Home / Pernikahan / Nazar Poligami / Kehilangan Supplier

Share

Kehilangan Supplier

Author: Annisa DM
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Semua aset yang mereka miliki adalah milik Bu Fatimah. Ia mendapatkannya dari warisan orang tuanya yang telah meninggal. Dirinya merupakan anak bungsu dari lima bersaudara yang semuanya sukses.

Bu Fatimah menelepon kakak pertama yang dituakan keluarga. Ia tak ingin bertindak gegabah dan membuatnya celaka sendiri.

"Bang, insyaallah besok aku ke rumah ya, ada yang mesti aku bicarakan," ucap Bu Fatimah setelah telepon terhubung.

'iya, kebetulan besok Abang libur, Dek. Mainlah ke sini, sudah lama tak berjumpa,' jawab Bang Furqon dari seberang telepon.

Bang Furqon tidak banyak bertanya apa yang terjadi dengan adiknya. Hanya saja firasatnya mengatakan memang ada yang tidak beres.

Mereka berbincang-bincang selayaknya kakak adik. Baru setelah itu, panggilan telepon diakhiri.

"Alhamdulillah, agak sedikit lega setelah ngobrol dengan Bang Furqon. Padahal aku belum menceritakan masalahnya," gumam Bu Fatimah lirih.

Beruntung, dirinya memiliki kakak yang bijak dan dapat diandalkan. Meskipun kedu
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Nazar Poligami    Konsultasi

    Tak lama kemudian, mobil terparkir di halaman rumah mewah bertingkat dua. Rumah itu miliknya dan istri mudanya. Rumah itu dibeli beberapa waktu lalu. Tentu saja menggunakan uangnya sepenuhnya. Tapi, dibalik nama langsung dengan nama Bu Melvi. Pak Burhan masuk ke dalam rumah dengan menahan nyeri di pipi dan matanya. Kedua bagian wajah itu lebam parah sampai membiru. Nyerinya jangan ditanya, rasanya sampai ke semua syaraf tubuh. "Mas, Mas kenapa?!" tanya Bu Melvi panik, saat melihat suaminya. Ia langsung menghampiri dan melihat wajah sang suami lebih jelas. "Dipukulin, sama anak buah si Rahmat sialan!" gerutu Pak Burhan yang masih kesal dengan kejadian tadi. "Makanya jangan cari masalah. Pegawai Pak Rahmat kan banyak. Pasti kamu yang mulai duluan cari masalah! Udahlah wajah pas-pasan malah kena puku," omel Bu Melvi kesal. Meskipun begitu, ia bahkan tidak beranjak sama sekali untuk mengambilkan obat atau apa. Membuat hati Pak Burhan semakin panas dan terbakar. "Kamu bukannya obati

  • Nazar Poligami    Tinggal di Rumah Mama Tiri

    Fitri membereskan bajunya. Sebenarnya ia malas untuk melakukannya. Tapi, ini semua demi misinya untuk menyelamatkan sang ibu. "Fit, Ibu masuk ya," ucap Bu Fatimah saat memasuki kamar putri bungsunya. "Silahkan aja, Bu. Kayak sama siapa aja," jawab Fitri yang masih sibuk memilah barang yang sekiranya diperlukan. Bu Fatimah menatap anaknya dengan lekat. Sebenarnya ia khawatir melepaskan Fitri ke kandang singa. "Fit, yakin berani? Ibu khawatir tar kamu berantem lagi sama ayah terus kenapa-napa," ungkap Bu Fatimah mengutarakan kekhawatirannya. "Berani, Bu. Aku bakal jadi anak baik di sana, tenang aja." Fitri menyunggingkan senyum terbaiknya. Tak ingin membuat ibunya cemas. "Hati-hati ya, jangan lupa salat dan minta perlindungan sama Allah," ujar Bu Fatimah yang masih setengah hati untuk melepasnya. Setelah semua siap, Fitri pun pamit. Ia harus segera menjalankan misi penting. Ia akan pergi dengan menggunakan ojek seperti biasa. Fitri turun dari motor Mang Karmin. Toko ayahnya seda

