnya di depan Najla, seperti tengah frustasi. "Lo serius?" tanyanya dengan kedua mata menyorot tajam. Najla memasang senyumnya lantas melipat kedua tangan di depan dada. Tahu arah pembicaraan mereka meski Aldo tidak mengatakannya. "Ya," jawabannya kembali menunjukkan deretan gigi rapinya. Aldo menghela napas kasar secara terang-terangan. Ia bergerak maju lalu menyudutkan lawan bicaranya ke tembok. "Gue akan lakuin apa pun yang lo mau. Tapi nggak satu ini!" katanya dengan bersungguh-sungguh. Najla s

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-28
  • Neng Zulfa   Part 23

    Pelita diam di bawah guyuran shower. Tidak melakukan apa-apa. Hanya diam. Air dingin mengucuri tubuhnya sejak setengah jam yang lalu. Kulit putihnya berubah pucat, bibirnya membiru, dan jemari tangannya menjadi keriput karena terlalu lama terkena air. Bayangan itu berputar di kepalanya. Mencuri lamunannya sampai-sampai suara gemericik air yang berisik tidak terdengar indra telinganya. Ia memang tidak sadar karena berada di bawah pengaruh obat bius saat itu, tapi Pelita tahu apa yang terjadi. Ia merasakan semuanya. Seseorang menghampirinya, melucuti pakaiannya, lalu melakukan sesuatu yang tidak seharusnya kepadanya. Pelita tentu saja ingin melawan. Menghentikan apa yang terjadi. Tapi tubuhnya tidak mau diajak kompromi seberapa keras pun ia mencoba dan berusaha. Obat bius itu sukses melumpuhkannya hingga Pelita bahkan tidak bisa membuka pejaman mata. Ia tidak bisa bicara dan menggerakkan anggota badannya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-29
  • Neng Zulfa   Part 24

    Kamar 3005. Pukul 08.02. "Kenapa jadi lo sih? Brengsek!" Yang diajak bicara hanya diam, memasang seringaian. Tidak menoleh dan tetap melanjutkan aktivitasnya berpakaian. "Lo bisu? Atau tuli ha?" Wajah Najla memerah saking marahnya. Perempuan itu misuh-misuh melihat laki-laki di depannya duduk kembali di ranjang setelah memakai pakaiannya untuk mengenakan sepatu, tidak menghiraukannya sama sekali sambil memunggunginya. Aldo tetap bergeming sama seperti sebelumnya. Di balik selimut yang membungkus tubuh polosnya, kepala Najla semakin mendidih. Ia meraih bantal yang ada di sisinya dan melempar benda itu ke punggung Aldo. Puk! "Bajingan lo!" umpat Najla. Kali ini Aldo menoleh ke arahnya. Laki-laki itu tersenyum miring, "Ha ha. Toh, semalam lo juga menikmati. Kenapa sekarang marah sama gue?" Najla merapatkan gigi mendengar itu. "Gue di bawah pengaruh obat

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-30
  • Neng Zulfa   Part 25

    Aldo berusaha menyeimbangkan tubuhnya yang hampir jatuh karena pukulan Adhim lalu menatap Adhim bingung penuh tanya. Lidahnya sedikit mengeluarkan darah karena tergigit. "Minuman apa yang lo kasih ke gue semalam?" tanya Adhim yang membuat Aldo langsung terdiam. "Mi-minunan apa?" tanyanya kemudian. Adhim mendengkus di depannya. "Minuman yang lo kasih ke gue setelah acara pameran," tegasnya. Aldo kembali bergeming. Adhim sendiri terus menatapnya tanpa kata. Saat itu Aldo sadar jika Adhim terlihat berantakan tidak seperti biasa. "Gue minta maaf, Bang," lirih Aldo. "Ada yang mau jebak lo. Minuman itu ... itu wine berkadar alkohol tinggi. Dan---" "Dan lo kerja sama sama dia?!" Adhim memotong dan menatap Aldo dengan tatapan tidak percaya, sedih, juga terluka. Ia merasa dikhianati oleh orang yang sudah ia anggap teman baiknya. "Maafin gue," lirih Aldo sambil menunduk. "Tapi, Bang. Lo ha

