“Kok kamu enggak tanya apa-apa?” tanya Ara begitu duduk berhadapan dengan Davina.
“Memang ada apa lagi yang bisa aku tanya?” balas Davina sedikit ketus, ”Bisa-bisanya dirimu enggak cerita sama sekali.” omelnya lagi. “Maaf aku juga bingung harus bagaimana ceritanya.” jelas Ara memberi alasan. “Kamu sih benar-benar bikin aku malu di depan keluargamu. Mana baru pertama kali ketemu lagi.” keluh Davina sambil menahan senyum. Melihat kekasihnya itu tidak jadi marah Ara pun menghela napas lega.# “Kamu benaran mau pergi?” tanya Embun begitu melihat Nara menutup teleponnya. Nara menghela napas panjang, ”Memang aku punya pilihan untuk enggak pergi?” jawabnya. “Kayaknya tante Ratih tahu apa enggak, enggak banyak pengaruhnya.” komentar Zia menanggapi.# “Mama yang benar saja? Kalau mas tahu bagaimana?” oceh Nathan begitu tahu kalau ibu Ratih habis menelepon Nara. “Mama kan kangen sama Nara.” kata ibu Ratih mNara tiba-tiba masuk rumah sakit. Bagaiamana dong? Tungguin ya dua bab terakhir nih. Jangan lupa vote dan reviewnya 😁 ❤ ♥ Terima kasih
“Ya ampun ini jeng satu.” ujar Zia begitu tiba di kantor,”Ponsel kok ditinggal di kantor.”katanya sambil mengangkat ponsel milik Nara yang ada di atas meja.“Mbak Nara sudah pulang?” tanya Galang, ”Apa kalau enggak kita titip ke mas Arka saja? Mungkin mas Arka belum pulang.” sarannya sambil menunjuk ke arah bangunan sebelah.“Tapi teleponnya mas Arka enggak diangkat nih.” kata Zia saat mencoba menelepon Arka dengan menggunakan ponsel milik sahabatnya itu.#“Arka belum selesai ya.” gumam Ara begitu keluar dari ruang operasi, ”Mau pulang? Apa makan dulu ya? Kenapa aku jadi bingung begini.” ujarnya pada dirinya sendiri, ”Itu anak lagi ngapain ya? Kok bisa sih sudah seminggu dia benar-benar enggak nyariin aku.” keluh Ara tanpa sadar sambil menatap ponselnya.#“Halo?” jawab Ara tanpa sadar malah tersenyum lebar begitu melihat siapa yang meneleponnya.“Halo mas!” balas Zia cepat.Begitu mendengar suara Zia yang menjawab,
“Mas dokter!” panggil pak Asep begitu melihat Ara.“Pak Asep? Apa kabar pak?” sahut Ara sambil tersenyum ramah, ”Sama siapa pak?” tanyanya.Pak Asep ikut tersenyum, ”Baik mas dokter.” jawabnya sambil menunjuk ke arah belakang punggung Ara, ”Menemani Indah bawa si kembar periksa.” jelasnya.Begitu menoleh Ara melihat sepasang anak berusia empat tahun sedang berlari ke arah mereka.“Siang mas dokter, sudah lama sekali. Apa kabar?” sapa Indah.Ara tersenyum begitu melihat Indah, ”Wah mereka sudah besar ya.” ujarnya sambil berjongkok menyapa si kembar, ”Kalian Nara kan?” tanyanya sambil tertawa.#“Nara belum datang?” tanya Arka sambil menganggukkan kepala begitu melihat pak Asep dan Indah.Ara melirik jam di pergelangan tangannya, ”Harusnya sudah di sini.” jawabnya sambil mencari, ”Itu dia.” katanya sambil menunjuk ke arah lift.#“Jalanan macet banget tadi.” jelas Nara napas terengah-engah.“Y
Only your voice sounds so loud to meI can’t hear anything elseOnly your eyes look so big to meAm I going crazy?All day, I only thought of youMaybe something’s wrong with my headDo I like you now?Or am I just crazy?You keep going like this and thatShaking me upYou keep coming back and forthConfusing meI keep seeing you, even in my dreamsI see you, even when I try to avoid youWherever I am, you’re there, even when I close my eyesYour heartOnly my eyes can seeOnly my eyes can seeOnly your voice sounds so loud to meI can’t hear anything elseOnly your eyes look so big to meAm I going crazy?You keep trying to hideAs if you’re there but notYou try to avoid meYou try to run awayI keep seeing you, even in my dreamsI see you, even when I try to avoid youWherever I am, you’re there, even when I close my eyesYour heartOnly my eyes can seeOnly my eye