  • Nazar Poligami    Sakit Tak Biasa

    "Astaghfirullah, ini kenapa sakit kepalanya tak seperti biasa ya, pusing sekali," ucap Bu Fatimah sambil meringis pelan. Satu tangannya memegang kepala yang terasa begitu berat. 'Kenapa dengan Ibu? Apa jangan-jangan ... ulah orang usil,' gumam Qintan dalam hati. Entah kenapa tiba-tiba ia berpikiran seperti itu. Qintan terus memijit pelipis Bu Fatimah. Lirih suara dzikir terdengar dari mulut ibu mertuanya itu. Kemudian, ia tak sadarkan diri."Astaghfirullah, Mas!" teriak Qintan dengan begitu panik. Ia memanggil Farid yang sedang istirahat di kamar. Suaminya kelelahan karena tadi siang datang barang ke toko yang dijaganya."Ada apa, Dek?!" tanya Farid panik dan segera berlari ke sofa ruang tengah."I ... Ibu, Mas. Pingsan!""Tak biasanya Ibu sampai pingsan jika sakit," gumam Farid heran. Ia kemudian mengangkat tubuh ibunya untuk dibaringkan di kamar. Qintan berusaha membantu di bagian kaki. Qintan menghirupkan minyak kayu putih ke hidung ibu mertuanya agar segera sadar. "Mas, g

  • Nazar Poligami    Mata-mata

    Mendengar keributan semakin keras, Pak Burhan bangun dan langsung menuju ke dapur. Ia mendapati istrinya yang terduduk di lantai sedang memaki Fitri."Ada apa, sih?! Pagi-pagi sudah berisik aja!" bentak Pak Burhan sembari melirik ke anak dan istrinya bergantian."Itu Yah, Bunda jatuh kepleset lantai yang baru dipel. Tapi, malah nyalahin aku. Padahal niatku baik, supaya lantainya bersih," jawab Fitri santai. Bu Melvi cemberut mendengar penjelasan Fitri. Tapi, malas menimpali karena ia sedang ada urusan."Mas, bantuin dong! Terserah dia mau ngomong apa." Bu Melvi mengulurkan tangannya."Berdiri aja sendiri," jawab Pak Burhan yang masih kesal pada istrinya tadi malam.Ia langsung melenggang santai ke kamar mandi. Meskipun terdengar istrinya menggerutu karena ulahnya. "Bapak sama anak sama aja. Sama-sama nyebelin," gerutu Bu Melvi sembari bangun sendiri. Fitri menahan tawa, melihat Bu Melvi dicuekin ayahnya. "Sukurin!" ucapnya pelan.Bu Melvi tidak mendengarnya. Ia masuk ke kamar untu

  • Nazar Poligami    Perasaan Aneh

    Fitri baru saja selesai kelas di kampus. Lelah terasa saat otak dipaksa berpikir, sedang hati melayang ke masalah di rumah yang tak kunjung selesai."Fit, bengong aja daritadi, ada apa?" tanya Meri, teman sekaligus sahabat sekelasnya."Enggak apa-apa, lagi banyak masalah aja," jawab Fitri lesu."Cerita ajalah, ke kosanku yuk!" ajak Meri dengan ramah. Kosannya memang dekat dengan kampus. Ada di belakang kampus dan bisa lewat jalan gang. "Ayo, tapi sebentar aja, ya." Fitri menyambut baik ajakan itu. Ia merasa butuh juga bercerita pada sahabatnya. Berat rasanya memikul semua sendiri. Mereka berjalan ke gerbang belakang kampus. Kemudian menyusuri gang kecil. Di sepanjang gang kos-kosan para mahasiswa berjamur subur di sini.Meri membuka kamar kosnya. Hanya berukuran 3×3 meter. Di dalamnya cuma terdapat lemari, kasur lantai, juga meja belajar. Selebihnya hanya dekorasi dinding, agar penghuninya betah disini."Jadi, kenapa aku lihat kamu tuh bengong ... aja dari kemaren. Ada masalah l