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-31
  • Neng Zulfa   Part 26

    Beberapa hari telah berlalu sejak kejadian di hotel berbintang lima itu. Pelita sudah kembali ke rutinitasnya dan June masih belum ada kabar sama seperti sebelumnya. Namun, Arina masih terus berusaha menghubunginya. WhatsApp, E-mail, Instagram, LINE, Telegram, semuanya, Arina terus men-drop pesannya. Gadis bersurai kecokelatan itu mengkhawatirkan Pelita, ia berharap June segera kembali agar bisa menjaga Pelita.Sehari setelah Pelita memilih beristirahat di apartemen pascaacara peragaan busana di hari pertama pameran digelar, Arina dan Pelita benar-benar bicara saat bertemu di kampus. Arina hendak jujur menceritakan semuanya pada atasan sekaligus temannya itu. Namun, Pelita mengatakan jika dirinya tidak mau mendengar apa pun, karena sejatinya, Pelita sudah mengetahui segalanya.Ia mendengar semua yang dikatakan Arina malam itu. Obat bius, Arka, jebakan, diancam, juga permohonan maaf Arina. Pelita mendengar semuanya.Mata Pelita memang terpejam dan tubuhnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-01
  • Neng Zulfa   Part 27

    Adhim menatap lurus-lurus layar ponselnya yang menampilkan foto Zulfa. Adik tersayangnya itu tersenyum manis dengan wajah cantik innocent-nya. Seperti malaikat.Laki-laki itu menghela napas berat.Setiap melihat Zulfa, maka Adhim akan selalu teringat akan perempuan yang dizaliminya malam itu. Keduanya sangat mirip, seolah pinang dibelah menjadi dua. Sekarang Adhim percaya jika di dunia ini ada tujuh manusia yang memiliki wajah serupa. Zulfa dan perempuan itu mungkin 'salah duanya'.Ditemani Aldo, Adhim kembali datang ke hotel berbintang lima malam itu---di hari kedua pameran digelar setelah Aldo menekan bel pintu apartemennya dan menyuarakan penjelasannya.Bukan untuk mengikuti acara pameran---pagi di mana ia terbangun dengan kondisi tanpa busana, Adhim menghubungi Suta dan mengatakan jika ia sudah tidak berminat mengikuti acara pameran itu lagi. Suta yang sejak semalam mencari keberadaan Adhim pun menayakan apa yang terjadi kepada Adhim sehingga

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-02
  • Neng Zulfa   Part 28

    Sore hari Kota Bandung. Langit mulai berwarna jingga dengan matahari yang semakin condong ke arah barat, bersiap kembali ke peraduan untuk menyinari belahan bumi yang lain.Tidak terjadi kemacetan di jalan raya. Namun, kendaraan beroda dua, tiga, empat, dan seterusnya harus merayap dalam kepadatan untuk sampai pada tujuan.Suara lagu yang mengalun merdu memenuhi mobil BMW putih yang dikendarai Pelita. I Love You 3000-nya Stephanie Poetri yang diputar berulang-ulang oleh Arina yang duduk di sisi kirinya bergantian dengan F Yo Love Song-nya Agnes Mo, On the Ground dan Gone-nya Rose Blackpink, juga Hari Bahhagia-nya Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah---beberapa lagu favorit Arina yang belakangan sangat suka gadis itu dengar.Sejak June tidak ada, Pelita kembali terbiasa mengendarai mobilnya sendiri ke mana pun ia pergi. Kuliah, bekerja, berbelanja, ke mana saja.Begitu juga hari ini. Setelah jam kuliah di kampus berakhir, bersama Arina, gadis canti

