Biasanya dia memakai hoodie kini tampak berkarisma dengan setelan kemeja dan jas. Wajah datarnya tampak tak terpengaruh dengan tatapan Nayla.
"Mau apa dateng ke sini?" tanya Nayla.
"Katanya kamu belajar makanya aku dateng." Kata-kata Aku dan kamu itu selalu ada diantara kalimat mereka. Tidak akan terganti.
"Iya, tapi aku sama anak-anak yang lain."
"Raka." Ayu datang setelah lama menunggu Nayla tidak kembali, "Kok nggak diajak masuk La. Kasian Raka berdiri terus."
"Iya nih Tante dari tadi aku nungguin disuruh
"Mikirin apa?" tanya Raka kepalanya sudah berada di dekat kepala Nayla. Laki-laki itu sedang memperhatikan tulisan Nayla, lebih jelasnya coretan yang tidak jelas.Gaun? Beneran niat mau nikah muda.Hampir saja jantung Nayla copot melihat wajah Raka dengan jelas di depan matanya. "Suka gambar?" ucap Raka memperhatikan hasil karya Nayla. Nayla menyimpan kertas yang dicoretnya, semua sedang asyik mengerjakan soalan, dan Nayla sibuk dengan isi kepalanya. Semua lamunannya berlari karena tatapan Raka yang semakin mendekat.Apakah dia melihat pipi Nayla yang seperti memakai blush on. Jantungnya berpacu dengan cepat, jarak mereka terlalu dekat. Bahkan dia juga belum tahu apa maksud tujuan Raka kembali datang ke kehidupannya. "Ini bukan gambar tapi coretan." Nayla menarik tubuhnya supaya tidak terlalu dekat dengan Raka.
Raka memasukkan mobilnya ke bagasi rumah dengan senyum sumringah. Malam ini mungkin dia akan bermimpi indah, cowok beralis tebal itu berjalan kearah pintu rumahnya dengan tangan satu masuk ke saku denimnya, satu tangannya lagi memegang jasnya. Cowok itu seperti orang yang baru saja jatuh cinta, senyumnya tidak pudar dari bibirnya.Dia sangat puas menunjukkan kepintarannya di depan Nayla, cewek itu selalu memandangnya penuh kagum membuat Raka bangga. "Ngapain kamu ke sini?" ketus Raka saat melihat Jennifer sudah berada di ruang tengah. Mungkin sudah saatnya Raka meminta Bik Surti untuk tidak lagi menyuruh masuk tamu jika tidak ada orang di rumah. "Mama sama Papa kamu nggak ada, makanya aku masuk." Jennifer berusaha mendekati Raka, tapi selalu saja Raka berjalan menjauh.Raka meletakkan jasnya ke sofa dekatnya. Sama  
"Aku bukan orang kaya seperti kamu Raka. Aku butuh uang untuk menyambung hidupku. Uang untuk biaya kuliah," terang Jenni, kini dia berdiri dibelakang Raka. Kakinya kaku menahan perasaan. Hidup memang keras. Jennifer bukan orang miskin tapi juga bukan dari keluarga kaya raya. Kuliah di fakultas ternama dengan jurusan hukum sudah bisa terbayang berapa biaya yang akan dia keluarkan untuk kebutuhannya. Selama ini tidak ada yang salah dengan hubungan mereka. Raka menyayangi Jenni itu benar-benar tulus dari hatinya. "Kamu mau balikan sama Nayla?" tanya Jenni dengan pelan, "Aku rela ngelepasin kamu."Raka membalikan badannya pada Jenni. sekarang dia merasa benar-benar lemah melihat Jennifer terlihat sedih. "Aku nggak ada maksud--" "Kadang aku mikir kamu benerancinta sama aku atau nggak? P
Nayla berjalan dengan cepat, tubuh indahnya yang tinggi semampai membuat ia terlihat seperti model yang berjalan di catwalk. Hari ini dia bangun terlambat padahal sudah pasang alarm di handphone, ini akibat pikiran yang melayang-layang ditengah malam.Soal ujian hari ini semoga ada yang nyelip dengan pelajaran yang mereka pelajari kemarin. Nayla ingin menyombongkan hasil ujiannya pada Raka nanti. Cewek itu berhenti sejenak, urat saraf-nya sudah putus setelah kebanyakan belajar, untuk apa ia memikirkan ekspresi wajah Raka saat melihat hasil ujiannya. Bodoh, Nayla memukul kepalanya pelan. Nayla melewati koridor sekolah menuju kelas tempat di mana yang sudah ditentukan secara acak untuk melakukan ujian akhir. "Lama banget sih La. Gue udah nungguin sampe kesemutan gini," oceh Beca seraya memukul kakinya yang keram.
