"Selamat datang di kapal kami, Tuan Martin," Felix menyambut Martin yang datang sendirian. Seekor kuda menjadi kendaraan yang digunakan diplomat Inggris itu untuk mengunjungi dermaga. Dia turun dari kuda setelah seorang prajurit memegang tali kekang serta mengajak si kuda untuk menjauh dari tepi dermaga. Kedatangan pria berjas dan bertopi hitam tersebut menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di sana. "Saya pikir, anda tidak akan mengunjungi kapal kami," Felix sedikit berbasa-basi karena dia tidak ingin terlihat bersikap tidak sopan kepada seorang pejabat seperti Tuan Martin.Martin pun naik ke atas geladak dengan meniti tangga. Tangan kanannya membawa sebuah tas. "Ah, aku terpaksa melakukan ini.""Saya senang dengan kunjungan anda sepagi ini, Tuan Martin.""Asal kau tahu, Tuan Felix. Aku terpaksa melakukan ini ... karena Samantha kabur dari rumah. Hingga sekarang belum diketemukan." Tas di tangan Martin diserahkan kepada Felix. Felix pun menerimanya kemudian membuka tas terse
Keadaan yang dialami oleh Samantha sungguh sulit dihindari. Jika dia keluar dari persembunyiannya maka Felix dan anak buahnya tidak mungkin membiarkannya pergi. Dia tahu akan hal itu setelah mendengar sendiri bagaimana Paman Martin dan Felix memang tidak menginginkan dia selamat. Namun, jika Samantha terus berdiam diri di tempat itu maka dia bisa saja dibawa menjauh dari kota Pontianak. Gadis itu curiga jika Felix akan membawanya ke tengah laut dan membuangnya di sana. Kecurigaannya tersebut berdasarkan pengalaman Samantha ketika tengah berada di pedalaman hutan tempo hari. Felix bisa saja membunuhnya andaikan dia menginginkan hal demikian. Apalagi, setelah semalam dia berbincang dengan Paman Martin, maka jelas sudah jika Felix hanya peduli kepada uang dan tidak peduli kepada nyawa orang. Samantha tahu jika dirinya bisa menjadi penghalang bagi rencana mereka berdua. Dan, kematian bisa saja menghampiri dia kapan pun. Begitupula pagi itu, kerongkongannya terasa kering setelah menya
Felix tersenyum sendiri. Dia tampak senang sehingga anak buahnya terheran-heran dengan sikap si komandan. "Tarik jangkar! kita berangkat sekarang!" Senyuman dari Felix berubah menjadi sebuah tawa. Mereka yang mendengar saling tatap, bertanya-tanya kenapa pemimpinnya tertawa. Apa yang ditertawakan oleh si komandan kapal Angkatan Laut. "Tuan, bagaimana dengan gadis itu?"Felix menoleh kepada lelaki yang bertanya. "Apakah kita tidak akan memberitahu keluarganya?""Menurutmu, itu ide bagus?""Saya hanya memberi saran. Semalam, Tuan Martin dan Nyonya Martin mencari dia ....""Ah, aku tidak peduli. Toh, tadi dia tidak menanyakan anak itu."Sebelumnya, Tuan Martin memang mengunjungi kapal Angkatan Laut untuk menyelesaikan sebuah urusan dengan Felix. Namun, Tuan Martin tidak tahu jika Samantha berada di dalam kapal tersebut. Situasi ini malah dimanfaatkan oleh Felix untuk menjalankan sebuah rencana. Felix memperoleh imbalan besar dari Tuan Martin untuk menjalankan misi menumpas perompak.