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-03
  • Neng Zulfa   Part 29

    "Sori, Bang. Gue belum dapet identitas perempuan itu," ucap Aldo pelan yang hanya diangguki kepala oleh Adhim. "Gue udah mata-matain Arka belakangan ini, tapi gue nggak dapet apa-apa," tambah laki-laki dengan tato di lengan kanan itu bernada menyesal atas apa yang ia sampaikan."Haah." Adhim hanya menghela napas panjang.Dua minggu telah berlalu sejak kejadian di hotel pascaacara pameran malam itu.Aldo langsung mengawasi gerak-gerik Arka setelah ia tahu laki-laki itulah yang menyewa kamar yang ditempati Adhim dan perempuan yang tidur bersamanya. Namun, sepanjang Aldo menyuruh orang membuntuti Arka yang belakangan tidak pernah muncul di kampus, ia tidak mendapatkan informasi apa-apa selain Arka yang lebih sering menghabiskan waktunya di arena balap dan markas geng motornya, Arcas.Aldo diliputi perasaan bersalah. Dan setiap ia melihat Adhim yang terlihat semakin hari semakin suram dengan kantung mata hitam dan tebal di bawah netranya, rasa bersala

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-04

Bab terbaru

  • Neng Zulfa   Part 94

    Setelah melaporkan penculikan Pelita ke kantor polisi, Adhim dan Aldo memutuskan mencari tempat penginapan di Karawang. Mereka memutuskan menginap semalam di sebuah hotel yang ada di kota itu sembari memikirkan langkah yang harus mereka lakukan selanjutnya. Mereka memesan satu kamar untuk berdua. Mengingat kondisi Adhim, Aldo tidak tega jika harus membiarkan Adhim tidur sendirian. Jam menunjukkan pukul 23.17 WIB. Aldo pamit keluar untuk mencari makan malam untuk dirinya dan Adhim. Ketika Aldo kembali, laki-laki berambut cepak itu mendapati Adhim yang terisak di atas hamparan sajadah dalam doanya. Aldo paham Adhim pasti sangat terluka dan cemas akan keadaan Pelita. Aldo menunda melangkahkan tungkainya benar-benar masuk ke dalam kamar itu apalagi membuat suara agar tidak mengganggu Adhim. Ia tetap bergeming di pintu sampai Adhim sendiri yang menyadari keberadaannya.

  • Neng Zulfa   Part 93

    Grup Chat Cowok Soleh 🤟🏻😌 Dibuat oleh Aldoganteng, 05/11/xx AdhimHisyam: Istri gue diculik Arka Jeffreyy_: Hah? Kapan? Gimana bisa bang? Bondan😈: Kobisa bang? Arka kan lagi jadi buron Suta_cowoksunda: Mba Pelitanya udah ketemu? Pcc bang Bondan😈: Dimana diculiknya bang? [@Suta_cowoksunda (Pcc bang)] Otw nyamperin Jeffreyy_: Bang lo yakin mbak Pelita diculik Arka? Udah coba lo hubungi? Aldoganteng: Jangan banyak tanya lu pada. Bantu nyari!!! . Aldo melirik Adhim yang diam tanpa kata di sisinya. Seperti orang melamun dengan ponsel yang masih menyala di pegangan kedua tangannya. Mata cokelat laki-laki berambut gondrong itu tampak menatap kosong layar plasma benda pipih di tangannya itu. . Gru

  • Neng Zulfa   Part 92

    Kedua kelopak mata itu terbuka pelan, mengerjap untuk menyesuaikan cahaya yang diterima oleh retina matanya, hingga tak lama kemudian, netra berwarna cokelat madu yang ada di baliknya terlihat dengan sempurna. Hatinya membatin; Ini di mana? Apa yang terjadi? Sampai ... Cklek! Suara pintu yang terkuak dari sisi sebelah kanannya menarik penuh atensinya. Kepalanya terasa pusing. Dan sosok yang muncul dari balik pintu yang kini berjalan ke arahnya dengan kedua tangan terlipat di depan dada itu langsung membuat kedua matanya membola. Tak lama kemudian ia pun sadar, sesuatu telah membatasi pergerakannya. Sosok yang lebih dari cukup untuk dikenalinya itu pun tersenyum menyeringai melihat keterkejutannya. **** Setelah kurang lebih satu jam berkendara dengan kecepatan biasa-biasa saja yang tentu saja