Nara dengan cemas membolak balik jam di pergelangan tangannya. “Mas Arka! Tolong tanya mas Ara ini pesanannya jadi diambil apa enggak?” pinta Nara begitu mendengar suara kakaknya. Arka menghela napas, ”Nara Kamila! Jangan karena kamu pikir kami kerja di satu rumah sakit jadi pasti saling ketemu. Sudah kamu tanya sendiri saja! Mas sudah harus masuk ruang operasi.” jawabnya cepat dan segera menutup teleponnya. Beberapa menit kemudian ada pesan masuk di ponsel Nara. Ia pun segera menelepon nomor yang baru saja diberikan oleh kakaknya.# “Mas Ara, ini mas di mana? Pesanan kuenya enggak jadi mau diambil jam sepuluh? Ini sudah mau jam sebelas mas?”tanya Nara datar sambil dengan satu tangan merapikan kotak-kotak berisi kue dan memegang ponsel dengan tangan yang lain. “Ya ampun! Maaf! Aku tiba-tiba ada operasi.”jawab Ara terkejut sambil menepuk dahi. Dirinya lupa untuk mengambil pesanan kue ibunya,”Boleh minta tolong?”ujar Ara pelan karena merasa tidak enak,”Nanti alamatnya tante Winda ak
Nara sedang sibuk melihat daftar klien yang akan menikah bulan ini.“Bulan ini kita ada beberapa jadwal foto ya?”tanya Embun memastikan.“Kamu sudah menghubungi pihak studio?”tanya Nara pada Galang untuk memastikan.Galang menganggukkan kepala,”Minggu depan dan akhir bulan.”tambahnya.“Ini kamu yang mau pergi?”tanya Embun pada Nara sambil melambaikan selembar kertas berisi kontrak dengan salah satu klien.Mata Nara langsung membesar begitu melihat nama pasangan yang tertulis di lembar kertas itu,”Alya dan Devian? Ya ampun harusnya kan aku ketemu hari ini. Jam berapa sekarang?”tanyanya panik.“Hampir jam empat.”sahut Nadira sambil menunjuk jam dindingNara segera menghela napas lega,”Untung janjiannya cuma di mal sebelah.”katanya sambil meletakkan kepala di atas meja.“Tenang masih ada satu jam.”kata Embun sambil tertawa karena melihat tingkah Nara,”Tunggu kamu sudah bilang belum sama Ara soal salah p
“Kamu tadi malam pulang diantar Nara?”tanya Arka pada adik bungsunya saat mereka duduk di meja makan untuk sarapan pagi ini.“Iya semalam kebetulan ketemu mas Ara.”jawab Nara singkat. Meski sudah bertahun-tahun tetap saja rasanya aneh kalau harus menyebut namanya sendiri untuk memanggil orang lain. Bagaimana bisa orangtuanya memberi ia sebuah nama yang cocok untuk anak laki-laki? Geruttu Nara dalam hati.Arka menganggukkan kepalanya dengan perlahan,”Kenapa dari kemarin kalian sering sekali kebetulan bertemu?”gumanya heran.“Hanya dua kali mas dan cukup dua kali.”sahut Nara cepat.“Memang kebetulan kamu yang mengatur?”tanya Arka tidak mengerti maksud adiknya yang tiba-tiba mengomel.“Ya soalnya kalau keseringan itu bukan kebetulan tapi takdir.”sahut ibu Linda tiba-tiba menimpali perbicaraan anak-anaknya.“Mama lagi pagi-pagi pakai bawa-
