Home / Romansa / Nasib calon menantu salah alamat / Bab III : Namaku juga Nara.

Share

Bab III : Namaku juga Nara.

Author: Meg Cloudy
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

 “Kamu tadi malam pulang diantar Nara?”tanya Arka pada adik bungsunya saat mereka duduk di meja makan untuk sarapan pagi ini.

 “Iya semalam kebetulan ketemu mas Ara.”jawab Nara singkat. Meski sudah bertahun-tahun tetap saja rasanya aneh kalau harus menyebut namanya sendiri untuk memanggil orang lain. Bagaimana bisa orangtuanya memberi ia sebuah nama yang cocok untuk anak laki-laki? Geruttu Nara dalam hati.

 Arka menganggukkan kepalanya dengan perlahan,”Kenapa dari kemarin kalian sering sekali kebetulan bertemu?”gumanya heran.

 “Hanya dua kali mas dan cukup dua kali.”sahut Nara cepat.

 “Memang kebetulan kamu yang mengatur?”tanya Arka tidak mengerti maksud adiknya yang tiba-tiba mengomel.

 “Ya soalnya kalau keseringan itu bukan kebetulan tapi takdir.”sahut ibu Linda tiba-tiba menimpali perbicaraan anak-anaknya.

 “Mama lagi pagi-pagi pakai bawa-bawa takdir.”gumam Nara begitu mendengar kata-kata ibunya.

#

 Pagi ini ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Karena menjelang akhir tahun ada banyak pasangan yang akan melangsungkan acara resepsi pernikahan.

 “Kamu sudah kirim hasil foto ke klien?”tanya Zia pada Nadira.

 Nadira mengangguk,”Sudah semua mbak. Total ada empat klien yang hasil fotonya sudah selesai.”jelasnya.

 “Klien baru mbak Embun yang akan urus hari ini.”kata Nara pada Zia.

 Zia melihat nama-nama klien baru mereka lalu mengangguk,”Siang ini mbak Embun sudah mengatur janji untuk bertemu. Jadi enggak akan datang ke kantor.”katanya menanggapi rekan kerjanya itu,”Kamu bukannya harus buat janji sama mbak Khansa untuk gaun foto Alya?”tanya Zia mengingatkan.

 Nara menghela napas panjang sambil menepuk pelan kepalanya sendiri,”Aku lupa!”jawabnya panik.

 “Kamu lupa? Kok bisa? Sejak kapan? Aku kira kamu enggak tahu kalau kosakata lupa itu ada.”sahut Zia yang terkejut mendengar jawaban Nara.

 Di antara teman-teman kampusnya Nara memang terkenal sangat alot jika sudah berhubungan dengan jadwal dan urusan tugas. Segala sesuatunya selalu teratur dan terencana dengan baik. Tidak bisa tiba-tiba ada perubahan atau menggunakan lupa sebagai alasan.

 “Kemarin itu habis ketemu Alya dan Devan seharusnya aku langsung ke butik mbak Khansa.”kata Nara sambil menopak wajah dengan kedua tangannya,

 “Terus kenapa kamu bisa lupa?”tanya Zia bingung.

 Nara memutar matanya,”Mas Ara tiba-tiba minta tolong dibantu cari hadiah untuk mamanya.”jawabnya.

 “Dan kamu mau?”tanya Zia tidak percaya.

 “Enggak pakai nanya. Tanganku langsung ditarik ke sana kemari.”gerutu Nara melanjutkan ceritanya,”Nanti sore habis jam kantor aku ke tempat mbak Khansa deh.”katanya lagi.

#

 “Mbak Nara masih belum mau pulang?”tanya Galang yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya.

 Hampir jam tujuh malam, Zia dan Nadira sudah lebih dulu pulang sedangkan Galang masih harus mengatur jadwal rekanan fotografer dan videografer untuk pasangan yang mengadakan resepsi bulan ini. Nara sendiri harus merapikan laporan keuangan bulan ini.

 “Masih belum selesai. Kamu duluan saja.”jawab Nara sambil melambaikan tangannya.

