Jam sekolah pun berakhir. Nayla berjalan cepat ke basecamp mencari Raka. Terlihat beberapa alumni mereka sudah berada di basecamp. Nayla mengedarkan pandangannya mencari Raka. Dengan adanya Raka bisa mempermudah PA mendapatkan surat izin dari kepsek untuk naik gunung.
Mata Nayla berhenti di lapangan, Raka duduk di bawah pohon bersama Doni, Erga, Dimas, Carlos dan Kang Deni sedang bicara.
Nayla mendekati mereka. Doni sudah memberi isyarat pada Raka dengan matanya tapi Raka tak menghiraukan.Cewek itu menarik lengan baju Raka dengan lembut. Raka hanya menoleh tanpa ekspresi, seakan tidak terjadi apa-apa. Kenapa lebih sulit mengerti jika orang itu diam saja kalau marah.
"Iya kenapa La?" sahut Raka saat lengan bajunya dipegang Nayla.
"Yakin gakpapa?" tanya Beca.Beca tahu gadis itu dari tadi mencuri pandang pada Raka dan Tina. Ia menarik nafas, menatap Tina. Tidak habis pikir. "Iya. Udah gih kalian sana. Lanjutin kerjaan kalian. Bentar lagi kan rapat." usir Nayla. Melihat Reno di dekatnya, Raka bisa semakin marah. Beca dan Reno mengangguk. Mereka meninggalkan Nayla duduk di kursi depan basecamp sendiri.Aduh, malu banget gue jatuh kaya gini. Nayla menoleh ke kanan-kiri mencari sosok pacarnya itu. Kini Raka berada di depan gudang. Ia sedang memberikan perintah kepada junior untuk mengeluarkan tenda-tenda yang akan dibersihkan. "Keluarin aja semua tenda yang di gudang. Biar dibersihin semua. Jadi kita berangkat udah enak tinggal pakek," perintah Raka pada juniornya. "Asep. Lo cek tendanya, ada yang
"Rapat udah mulai, mana Nayla?" tanya Rangga yang sudah duduk di kursi samping Beca. Basecamp sudah dipenuhi anggota. "Tadi dia jatuh dari kursi, mungkin ke UkS dia," jawab Beca setengah berbisik. Di depan Kang Deni sedang membuka acara. "Kualat dia, gue dibohongin. Katanya Abel di gudang. Gue buka tuh gudang yang ada kecoa ngerayap di kaki gue." Rangga berdecak kesal. Hampir saja Beca menjerit, untung tangan Rangga menyumpal mulut Beca.Tok! Tok! Tok! "Maaf saya telat," ucap Nayla. Ia melirik ke arah Raka yang membuang wajahnya. Nayla menarik nafas lalu duduk di samping Beca. Semua yang melihat menggeleng kepala dan melanjutkan ucapan yang sempat tertunda. Nayla menatap Tina dari bangkunya. Gadis itu duduk di depan papan tulis. Tampak sibuk menyusun lembaran kertas. Sekertaris PA
Malam itu Nayla bermalas-malasan di kamar, tidak ada tanda-tanda Raka menelpon ataupun chat untuk memperbaiki hubungan mereka. Kemarin Rangga chat, bilang dia melihat Raka dudukdi club bersama Tina. Entahlah apa yang mereka lakukan di club malam. Isi kepala Nayla rasanya ingin meledek mendengar cerita Rangga, ingatannya kembali pada ucapan Tina. Ingin merebut Raka darinya. Nayla tidak menjawab panggilan dan tidak membalas chat dari Reno. Dia harus keluar dari zona tidak nyaman antara Tina dan Reno. Dalam lubang hati Nayla masih mengharap persahabatannya dengan Tina kembali membaik.Nayla bangkit mencari ponselnya dan memutar lagu, Selena GomezLose You To Love Me - Selena GomezYou promised the world and I fell for itI put you first and you adored itSet fires to my forest
"Write your name," ucap Nayla yang membuat kaget Erick. Cowok berambut brekele itu kepergok Nayla memasukan bunga ke laci meja Beca. "Anjir!" Erick terkejut buru-buru menyembunyikan setangkai bunga mawar ke belakang badannya, tapi sudah terlambat karna Nayla sudah melihat. Pagi itu belum ramai yang dateng ke sekolah. Di kelas yang terlihat hanya Erick dan Nayla. Cewek itu melangkah ke kursinya sambil melihat Erick yang sudah salah tingkah. "Gimana dia bisa tau kalau lo nggak nulis nama lo, Rick. Lo pengen terus jadi misterius?" "Ini bunga terakhir. Gue tau dia udah punya cowok. Karna lo udah liat, nggak jadi gue kasih." Erick keluar dari kelas. Nayla yang tidak enak hati mengikuti Erick. "Kenapa gitu Rick?" tanya Nayla bingung, bukannya lebih baik dia tahu p