  • Nazar Poligami    Masuk Rumah Sakit

    Hari sudah semakin sore, Bang Karmin bermaksud untuk pulang dari pangkalan. Teman-temannya telah pulang sejak tadi. "Duh, Neng Fitri kemana sih? Apa besok aja ya bilangnya." Bang Karmin kemudian menyalakan mesin motor. Tiba-tiba ada sebuah suara memanggilnya. Suara yang sudah familiar sejak dulu. "Maaf ya, Bang. Aku ada matkul tambahan tadi," ujar Fitri yang sadar sudah menghambat tulang ojek itu untuk pulang. "Gak apa-apa, Neng. Lagian belum malam juga," ucap Bang Karmin saat menoleh ke asal suara yang memanggilnya."Oh ya, Bang. Gimana tadi hasil penyelidikannya?" tanya Fitri penasaran.Bang Karmin mematikan kembali motornya. Ia duduk di motor dengan menghadap Fitri yang duduk di kursi panjang pangkalan."Jadi, tadi saya kan ngikutin Bu Melvi tuh dari salon, dia pergi restoran. Cuma pas saya mau ikut masuk dicegat sama satpamnya soalnya restorannya mewah, Neng. Tahu sendiri dandanan saya kayak gini. Tuh satpam tahu saya gak bakal sanggup beli makanan di sana," cerita Bang Karmin

  • Nazar Poligami    Debat

    18Setibanya di rumah sakit, Qintan dan Farid langsung menuju ke ruangan rawat. Masih ada Fitri yang setia menemani ibunya di sana."Kamu bawa apa, Qin? Padahal gak usah segala dibawa. Besok juga Ibu pulang," tanya Bu Fatimah dengan suara parau. "Ini cuma baju ganti sama makanan, Bu. Kasihan Fitri sama Mas Farid belum makan," jawab Qintan sembari menyiapkan makanan di meja. Setelah makanan disiapkan, mereka pun makan bersama. Bu Fatimah hanya menatap sembari tersenyum samar. Ada kebahagiaan tersendiri di hatinya melihat anak dan menantunya akur. "Kak, ada yang mau aku bicarakan," ajak Fitri sembari berdiri. Farid mengangguk dan berdiri. "Ibu istirahat ya, aku mau keluar dulu sebentar," pinta Fitri sebelum keluar ruangan. Bu Fatimah mengangguk pelan. Wajahnya masih pucat pasi. Ia masih sangat lemas, meskipun ingin tahu. Fitri, Farid, dan Qintan keluar ruangan untuk memberi waktu istirahat. Mereka berdiri di pinggir koridor lantai dua. Terhampar pemandangan halaman rumah sakit di

  • Nazar Poligami    Pak Burhan Menjenguk

    Pak Burhan segera menghubungi anaknya untuk tahu kabar istri pertamanya itu. Fitri tidak menjawab, namun Farid langsung menjawab. Ia pun langsung menuju ke rumah sakit. Motornya membelah jalanan untuk sampai ke sana. Bagaimanapun juga, ada rasa khawatir di hatinya untuk Bu Fatimah. "Mana Ibu kalian?" tanya Pak Farid sembari nyelonong masuk ke dalam ruangan rawat. Fitri menatap sinis ayahnya yang datang. Padahal ia sengaja tadi tidak ingin memberitahu keberadaan ibunya. "Mau apa ayah ke sini? Cuma mau bikin Ibu tambah sakit?" tanya Fitri sengit. "Ayah mau nengok Ibu. Mana ada niatan jelek seperti itu," jawab Pak Burhan tanpa rasa bersalah. Ia mendekat ke arah bed hospital yang ditempati istrinya. Bu Fatimah terbaring lemah di sana. Namun, ia menatap suaminya dengan lembut. Senyumnya pun mengembang walau tipis. "Makasih ya, Mas," ucap Bu Fatimah lirih. "Sama-sama, Dek. Kamu sakit apa? Kok, sampai dirawat sih?" Pak Burhan bertanya sembari duduk di kursi yang ada di dekat sana."C