Pagi itu Raka sudah berpakaian rapih di depan kaca, dasinya sudah seirama dengan moodnya. Warna kesukaannya biru tua. Hari ini tidak ada jam kuliah. Raka akan menemani ayahnya meeting dengan client mereka.Hilangkan imej cowok bad boy, hari ini Raka akan menjadi cowok berwibawa di depan client mereka. Cowok itu memandangi wajahnya di depan kaca. Tetep saja di kaca hanya terlihat wajah dinginnya tanpa ekspresi, dalam hati berbisik "ganteng juga gue kalau diperhatiin " Raka menoleh pada handphone yang berbunyi. Wanita itu pagi-pagi sudah mengganggunya. Raka menghentikan kegiatan dan membalas chat dari Jennifer.Wanita itu sudah beberapa kali mengirim pesan untuk mengajak Raka sarapan bersama.JENNIFERyank uda bangun.udah sarapan belum.yank kita sarapan bareng yahh
Raka menyetir mobil dengan isi kepala yang penuh, betapa ia harus menahan amarah dan egonya. Mungkin kalau dia berhadapan dengan orang lain satu pukulan akan bisa melampiaskan kemarahannya tapi ini Ayahnya. Sungguh Raka bukan anak yang se'durhaka. Dia sangat menghormati orangtuanya. Raka memutari beberapa kompleks yang menurutnya dia tersesat. Raka membalikan kembali setirannya dengan putus asa. Kenapa dia bisa berputar-putar di komplek yang sama, jalanan ini tampak familiar untuk Raka tapi dia sendiri belum pasti.shiiiitttttt ..Raka memukul setirannya seperti orang bodoh, senyum sinisterpampang jelas pada bibirnya. "Lo sudah gila, Raka! Benar-benar gila," gumam Raka saat sadar ia ada di depan rumah Nayla. Raka tidak langsung pergi, tangannya membuka dasi yang mengikat lehernya dengan kencang. Sudah dari kantor tadi ia merasa lehernya tercekik karena dasi ini.
Di sekolah Nayla bingung dengan sifat Beca yang berubah, biasanya gadis itu selalu menyapa terlebih dahulu dengan senyuman lebar pada bibirnya. Mereka satu kelas selama masa ujian ini, tapi tampaknya Beca tidak menghiraukan keberadaan Nayla bahkan Beca melewati Nayla begitu saja.Tak puas hati Nayla mendatangi Beca yang sudah ada di kantin bersama Rangga dan Tina. "Bek, kita ada masalah?" tanya Nayla, ia berdiri di depan Beca. Rangga dan Tina saling memandang. Beca hanya menggelengkan kepalanya dengan tertunduk tidak mau melihat Nayla.Hari ini Nayla punya tenaga lebih untuk menghadapi Beca dan soal-soal ujian. "Kenapa lo ngindar dari gue?" Sekali lagi Beca tak menjawab, kali ini dia menundukkan kepala tanpa menggeleng atau mengangguk. Membuat Nayla semakin penasaran plus emosi. Gak ada angin, gak ada hujan tiba-tiba diemin
Setelah pulang sekolah, Nayla dan yang lainnya memutuskan untuk mencari tahu kegiatan Bagas dengan siapa saja. Ya, laki-laki itu sedang sibuk mempersiapkan pembukaan cafe-nya. Dia mengajak temannya untuk berkumpul di cafe yang akan menjadi cafenya. Nayla, Beca, Tina, dan Rangga sudah ada di luar cafe. Mereka bersembunyi di mobil Rangga. Mengamati setiap tamu yang datang ke cafe itu, tentu saja belum ada pelanggan, yang berkunjung hanya yang berkepentingan saja. "Ini kejadian langkah yang pernah gue alamin. Kenapa nggak langsung kita samperin si Bagas, terus tanya sama dia," ujar Rangga mulai bosan. Tidak ada yang menjawab gerutuan Rangga. "Udah jam berapa ini dari tadi ka Bagas nggak kelihatan," keluh Rangga lagi yang menatapi cafe tak berkedip. Mereka mengamati siapa saja yang berlalu-lalang di cafe, tapi manusia yang bernama Bagas belum terlihat. 
