Nayla berjalan cepat ke arah kantin. Rangga, Tina, dan Beca sudah pergi duluan, ini karena dia mampir dulu ke toilet. Sekarang Nayla sudah merasa nyaman dengan sekolah ini, biasanya anak pindahan sulit untuk beradaptasi, bukan?
Tiba-tiba langkah Nayla terhenti. Seorang cowok menghadangnya di koridor. Nayla mendongak melihat cowok itu yang sudah tersenyum. Nayla sedang berfikir, apakah ia mengenal cowok ini atau tidak.
"Hai," sapa cowok itu.
"Sorry, lo ngalangin jalan gue," ucap Nayla dengan mata meneliti cowok itu.
"Coklat dari gue udah lo terima kan? Gue titip sama Tina." Kata cowok itu, membuat Nayla menautkan kedua alisnya. Kalau dilihat dari segi mana pun cowok ini ganteng, Sayangnya Nayla tidak tertarik.
"Coklat yang mana?" tanya Nayla
Malam hari, Nayla terlihat santai. Dia memang tidak punya rencana untuk keluar. Dimas tidak mungkin benar-benar akan datang ke rumahnya kan? Sayangnya itu hanya harapan Nayla.Tak lama Dimas menelpon Nayla."La, gue ada di depan rumah lo," ucap Dimas dari seberang."Ngapain lo ke sini?" Nayla mengerutkan keningnya."Kan kita udah janjian mau keluar. Masa lo lupa, buruan keluar," sahut Dimas."Gue nggak janji apa-apa!""Gue udah di depan rumah lo. Lo mau gue masuk ke rumah lo apa lo keluar?" ucap Dimas dengan nada mengancam."Tunggu bentar gue aja yang keluar," bentak Nayla, kesal.Nayla cepet-cepat keluar. Dia masih memakai pakaian rumah. Melihat Dimas sudah ada di luar gerbang. Nayla berjalan malas."Apa, mau ngapain lo ke sini," serang Nayla tak mau basa-basi. Cowok itu malah tersenyum lebar memperlihatkan gigi putihnya.
Keadaaan keluarga Ciputra sangat kacau. Saham perusahaan keluarga-nya anjlok. Berita Raka Nicholas Ciputra beredar sangat cepat, maklumlah keluarga mereka termasuk keluarga pengusaha yang sukses.Anjani tidak henti-henti menangisi anak satu-satunya sedang ada di dalam kantor polisi. Gavin sudah menelpon pengacara handal di Jakarta untuk menangani kasus Raka. Saat pemeriksaan urine Raka dinyatakan negatif. Dia bukan pemakai tapi Raka masih ditahan karena tuduhan pemukulan pada Roy. Laki-laki itu melaporkan Raka atas pemukulan terhadapnya.Sayangnya kabar Raka terlibat narkoba sudah menyebar. Raka duduk dengan kepala tertunduk saat kedua orangtua-nya datang ke kantor polisi. Ayahnya tampak kecewa dan marah. Raka tidak tega, Ibunya dengan mata berkaca-kaca melihat Raka duduk dengan kriminal lain.
Dimas dan Nayla sudah menunjukan perkembangan mereka yang semakin dekat walaupun beda kelas, mereka sering makan di kantin bareng saat jam istirahat. Dimas bisa membuat Nayla merasa nyaman di dekatnya, tapi hubungan mereka masih sebatas teman. Nayla masih ragu untuk menjalin hubungan. Namun Dimas semakin intens mendekati Nayla. Tebak saja siapa yang paling senang melihat Nayla sudah tidak sedih lagi, atau marah-marah tidak jelas lagi. Tina melihat Nayla dan Dimas bercerita sambil tertawa ia ikut senang. Tina sangat mendukung hubungan mereka. "Nanti pulang sekolah mau kemana?" tanya Dimas saat Nayla menyuap sesendok batagor ke mulutnya. Nayla berhenti lalu memikirkan apa yang akan dilakukan sehabi
Nayla berjalan mundur, kemudian berbalik langkah. Kakinya sangat cepat hingga Dimas harus berusaha mensejajarkan langkah mereka. Dimas terus mengikuti Nayla. Sedangkan Abel hanya memandangi punggung Nayla. Sedih, marah, dan kecewa itu sudah jelas. Perasaan yang tergambar untuk kawan-kawannya, kalau kabar gembira Nayla tidak akan sekecewa ini tapi ini adalah kabar yang mengejutkan. Apalagi Abel cerita karena di fitnah. "La tenang dulu. Lo mau kemana?" Dimas terus saja mengikuti Nayla. "Gue mau jengukin Raka. Lo mau anterin gue? Serah lo, nggak mau juga gakpapa," ucap Nayla sambil berjalan cepat. Tanpa sadar air matanya sudah mengalir."Gue anterin. Kita ke kantor polisi sekarang!" Nayla terdiam mendengar ucapan Dimas. Dimas mengantar Nayla ke tempat Raka. Kecepatan mobil-nya masih rata-rata. Dimas masih mencuri pandang pada gadis di samp