Mata Embun membesar begitu selesai mendengar cerita Nara.“Kamu makan malam sama mamanya Ara?”tanyanya memastikan.Nara hanya bisa menghela napas dengan wajah merana,”Kayaknya enggak cukup kacau dengan aku terus-terusan kebetulan ketemu sama mas Ara. Kemarin harus banget ditambah sama ketemu tante Ratih.”gumamnya tak berdaya.“Kamu enggak minta Ara untuk kasih tahu mamanya?”tanya Embun lagi,”Terus kata kamu kemarin itu Ara sudah punya pacar. Kalau tiba-tiba kalian enggak sengaja ketemu apa tidak jadi runyam?”tambahnya mengingatkan.#“Sayang, kita hari ini jadi ketemu?”tanya Ara memastikan saat menelepon Davina pagi ini.“Jadwal operasiku sampai jam tiga sore.”jawab Davina yang sedang melangkah menuju ruang prakteknya.“Aku praktek sampai jam empat hari ini. Kalau begitu kita ketemu waktu jam makan malam.”kata Ara memutuskan.Davina memutar matanya,”Sayang, tapi jangan terlalu malam ya pulangnya. Soalnya aku har
“Itu muka kenapa?”tanya Arka begitu melihat wajah sahabatnya pagi ini.Ara mengusap wajahnya sendiri dengan salah satu tangan,”Davina tiba-tiba minta dijemput.”jawabnya tak bertenaga.“Tadi malam?”tanya Arka heran dengan salah satu alis terangkat.“Sekitar lima jam yang lalu.”sahut Ara memutar matanya.“Dia pulang jam tiga pagi?!”suara Arka terdengar meninggi begitu menyadari penyebab sahabatnya kurang tidur,”Terus dia bisa ke rumah sakit pagi ini?”tanyanya kemudian dengan suara yang tiba-tiba berbisik.Ara langsung tertawa begitu mendengar perubahan cara bicara sahabatnya itu,”Pertanyaannya kita juga sebelumnya enggak pernah tahukan kalau ternyata dia suka banget keluar malam?”jawabnya sambil memiringkan kepala.Arka mengangguk,”Benar juga ya. Mukanya betul-betul enggak ada bedanya. Kurang tidur apa enggak sama saja.”gumamnya membenarkan.#“Kamu nanti sore ada janji sama Alya dan Devan?”tanya Zia pada Nara ya
“Mas dokter!” panggil pak Asep begitu melihat Ara.“Pak Asep? Apa kabar pak?” sahut Ara sambil tersenyum ramah, ”Sama siapa pak?” tanyanya.Pak Asep ikut tersenyum, ”Baik mas dokter.” jawabnya sambil menunjuk ke arah belakang punggung Ara, ”Menemani Indah bawa si kembar periksa.” jelasnya.Begitu menoleh Ara melihat sepasang anak berusia empat tahun sedang berlari ke arah mereka.“Siang mas dokter, sudah lama sekali. Apa kabar?” sapa Indah.Ara tersenyum begitu melihat Indah, ”Wah mereka sudah besar ya.” ujarnya sambil berjongkok menyapa si kembar, ”Kalian Nara kan?” tanyanya sambil tertawa.#“Nara belum datang?” tanya Arka sambil menganggukkan kepala begitu melihat pak Asep dan Indah.Ara melirik jam di pergelangan tangannya, ”Harusnya sudah di sini.” jawabnya sambil mencari, ”Itu dia.” katanya sambil menunjuk ke arah lift.#“Jalanan macet banget tadi.” jelas Nara napas terengah-engah.“Y
“Ya ampun ini jeng satu.” ujar Zia begitu tiba di kantor,”Ponsel kok ditinggal di kantor.”katanya sambil mengangkat ponsel milik Nara yang ada di atas meja.“Mbak Nara sudah pulang?” tanya Galang, ”Apa kalau enggak kita titip ke mas Arka saja? Mungkin mas Arka belum pulang.” sarannya sambil menunjuk ke arah bangunan sebelah.“Tapi teleponnya mas Arka enggak diangkat nih.” kata Zia saat mencoba menelepon Arka dengan menggunakan ponsel milik sahabatnya itu.#“Arka belum selesai ya.” gumam Ara begitu keluar dari ruang operasi, ”Mau pulang? Apa makan dulu ya? Kenapa aku jadi bingung begini.” ujarnya pada dirinya sendiri, ”Itu anak lagi ngapain ya? Kok bisa sih sudah seminggu dia benar-benar enggak nyariin aku.” keluh Ara tanpa sadar sambil menatap ponselnya.#“Halo?” jawab Ara tanpa sadar malah tersenyum lebar begitu melihat siapa yang meneleponnya.“Halo mas!” balas Zia cepat.Begitu mendengar suara Zia yang menjawab,