Kilasan tentang pertemuannya dengan Jenny saat ini kembali. Jenny tidak terlalu banyak perubahan, dia sangat pintar merawat dirinya. Namanya model memang lebih berpengalaman dalam perawatan. Tubuhnya terbentuk dengan indah, tatapannya masih lembut tapi terkesan angkuh.Nayla menatap perempuan di depannya ini dengan senyum tipis, masih bingung dengan situasinya saat ini. Sepertinya semua orang terfokus padanya bukan pada Beca yang punya acara.Kemudian Nayla melirik jari manis Jenni, lalu tersenyum tipis. Dia jadi ingat pesan terakhir Jenni saat itu.Aku harap kamu mundur, Nayla. Karna kamu akan menyebabkan pertunangan aku sama Raka batal. Aku harap kamu masih punya hati nurani."Selamat ya untuk hari bahagia kamu."Nayla hanya tertegun mendengar ucapan Jenny, dia masih tak bergeming dengan balutan kebaya putih da
Mike, Doni, Erga, dan Rangga berpenampilan rapih dengan jas berwarna senada. Sebagai groomsmen mereka datang lebih awal dibanding para tamu undangan. Rangga yang paling antusias dengan acara ini sudah memegang camera sambil memasuki tempat itu. Bermaksud mengabadikan acara sakral temannya."Bro, lo kelihatan pucat banget. Nervous ya?" Rangga meledek sambil menyorot laki-laki berpenampilan serba putih itu. Wajahnya yang tampan dan berpenampilan paling menonjol itu dari tadi menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkan dengan pelan. Sangking nervousnya."Jangan diganggu Ga kepala suku, dia lagi berdoa biar acaranya gak bubar karena ditolak calon pengantin." Suara itu dari Doni, karena yang di sorot tidak merespon ucapan Rangga.Rangga memberikan cameranya pada Mike untuk bergantian memvideokan, lalu dia menepuk bahu cowok yang terlihat tegang itu. "Gue mah nitip dia aja ya. Jaga baik-baik jangan sampe lepas lagi. Terus nitip keponakan yang cakep-cakep."
"Tunggu di situ jangan kemana-mana!"Suara cemas itu terdengar dari balik ponsel. Cewek berambut lurus sepunggung itu baru saja turun dari pesawat."Gue bisa naik taxi.""Gak bisa lo udah gue jemput." Bagas menegaskan."Gue kan udah bilang gak mau dijemput. Pokoknya gue pulang sendiri," ucapnya seraya mengambil barangnya lalu melangkah bersama para penumpang yang lainnyaSetelah 17 jam perjalanan dan untungnya hanya sekali transit. Akhirnya Nayla kembali menghirup udara di Jakarta. Jika kalian mau tahu berapa lama Nayla tinggal di London, jawabannya sangat membanggakan. Dia berhasil menyelesaikan kuliahnya walaupun dengan hasil yang pas-pasan. Tapi pengalaman hidup yang dia dapat sangatlah berharga. Sambil kuliah Nayla menyibukkan dirinya dengan berkerja part time. Pekerjaan serabutan, berkali-kali dia pindah pekerjaan.Menjadi pelayan di McDonald's, penjaga toko, dan Nayl
Dear, my Boy...Untuk kamu yang selalu punya tempat di hatiku.Entah apa yang harus aku tuangkan dalam secarik kertas ini. Sekalipun ada goresan tinta yang indah, tapi nggak akan bisa mengalahkan indahnya perasaanku untuk kamu, sayang.Enggak ada yang kusesali dari hubungan ini. Bertemu dengan kamu adalah anugrah. Dan berpisah dengan kamu adalah takdir yang harus terjadi.Aku tahu, aku nggak cukup sempurna. Dan caraku mencintai kamu mungkin salah, hingga membuat wanita lain terluka. Aku sadar, aku bukanlah satu-satunya wanita yang ada tempat di hati kamu.Tapi entah kenapa, tiba – tiba saja muncul dalam pikiranku, apakah aku pantas mendampingi kamu? Apa aku bisa bahagia saat wanita lain terluka.Perpisahan ini berat, percayalah aku pun merasakannya. Tapi ini yang terbaik untuk kita. Sampai kita sama-sama