Kaki Nayla melangkah lebar di lorong sekolah. Matanya tajam mengarah ke depan. Ia menarik nafas panjang karena kesal. Kemarahan terlihat jelas. Ranselnya masih setia dipundak, tangannya memegang buku cetak tebal.Sampai di kelas ia langsung menyorot pada ketiga sahabatnya yang sedang duduk sambil bercerita.Brakkk! Nayla melampiaskan kekesalan dengan melempar buku yang dipegang pada meja di depan kawannya. Seisi kelas jadi kaget mendengar gebrakan meja. "Tega kalian nutupin dari gue!" ucap Nayla dengan nada tinggi. "Nutupin apa, La?" Tina mendongak melihat Nayla. "Udah deh lo nggak usah ngeles. Lo sekertaris PA, cowok lo ketua PA. Kalian pasti tau soal Raka." Nayla menyudutkan. "Lo kesel gara-gara itu?" tanya Tina mengerutkan keningnya.
"Aku bawain makanan." Nayla membuka kotak makanan yang berwarna merah. Raka menutup bibirnya rapat-rapat saat melihat Nayla membuka kotak. Raka sedang meyakinkan dirinya bahwa yang di depannya adalah Nayla Anastasya Susanto. "Kenapa kamu masih baik ke aku?" ucap Raka. "Mau aku suapin apa makan sendiri? Makan sendiri aja ya," goda Nayla, senyum Nayla menghangatkan. "Nayla .." "Nggak boleh ya, teman baik ke temannya?"ucap Nayla tidak melihat wajah Raka. Raka tidak tahu bagaimana berekspresi, hatinya senang sudah jelas dari matanya. Gadis itu paling rajin mengunjungi. Kedatangan Nayla membuka lembaran lama yang ingin mereka tutup. Saat mereka bersama, seandainya waktu bisa diputar kebelakang. Apakah mereka tidak akan berpisah?Raka mengambil sepotong dadar gulung isi kelapa.
Nayla sudah berada di dalam mobil Dimas. Tidak ada obrolan yang seru antara Nayla dan Dimas, hingga membuat Nayla bosan dan memainkan handphone-nya. Nayla sangat jarang membuka sosmed, kalau bukan karna benar-benar ingin buka. Hari ini dia penasaran dengan Jenni. Dia membuka Instagram Jennifer. Gadis itu mempost foto sedang dinner bersama teman sekerja-nya. Dahi Nayla mengkerut, dia melihat foto Jenni dengan geram. Foto-foto itu terlihat gembira. Jennifer terlihat baik-baik saja di saat Raka sedang ditahan di penjara. Kenapa dia tidak terima dengan perlakuan Jenni.Ini bukan maksud Nayla untuk ikut campur, tapi sangat membuat Nayla ingin bertemu Jenni. "Kita mau kemana?" tanya Nayla menoleh Dimas. "Makan gimana? Lo mau makan dimana terserah." Dimas menawarkan dengan tersenyum melihat Nayla.&nb
Ayu masuk setelah beberapa kali mengetuk pintu. Melihat Nayla sedang berbaring malas di atas kasur Ayu menggelengkan kepalanya. "Maa." Nayla mendongak melihat Ayu. "Mama bukan melarang kamu keluar tapi kalau kamu pulang malem. Kamu nelpon dong," ucap Ayu duduk di samping Nayla. "Iya. Nayla minta maaf Ma." "Kamu kenapa? Ada masalah?" tanya Ayu. Ayu mengelus rambut panjang Nayla. Untuk Ayu dan suaminya tidak ada larangan anaknya dekat dengan lawan jenis. Apalagi mereka pacaran yang penting orangtua mengenal siapa yang mereka dekati. "Kamu lagi dekat lagi sama cowok?"Nayla tersipu malu ia lebih suka cerita dengan Mamanya. Wanita yang selalu mengerti dan menegur saat ia melakukan kesalahan. "Nggak. Nayla lagi nggak dekat sama cowok. Tapi, Nayla bingung.""Kamu bingung kenapa? Mama tahu tadi kamu bawa bekal makanan buat Ra