"Hei, andaikan engkau membantu melepaskan aku, maka akan kuberikan kau banyak hadiah."Lelaki yang diajak bicara hanya terdiam. Matanya menoleh ke arah lain. Ketika Samantha memberi dia tawaran, sepertinya dia tidak tertarik . "Ah, mungkin kau menganggap aku berbohong."Lagi-lagi, lelaki berseragam khaki itu tidak tertarik. Dia hanya diam saja, duduk di sudut ruangan. Kedua tangannya memegang senapan serta menunjukkan keangkuhan dengan senapannya tersebut. Tidak ada lagi perbincangan dalam beberapa saat. Samantha pun sedikit gusar. Namun, dia sadar jika keadaan demikian mengharuskannya berpikir jernih. Kegusaran serta amarah yang ada dalam hati dijaga agar tidak lebih besar. Emosi yang tidak terkendali bisa saja membawa dirinya pada keadaan yang lebih rumit. "Aku lapar," Samantha berharap memperoleh perhatian. "Bolehkah aku meminta makan.""Hei, aku pun belum memperoleh jatah makan. Jadi, diam dan tunggu saja. Lagipula, kami tidak menyediakan makanan untuk seorang tawanan."Samanth
Ki Badra tahu jika sebuah kapal layar berbendera Britania sedang mengejar. Sebenarnya dia merasa panik karena terlalu cepat berita menyebar. Dia masih bertanya-tanya bagaimana bisa sebuah kapal militer mengetahui hal tentang penghadangan kapal Kalajengking Hitam terhadap sebuah kapal dagang. "Mungkin itu hanya kebetulan saja, Ki." "Bagaimana kau tahu, Cungkring?""Eee, saya hanya mengira-ngira, Ki.""Ah, lagakmu. Merasa paling tahu segala hal."Si Cungkring hanya bisa cengengesan apabila diledek oleh Ki Badra. Walaupun sebenarnya pemimpin kapal perompak itu suka dengan gaya bicara anak buahnya tersebut. Terkadang, apa yang dia bicarakan memang benar. Hanya saja, Ki Badra tidak mau terkesan bodoh di hadapan anak buahnya. Ki Badra berpikir sejenak. Dia menimbang-nimbang keadaan. "Ki, bagaimana? Haruskah kita menghadapi mereka?" Si Cungkring bertanya padahal sebenarnya dia memberi ide. Ki Badra menoleh kepada Si Cungkring. Dia pun memandangi anak buahnya. Mereka senantiasa siap menj
Samantha tidak lagi memikirkan langkah apa yang akan dilakukan oleh Felix ketika gadis itu menceburkan diri ke dalam air laut. Dia pun tidak ingin mendengarkan teriakan dari anak buah kapal Angkatan Laut yang menyuruhnya untuk tetap di tempat dan tidak pergi ke mana-mana.Samantha berenang menjauh dari badan kapal. Walaupun dia tidak bisa berenang lebih jauh. "Hei, gadis bodoh!" suara Felix terdengar berteriak dari geladak. Berenang seperti ekor lumba-lumba di permukaan air. Tidak menoleh ke belakang apalagi kembali berputar arah. "Ke mana pun kau berenang, tidak mungkin bisa pergi jauh!"Tidak ada seseorang atau sesuatu yang menghalangi gadis tersebut. Hanya air asin dirasakan oleh lidah serta langit biru tampak di hadapan. Samantha berenang tanpa arah, bahkan dia tidak menyadari ke arah manakah dia berenang. Andaikan ada seekor ikan menyertai, mungkin si ikan akan terheran-heran dengan kelakuan gadis berambut pirang itu. Ketika makhluk laut sering melihat manusia menumpang kapal
Seekor hiu yang berenang di samudera merasa senang ketika ada sesuatu yang bisa dimangsa. Mata bulat yang dimiliki olehnya ternyata mampu mengenali jika manusia tersebut memang lemah. Si manusia tidak mampu berenang dengan gesit, tidak memiliki ekor atau sirip untuk membantunya menyelam hingga ke lautan dalam. Di mata seekor hiu, kaki berkulit terang yang dimiliki Samantha sungguh bisa menjadi santapan yang menyenangkan serta mengenyangkan. Kaki yang bergerak-gerak di bawah permukaan air malah mengundang si hiu untuk lebih mendekat. Hewan air itu tidak langsung memakan kedua kaki yang berenang-renang itu. Dia memilih untuk berputar-putar, memastikan jika calon mangsanya tidak akan pergi menjauh. "Ha, kau sungguh mangsa yang empuk ....," begitulah kalimat yang akan terlontar andaikan si hiu bisa bicara. Pada mulanya, Samantha tidak menyadari jika gerakan tubuhnya di lautan lepas ternyata bisa mengundang si hiu untuk datang. Ketika para kelasi di atas kapal Angkatan Laut saling sahut
"Ki, sepertinya kita lolos dari kejaran kapal Inggris?!" Si Cungkring berteriak dari atas tiang kapal. "Kau yakin?" Ki Badra balik berteriak."Saya yakin, Ki. Kapal mereka tidak tampak lagi," seraya menutup matanya dengan teropong. "Bahkan, bendera mereka pun tidak terlihat, Ki.""Ah, baguslah kalau begitu.""Ternyata kapal Inggris pun mudah menyerah."Si Cungkring diperintahkan untuk turun oleh Ki Badra. Tangan kiri pria paruh baya itu memberi tanda kepada anak buahnya untuk segera kembali pada pekerjaannya masing-masing. Tampak sekali kekecewaan di wajah mereka karena pertarungan yang mereka harapkan tidak jadi digelar. "Ah, padahal ingin sekali rasanya aku memenggal leher mereka ...." seorang lelaki bertubuh tinggi memuntahkan kegusarannya. "Tenang, Kapak. Sebentar lagi tenagamu benar-benar akan berguna." Ki Badra menepuk pundak si Kapak yang meletakkan kembali senjata di pundaknya."Benarkah, Ki?""Ya, aku yakin. Aku yakin akan ada kapal dagang yang melintasi perairan ini. Mere