Aku mencintai kamu.Rasa ini teramat nyata hingga hati ini terlalu sakit, saat sadar kamu meninggalkanku lagi. Nayla sudah berada di bandara bersama keluarga dan teman-temannya. Sungguh, perasaannya bercampur aduk sekarang ini. Nayla menarik nafas berat, tangannya menggenggam travel bagnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia akan pergi sendiri ke tempat yang jauh.FlashbackNayla mendongak melihat Raka sudah berdiri di depannya, cowok itu menatapnya penuh perasaan."Lain kali, jangan pernah pergi sendirian. Apalagi ke tempat yang masih baru buat lo."Nayla mengangguk pelan, ia menerima uluran tangan Raka. "Janji sama gu
"Gue harus pergi sekarang." Nayla tersenyum kecil pada Jenni. Sedikit menoleh Doni. Laki-laki itu hanya diam dari tadi tapi Nayla tahu Doni sedikit terganggu dengan obrolan mereka. Nayla beranjak membuka pintu. "Nayla... Mungkin kalau nggak ada Raka diantara kita. Gue pengen lo jadi kawan gue. Seharusnya kita bisa jadi sahabat," ucap Jenni memandang Nayla yang berdiri di depan pintu.Nayla hanya mendengar itu tanpa menoleh dan pergi meninggalkan kamar Jenni. "Gue harus nelpon Raka." Ucap Doni mengambil handphone-nya dari saku celana. "Jangan berani lo ngomong apa-apa sama Raka! Bentar lagi dia ke sini, lo pergi dari sini kalau mau bikin Raka tahu tentang kepergian Nayla," bentak Jenni, dia terlalu takut kehilangan Raka. Doni menjambak rambutnya, frustasi. Jennife
Matanya melihat ke arah langit. Langit yang gelap dihiasi bintang. Pemandangan langit sama saja bukan, saat kita dimana pun melihatnya. Nayla menyenderkan bahunya ke belakang sambil mendengus. "Kamu bilang pendidikan penting, tapi kenapa kamu sekarang gak ada buat dukung aku." Monolognya. Nayla melihat ponsel yang dipegang-nya, jangan berharap karena berharap itu sakit. Padahal dia sangat membutuhkan bahu laki-laki itu untuk bersandar. Lupakan mungkin Raka sedang berada di rumah sakit. Nayla menutup matanya yang perih, menahan air mata yang ingin jatuh.Kamu terlalu sibuk dengan dia, Raka. Kamu nggak tau aku butuh kamu sekarang. "Nggak usah ngelamun di sini. Nanti diculik setan." Nayla membuka matanya karena kaget. Bagas sudah ada di dep
Langit seakan tak biru lagilaut seolah menghempas sepiberibu malam aku tangisimengalun sepi menyiksa hatiDan malam ini, Nayla terdiam. Isak ibunya terdengar perih, terasa gendang telinganya robek tersayat. Ia mengunci masuk hatinya dalam dipan bergembok.Meyakinkan diri ini adalah keputusan terbaik. "Mama nggak setuju!" Ayu bersuara serak sambil menyeka air matanya. Setelah makan malam dan meja makan dibersihkan, Nayla mengatakan keputusannya. Nayla menahan air matanya supaya tidak tumpah, dadanya terasa sesak. Untuk pertama kalinya ia membuat wanita yang melahirkannya menangis dan Ayahnya terdiam dengan wajah muram. Semua ucapan Nayla berhasil membuat senyum keluarganya pudar. Nayla yang manja, tidak pernah hidup sendirian selama 18 tahun usianya kini mengambil ke
"Coffee..." Doni menyerahkan segelas coffee pada Raka, dia membelinya pada mesin otomatis yang ada di rumah sakit, sangat praktis bukan. "Thanks," ucap Raka, dia lagi tidak ingin tersenyum pada Doni. Mereka duduk di kursi yang berada diluar kamar Jenni padahal Raka sedang ingin sendiri tapi Doni menghampirinya. "Gue tahu hati lo lagi bercabang. Dari dulu gue iri sama lo, selalu aja banyak cewek yang ngejer-ngejer lo," ucap Doni dengan senyum pahit, laki-laki itu duduk di samping Raka. Raka tidak menggubris omongan Doni, apakah tepat membicarakan hal seperti itu dalam situasi seperti ini. Raka menaikan bahunya sedang menyeimbangkan posisi duduknya. "Dan yang paling gue iri. Lo bisa dapetin cewek kayak Nayla Anastasya Susanto. Menurut gue dia sedikit bodoh." Doni te