  • Neng Zulfa   Part 91

    Bunyi nada sambung telepon itu terdengar beberapa kali tanpa sahutan, membuat subjek yang menelepon mengerutkan kening di awal dan segera didera keresahan setelah berkali-kali mengulang tetap tak mendapat balasan. "Pelita, ayo angkat telepon saya," desis Adhim kemudian berusaha menghubungi Pelita lagi. Tiba-tiba perasaannya menjadi sangat tidak enak kali ini. Mata sewarna kopi Adhim melirik jam di dinding kokoh apartemennya dengan tangan yang tetap sibuk menempelkan segenggam ponsel di telinga. Pukul 16.47 WIB, seharusnya waktu yang lebih dari cukup bagi Pelita untuk mengabarinya jika istrinya itu sudah akan atau bahkan sampai Kota Bandung. Tetapi kenapa belum? Dan mengapa pula Pelita tidak kunjung mengangkat teleponnya? Adhim mengacak-acak surai hitamnya pada percobaan ke sekian kalinya, Pelita tetap tidak menjawab panggilannya.

  • Neng Zulfa   Part 90

    "Bang." Aldo yang baru kembali dari menuntaskan hajatnya di kamar mandi memanggil Adhim. Kini mereka ada di sebuah rest area Kota Bogor, habis beristirahat untuk menunaikan salat Zuhur dan mencari makan siang. Pekerjaan keduanya di Bogor sudah selesai. Lebih cepat dari yang Adhim dan Aldo perkirakan sebelumnya. Perkiraan semula, mereka akan menyelesaikan urusan bisnisnya di Bogor malam nanti, kemudian baru akan kembali ke Bandung keesokan pagi setelah mengistirahatkan diri. Namun ternyata tidak. Pekerjaannya selesai lebih cepat di luar prediksi. "Kita jadi balik Bandung habis ini, Bang?" tanya Aldo santai sembari mendudukkan dirinya kembali di sebuah bangku kayu yang ada di depan Adhim. "Hm," balas Adhim dengan gumaman. Manik cokelatnya mengawasi Aldo yang meraih gelas esnya dan meyesap minuman dingin itu tanpa sisa.

  • Neng Zulfa   Part 89

    "Bang, lo harus lihat ini!" seruan Aldo itu berhasil membuat Adhim menoleh dengan dahi mengernyit begitu menatap apa yang ditunjukkan oleh temannya itu. "Apa ini, Do?" balas Adhim dengan tanya. Ia benar-benar tidak paham apa maksud titik-titik serupa koordinat yang ditampilkan Aldo di layar ponselnya. "Lo lihat titik ini? Ini lokasi kita, Bang, Bogor," terang Aldo. Sebelah alis Adhim terangkat menatap manik mata Aldo. "Iya. Terus?" tanyanya. "Lo lihat titik koordinat yang ada di Jakarta?" Kepala Adhim menggeleng ringan tidak paham apa yang hendak dikatakan temannya. "Ini titik koordinat yang ngasih tunjuk lokasi keberadaan Pelita, Bang." Kedua netra Adhim membola mencoba mencerna apa yang baru saja disampaikan Aldo kepadanya. "Maksud lo apa?" tanya Adhim. "Pelita? Di Jakarta?" "Jadi, lo tahu, Bang?" balas Aldo dengan tanya. "Dan emang bener, kalau Pelita ada di Jakarta?" Ia melempari tanya kepada Adhim lagi. Kepala Adhim menggeleng. "Nggak mungkin, Do.

