Share

Perasaan Aneh

Penulis: Annisa DM
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Fitri baru saja selesai kelas di kampus. Lelah terasa saat otak dipaksa berpikir, sedang hati melayang ke masalah di rumah yang tak kunjung selesai.

"Fit, bengong aja daritadi, ada apa?" tanya Meri, teman sekaligus sahabat sekelasnya.

"Enggak apa-apa, lagi banyak masalah aja," jawab Fitri lesu.

"Cerita ajalah, ke kosanku yuk!" ajak Meri dengan ramah.

Kosannya memang dekat dengan kampus. Ada di belakang kampus dan bisa lewat jalan gang.

"Ayo, tapi sebentar aja, ya." Fitri menyambut baik ajakan itu.

Ia merasa butuh juga bercerita pada sahabatnya. Berat rasanya memikul semua sendiri.

Mereka berjalan ke gerbang belakang kampus. Kemudian menyusuri gang kecil. Di sepanjang gang kos-kosan para mahasiswa berjamur subur di sini.

Meri membuka kamar kosnya. Hanya berukuran 3×3 meter. Di dalamnya cuma terdapat lemari, kasur lantai, juga meja belajar. Selebihnya hanya dekorasi dinding, agar penghuninya betah disini.

"Jadi, kenapa aku lihat kamu tuh bengong ... aja dari kemaren. Ada masalah l
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Nazar Poligami    Masuk Rumah Sakit

    Hari sudah semakin sore, Bang Karmin bermaksud untuk pulang dari pangkalan. Teman-temannya telah pulang sejak tadi. "Duh, Neng Fitri kemana sih? Apa besok aja ya bilangnya." Bang Karmin kemudian menyalakan mesin motor. Tiba-tiba ada sebuah suara memanggilnya. Suara yang sudah familiar sejak dulu. "Maaf ya, Bang. Aku ada matkul tambahan tadi," ujar Fitri yang sadar sudah menghambat tulang ojek itu untuk pulang. "Gak apa-apa, Neng. Lagian belum malam juga," ucap Bang Karmin saat menoleh ke asal suara yang memanggilnya."Oh ya, Bang. Gimana tadi hasil penyelidikannya?" tanya Fitri penasaran.Bang Karmin mematikan kembali motornya. Ia duduk di motor dengan menghadap Fitri yang duduk di kursi panjang pangkalan."Jadi, tadi saya kan ngikutin Bu Melvi tuh dari salon, dia pergi restoran. Cuma pas saya mau ikut masuk dicegat sama satpamnya soalnya restorannya mewah, Neng. Tahu sendiri dandanan saya kayak gini. Tuh satpam tahu saya gak bakal sanggup beli makanan di sana," cerita Bang Karmin

  • Nazar Poligami    Debat

    18Setibanya di rumah sakit, Qintan dan Farid langsung menuju ke ruangan rawat. Masih ada Fitri yang setia menemani ibunya di sana."Kamu bawa apa, Qin? Padahal gak usah segala dibawa. Besok juga Ibu pulang," tanya Bu Fatimah dengan suara parau. "Ini cuma baju ganti sama makanan, Bu. Kasihan Fitri sama Mas Farid belum makan," jawab Qintan sembari menyiapkan makanan di meja. Setelah makanan disiapkan, mereka pun makan bersama. Bu Fatimah hanya menatap sembari tersenyum samar. Ada kebahagiaan tersendiri di hatinya melihat anak dan menantunya akur. "Kak, ada yang mau aku bicarakan," ajak Fitri sembari berdiri. Farid mengangguk dan berdiri. "Ibu istirahat ya, aku mau keluar dulu sebentar," pinta Fitri sebelum keluar ruangan. Bu Fatimah mengangguk pelan. Wajahnya masih pucat pasi. Ia masih sangat lemas, meskipun ingin tahu. Fitri, Farid, dan Qintan keluar ruangan untuk memberi waktu istirahat. Mereka berdiri di pinggir koridor lantai dua. Terhampar pemandangan halaman rumah sakit di

