Anak-anak Nature Squad yang lain sudah berada di rumah Baskara, mereka sedang mempersiapkan kepulangannya.
Ucapan selamat datang sudah terpasang indah dengan hiasan pita biru dan juga beberapa balon berwarna senada.
Rain terlihat gelisah karena Samudra hanya membaca pesannya saja. Dia berharap lelaki itu datang agar persahabatan mereka kembali baik seperti dulu lagi.
"Rain." Panggil Angkasa melambaikan tangan.
"Ada apa?" Tanya Rain langsung menghampirinya.
"Tolong pegangi kursi ini. Aku mau membenarkan posisi bannernya," ujarnya.
Tiba-tiba terlihat sebuah taksi berhenti tepat di depan rumah, Bintang segera berlari ke dalam untuk memberitahu teman-temannya bahwa orang yang mereka tunggu sudah datang.
"Siap-siap," kata Bintang memberi komando.
Saat pemuda itu masuk, dengan serempak mereka menyambutnya penuh kegembiraan membuat sang empu terkejut sekaligus merasa terharu dengan penyambutan yang diberikan oleh para sahabatnya.
"Bintang," panggil seorang gadis. "Bintang Alvaro," panggilnya lebih lembut. "Kejora? Ini benar kamu Sayang?" tanya pemuda itu sembari mengucek matanya. Gadis itu hanya tersenyum manis seperti biasanya. "Iya, ini Kejora, pacarnya Bintang." Pemuda itu langsung mendekapnya erat, sangat erat seakan tidak akan pernah dilepaskannya lagi. Gadis yang selama ini dirindukannya telah kembali kedalam pelukannya. "Kamu ke mana saja selama ini? Kenapa meninggalkanku? Kamu masih marah sama aku, Jo?" tanya Bintang lembut seraya mengelus rambut indah milik gadis bernama Kejora itu. Gadis itu tiba-tiba mendorong tubuhnya dan raut wajahnya berubah murung. "Bintang tidak akan melupakan Jo, kan?" tanyanya. Pemuda itu menggelengkan kepalanya terlewat cepat. "Tidak akan. Sampai kapanpun Bintang dan Kejora tidak mungkin berpisah. Langit yang telah menjadi saksinya. Bintang hanya untuk Kejora dan begitupun sebaliknya." Bintang mendekat
Mereka telah sampai di Rumah Samudra. Rain segera mengeluarkan uang dari dompetnya lalu memberikannya pada sang supir taksi. Namun, uang itu diambil kembali oleh Samudra dan digantikan dengan uang miliknya. Gadis itu mengerucutkan bibirnya, lagi-lagi pemuda itu menolak uangnya. "Padahal lagi sakit tapi masih saja menyebalkan," kesal Rain pelan meski masih terdengar jelas oleh pemuda itu. "Rumah kamu kok sepi banget? Tante Dewi, om Anton sama Bi Teti ke mana?" Tanya Rain sembari melirik sekeliling rumah besar tersebut. Samudra hanya meliriknya sebentar lalu kembali melangkahkan kaki panjangnya untuk mengambil kunci mobil yang tergantung di tempatnya. "Yuk!" Pemuda itu sudah memegang tangan Rain dan hendak membawanya. "Ke mana? Kamu tuh lagi sakit," tanya gadis itu sekaligus memberikan pernyataan. "Mengantarmu pulang lah apa lagi? Aku tidak akan pernah mengijinkanmu pulang sendiri," jawab Samudra. Gadis it
Keesokan harinya, Samudra sudah siap dengan seragam sekolahnya. Meskipun wajahnya masih terlihat sedikit pucat, tetapi tidak menghilangkan ketampanannya. Rain terlonjak kaget saat sampai di dapur sudah ada orang yang berdiri membelakanginya. Pemuda itu sedang memasak telur ceplok dan juga nasi goreng. Samudra sudah sangat rapih dengan pakaian sekolahnya, berbanding terbalik dengan dirinya yang masih mengenakan piyama dengan rambut acak-acakan. "Samudra," panggil Rain untuk memastikan apa yang dilihatnya. Pemuda itu menoleh dan tersenyum tipis padanya. "Sudah bangun? Sana mandi! Bau." Gadis itu menatapnya tajam lalu mendekatinya. "Bau ya? ... Hah!" Rain langsung ngacir ke kamar mandi sebelum mendengar teriakan Samudra yang menggelegar. "Bau banget. Gila." Teriak Samudra kemudian tersenyum dengan tingkah Rain yang selalu membuatnya gemas. *** Setelah selesai mandi, Rain langsung pergi ke ruang makan untuk