Teng! Teng! Murid SMA Budi Mulia berhamburan di koridor sekolah dan parkiran. Beberapa diantara mereka masih ada yang di sekolah karena jadwal ekskul. Anak PA mempersiapkan untuk besok pagi berangkat naik gunung. Terlihat Reno sedang memberikan kordinator untuk tiap kelompok. Ada yang pergi ke sekolah lain untuk meminjam tenda. Bagian perempuan menyiapkan alat dapur yang dibutuhkan untuk memasak di gunung. Nayla duduk dengan malas tidak mau membantu. Kenapa Raka sekejam itu. Dia tidak boleh ikut tanpa alasan. Kalau alasan pribadi mana bisa disebut alasan. "Lo buat cara lo. Gue buat cara gue," gumam Nayla seorang diri. Dia mengambil tasnya hendak meninggalkan basecamp. * Nayla *
Nayla dan Beca diam-diam mengambil motor matic di bagasi rumah. Nayla menggendong tasnya. Beca sudah berganti baju, memakai kaus oblong dan celana training milik Nayla. Padahal dia sudah berdandan dan memakai dress casual untuk pergi dengan Bagas. "Lo liatin Maps, perhatiin bener-bener. Awas salah, bisa nyasar kalau lo salah ngasih petunjuk." Nayla memperingatkan. Dia membawa motor dengan kecepatan 30/km. "La, 50 meter lagi belok kanan." teriak Beca di jalan raya. Nayla mengikuti arahan Beca. Nayla lupa kalau dia itu punya penyakit buta arah. Kanan bisa ke kiri. Kiri bisa ke kanan."Habis lampu merah ini, belok kiri," ucap Beca sambil melihat Maps di handphone. "Okay." Nayla menahan keseimbangan motor dengan kakinya. Sebenarnya
Para alumni menatap langit dengan wajah muram. Mereka batal mendaki gunung, Kang Deni menyayangkan prediksi cuacahnya terpeleset. Mereka akhirnya menyewa vila di dekat daerah itu. Hari semakin gelap. Raka duduk menikmati kopi hangatnya, wajahnya sedikit kesal. Di sampingnya Doni sedang asyik memfoto Tina, tanpa sepengetahuan gadis itu. "Lo bisa dilaporin polisi ambil foto tanpa izin tau," ujar Erga menatap Doni yang sok tidak perduli. "Kemarin gue liat dia like foto Instagram Tina, dari bawah sampe atas. Dilike semua." Mike berdecak. Erga tertawa sinis mendengar itu. "Banci banget lo! Samperin gih kalau suka." Kata Erga. "Dia suka sama lo Raka, gue mah tau diri aja," balas Doni menyimpan ponselnya. "Kira-kira Nayla lagi apa ya?" ucap Doni melirik Raka. Raka mengerutkan da
"Masi kuat?" tanya Reno melihat Nayla seperti kelelahan berjalan. "Kuat kok," jawab Nayla, ada perasaannya yang berkecamuk. Sampai di vila Nayla mendapatkan pandangan sinis dari Ellena dan anggota wanita yang lain. Tina juga tidak seberapa suka melihat kedatangan Nayla. Hanya Rangga yang masih mensyukuri kedatangan mereka dengan selamat. "Jadi cewek murahan banget sih? Ngapain lo nyamperin cowok, gatel lo? Sini biar gue garuk sekalian dengan muka lo." Kalau bukan sedang di hutan, mungkin ucapan Ellena lebih parah lagi. Abel menarik tangan Ellena untuk tidak menyentuh Nayla yang mematung di depan mereka. Cewek itu terlihat kelelahan membuat Abel kasihan. "Mendingan kita ke api unggun, anak-anak udah pada nungguin," ajak Abel. "Tugas