  • Nazar Poligami    Pak Burhan Menjenguk

    Pak Burhan segera menghubungi anaknya untuk tahu kabar istri pertamanya itu. Fitri tidak menjawab, namun Farid langsung menjawab. Ia pun langsung menuju ke rumah sakit. Motornya membelah jalanan untuk sampai ke sana. Bagaimanapun juga, ada rasa khawatir di hatinya untuk Bu Fatimah. "Mana Ibu kalian?" tanya Pak Farid sembari nyelonong masuk ke dalam ruangan rawat. Fitri menatap sinis ayahnya yang datang. Padahal ia sengaja tadi tidak ingin memberitahu keberadaan ibunya. "Mau apa ayah ke sini? Cuma mau bikin Ibu tambah sakit?" tanya Fitri sengit. "Ayah mau nengok Ibu. Mana ada niatan jelek seperti itu," jawab Pak Burhan tanpa rasa bersalah. Ia mendekat ke arah bed hospital yang ditempati istrinya. Bu Fatimah terbaring lemah di sana. Namun, ia menatap suaminya dengan lembut. Senyumnya pun mengembang walau tipis. "Makasih ya, Mas," ucap Bu Fatimah lirih. "Sama-sama, Dek. Kamu sakit apa? Kok, sampai dirawat sih?" Pak Burhan bertanya sembari duduk di kursi yang ada di dekat sana."C

  • Nazar Poligami    Tv Disita

    Pak Burhan terpaksa menghadapi penagih hutang itu sendiri. Walaupun ia tahu akan dimarahi habis-habisan. "Bang, mau ngopi dulu?" tanya Pak Burhan sok ramah. "Gak usah basa-basi. Mana cicilan hutangmu?" Bang Beri menadahkan tangannya. "Em ... gini, Bang. Toko lagi sepi, aku juga lagi ada masalah sama supplier jadi belum ada uangnya. Kasih waktu lagi ya, Bang." Pak Burhan berusaha memberikan alasan yang masuk akal. "Gak ada! Aku gak mau makan alasan, butuhnya duit, ngerti?!" Bang Beri naik pitam. Tak habis pikir dengan Pak Burhan yang bahkan enggan mencicil hutang padanya. "Ya ... mau gimana lagi, Bang." Pak Burhan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bang Berri melihat ke arah kedua bodyguard-nya yang berbadan besar. "Masuk, ambil barang berharga di dalam!" titahnya. "Siap, Bang!" Dua lelaki berbadan kekar itu langsung masuk dan menyingkirkan Pak Burhan dengan mudah. Pak Burhan hanya bisa pasrah. Toh, melawan pun tidak akan mungkin. Wajahnya saja masih sakit karena dipukuli an

  • Nazar Poligami    Pulang dari RS

    "Sudahlah, Bu. Gak usah mikirin ayah lagi," jawab Fitri saat sang ibu mempertanyakan ayahnya yang tidak kunjung menjenguk. Bu Fatimah terdiam seketika. Ia mengerti dengan kekesalan anaknya pada Pak Burhan. Memang seharusnya seorang ayah bisa jadi contoh untuk putrinya. Bukan malah sebaliknya. Hari sudah kian sore, tiba-tiba terdengar ketukan pintu. Qintan segera bangkit dari duduknya. Ia bahkan sudah hafal dengan ketukan suaminya di pintu. "Sudah pulang, Mas." Qintan segera mencium tangan suaminya. Mereka pun masuk bersama. Farid langsung menyalami ibunya yang sedang duduk di sofa. Mereka pun kembali duduk bersama. Saat makan malam, mereka menuju ke ruang makan. Untungnya makanan sudah tersaji oleh Qintan. Ia senantiasa melakukan semua pekerjaan rumah di sana tanpa paksaan. "Eum, aku tahu ini masakan siapa," celetuk Fitri di tengah-tengah. "Emang siapa?" tanya Qintan penasaran. Ia sih rasanya sama saja antara masakannya san ibu mertuanya. "Mbak Qintan kalau ini. Punya ciri kha