Latest chapter

  • Nazar Poligami    Pencarian Bu Melvi

    31Bu Melvi membuka matanya. Ia baru saja sadar dari bius yang disuntikkan ke tubuhnya. Netranya mengedar kesana-kemari. Ia tak mengenal tempat itu. "Duh, di mana aku?" gumam Bu Melvi dengan kepala yang masih terasa berat. Ia kembali menajamkan penglihatan. Ruangan itu nampak seperti gudang. Banyak barang-barang bekas di sana. Belum lagi debu yang begitu tebal dan membuat sesak pernapasan. Bu Melvi tidak bisa lari kemanapun. Tangan dan kakinya terikat ke sebuah kursi. Perutnya juga mulai keroncongan karena belum makan sejak pagi. "Hai, Dek Melvi sayang ...." Tiba-tiba sebuah suara bariton terdengar menggema di ruangan tersebut. Pak Bastoni mendekat dengan ditemani dua bodyguard-nya. "Gimana? Mau terus di sini atau kita ke hotel?" tanya Pak Bastoni dengan tatapan nakal yang memuakkan. "Aku udah gak mau punya hubungan sama kamu, Mas! Aku capek! Gak liat waktu harus keluar cuma buat muasin kamu!" pekik Bu Melvi dengan emosi. Ya, kadang permintaan lelaki hidung belang ini membuatn

  • Nazar Poligami    Bu Melvi ditawan

    Qintan dan Bu Fatimah sampai di rumah menjelang isya. Banyak hal yang mereka bicarakan di sana. Sehingga memakan waktu cukup lama. "Bunda, Mbak, betah banget di rumah paman. Jadi, gimana ceritanya?" tanya Fitri dengan antusias setelah menyalami tangan ibu dan kakak iparnya. "Belum juga duduk," jawab Qintan sembari menjatuhkan bobot di sofa. Bu Fatimah pun duduk di sana. Ia menghela napas sejenak. Fitri menyediakan minum untuk ibunya. "Alhamdulillah, Ibu rasanya lebih tenang. Apalagi aset kalian sudah aman. Setidaknya kalaupun rumah tangga Ibu di ujung tanduk, kalian akan tetap dapat bagian," tutur Bu Fatimah dengan senyum tulus. Baginya sekarang anak-anaknya yang terpenting. Masalah suaminya sudah nomor sekian. "Alhamdulillah ... Oh ya, Bu aku mau cerita. Tapi, belum sempat dari kemarin," ungkap Fitri teringat sesuatu. Ibunya sekarang sudah nampak lebih tenang. Bahkan mungkin jika harus kehilangan sosok suami sekalipun. Jadi, ini waktu yang tepat untuk mengungkapkan hal yang di

  • Nazar Poligami    Pak Bastoni (Selingkuhan Bu Melvi)

    Bu Fatimah terdiam sejenak. Rasanya tak enak mengungkapkan alasan dari penamaan surat itu. Seperti membuka aib suaminya sendiri. "Bicarakan saja Fatimah. Ini termasuk dari salah satu ghibah yang diperbolehkan," ucap Bang Furqon meyakinkan adiknya. "Jadi begini, suami saya selalu berkata malu jika orang tahu itu dari uang saya. Juga beralasan untuk masa depan anak. Katanya gak masalah atas nama siapapun suratnya. Tapi, nyatanya satu surat tanah kebun digadai demi istri barunya. Saya tidak mau semuanya habis," jelas Bu Fatimah panjang lebar.Pak Dinan mengangguk-ngangguk sambil melihat lihat beberapa surat berharga di tangannya. Semuanya atas nama Pak Burhan. "Saya akan bantu sebisanya. Semoga saja prosesnya cepat selesai. Sehingga semuanya akan utuh menjadi milik Ibu." Pak Dinan menjawab dengan tenang. "Amiinn, semoga saja." Bu Fatimah dan yang lainnya turut mengaminkan. Sebenarnya Pak Dinan telah banyak menangani kasus seperti ini. Jadi, bukan hal baru baginya. Mereka kemudian k