Setelah tampil mereka kembali ke tempat duduknya masing-masing.Samudra kembali ke tempat duduknya sementara Bintang langsung menghampiri teman sebangku Samudra untuk bertukar tempat dengannya. Lebih tepatnya duduk ke posisi semula."Sam," panggilnya pelan membuat sang pemilik nama terlonjak kaget."Sorry,"lanjut Bintang membuat Samudra mengerjapkan matanya. Butuh sedikit waktu untuk otaknya mencerna perkataan sahabatnya itu."Aku tahu tidak seharusnya aku marah berlarut-larut seperti ini. Ya, walaupun kamu tidak mengatakan pada kami alasannya apa, tapi tetap saja kita tidak bisa menyalahkanmu seratus persen. Kamu mau memaafkanku, kan?" Sorot mata pemuda itu benar-benar memancarkan penyesalan. Samudra tidak melihat sedikitpun kebohongan atau keraguan di sana.Tanpa berkata-kata lagi Samudra langsung memeluk tubuh Bintang membuat sang pemilik tubuh melotot sempurna serta langsung mendorong tubuhnya agar melepaskan pelukannya."
Bintang pergi ke roftoop sekolah. Di sana dia biasa meratapi nasib percintaannya yang tidak kunjung selesai.Bintang berharap kejoranya kembali dan kisah cinta mereka akan berakhir bahagia seperti novel-novel yang sering dia baca bersama gadis itu.Bintang jadi teringat saat mereka bertengkar hanya karena sebuah cerita novel.Waktu itu mereka membaca sebuah novel yang menceritakan seorang wanita yang berjuang agar cintanya dapat bersatu dengan kekasihnya yang sama sekali tidak mencintainya.Bagaimana lucunya saat melihat gadis itu menangis ketika endingnya si wanita meninggal demi kekasihnya itu.Kejora berkata bahwa kisah cinta si wanita di novel sangatlah menyentuh hati, sedang Bintang berpikir bahwa wanita di novel itu bodoh karena mau-maunya berkorban nyawa hanya untuk orang yang sama sekali tidak mencintainya.Bintang terkekeh saat membayangkan kejadian itu, ketika kejoranya marah berhari-hari padanya hanya karena tidak setuju den
"Babas, Kakak boleh masuk?" tanya Bianca dari ambang pintu.Baskara meliriknya sebentar kemudian mengangguk mengijinkannya masuk ke dalam kamarnya. Wanita itu tersenyum tipis lalu langsung duduk di samping adik lelakinya. Dia menarik napas panjang mengumpulkan keberanian untuk mengatakan keinginannya yang kemungkinan besar akan mendapatkan penolakan."Ikut Kakak pulang ya," pinta Bianca membuat Baskara langsung menegang."Kakak ingin tinggal sama kamu di rumah." Wanita itu menggenggam tangannya.Baskara memejamkan matanya kemudian menatap kakaknya lekat. Terdengar sebuah helaan napas dari hidungnya. "Rumah Babas di sini."Wajahnya berubah sendu ketika mengatakan itu. Lagi-lagi dia menolak untuk tinggal bersama keluarganya.Bukan karena ia membenci mereka, justru karena ia sangat menyayangi mereka. Ia tidak ingin ayah serta kakak pertamanya semakin membencinya."Bas, Kakak mohon! Kakak tidak akan tenang kalau kamu tinggal sendiri," uja