  • Neng Zulfa   Part 88

    Baru saja pesan itu terkirim, layar ponselnya langsung menampilkan notifikasi panggilan telepon dari Adhim. Pelita pun segera mengangkatnya. "Assalamualaikum, Pelita. Kamu sedang apa? Nggak tahu kenapa saya khawatir sama kamu." Pelita merasa bersalah mendengar nada cemas yang begitu kentara dalam suara Adhim itu. "Halo, Pelita. Ada apa? Kenapa saya tidak bisa menelepon kamu dari bakda Magrib tadi? Pelita? Halo?" Pelita menggigit bibir bawahnya. "H-halo, Kak Adhim. Waalaikumussamalam," jawabnya pada akhirnya setelah beberapa lama membisu dalam jeda waktu. "Maaf, Kak. Saya baru tahu Kakak nelepon." Ganti Adhim yang tidak langsung menjawab. "Pelita. Suara kamu ... kenapa?" sahut Adhim kemudian dengan nada penuh selidik. Kali ini Pelita merasakan tremor di tangannya menyadari suaranya yang pasti terdengar sengau setelah hampir seharian menangis di telinga Adhim. "Pelita?" Suara berat Adhim yang terdengar cemas mengalun lagi. "Halo, Pelita?" Pelita kali ini mencoba mengatu

  • Neng Zulfa   Part 87

    Pelita menatap sendu tubuh papanya yang terbaring di atas bed rumah sakit dari kaca transparan berbentuk persegi panjang yang dipasang di permukaan pintu kamar rawat papanya itu, sejak beberapa menit yang lalu. Masih tidak menyangka, papanya yang bugar dan sehat ketika terakhir kali ditemuinya kini berbaring tak berdaya dengan tubuh yang kehilangan banyak berat badan dan pucat di atas brangkar itu, sedang diperiksa dan ditangani oleh dokter pribadinya. "Papa harus sembuh, Pa. Jangan tinggalkan Pelita kayak Mama." Perempuan itu berbisik lirih sembari menyeka matanya yang basah akan air mata. Pelita sudah terbiasa menangis tanpa suara. Ia hanya perlu mengendalikan isakan agar tidak keluar dari labiumnya. "Aku sayang Papa." Perempuan itu berusaha keras mengeyahkan rasa sesak yang mendera dadanya. "Pelita." Dokter Duta yang semula berada di dalam ruangan bersama beberapa orang perawat keluar menemui Pelita dan langsung dihadiahi pertanyaan olehnya. "Dokter, gimana kondisi Papa sa

  • Neng Zulfa   Part 86

    "Maafin saya, Kak. Saya harus ke Jakarta tanpa bilang Kak Adhim. Papa saya butuh saya sekarang."Pelita bermonolog sendiri setelah memasukkan beberapa potong baju dan pakain ke tas tangannya yang memiliki ukuran sedang."Saya nggak mau ganggu kerja Kak Adhim," gumamnya lagi kemudian mengusap pipinya yang sedari tadi basah oleh air mata.Perempuan itu kini mengusap perut besarnya."Kamu juga yang kuat ya, Dek," katanya beralih mengajak bicara bayi yang ada di dalam kandungannya. "Mama harus ketemu Papanya Mama di Jakarta. Beliau butuh bantuan Mama. Maafin Mama yang bertindak egois karena harus pergi saat kamu udah mau lahir beberapa minggu lagi. Tapi Mama harus lakuin ini untuk kakek kamu. Mama minta tolong, bantu Mama, ya?! Kamu harus kuat, dan jangan rewel selama kita pergi tanpa Ayah kamu. Mama sayang kamu."Senyuman sedikit terukir di bibir cantik itu saat merasakan gerakan-gerakan yang dibuat bayinya yang seolah merespons setiap kata-

DMCA.com Protection Status