 Setelah Galang pulang Nara kembali asyik dengan pekerjaannya. Keheningan memenuhi ruang kantor sampai akhirnya terdengar suara jari yang mengetuk meja kerja Nara.

 “Masih sibuk saja mbak?”panggil Ara begitu masuk. 

 Nara mengalihkan pandangannya dari layar laptop lalu mengejap-ngejapkan matanya karena terkejut dengan pria yang tiba-tiba muncul di hadapannya,”Mas Ara? Bagaimana bisa di sini?”tanyanya.

 “Masuk lewat pintu depan.”jawab Ara santai sambil meletakan sebuah kantong kertas di meja kerja Nara lalu mendorongnya dengan perlahan.

 Dengan wajah bingung Nara membuka kantong yang disodorkan kepadanya lalu memandang Ara dengan tatapan aneh,”Ini apa mas?”tanyanya heran.

 “Kemarin kan kamu bilang lagi cari dompet kartu.”jawab Ara ringan. 

 Tadi malam dalam perjalanan pulang Nara sempat mengatakan pada Ara kalau dirinya sedang mencari tempat untuk meletakan kartu-kartunya dan karena merasa bersalah sudah mengacaukan rencana Nara semalam maka Ara membelikan dompet kartu yang sedang Nara butuhkan.

 Nara menghela napas panjang,”Aku itu memang lagi cari dompet kartu tapi bukan dompet kartu dengan harga hampir tujuh juta mas!”ocehnya sambil menunjuk merek yang ada pada dompet kartu yang baru saja diberikan oleh Ara.

#

 “Mas kemarin itu beli kalung untuk mama ide siapa?”tanya Nathan dengan wajah penuh kecurigaan pada kakak sulungnya pagi ini saat mereka berpapasan di depan pintu kamar.

 “Serius banget mukamu.”sahut Ara tanpa menjawab pertanyaan adiknya itu.

 Nathan memutar matanya,”Mas kan selalu kasih mama hadiah yang enggak diperlukan. Mama saja menerimanya dari senang sampai kesal.”ujarnya.

 “Enak saja. Tas itu benda yang diperlukan, sepatu juga barang penting. Ditambah lagi itu merek mahal jadi bisa dijual lagi.”jawab Ara tidak terima.

 “Mas kalau modelnya terlalu aneh itu enggak bisa dipakai juga jadinya dan kalau pun dijual siapa yang mau beli?”oceh Nathan mengingatkan kalau sifat cuek kakaknya dalam memilih sesuatu sering kali membuat masalah.

#.

 “Itu muka kenapa?”tanya Embun sambil menunjuk wajah Nara yang berhiaskan lingkaran hitam pada matanya.

 “Lagi-lagi aku lupa ke tempat mbak Khansa.”jawab Nara dengan wajah pucat dan lelah.

 “Kenapa bisa lupa lagi?”tanya Zia heran dengan dahi berkerut.

 Nara menghela napas dengan perasaan merana. Sepanjang malam dirinya berusaha untuk menolak dompet kartu dengan harga tidak masuk akal yang diberikan oleh Ara namun tetap berakhir sia-sia karena sampai sekarang dompet itu masih ada di dalam tasnya. 

 “Sudah sekarang saja kamu ke sana.”kata Embun akhirnya tanpa menunggu jawaban Nara.

 “Mana bisa mbak, kita kan sekarang mau ketemu rekanan foto yang baru.”sahut Nara mengingatkan.

#

 “Kamu tahu informasi tentang organ palsu enggak?”tanya Ara saat dirinya dan Arka sama-sama mendapat panggilan di ruang ICU.

 “Pasien kecelakaan pagi tadi jadi diamputasi?”tanya Arka memastikan,”Bisa ditanya ke bagian fisioterapi di lantai satu.”katanya lagi. 

 Ara mengangguk membenarkan,”Kondisinya sudah enggak memungkinkan untuk dipertahankan.”jelasnya sambil menghela napas,”Usia pasien masih muda pasti jika cepat melakukan terapi tidak akan ada masalah untuk aktifitas sehari-hari .”katanya lagi.