Kilasan tentang pertemuannya dengan Jenny saat ini kembali. Jenny tidak terlalu banyak perubahan, dia sangat pintar merawat dirinya. Namanya model memang lebih berpengalaman dalam perawatan. Tubuhnya terbentuk dengan indah, tatapannya masih lembut tapi terkesan angkuh.Nayla menatap perempuan di depannya ini dengan senyum tipis, masih bingung dengan situasinya saat ini. Sepertinya semua orang terfokus padanya bukan pada Beca yang punya acara.Kemudian Nayla melirik jari manis Jenni, lalu tersenyum tipis. Dia jadi ingat pesan terakhir Jenni saat itu.Aku harap kamu mundur, Nayla. Karna kamu akan menyebabkan pertunangan aku sama Raka batal. Aku harap kamu masih punya hati nurani."Selamat ya untuk hari bahagia kamu."Nayla hanya tertegun mendengar ucapan Jenny, dia masih tak bergeming dengan balutan kebaya putih da
Mike, Doni, Erga, dan Rangga berpenampilan rapih dengan jas berwarna senada. Sebagai groomsmen mereka datang lebih awal dibanding para tamu undangan. Rangga yang paling antusias dengan acara ini sudah memegang camera sambil memasuki tempat itu. Bermaksud mengabadikan acara sakral temannya."Bro, lo kelihatan pucat banget. Nervous ya?" Rangga meledek sambil menyorot laki-laki berpenampilan serba putih itu. Wajahnya yang tampan dan berpenampilan paling menonjol itu dari tadi menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkan dengan pelan. Sangking nervousnya."Jangan diganggu Ga kepala suku, dia lagi berdoa biar acaranya gak bubar karena ditolak calon pengantin." Suara itu dari Doni, karena yang di sorot tidak merespon ucapan Rangga.Rangga memberikan cameranya pada Mike untuk bergantian memvideokan, lalu dia menepuk bahu cowok yang terlihat tegang itu. "Gue mah nitip dia aja ya. Jaga baik-baik jangan sampe lepas lagi. Terus nitip keponakan yang cakep-cakep."
"Tunggu di situ jangan kemana-mana!"Suara cemas itu terdengar dari balik ponsel. Cewek berambut lurus sepunggung itu baru saja turun dari pesawat."Gue bisa naik taxi.""Gak bisa lo udah gue jemput." Bagas menegaskan."Gue kan udah bilang gak mau dijemput. Pokoknya gue pulang sendiri," ucapnya seraya mengambil barangnya lalu melangkah bersama para penumpang yang lainnyaSetelah 17 jam perjalanan dan untungnya hanya sekali transit. Akhirnya Nayla kembali menghirup udara di Jakarta. Jika kalian mau tahu berapa lama Nayla tinggal di London, jawabannya sangat membanggakan. Dia berhasil menyelesaikan kuliahnya walaupun dengan hasil yang pas-pasan. Tapi pengalaman hidup yang dia dapat sangatlah berharga. Sambil kuliah Nayla menyibukkan dirinya dengan berkerja part time. Pekerjaan serabutan, berkali-kali dia pindah pekerjaan.Menjadi pelayan di McDonald's, penjaga toko, dan Nayl
Dear, my Boy...Untuk kamu yang selalu punya tempat di hatiku.Entah apa yang harus aku tuangkan dalam secarik kertas ini. Sekalipun ada goresan tinta yang indah, tapi nggak akan bisa mengalahkan indahnya perasaanku untuk kamu, sayang.Enggak ada yang kusesali dari hubungan ini. Bertemu dengan kamu adalah anugrah. Dan berpisah dengan kamu adalah takdir yang harus terjadi.Aku tahu, aku nggak cukup sempurna. Dan caraku mencintai kamu mungkin salah, hingga membuat wanita lain terluka. Aku sadar, aku bukanlah satu-satunya wanita yang ada tempat di hati kamu.Tapi entah kenapa, tiba – tiba saja muncul dalam pikiranku, apakah aku pantas mendampingi kamu? Apa aku bisa bahagia saat wanita lain terluka.Perpisahan ini berat, percayalah aku pun merasakannya. Tapi ini yang terbaik untuk kita. Sampai kita sama-sama