“Kok kamu enggak tanya apa-apa?” tanya Ara begitu duduk berhadapan dengan Davina.“Memang ada apa lagi yang bisa aku tanya?” balas Davina sedikit ketus, ”Bisa-bisanya dirimu enggak cerita sama sekali.” omelnya lagi.“Maaf aku juga bingung harus bagaimana ceritanya.” jelas Ara memberi alasan.“Kamu sih benar-benar bikin aku malu di depan keluargamu. Mana baru pertama kali ketemu lagi.” keluh Davina sambil menahan senyum.Melihat kekasihnya itu tidak jadi marah Ara pun menghela napas lega.#“Kamu benaran mau pergi?” tanya Embun begitu melihat Nara menutup teleponnya.Nara menghela napas panjang, ”Memang aku punya pilihan untuk enggak pergi?” jawabnya.“Kayaknya tante Ratih tahu apa enggak, enggak banyak pengaruhnya.” komentar Zia menanggapi.#“Mama yang benar saja? Kalau mas tahu bagaimana?” oceh Nathan begitu tahu kalau ibu Ratih habis menelepon Nara.“Mama kan kangen sama Nara.” kata ibu Ratih m
“Mbak! Itu tante Ratih datang.” ujar Nadira sambil berlari ke arah dalam kedai.“Ini kedai punya anaknya, sudah jelas tante Ratih pasti datang.” jawab Nara berusaha terdengar setenang mungkin padahal jantungnya tidak berhenti berdegup, apa lagi saat mendengar kalau kedua orangtuanya begitu bersemangat untuk menerima undangan dari Nathan.“Mbak! Tante Linda sama om Yono balik ke sini lagi sama mas Arka kapan?” kata Galang yang muncul dengan wajah panik beberapa saat kemudian, ”Itu tante Ratih sudah di depan.” katanya lagi tiba-tiba dengan suara berbisik.“Kamu telat.” balas Nadira cepat.#“Kok kalian masih di sini?” tanya Ara begitu melihat Zia sambil menunjuk penghuni kantor Nara yang lainnya.“Kami di sini sih enggak masalah mas.” jawab Zia dengan wajah cemas, ”Yang repot itu nanti tante Linda sama om Yono balik lagi sama mas Arka.” jelasnya cepat.Mendengar itu dalam hitungan detik Ara segera menghilang dari hadapan Z
“Kamu serius?” tanya Nathan memastikan begitu mendapat kabar dari Zinnia, rekan usahanya yang juga merupakan adik teman baiknya sejak masa SMA.“Iya mas. Bagaimana nih? Acaranya kan tinggal tiga hari lagi.” Jawab Zin cemas.Nathan mengetuk bagian belakang ponselnya sambil berpikir, ”Nanti biar aku yang coba cari gantinya.” kata Nathan akhirnya.#Ara dan Nara cukup lama saling berpandangan, keduanya tidak bisa langsung menanggapi pertanyaan yang diajukan oleh Arka. Untung saja Dewi dengan cepat membaca kepanikkan dua Nara itu, ”Sayang, sudah malam nih. Besok kan kamu juga ada jadwal operasi pagi.” katanya sambil mengapit lengan Arka, “Ayo kita pulang.” ajak Dewi dengan setengah memaksa sambil memberi isyarat pada Nara dengan menggerakkan kepalanya.“Iya mas sudah malam. Kami juga pulang dulu ya.” ujar Nara cepat segera menarik lengan Ara yang masih berdiri mematung dengan wajah kaku.#“Mas! Mas