 “Siapa juga yang bisa menduga bisa terjadi kecelakaan beruntun seperti itu.”kata Arka menanggapi,

#

 Sekitar jam empat sore Nara dan Embun baru tiba kembali ke kantor.

 “Aku langsung pulang ya.”pamit Embun setelah mengambil laptopnya yang tertinggal di kantor.

 “Mbak Nara juga pulang saja.”kata Nadira sambil menunjuk wajah bosnya yang tampak kelelahan.

 Nara memutar matanya,”Kamu benar! Aku memang harus pergi ke butik mbak Khansa.”katanya sambil berjalan keluar kantor.

 Galang menghela napas lalu menoleh ke arah rekan kerjanya,”Kayaknya mbak Nara itu enggak paham maksudmu Nad. Isi kepalanya cuma kerjaan”katanya pada Nadira yang kini terlihat bingung.

#

 “Kamu kan bisa telepon kalau enggak sempat kemari.”kata Khansa sambil tertawa.

 “Cuma beda gedung kalau sampai harus telepon kayaknya aku yang kebangetan.”ujar Nara ikut tertawa.

 “Kalau enggak sempat kemari itu berarti kamu sibuk, banyak klien.”kata Khansa lagi.

 Nara memasang wajah merana mengingat kalau beberapa hari ini dirinya bukan sibuk mengurus klien tapi sahabat kakaknya yang bolak balik mengacaukan harinya. 

 “Jadi minggu depan ya aku buat jadwal kliennya untuk datang.”kata-kata Khansa membuyarkan pikiran Nara.

#

 “Kamu sendiri yang janji untuk mengantar mama pergi belanja sore ini.”ujar ibu Ratih pada putra sulung yang baru muncul setelah di telepon berkali-kali.

 Ara berusaha mengatur irama napasnya,”Maaf ma tadi ada panggilan di ICU.”jelasnya singkat.

 “Sudah hampir satu jam mama menunggu. Seharusnya kemarin mama minta Nathan saja yang mengantar.”kata ibu Ratih sambil menggelengkan kepala.

 “Nathan tadi pagi harus berangkat ke Bandung ma.”jawab Ara mengingatkan ibunya.

 “Oh iya mama lupa.”sahut ibu Ratih sambil tersenyum malu, lalu bergegas menarik lengan putranya.

#

 “Nara?”panggil Ara.

 Lagi-lagi mereka berpapasan, bertemu tanpa direncanakan. Nara yang baru keluar dari butik milik Khansa tidak menyadari kalau dirinya sedang berjalan melewati Ara dan ibu Ratih.

 “Nara?”tanya ibu Ratih bingung sambil menatap putranya dan Nara secara bergantian.

 Nara dengan cepat memutar matanya, kenapa dirinya terus-terusan terjebak dalam situasi aneh seperti ini.

 “Iya tante. Namaku juga Nara.”jawab Nara akhirnya sambil menunjuk dirinya sendiri.

 “Jadi nama kami sama ma.”jelas Ara singkat

 Dalam hitungan detik wajah bingung ibu Ratih langsung berganti menjadi cerah dengan mata berbinar-binar,”Wah manisnya. Nama kalian bisa sama.”ujarnya sambil menggenggam kedua tangannya sendiri,”Kamu belum makan malamkan?”tanyanya tiba-tiba pada Nara lalu mengapit lengan gadis manis yang masih menatap dengan wajah bingung.

 Sudah pasti tidak menunggu jawaban dari Nara, ibu Ratih langsung menarik Nara untuk mengikutinya.

 Ara yang juga masih terkejut dengan perubahan sikap ibunya hanya menggelengkan kepala,”Dalam sekejap lupa sudah sama urusan belanja. Mana isi kulkas sudah kosong lagi.”gumamnya sambil mempercepat langkah kaki menyusul ibu dan gadis yang tiba-tiba selama beberapa hari ini dikira pacarnya.

#

 Selama hidupnya mungkin ini adalah makan malam terumit dalam hidup Nara. Kenapa juga dirinya jadi terjebak dalam keadaan seperti ini? Aku kan bukan enggak laku! Mantan-mantanku juga oke. Lalu kenapa sekarang ia harus berhadapan dengan ibu teman baik kakaknya yang berpikir kalau dirinya adalah kekasih anaknya.