Kilasan tentang pertemuannya dengan Jenny saat ini kembali. Jenny tidak terlalu banyak perubahan, dia sangat pintar merawat dirinya. Namanya model memang lebih berpengalaman dalam perawatan. Tubuhnya terbentuk dengan indah, tatapannya masih lembut tapi terkesan angkuh.Nayla menatap perempuan di depannya ini dengan senyum tipis, masih bingung dengan situasinya saat ini. Sepertinya semua orang terfokus padanya bukan pada Beca yang punya acara.Kemudian Nayla melirik jari manis Jenni, lalu tersenyum tipis. Dia jadi ingat pesan terakhir Jenni saat itu.Aku harap kamu mundur, Nayla. Karna kamu akan menyebabkan pertunangan aku sama Raka batal. Aku harap kamu masih punya hati nurani."Selamat ya untuk hari bahagia kamu."Nayla hanya tertegun mendengar ucapan Jenny, dia masih tak bergeming dengan balutan kebaya putih da
Mike, Doni, Erga, dan Rangga berpenampilan rapih dengan jas berwarna senada. Sebagai groomsmen mereka datang lebih awal dibanding para tamu undangan. Rangga yang paling antusias dengan acara ini sudah memegang camera sambil memasuki tempat itu. Bermaksud mengabadikan acara sakral temannya."Bro, lo kelihatan pucat banget. Nervous ya?" Rangga meledek sambil menyorot laki-laki berpenampilan serba putih itu. Wajahnya yang tampan dan berpenampilan paling menonjol itu dari tadi menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkan dengan pelan. Sangking nervousnya."Jangan diganggu Ga kepala suku, dia lagi berdoa biar acaranya gak bubar karena ditolak calon pengantin." Suara itu dari Doni, karena yang di sorot tidak merespon ucapan Rangga.Rangga memberikan cameranya pada Mike untuk bergantian memvideokan, lalu dia menepuk bahu cowok yang terlihat tegang itu. "Gue mah nitip dia aja ya. Jaga baik-baik jangan sampe lepas lagi. Terus nitip keponakan yang cakep-cakep."
"Tunggu di situ jangan kemana-mana!"Suara cemas itu terdengar dari balik ponsel. Cewek berambut lurus sepunggung itu baru saja turun dari pesawat."Gue bisa naik taxi.""Gak bisa lo udah gue jemput." Bagas menegaskan."Gue kan udah bilang gak mau dijemput. Pokoknya gue pulang sendiri," ucapnya seraya mengambil barangnya lalu melangkah bersama para penumpang yang lainnyaSetelah 17 jam perjalanan dan untungnya hanya sekali transit. Akhirnya Nayla kembali menghirup udara di Jakarta. Jika kalian mau tahu berapa lama Nayla tinggal di London, jawabannya sangat membanggakan. Dia berhasil menyelesaikan kuliahnya walaupun dengan hasil yang pas-pasan. Tapi pengalaman hidup yang dia dapat sangatlah berharga. Sambil kuliah Nayla menyibukkan dirinya dengan berkerja part time. Pekerjaan serabutan, berkali-kali dia pindah pekerjaan.Menjadi pelayan di McDonald's, penjaga toko, dan Nayl
Dear, my Boy...Untuk kamu yang selalu punya tempat di hatiku.Entah apa yang harus aku tuangkan dalam secarik kertas ini. Sekalipun ada goresan tinta yang indah, tapi nggak akan bisa mengalahkan indahnya perasaanku untuk kamu, sayang.Enggak ada yang kusesali dari hubungan ini. Bertemu dengan kamu adalah anugrah. Dan berpisah dengan kamu adalah takdir yang harus terjadi.Aku tahu, aku nggak cukup sempurna. Dan caraku mencintai kamu mungkin salah, hingga membuat wanita lain terluka. Aku sadar, aku bukanlah satu-satunya wanita yang ada tempat di hati kamu.Tapi entah kenapa, tiba – tiba saja muncul dalam pikiranku, apakah aku pantas mendampingi kamu? Apa aku bisa bahagia saat wanita lain terluka.Perpisahan ini berat, percayalah aku pun merasakannya. Tapi ini yang terbaik untuk kita. Sampai kita sama-sama