Gadis itu berjalan gontai tak tentu arah, dia hanya mengikuti ke mana kakinya melangkah. Penuturan penjaga apotek itu bagaikan sebuah mimpi buruk untuknya.Kini tubuhnya terasa ringan seperti tidak menginjak tanah, hatinya sangat sakit mengetahui rahasia yang selama ini disembunyikan oleh sahabat sekaligus cinta pertamanya.Rain jadi paham kenapa setiap diajak bermain basket Samudra selalu menolak dan mencari-cari alasan, ketika orang tuanya sangat over protektif pada kegiatan sekolah yang dia ikuti dan terakhir saat dia tiba-tiba menghilang.Apa mungkin karena penyakitnya kambuh?"Kenapa aku bodoh banget? Kenapa aku tidak menyadarinya dari dulu?" Monolog Rain memukul kepalanya sendiri karena merasa gagal menjadi seorang sahabat yang bisa diandalkan.***"Mas, es jeruknya satu lagi." Ini sudah kedua kalinya Binar memesan minuman yang sama."Makannya?" tanya pelayan itu lagi.Gadis itu melihat jam tangannya sebentar. "Nanti saja
Setelah berhasil menyelesaikan nyanyiannya, gadis itu baru berani mendongakan kepalanya dan jantungnya berdebar ketika melihat semua pengunjung masih memperhatikannya.Suara tepuk tangan memasuki gendang telinganya.Binar menarik bibirnya serta tersenyum manis kepada pengunjung lalu tidak sengaja iris matanya menangkap seorang pemuda yang berdiri di salah satu bangku pengunjung, orang itu tersenyum seraya mengacungkan dua jempolnya bangga.Gadis itu segera membungkukkan badan sebagai ucapan terima kasih lalu menghampiri pemuda tersebut."Wow! penampilan kamu keren banget." kagum orang tersebut yang tidak lain adalah Dirgantara.Selang beberapa detik, Binar menatap Dirgantara dengan tatapan yang sangat tajam seraya menyilangkan tangan di depan dada membuat empunya menyadari bahwa ada sesuatu yang salah pada dirinya."Sorry, aku telat," katanya sadar akan kesalahannya.Binar membuang napasnya pelan lalu mengangguk meski bibirny
Setelah pulang dari sekolah, Samudra kembali mengantar gadis itu ke rumah sakit tempat gadis itu dirawat. Lelaki itu mencium tangan ibunya Viola ketika berpapasan di depan ruangan yang gadis itu tempati. Samudra meminta maaf karena mengajak Viola pergi sampai senja seperti ini. Namun, bukannya memarahinya, wanita paruh baya itu jusrtu mengucapkan terima kasih padanya karena telah membuat senyum putrinya kembali. Setelah itu Samudra pamit pulang. Lagi pula gadis itu sebentar lagi harus meminum obatnya dan beristirahat. Saat dilorong rumah sakit tiba-tiba ia menyandarkan tubuhnya ke dinding saat dadanya terasa sakit, napasnya sesak dan pandangannya tampak kabur. Samudra tidak dapat menyangkal bahwa tubuhnya kelelahan, bahkan lelaki itu lagi-lagi melupakan obat yang harus dikonsumsinya. Ia berjalan dengan langkah terseok-seok sembari sebelah tangannya digunakan untuk berpegangan pada apapun yang bisa menahan beban tubuhnya. Namun, semakin lama Samudra me
Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit akhirnya mereka telah sampai ke sebuah bangunan yang tidak asing bagi Samudra, tetapi asing untuk gadis itu. Ya, mereka berdua kini sedang berada di sekolah lelaki itu sekarang. Viola menatap bangunan megah itu dengan mata yang berbinar. Senyuman indah itu tidak pernah luntur dari wajah pucatnya. “Ayo masuk!” Ajak Samudra seraya menggandeng tangannya. Viola menarik tangannya membuat lelaki itu mengerutkan keningnya. Bingung melihat wajah Viola yang terlihat cemas. “Apa mereka tidak akan mengusirku? Aku bukan siswi di sini,” ucap gadis itu menundukkan kepalanya. “Ya ampun aku pikir kenapa,” saut Samudra, “tenang saja ada puluhan siswi yang bersekolah di sini. Mereka tidak mungkin sadar kalau kamu bukan salah satu siswi di sini.” “Kamu yakin?” tanya gadis itu masih cemas akan ketahuan. “Ya,” jawab Samudra seyakin mungkin, “ayo akan aku buktikan.” Lanjutnya kembali menggenggam tan