  • Nazar Poligami    Rencana Cerai

    Pak Burhan sedang menghabiskan waktu dengan mereguk surga dunianya. Ia seolah lupa kalau punya istri pertama yang kemarin masih di rumah sakit. Pak Burhan terkulai lemas setelah menuntaskan hasratnya. Rasanya dunia sedang berada di genggamannya saat ini. Saking nikmatnya yang dirasakan. "Gimana, Mas? Puas kan?" tanya Bu Melvi setelah mereka selesai."Selalu, Dek. Kamu memang yang terbaik! Pokoknya service Dek Melvi gak ada duanya. Sampai pinggang Mas pegel ini," puji Pak Burhan sembari mengacungkan jempolnya. "Iya dong. Aku emang paling jago muasin lelaki. Makanya, kalau mau terus sama-sama harus kasih setorannya yang banyak," celetuk Bu Melvi terdengar seperti menagih. Bu Melvi tersenyum lebar sembari memeluk Pak Burhan. Itulah jurus andalannya saat sang suami marah atau ingin meminta uang. "Iya, iya. Tar kalau udah ada biar Mas kasih lebih buat kamu, Dek," jawab Pak Burhan dengan sedikit kesal. Istri keduanya ini persis angkot. Tergantung setoran baru bisa melayani dengan baik

  • Nazar Poligami    Kedatangan Tiana

    "Pak, ada ibu?" tanya seorang anak gadis yang baru masuk ke halaman rumah. Pak Burhan yang hendak masuk, kembali menoleh ke belakang. Ia menatap dan mengira-ngira siapa daun muda itu. Wajahnya agak mirip dengan Bu Melvi istrinya. Tapi, hidungnya lebih mancung dan kulitnya lebih cerah. Hanya saja untuk anak seusianya badannya agak bongsor atau boros."Ada, adek siapa ya?" tanya Pak Burhan seraya menghampiri gadis itu dengan tatapan beringas. Ia bagai menemukan mangsa baru.Gadis itu memandang tak suka pada Pak Burhan. "Saya Tiana, anaknya Bu Melvi," jelas Tiana membuat ayah tirinya kecewa.Pak Burhan hanya pernah melihat anak itu sekilas saat awal menikah. Jadi, tidak begitu hafal dengannya. Berbulan-bulan menikah, anak itu juga tidak pernah datang ke rumah. Wajar saja dirinya lupa. Tiana tinggal dengan ayahnya yang merupakan mantan suami Bu Melvi. Ia lebih betah di sana dibanding bersama ibunya."Ada, Dek, ayo masuk!" ajak Pak Burhan dengan semangat. Tiana mengikuti langkah Pak B

  • Nazar Poligami    Pak Rahmat Menjenguk

    Fitri sedang menyuapi Bu Fatimah makan siang. Keadaan Bu Fatimah sebenarnya sudah mulai membaik, hanya saja ia yang memaksa untuk menyuapi. Alasannya kalau dirinya sakit, ibunya juga selalu perhatian dan menyuapinya makan."Ibu harus makan yang banyak. Biar cepat sembuh," ucap Fitri disela-sela menyuapi makan ibunya. Bu Fatimah hanya tersenyum tipis mendengar ucapan putrinya. Walaupun ia diberi ujian suami yang selingkuh, untungnya anak-anaknya sangatlah baik. "Makasih ya, Fit," ucap Bu Fatimah setelah selesai makan. Suaranya masih terdengar lesu karena masih sakit. "Sama-sama, Bu," jawab Fitri dengan senyum manis. Farid telah berangkat ke toko sejak pagi tadi. Sementara Qintan masih ada di rumah Bu Fatimah untuk menjaganya dikala Fitri kuliah."Bu, boleh aku tanya?" tanya Fitri ragu."Tentu, kalau bisa akan Ibu jawab," jawab Bu Fatimah yang juga penasaran dengan pertanyaan putrinya. "Soal surat-surat berharga Ibu, gimana? Dengar-dengar Ayah menggadaikan tanah di desa sebelah ke