 “Nara kamu jangan melamun dong. Ayo pesan makanan.”teguran ibu Ratih langsung membuyarkan pikiran Nara.

 Nara mengangguk sambil tersenyum setelah itu mengalihkan pandangan ke arah Ara yang duduk di sebelahnya lalu menghujani pria itu dengan tatapan sebal.

#

 “Jadi kamu adiknya Arka?”tanya ibu Ratih terkejut.

 Nara mengangguk pelan,”Iya tante.”jawabnya.

 “Kok kamu enggak pernah cerita?”tanya ibu Ratih mengalihkan pandangan kepada putra sulungnya.

 “Mama enggak pernah tanya.”jawab Ara santai.

 Nara menghela napas pelan setelah mendengar jawaban Ara. Ia benar-benar penasaran bagaimana cara sahabat kakaknya itu bisa menjadi seorang dokter bedah? Dengan kepribadian yang cuek dan sangat santai seperti ini rasanya bisa-bisa membuat para pasien kesal.

 “Iya untuk apa juga ditanya?”gumam Nara pelan dengan bibir yang terkatup rapat sambil memukul lengan Ara. Mata Nara bergerak-gerak memberi isyarat agar Ara segera mengajak mereka pulang. Sebelum pembicaran menjadi semakin panjang dan kacau.

Related chapters

  • Nasib calon menantu salah alamat    Bab IV : Juragan emas.

    Mata Embun membesar begitu selesai mendengar cerita Nara.“Kamu makan malam sama mamanya Ara?”tanyanya memastikan.Nara hanya bisa menghela napas dengan wajah merana,”Kayaknya enggak cukup kacau dengan aku terus-terusan kebetulan ketemu sama mas Ara. Kemarin harus banget ditambah sama ketemu tante Ratih.”gumamnya tak berdaya.“Kamu enggak minta Ara untuk kasih tahu mamanya?”tanya Embun lagi,”Terus kata kamu kemarin itu Ara sudah punya pacar. Kalau tiba-tiba kalian enggak sengaja ketemu apa tidak jadi runyam?”tambahnya mengingatkan.#“Sayang, kita hari ini jadi ketemu?”tanya Ara memastikan saat menelepon Davina pagi ini.“Jadwal operasiku sampai jam tiga sore.”jawab Davina yang sedang melangkah menuju ruang prakteknya.“Aku praktek sampai jam empat hari ini. Kalau begitu kita ketemu waktu jam makan malam.”kata Ara memutuskan.Davina memutar matanya,”Sayang, tapi jangan terlalu malam ya pulangnya. Soalnya aku har

  • Nasib calon menantu salah alamat    Bab V : Saat ibumu sudah jatuh cinta, suaramu takkan terdengar.

    “Itu muka kenapa?”tanya Arka begitu melihat wajah sahabatnya pagi ini.Ara mengusap wajahnya sendiri dengan salah satu tangan,”Davina tiba-tiba minta dijemput.”jawabnya tak bertenaga.“Tadi malam?”tanya Arka heran dengan salah satu alis terangkat.“Sekitar lima jam yang lalu.”sahut Ara memutar matanya.“Dia pulang jam tiga pagi?!”suara Arka terdengar meninggi begitu menyadari penyebab sahabatnya kurang tidur,”Terus dia bisa ke rumah sakit pagi ini?”tanyanya kemudian dengan suara yang tiba-tiba berbisik.Ara langsung tertawa begitu mendengar perubahan cara bicara sahabatnya itu,”Pertanyaannya kita juga sebelumnya enggak pernah tahukan kalau ternyata dia suka banget keluar malam?”jawabnya sambil memiringkan kepala.Arka mengangguk,”Benar juga ya. Mukanya betul-betul enggak ada bedanya. Kurang tidur apa enggak sama saja.”gumamnya membenarkan.#“Kamu nanti sore ada janji sama Alya dan Devan?”tanya Zia pada Nara ya

  • Nasib calon menantu salah alamat    Bab VI : Ketemu di mana itu?