Setelah pulang sekolah Samudra tidak langsung pulang ke rumahnya ataupun pergi bersama anak-anak Nature Squad seperti yang selalu mereka lakukan. Lelaki itu pergi untuk menemui teman barunya, Viola, gadis yang sempat ia pikir sebagai laki-laki botak yang hendak bunuh diri. Tok tok tok! “Masuk,” ucap seorang wanita paruh baya dari dalam. Samudra menyembulkan kepalanya seperti seorang anak kecil yang sedang bermain petak umpet. Baik wanita paruh bay aitu ataupun gadis cantik yang sedang duduk di kursi roda sama-sama tidak bisa menyembunyikan tawanya melihat kelakuannya yang menggemaskan. “Ayo masuk, Nak Sam,” ujar wanita paruh baya itu lagi yang tidak lain adalah ibu dari Viola. Ia sudah cukup tahu siapa lelaki yang mengaku sebagai teman putrinya itu dan ia juga senang karena kehadiran Samudra, putrinya terlihat lebih ceria dan banyak tersenyum. Lelaki itu langsung masuk dan tidak lupa untuk menutup pintunya kembali. Kemudian ia
Sam dan Viola sama-sama menatap ke depan, melihat orang-orang yang berjalan ke sana ke mari. "Kamu serius mau menjadi bapak peri untukku?" tanya gadis itu membuat kening pemuda itu berkerut. “Bapak peri?” tanya Samudra tidak mengerti. “Bukankah kamu tadi mengatakan akan menciptakan memori indah untukku? Kupikir kamu seperti ibu peri dalam cerita dongeng, tapi berhubung kau seorang laki-laki jadi kau bapak, bukan ibu,” jawab gadis itu membuat Samudra membuka mulutnya tidak percaya bisa bertemu dengan gadis sepolos dirinya. “Iya.” Jawab pemuda itu seraya menganggukan kepalanya ke atas dan ke bawah. "Caranya?" tanya Viola lagi. Pemuda itu kembali melangkahkan kakinya seraya mendorong kursi roda Viola, lalu dia duduk di salah satu kursi panjang dan menatap mata gadis itu dengan serius. "Mimpimu apa?" tanyanya. "Hah!" Viola mengerjap beberapa kali ketika mata mereka beradu. Dia merasa sangat gugup di tatap seperti itu.
Hari ini Baskara sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit begitu pun dengan Bianca. Nugroho dengan cekatan menjadi ayah sekaligus ibu yang baik untuk kedua anaknya. Bianca yang melihat perubahan dari ayahnya itu merasa sangat bahagia sampai menitihkan air mata karena terharu, sementara Brisia tidak tau entah ke mana. Wanita itu tidak ikut menjemput kedua saudaranya."Kak Brisia mana Yah?" tanya Bianca."Entahlah. Mungkin Kakakmu sedang sibuk dengan urusannya," jawab pria dewasa itu seraya fokus menyetir.Baskara menatap kakaknya dengan tatapan penuh kasih sayang, sedari tadi dia terus menggenggam tangan Bianca tanpa mau melepaskannya."Kak, kepalanya masih sakit?" tanya pemuda itu khawatir."Sedikit," jawab Bianca sembari memegang perban yang terlilit di kepalanya."Jangan cemas! Kakak tidak apa-apa," lanjutnya tidak ingin membuat sang adik cemas.Nugroho yang sedang fokus menyetir, mengintip ke harmonisan kakak beradik itu lewat k