  • Nazar Poligami    Komisaris

    "Ya Allah, sebenarnya ada apa ini? Kenapa rasanya hatiku tidak nyaman begini? Ada apa dengan suamiku?" gumam Bu Fatimah lirih. Ia tengah berada di kamar sendiri. Namun, merasa tidak enak hati sejak kemarin. Ia belum tahu persis penyebabnya. Hanya saja pikirannya tiba-tiba teringat suaminya."Fit, kapan kamu mau ke sana lagi?" tanya Bu Fatimah lembut.Hanya Fitri yang bisa menjadi matanya saat ini. Ia begitu khawatir pada suaminya. Bagaimanapun Pak Burhan masih berstatus sebagai pendamping hidupnya. "Aku lagi sibuk ujian, Bu. Malas kalau harus tinggal di sana, nanti ajalah ya Bu? Aku mau fokus ujian dulu," jawab Fitri dengan berat hati. Ia menatap ibunya penuh harap. Sehingga dengan terpaksa Bu Fatimah mengiyakan."Semoga ujian kamu lancar ya, Sayang." Bu Fatimah membelai kepala putrinya. "Aamiin ...." Fitri tersenyum lebar mendengar ucapan ibunya. Tak lama kemudian, pintu utama diketuk. Rupanya Qintan yang sudah nyelonong masuk sebelum dibukakan. "Bu, udah siap?" tanya Qintan de

  • Nazar Poligami    Orang Pintar

    Mobil menyusuri jalanan yang lebarnya hanya sekitar tiga meter, belum beraspal, dan jarang kendaraan. Di sisi jalan jarak antara rumah satu dan yang lainnya sangat jauh. Tidak seperti di kota yang berdempet dan sesak."Kapan sampainya ini udah di pelosok desa begini loh, Dek?" tanya Pak Burhan sembari menatap ke depan. Badannya sudah pegal-pegal karena terus duduk di dalam mobil. Rasanya ia tak ingin ke tempat itu untuk kedua kalinya. "Sabar kenapa sih. Lagian aku ini yang nyetir, ribut banget," sahut Bu Melvi dengan ketus. Setelah satu jam dari jalan sepi itu, mereka tiba di sebuah rumah dari anyaman bambu. Halamannya cukup luas dengan pasir pantai yang hitam. "Sudah sampai, cepat turun!" titah Bu Melvi sembari keluar dari mobil. Pak Burhan mengikuti istrinya. Sejenak ia merenggangkan badan yang terasa begitu pegal. Mereka lalu berjalan ke pintu masuk rumah. Rumah itu sederhana dan rapi, seperti rumah desa pada umumnya. Tidak seperti rumah dukun dalam cerita-cerita film horor.

  • Nazar Poligami    Perjalanan Panjang

    "Dek, bangun! Katanya mau berangkat menemui gurumu!" Pak Burhan mengguncang tubuh Bu Melvi di pagi buta. "Entar siangan, Mas. Aku masih ngantuk banget ini!" Bu Melvi malah berbalik dan membelakangi Pak Burhan. Memang tidak biasanya ia bangun jam segitu sejak menikah. Mereka selalu bangun jika matahari sudah meninggi. "Padahal aku ingin segera bertemu guru itu, biar tokoku cepat laris," gerutu Pak Burhan yang tak digubris sama sekali oleh Bu Melvi. Namun, ia juga tidak bisa berbuat apa-apa kalau istrinya sudah berkata. "Siapin sarapan dulu, gih! Biar nanti aku bangun tinggal sarapan terus berangkat!" titah Bu Melvi tanpa menoleh ke arah suaminya.Pak Burhan menurut dan lekas pergi ke dapur. Ia hanya bisa masak nasi goreng ala-ala sendiri, jadilah itu yang dimasaknya. Tapi, rasanya lumayan enak. Setelah selesai, Pak Burhan memanggil Bu Melvi untuk sarapan. Tapi, karena masih terlalu pagi Bu Melvi enggan untuk bangun. Ia masih betah bergelung di bawah selimutnya yang tebal. "Baru j

  • Nazar Poligami    Siapa Pak Rahmat?