Bab terbaru

  • Nazar Poligami    Pencarian Bu Melvi

    31Bu Melvi membuka matanya. Ia baru saja sadar dari bius yang disuntikkan ke tubuhnya. Netranya mengedar kesana-kemari. Ia tak mengenal tempat itu. "Duh, di mana aku?" gumam Bu Melvi dengan kepala yang masih terasa berat. Ia kembali menajamkan penglihatan. Ruangan itu nampak seperti gudang. Banyak barang-barang bekas di sana. Belum lagi debu yang begitu tebal dan membuat sesak pernapasan. Bu Melvi tidak bisa lari kemanapun. Tangan dan kakinya terikat ke sebuah kursi. Perutnya juga mulai keroncongan karena belum makan sejak pagi. "Hai, Dek Melvi sayang ...." Tiba-tiba sebuah suara bariton terdengar menggema di ruangan tersebut. Pak Bastoni mendekat dengan ditemani dua bodyguard-nya. "Gimana? Mau terus di sini atau kita ke hotel?" tanya Pak Bastoni dengan tatapan nakal yang memuakkan. "Aku udah gak mau punya hubungan sama kamu, Mas! Aku capek! Gak liat waktu harus keluar cuma buat muasin kamu!" pekik Bu Melvi dengan emosi. Ya, kadang permintaan lelaki hidung belang ini membuatn

  • Nazar Poligami    Bu Melvi ditawan

    Qintan dan Bu Fatimah sampai di rumah menjelang isya. Banyak hal yang mereka bicarakan di sana. Sehingga memakan waktu cukup lama. "Bunda, Mbak, betah banget di rumah paman. Jadi, gimana ceritanya?" tanya Fitri dengan antusias setelah menyalami tangan ibu dan kakak iparnya. "Belum juga duduk," jawab Qintan sembari menjatuhkan bobot di sofa. Bu Fatimah pun duduk di sana. Ia menghela napas sejenak. Fitri menyediakan minum untuk ibunya. "Alhamdulillah, Ibu rasanya lebih tenang. Apalagi aset kalian sudah aman. Setidaknya kalaupun rumah tangga Ibu di ujung tanduk, kalian akan tetap dapat bagian," tutur Bu Fatimah dengan senyum tulus. Baginya sekarang anak-anaknya yang terpenting. Masalah suaminya sudah nomor sekian. "Alhamdulillah ... Oh ya, Bu aku mau cerita. Tapi, belum sempat dari kemarin," ungkap Fitri teringat sesuatu. Ibunya sekarang sudah nampak lebih tenang. Bahkan mungkin jika harus kehilangan sosok suami sekalipun. Jadi, ini waktu yang tepat untuk mengungkapkan hal yang di

  • Nazar Poligami    Pak Bastoni (Selingkuhan Bu Melvi)

    Bu Fatimah terdiam sejenak. Rasanya tak enak mengungkapkan alasan dari penamaan surat itu. Seperti membuka aib suaminya sendiri. "Bicarakan saja Fatimah. Ini termasuk dari salah satu ghibah yang diperbolehkan," ucap Bang Furqon meyakinkan adiknya. "Jadi begini, suami saya selalu berkata malu jika orang tahu itu dari uang saya. Juga beralasan untuk masa depan anak. Katanya gak masalah atas nama siapapun suratnya. Tapi, nyatanya satu surat tanah kebun digadai demi istri barunya. Saya tidak mau semuanya habis," jelas Bu Fatimah panjang lebar.Pak Dinan mengangguk-ngangguk sambil melihat lihat beberapa surat berharga di tangannya. Semuanya atas nama Pak Burhan. "Saya akan bantu sebisanya. Semoga saja prosesnya cepat selesai. Sehingga semuanya akan utuh menjadi milik Ibu." Pak Dinan menjawab dengan tenang. "Amiinn, semoga saja." Bu Fatimah dan yang lainnya turut mengaminkan. Sebenarnya Pak Dinan telah banyak menangani kasus seperti ini. Jadi, bukan hal baru baginya. Mereka kemudian k