Uhuk! Uhuk!Sedari tadi Rita terus batuk-batuk, dia merasakan seluruh badannya tidak enak dan suhu tubuhnya sedikit hangat, sepertinya wanita itu terserang demam.Bintang yang menyadarinya langsung pergi ke dapur untuk membuatkan sup jagung kesukaan ibunya. Namun, setelah masakannya jadi dan siap untuk di antarkan dia baru menyadari bahwa ibunya tidak mungkin memakannya jika Bintang yang memberikannya.Lantas pemuda itu kembali ke atas untuk meminta bantuan Bima untuk mengantarkannya dan meminta merahasiakan bahwa sup ini Bintang yang membuatnya.Awalnya Bima tidak setuju, tetapi setelah dia melihat sorot mata adiknya, dia pun luluh.Tok tok tok!Bimamengetuk pintu kamar ibunya dengan membawa semangkuk sup jagung yang dibuatkan Bintang. Wanita itu tersenyum ketika melihat putra kebanggaannya datang."Makan dulu, Ma," ucap pemuda itu sembari duduk di pinggir tempat tidur siap menyuapi sang ibu.Wanita itu
"Argh!Apa yang baru saja aku lakukan?" Netranya menerawang jauh ke laut lepas yang membentang kebiruan, membiarkan ombak menyapu kakinya. Pemuda itu masih tidak percaya dengan apa yang diakukannya, membongkar begitu saja rahasia yang selama ini dia simpan rapat-rapat.Saat sedang melampiaskan kekesalannya tiba-tiba Samudra melihat seorang pemuda berkepala plontos berjalan ke tengah laut."Woy!!" Cegah Samudra langsung menarik tangannya dan betapa terkejutnya ketika mendengar suara pemuda itu yang terdengar seperti suara perempuan."Lepaskan aku!" bentaknya."Kamu perem--"Gadis berkepala plontos itu menatapnya dengan mata berkaca-kaca lalu menghempas tangan Samudra dan langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun.Dengan masih keterkejutannya Samudra kembali mengejar gadis itu untuk meminta maaf karena telah menganggapnya seorang laki-laki, Samudra yakin ucapannya itu sudah membuat gadis itu tersinggung.
Maya melihat putra sulungnya sedang membereskan pakaian dan beberapa perlengkapan yang akan pemuda itu bawa."Aa, yakin mau berangkat besok? Bukankah Aa bilang berangkat setelah kelulusan?" tanyanya. Pemuda itu hanya mengangguk dengan lemah."Kenapa terburu-buru sekali?” tanyanya lagi. Wanita paruh bay aitu masih merasa aneh dengan keberangkatan putranya yang tiba-tiba.“Mungkin hanya dengan cara ini aku bisa lupain dia, Bu,” jawab Angkasa dalam batinnya.Tok! Tok! Tok!"Siapa yang bertamu, ya?" pikir Maya. Dia pun pergi dari kamar putranya untuk membukakan pintu."Assalamu'alaikum," ucap seseorang di luar rumah memberi salam."Wa'alaikumusalam," jawab wanita itu, "eh, Nak Sam, silakan masuk.""Angka nya ada Tante?" tanya Samudra dengan ramah.Wanita itu tersenyum memperlihatkan sifat keibuannya. "Sebentar, Tante panggilkan. Silakan duduk, Nak."Maya kembali masuk untuk memanggi
"Sarah, sebenarnya Sam itu siapa kamu?" tanya Angkasa membuat Sarah menaikkan sebelah alisnya, bingung akan pertanyaan pemuda itu. "Lho, kamu juga tau kan dia sepupu aku," jawabnya. "Sepupu ya?" Pemuda itu tersenyum miring, "bohong!" "Bohong? Apa maksudnya Bohong? Kenapa kamu malah nuduh aku bohong? Kamu kenapa sih? Kalau memang tidak mau berteman denganku lagi ya sudah, tapi bukan begini caranya," gadis itu menjadi kesal karena telah dianggap berbohong. "Aku cemburu!" aku Angkasa sudah tidak bisa membohongi perasaannya lagi. Setelah mengatakan itu Angkasa menarik napas Panjang dan mengusap wajahnya dengan kasar. "Aku cemburu melihatmu pelukan dengannya. Gak ada sepupu yang memberikan perhatian lebih sampai meluk-meluk gitu. Perhatian kamu tuh seperti seorang wanita kepada lelakinya,bulshitkalau kalian tidak ada hubungan apa-apa," lanjutnya membuat Sarah mengerjapkan matanya beberapa kali. Gadis itu masih terkejut