Aku mencintai kamu.Rasa ini teramat nyata hingga hati ini terlalu sakit, saat sadar kamu meninggalkanku lagi. Nayla sudah berada di bandara bersama keluarga dan teman-temannya. Sungguh, perasaannya bercampur aduk sekarang ini. Nayla menarik nafas berat, tangannya menggenggam travel bagnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia akan pergi sendiri ke tempat yang jauh.FlashbackNayla mendongak melihat Raka sudah berdiri di depannya, cowok itu menatapnya penuh perasaan."Lain kali, jangan pernah pergi sendirian. Apalagi ke tempat yang masih baru buat lo."Nayla mengangguk pelan, ia menerima uluran tangan Raka. "Janji sama gu
"Gue harus pergi sekarang." Nayla tersenyum kecil pada Jenni. Sedikit menoleh Doni. Laki-laki itu hanya diam dari tadi tapi Nayla tahu Doni sedikit terganggu dengan obrolan mereka. Nayla beranjak membuka pintu. "Nayla... Mungkin kalau nggak ada Raka diantara kita. Gue pengen lo jadi kawan gue. Seharusnya kita bisa jadi sahabat," ucap Jenni memandang Nayla yang berdiri di depan pintu.Nayla hanya mendengar itu tanpa menoleh dan pergi meninggalkan kamar Jenni. "Gue harus nelpon Raka." Ucap Doni mengambil handphone-nya dari saku celana. "Jangan berani lo ngomong apa-apa sama Raka! Bentar lagi dia ke sini, lo pergi dari sini kalau mau bikin Raka tahu tentang kepergian Nayla," bentak Jenni, dia terlalu takut kehilangan Raka. Doni menjambak rambutnya, frustasi. Jennife
Matanya melihat ke arah langit. Langit yang gelap dihiasi bintang. Pemandangan langit sama saja bukan, saat kita dimana pun melihatnya. Nayla menyenderkan bahunya ke belakang sambil mendengus. "Kamu bilang pendidikan penting, tapi kenapa kamu sekarang gak ada buat dukung aku." Monolognya. Nayla melihat ponsel yang dipegang-nya, jangan berharap karena berharap itu sakit. Padahal dia sangat membutuhkan bahu laki-laki itu untuk bersandar. Lupakan mungkin Raka sedang berada di rumah sakit. Nayla menutup matanya yang perih, menahan air mata yang ingin jatuh.Kamu terlalu sibuk dengan dia, Raka. Kamu nggak tau aku butuh kamu sekarang. "Nggak usah ngelamun di sini. Nanti diculik setan." Nayla membuka matanya karena kaget. Bagas sudah ada di dep
Langit seakan tak biru lagilaut seolah menghempas sepiberibu malam aku tangisimengalun sepi menyiksa hatiDan malam ini, Nayla terdiam. Isak ibunya terdengar perih, terasa gendang telinganya robek tersayat. Ia mengunci masuk hatinya dalam dipan bergembok.Meyakinkan diri ini adalah keputusan terbaik. "Mama nggak setuju!" Ayu bersuara serak sambil menyeka air matanya. Setelah makan malam dan meja makan dibersihkan, Nayla mengatakan keputusannya. Nayla menahan air matanya supaya tidak tumpah, dadanya terasa sesak. Untuk pertama kalinya ia membuat wanita yang melahirkannya menangis dan Ayahnya terdiam dengan wajah muram. Semua ucapan Nayla berhasil membuat senyum keluarganya pudar. Nayla yang manja, tidak pernah hidup sendirian selama 18 tahun usianya kini mengambil ke
"Coffee..." Doni menyerahkan segelas coffee pada Raka, dia membelinya pada mesin otomatis yang ada di rumah sakit, sangat praktis bukan. "Thanks," ucap Raka, dia lagi tidak ingin tersenyum pada Doni. Mereka duduk di kursi yang berada diluar kamar Jenni padahal Raka sedang ingin sendiri tapi Doni menghampirinya. "Gue tahu hati lo lagi bercabang. Dari dulu gue iri sama lo, selalu aja banyak cewek yang ngejer-ngejer lo," ucap Doni dengan senyum pahit, laki-laki itu duduk di samping Raka. Raka tidak menggubris omongan Doni, apakah tepat membicarakan hal seperti itu dalam situasi seperti ini. Raka menaikan bahunya sedang menyeimbangkan posisi duduknya. "Dan yang paling gue iri. Lo bisa dapetin cewek kayak Nayla Anastasya Susanto. Menurut gue dia sedikit bodoh." Doni te