    “Pasien infeksi hati?”tanya Arka saat melihat sahabatnya sedang membaca berkas salah satu pasien.Ara mengangguk tanpa mengalihkan padangannya,”Sudah sampai bolak balik demam tapi tidak langsung diperiksa sudah sampai kuning kulitnya. Hari ini sudah langsung periksa laboratorium lengkap dan MRI.”jelasnya.“Padahal kalau sakit tinggal ke dokter. Kenapa harus tunggu sampai parah?”gerutu Arka sambil memasukkan kedua tangan di kedua kantong pada sisi jas kerjanya.“Sibuk dok. Enggak tahu kalau zaman sekarang waktu itu berharga?”sahut Ara singkat.“Kenapa orang enggak pernah sadar kalau sampai sakit waktu bakal terbuang dengan sia-sia?”gumam Arka lagi.Ara tertawa mendengar sahabatnya yang mengerutu pagi-pagi,”Karena kalau sampai enggak ada orang yang sakit, kita bakal sibuk main ponsel pak dokter.”sahutnya sambil menepuk bahu Arka lalu berjalan perg

  • Nasib calon menantu salah alamat    Bab VII : Enggak bisa diajak pulang.

    “Nara kamu masak mi instan pakai air satu panci?”tanya ibu Linda sambil menunjuk ke arah wastafel tempat putrinya sedang mengisi air,”Itu sampai luber.”katanya lagi.Nara terkejut dengan cepat iya mematikan keran air lalu menuang setengah isinya,”Maaf ma.”gumamnya.“Kenapa kamu minta maaf sama mama? Orang yang bayar tagihan airkan kamu juga.”sahut ibu Linda santai lalu berjalan menuju kamarnya.“Mama bisa saja.”kata Nara sambil tertawa lalu mengambil sebungkus mi instan.#Arka agak malam baru tiba di rumah ia masuk tanpa suara dan melihat adik bungsunya sedang duduk di meja makan, melamun dengan sepiring mi goreng yang belum disentuh. Perlahan Arka mengambil sesuap lalu suapan kedua kemudian suapan berikutnya namun karena makan terlalu cepat ia tersedak.“Mas Arka!”panggil Nara terkejut dan baru menyadari kehadiran kakaknya. Mata Nara membesar saat melihat piring di hadapannya hampir kosong,”Kenapa dihabisin?!”omelnya.

  • Nasib calon menantu salah alamat    Bab VIII : Undangan harga setengah bulan gaji.

    “Kamu kenapa pagi-pagi ada di sini?”tanya Arka heran begitu melihat sahabatnya muncul di depan pintu rumahnya.Mata Ara berputar berusaha untuk membuat alasan bodoh yang bisa terdengar masuk akal.“Aku kebetulan lewat.”jawab Ara sambil membasahi bibirnya. Tadi malam ia tidak berhasil menjelaskan kepada Nara tentang acara keluarga yang harus mereka hadiri minggu depan dan gadis itu tidak membalas pesan ataupun mengangkat teleponnya.Arka mengangkat sebelah alisnya karena bingung,”Kamu dari mana sampai bisa lewat daerah sini?”tanyanya.Ara memasang wajah bodoh,”Kita cari sarapan saja yuk! Aku enggak sempat makan pagi nih.”pintanya tanpa menjawab pertanyaan yang Arka ajukan.#“Siapa yang datang?”tanya ibu Linda dari dalam rumah.Mendengar suara panggilan dari dalam rumah Ara menarik napas lega.“Itu dipanggil tante Linda.”kata Ara sembari menunjuk ke arah dalam rumah,”Aku tante!”jawabnya sambil berjalan masuk melewati

  • Nasib calon menantu salah alamat    Bab IX : Aku makan bukan karena suka!