Aku mencintai kamu.Rasa ini teramat nyata hingga hati ini terlalu sakit, saat sadar kamu meninggalkanku lagi. Nayla sudah berada di bandara bersama keluarga dan teman-temannya. Sungguh, perasaannya bercampur aduk sekarang ini. Nayla menarik nafas berat, tangannya menggenggam travel bagnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia akan pergi sendiri ke tempat yang jauh.FlashbackNayla mendongak melihat Raka sudah berdiri di depannya, cowok itu menatapnya penuh perasaan."Lain kali, jangan pernah pergi sendirian. Apalagi ke tempat yang masih baru buat lo."Nayla mengangguk pelan, ia menerima uluran tangan Raka. "Janji sama gu
"Gue harus pergi sekarang." Nayla tersenyum kecil pada Jenni. Sedikit menoleh Doni. Laki-laki itu hanya diam dari tadi tapi Nayla tahu Doni sedikit terganggu dengan obrolan mereka. Nayla beranjak membuka pintu. "Nayla... Mungkin kalau nggak ada Raka diantara kita. Gue pengen lo jadi kawan gue. Seharusnya kita bisa jadi sahabat," ucap Jenni memandang Nayla yang berdiri di depan pintu.Nayla hanya mendengar itu tanpa menoleh dan pergi meninggalkan kamar Jenni. "Gue harus nelpon Raka." Ucap Doni mengambil handphone-nya dari saku celana. "Jangan berani lo ngomong apa-apa sama Raka! Bentar lagi dia ke sini, lo pergi dari sini kalau mau bikin Raka tahu tentang kepergian Nayla," bentak Jenni, dia terlalu takut kehilangan Raka. Doni menjambak rambutnya, frustasi. Jennife
Matanya melihat ke arah langit. Langit yang gelap dihiasi bintang. Pemandangan langit sama saja bukan, saat kita dimana pun melihatnya. Nayla menyenderkan bahunya ke belakang sambil mendengus. "Kamu bilang pendidikan penting, tapi kenapa kamu sekarang gak ada buat dukung aku." Monolognya. Nayla melihat ponsel yang dipegang-nya, jangan berharap karena berharap itu sakit. Padahal dia sangat membutuhkan bahu laki-laki itu untuk bersandar. Lupakan mungkin Raka sedang berada di rumah sakit. Nayla menutup matanya yang perih, menahan air mata yang ingin jatuh.Kamu terlalu sibuk dengan dia, Raka. Kamu nggak tau aku butuh kamu sekarang. "Nggak usah ngelamun di sini. Nanti diculik setan." Nayla membuka matanya karena kaget. Bagas sudah ada di dep
Langit seakan tak biru lagilaut seolah menghempas sepiberibu malam aku tangisimengalun sepi menyiksa hatiDan malam ini, Nayla terdiam. Isak ibunya terdengar perih, terasa gendang telinganya robek tersayat. Ia mengunci masuk hatinya dalam dipan bergembok.Meyakinkan diri ini adalah keputusan terbaik. "Mama nggak setuju!" Ayu bersuara serak sambil menyeka air matanya. Setelah makan malam dan meja makan dibersihkan, Nayla mengatakan keputusannya. Nayla menahan air matanya supaya tidak tumpah, dadanya terasa sesak. Untuk pertama kalinya ia membuat wanita yang melahirkannya menangis dan Ayahnya terdiam dengan wajah muram. Semua ucapan Nayla berhasil membuat senyum keluarganya pudar. Nayla yang manja, tidak pernah hidup sendirian selama 18 tahun usianya kini mengambil ke
"Coffee..." Doni menyerahkan segelas coffee pada Raka, dia membelinya pada mesin otomatis yang ada di rumah sakit, sangat praktis bukan. "Thanks," ucap Raka, dia lagi tidak ingin tersenyum pada Doni. Mereka duduk di kursi yang berada diluar kamar Jenni padahal Raka sedang ingin sendiri tapi Doni menghampirinya. "Gue tahu hati lo lagi bercabang. Dari dulu gue iri sama lo, selalu aja banyak cewek yang ngejer-ngejer lo," ucap Doni dengan senyum pahit, laki-laki itu duduk di samping Raka. Raka tidak menggubris omongan Doni, apakah tepat membicarakan hal seperti itu dalam situasi seperti ini. Raka menaikan bahunya sedang menyeimbangkan posisi duduknya. "Dan yang paling gue iri. Lo bisa dapetin cewek kayak Nayla Anastasya Susanto. Menurut gue dia sedikit bodoh." Doni te