  • Nazar Poligami    Komisaris

    "Ya Allah, sebenarnya ada apa ini? Kenapa rasanya hatiku tidak nyaman begini? Ada apa dengan suamiku?" gumam Bu Fatimah lirih. Ia tengah berada di kamar sendiri. Namun, merasa tidak enak hati sejak kemarin. Ia belum tahu persis penyebabnya. Hanya saja pikirannya tiba-tiba teringat suaminya."Fit, kapan kamu mau ke sana lagi?" tanya Bu Fatimah lembut.Hanya Fitri yang bisa menjadi matanya saat ini. Ia begitu khawatir pada suaminya. Bagaimanapun Pak Burhan masih berstatus sebagai pendamping hidupnya. "Aku lagi sibuk ujian, Bu. Malas kalau harus tinggal di sana, nanti ajalah ya Bu? Aku mau fokus ujian dulu," jawab Fitri dengan berat hati. Ia menatap ibunya penuh harap. Sehingga dengan terpaksa Bu Fatimah mengiyakan."Semoga ujian kamu lancar ya, Sayang." Bu Fatimah membelai kepala putrinya. "Aamiin ...." Fitri tersenyum lebar mendengar ucapan ibunya. Tak lama kemudian, pintu utama diketuk. Rupanya Qintan yang sudah nyelonong masuk sebelum dibukakan. "Bu, udah siap?" tanya Qintan de

  • Nazar Poligami    Orang Pintar

    Mobil menyusuri jalanan yang lebarnya hanya sekitar tiga meter, belum beraspal, dan jarang kendaraan. Di sisi jalan jarak antara rumah satu dan yang lainnya sangat jauh. Tidak seperti di kota yang berdempet dan sesak."Kapan sampainya ini udah di pelosok desa begini loh, Dek?" tanya Pak Burhan sembari menatap ke depan. Badannya sudah pegal-pegal karena terus duduk di dalam mobil. Rasanya ia tak ingin ke tempat itu untuk kedua kalinya. "Sabar kenapa sih. Lagian aku ini yang nyetir, ribut banget," sahut Bu Melvi dengan ketus. Setelah satu jam dari jalan sepi itu, mereka tiba di sebuah rumah dari anyaman bambu. Halamannya cukup luas dengan pasir pantai yang hitam. "Sudah sampai, cepat turun!" titah Bu Melvi sembari keluar dari mobil. Pak Burhan mengikuti istrinya. Sejenak ia merenggangkan badan yang terasa begitu pegal. Mereka lalu berjalan ke pintu masuk rumah. Rumah itu sederhana dan rapi, seperti rumah desa pada umumnya. Tidak seperti rumah dukun dalam cerita-cerita film horor.

  • Nazar Poligami    Perjalanan Panjang

    "Dek, bangun! Katanya mau berangkat menemui gurumu!" Pak Burhan mengguncang tubuh Bu Melvi di pagi buta. "Entar siangan, Mas. Aku masih ngantuk banget ini!" Bu Melvi malah berbalik dan membelakangi Pak Burhan. Memang tidak biasanya ia bangun jam segitu sejak menikah. Mereka selalu bangun jika matahari sudah meninggi. "Padahal aku ingin segera bertemu guru itu, biar tokoku cepat laris," gerutu Pak Burhan yang tak digubris sama sekali oleh Bu Melvi. Namun, ia juga tidak bisa berbuat apa-apa kalau istrinya sudah berkata. "Siapin sarapan dulu, gih! Biar nanti aku bangun tinggal sarapan terus berangkat!" titah Bu Melvi tanpa menoleh ke arah suaminya.Pak Burhan menurut dan lekas pergi ke dapur. Ia hanya bisa masak nasi goreng ala-ala sendiri, jadilah itu yang dimasaknya. Tapi, rasanya lumayan enak. Setelah selesai, Pak Burhan memanggil Bu Melvi untuk sarapan. Tapi, karena masih terlalu pagi Bu Melvi enggan untuk bangun. Ia masih betah bergelung di bawah selimutnya yang tebal. "Baru j

  • Nazar Poligami    Siapa Pak Rahmat?