    Flash back.Waktu mondok."Dek Fatimah, aku mencintaimu," ucap Rahmat yang sedang piket di dapur umum belakang rumah salah satu dewan pondok.Kebetulan Fatimah sedang piket beberes di rumah dewan tersebut. Sementara Rahmat sedang piket masak nasi untuk santri. "Kalau benar, datang ke orang tuaku. Karena ... aku tak berniat pacaran," ujar Bu Fatimah kala itu."Baik, tunggu aku, nanti aku akan langsung bertemu orang tuamu!" Rahmat kemudian pergi melanjutkan masak di dapur umum tersebut.Rahmat adalah sosok santri sederhana dan mau bekerja keras. Disela kegiatan mengaji ia juga menjadi seksi usaha pondok, yang memajukan usaha koperasi di tempatnya menimba ilmu.Seminggu setelah kejadian itu, Rahmat pulang ke kampungnya karena ayahnya meninggal. Kemudian, ia tak kembali lagi ke pondok.Hati Fatimah sebenarnya telah dicuri Rahmat sejak lama. Bahkan sebelum kejadian itu. Merasakan rindu dan sakit dengan perginya pencuri hati.'Kemana kamu, Mas Rahmat. Andai saja aku bisa memilih, lebih bai

  • Nazar Poligami    Pak Rahmat Menjenguk

    Fitri sedang menyuapi Bu Fatimah makan siang. Keadaan Bu Fatimah sebenarnya sudah mulai membaik, hanya saja ia yang memaksa untuk menyuapi. Alasannya kalau dirinya sakit, ibunya juga selalu perhatian dan menyuapinya makan."Ibu harus makan yang banyak. Biar cepat sembuh," ucap Fitri disela-sela menyuapi makan ibunya. Bu Fatimah hanya tersenyum tipis mendengar ucapan putrinya. Walaupun ia diberi ujian suami yang selingkuh, untungnya anak-anaknya sangatlah baik. "Makasih ya, Fit," ucap Bu Fatimah setelah selesai makan. Suaranya masih terdengar lesu karena masih sakit. "Sama-sama, Bu," jawab Fitri dengan senyum manis. Farid telah berangkat ke toko sejak pagi tadi. Sementara Qintan masih ada di rumah Bu Fatimah untuk menjaganya dikala Fitri kuliah."Bu, boleh aku tanya?" tanya Fitri ragu."Tentu, kalau bisa akan Ibu jawab," jawab Bu Fatimah yang juga penasaran dengan pertanyaan putrinya. "Soal surat-surat berharga Ibu, gimana? Dengar-dengar Ayah menggadaikan tanah di desa sebelah ke

  • Nazar Poligami    Kedatangan Tiana

    "Pak, ada ibu?" tanya seorang anak gadis yang baru masuk ke halaman rumah. Pak Burhan yang hendak masuk, kembali menoleh ke belakang. Ia menatap dan mengira-ngira siapa daun muda itu. Wajahnya agak mirip dengan Bu Melvi istrinya. Tapi, hidungnya lebih mancung dan kulitnya lebih cerah. Hanya saja untuk anak seusianya badannya agak bongsor atau boros."Ada, adek siapa ya?" tanya Pak Burhan seraya menghampiri gadis itu dengan tatapan beringas. Ia bagai menemukan mangsa baru.Gadis itu memandang tak suka pada Pak Burhan. "Saya Tiana, anaknya Bu Melvi," jelas Tiana membuat ayah tirinya kecewa.Pak Burhan hanya pernah melihat anak itu sekilas saat awal menikah. Jadi, tidak begitu hafal dengannya. Berbulan-bulan menikah, anak itu juga tidak pernah datang ke rumah. Wajar saja dirinya lupa. Tiana tinggal dengan ayahnya yang merupakan mantan suami Bu Melvi. Ia lebih betah di sana dibanding bersama ibunya."Ada, Dek, ayo masuk!" ajak Pak Burhan dengan semangat. Tiana mengikuti langkah Pak B

DMCA.com Protection Status