“Mas Arka! Kok baru pulang?” tanya Nara saat keluar dari mobil dan berpapasan dengan kakaknya itu.“Habis seminar.” jawab Arka singkat, ”Kalian kenapa bisa sama-sama?” tanyanya heran.Ara yang tidak turun dari mobil hanya menurutkan kaca mobilnya, ”Mana ada seminar sampai jam sebelas malam?” tanyanya curiga.Arka tidak langsung menjawab mata-matanya bergerak-gerak cemas.“Mas kenapa malah kayak orang bingung begitu?” tanya Nara ikut menimpali.“Macet! Macet!” jawab Arka akhirnya, ”Jadi kenapa kalian bisa sama-sama?” ulangnya sengaja mengalihkan.”Terpaksa ketemu mas.” jawab Nara singkat.“Mustinya diriku yang bilang begitu.” balas Ara tidak terima, ”Tahu begitu tadi harusnya aku biarin kamu pulang sendiri.” gerutunya sebal.“Memang siapa yang suka diantarin pulang sama mas!” omel Nara dengan suara meninggi.Arka yang awalnya sempat panik dengan pertanyaan yang diajukan oleh Ara kini menarik
“Mbak! Hasil video minggu kemarin enggak bisa dibuka!” seru Galang panik langsung menerobos masuk ke dalam ruang kerja ketiga mbak bosnya itu.Sontak ketiganya langsung menoleh menatap satu-satunya pria di kantor mereka itu.“Bagaimana bisa? Punya Alya dan Devan kan kemarin semua sudah di cek. Baik-baik saja kok.” ujar Embun yakin.Galang menunjuk ke arah luar ruangan, “Yang bermasalah itu punya Lusi dan Bima mbak.” terangnya dengan wajah yang dipenuhi dengan kecemasan.Mendengar itu mata Nara langsung membesar, ”Kok bisa? Kamu yakin kemarin enggak ada salah?” tanyanya memastikan.“Yakin mbak!” jawab Galang yakin.“Kamun coba cek lagi, kalau masih enggak bisa segera pergi ambil lagi video mentahannya ke tempat mas Baro.” ujar Zia cepat.“Nanti aku yang akan kasih tahu kantor mas Baro.” tambah Nara lagi.#“Ma aku sudah bilang kan dari kemarin. Itu bukan urusan kita.” jelas Ara untuk kesekian kalinya.
“Wah! Ini hadiah ulang tahun buat mama?” tanya ibu Linda dengan mata berbinar begitu melihat batu kecil yang menghiasi kalung pemberian ke dua anaknya.Arka tanpa sadar tersenyum senang begitu melihat reaksi ibu Linda, ”Nara yang pilih ma. Terus Nara yang satu lagi kasih ide untuk kasih mama perhiasan.” jelasnya, “Wah! Aku baru tahu kalau mama suka sama benda yang satu ini.” komentar Arka yang tidak menyangka kalau ibunya akan sesenang ini.Ibu Linda yang masih memasang senyum lebar sibuk mengenakan kalung barunya, “Cuma wanita aneh yang menolak benda cantik begini.” katanya ringan.Nara yang mendengar kata-kata ibunya mau tidak mau mengingat dua kejadian waktu di mana dirinya ribut menolak pemberian Ara juga ibu Ratih.“Kamu kok malah bengong?” tegur ibu Linda sambil menyenggol lengan putrinya itu.#“Ini bagaimana dong?” keluh Zia sambil menopak dagu dengan kedua tangannya.Nara yang juga belum lama tiba di kantor ikut
Karena Arka dan Rio harus pergi menjemput dokter Tio beserta istrinya jadilah Nara dan seisi kantornya malah ikut menemani Ara di UGD, bukan menemani lebih tepatnya mereka semua penasaran kenapa para dokter itu ramai-ramai menangis.“Mas sudah jangan diam begitu kenapa? Bikin takut orang tahu.” tegur Nara pada Ara yang hanya duduk diam di sebelahnya tanpa mengatakan apa pun.Ara yang tadi sempat terisak saat menghadapi kepergian Danu hanya menghela napas panjang.“Mas enggak mau makan?” tanya Galang yang baru datang sambil menyodorkan hamburger yang baru saja dibelinya bersama Nadira dari restoran cepat saji di depan mal.Namun bukannya menanggapi Ara malah hanya mengangkat kepala menatap ke arah Galang yang berdiri di hadapannya.“Ada apa mas?” tanya Galang yang kebingungan dengan maksud tatapan yang ditujukan kepadanya.Terlihat ada rasa penyelasan di mata Ara, ”Seharusnya jangan aku angkat waktu itu.” gumamnya pelan