    Flash back.Waktu mondok."Dek Fatimah, aku mencintaimu," ucap Rahmat yang sedang piket di dapur umum belakang rumah salah satu dewan pondok.Kebetulan Fatimah sedang piket beberes di rumah dewan tersebut. Sementara Rahmat sedang piket masak nasi untuk santri. "Kalau benar, datang ke orang tuaku. Karena ... aku tak berniat pacaran," ujar Bu Fatimah kala itu."Baik, tunggu aku, nanti aku akan langsung bertemu orang tuamu!" Rahmat kemudian pergi melanjutkan masak di dapur umum tersebut.Rahmat adalah sosok santri sederhana dan mau bekerja keras. Disela kegiatan mengaji ia juga menjadi seksi usaha pondok, yang memajukan usaha koperasi di tempatnya menimba ilmu.Seminggu setelah kejadian itu, Rahmat pulang ke kampungnya karena ayahnya meninggal. Kemudian, ia tak kembali lagi ke pondok.Hati Fatimah sebenarnya telah dicuri Rahmat sejak lama. Bahkan sebelum kejadian itu. Merasakan rindu dan sakit dengan perginya pencuri hati.'Kemana kamu, Mas Rahmat. Andai saja aku bisa memilih, lebih bai

  • Nazar Poligami    Pak Rahmat Menjenguk

    Fitri sedang menyuapi Bu Fatimah makan siang. Keadaan Bu Fatimah sebenarnya sudah mulai membaik, hanya saja ia yang memaksa untuk menyuapi. Alasannya kalau dirinya sakit, ibunya juga selalu perhatian dan menyuapinya makan."Ibu harus makan yang banyak. Biar cepat sembuh," ucap Fitri disela-sela menyuapi makan ibunya. Bu Fatimah hanya tersenyum tipis mendengar ucapan putrinya. Walaupun ia diberi ujian suami yang selingkuh, untungnya anak-anaknya sangatlah baik. "Makasih ya, Fit," ucap Bu Fatimah setelah selesai makan. Suaranya masih terdengar lesu karena masih sakit. "Sama-sama, Bu," jawab Fitri dengan senyum manis. Farid telah berangkat ke toko sejak pagi tadi. Sementara Qintan masih ada di rumah Bu Fatimah untuk menjaganya dikala Fitri kuliah."Bu, boleh aku tanya?" tanya Fitri ragu."Tentu, kalau bisa akan Ibu jawab," jawab Bu Fatimah yang juga penasaran dengan pertanyaan putrinya. "Soal surat-surat berharga Ibu, gimana? Dengar-dengar Ayah menggadaikan tanah di desa sebelah ke

  • Nazar Poligami    Kedatangan Tiana

    "Pak, ada ibu?" tanya seorang anak gadis yang baru masuk ke halaman rumah. Pak Burhan yang hendak masuk, kembali menoleh ke belakang. Ia menatap dan mengira-ngira siapa daun muda itu. Wajahnya agak mirip dengan Bu Melvi istrinya. Tapi, hidungnya lebih mancung dan kulitnya lebih cerah. Hanya saja untuk anak seusianya badannya agak bongsor atau boros."Ada, adek siapa ya?" tanya Pak Burhan seraya menghampiri gadis itu dengan tatapan beringas. Ia bagai menemukan mangsa baru.Gadis itu memandang tak suka pada Pak Burhan. "Saya Tiana, anaknya Bu Melvi," jelas Tiana membuat ayah tirinya kecewa.Pak Burhan hanya pernah melihat anak itu sekilas saat awal menikah. Jadi, tidak begitu hafal dengannya. Berbulan-bulan menikah, anak itu juga tidak pernah datang ke rumah. Wajar saja dirinya lupa. Tiana tinggal dengan ayahnya yang merupakan mantan suami Bu Melvi. Ia lebih betah di sana dibanding bersama ibunya."Ada, Dek, ayo masuk!" ajak Pak Burhan dengan semangat. Tiana mengikuti langkah Pak B

DMCA.com Protection Status