    “Kamu sakit?”tanya Nara yang baru tiba di kantor saat melihat wajah pegawainya yang pucat.Nadira mengejap pelan lalu mengatur napasnya,”Mbak fotonya Lili dan Roni kena rembesan dari plafon yang bocor.”jelasnya panik.Nara berusaha memahami situasi,”Seberapa parah? Mbak Embun sudah datang?”tanyanya pelan.“Belum ada yang datang mbak.”jawab Nadira.“Kapan fotonya mau diambil?”tanya Nara memastikan.Nadira Kembali memasang wajah panik,”Harusnya sore ini.”jelasnya.“Coba aku lihat dulu.”ajak Nara sambil berjalan masuk ke dalam kantor.Noda cokelat yang menghiasi foto klien mereka terlihat begitu jelas dan karena permukaan kain yang digunakan sebagai media untuk mencetak foto, noda itu bisa menyerap dengan sempurna. Nara memutar matanya,”Kamu coba hubungi pihak studio untuk minta mereka cetak lagi lalu tanya kapan bisa selesai. Biar Lili dan Roni nanti aku yang hubungi.”katanya pada Nadira.#Embun dan Zia

  • Nasib calon menantu salah alamat    Bab X : Mau pulang saja susah amat!

    Nara memandang sahabat kakaknya dengan kesal.“Kamu enggak mau pulang? Ayo aku antar.”ujar Ara santai tanpa peduli dengan tatapan tajam yang diarahkan kepadanya.“Tolong dijelaskan bagaimana mobil ini bisa enggak menarik perhatian tetangga dan seisi rumahku?”tanya Nara dingin menunjuk ke arah mobil mahal milik Ara.Ara memamerkan deretan giginya,”Kita ke rumahku dulu kalau begitu.”ujarnya cepat.“Enggak usahlah mas. Aku naik taxi saja.”sahut Nara menunjuk deretan taxi di depan lobi hotel.“Jangan dong inikan sudah jam sepuluh malam. Masa kamu mau pulang naik taxi sendirian.”sahut Ara melarang.“Kalau kita harus ke rumah mas dulu juga akan makin malam aku pulangnya.”gerutu Nara datar.“Tenang kita hanya akan ganti mobil.”ujar Ara ringan sambil mendorong Nara masuk ke dalam mobil.#“Kata mas kita akan langsung ke rumahku?”protes Nara sebal dengan suara berbisik agar ibu Ratih tidak mendengar kata-katany

  • Nasib calon menantu salah alamat    Bab XI : Samudra Hindia

    Arka yang sedang bersiap-siap untuk makan malam kini menatap adik bungsunya yang tiba di rumah tidak lama setelah dirinya dengan wajah bingung,”Kamu bilang mau pulang tepat waktu karena capek?”tanyanya dengan alis terangkat sebelah mengingat Nara menolak untuk menunggu dirinya yang masih harus menanggani pasien di ruang ICU.Nara hanya tersenyum bodoh saat melihat Arka dengan tangan yang sedang sibuk menyendok nasi di meja makan bertanya kepadanya. Bagaimana dirinya bisa mengatakan kalau ia sekarang ini sangat ingin memasukkan sahabat kakaknya itu ke dalam kotak lalu melemparkannya ke samudra Hindia karena setiap kali selalu saja membawa masalah untuknya.“Kamu kok belakangan jadi sering makan malam-malam?”tanya Arka heran begitu melihat Nara mengambil piring dan ikut bergabung dengannya.Tiba-tiba ibu Linda yang keluar dari kamar untuk mengambil air minum malah ikut bergabung di meja makan begitu mendengar pembicaraan kedua anaknya,“Iya kamu d

Latest chapter

  • Nasib calon menantu salah alamat    Epilog

    “Mas dokter!” panggil pak Asep begitu melihat Ara.“Pak Asep? Apa kabar pak?” sahut Ara sambil tersenyum ramah, ”Sama siapa pak?” tanyanya.Pak Asep ikut tersenyum, ”Baik mas dokter.” jawabnya sambil menunjuk ke arah belakang punggung Ara, ”Menemani Indah bawa si kembar periksa.” jelasnya.Begitu menoleh Ara melihat sepasang anak berusia empat tahun sedang berlari ke arah mereka.“Siang mas dokter, sudah lama sekali. Apa kabar?” sapa Indah.Ara tersenyum begitu melihat Indah, ”Wah mereka sudah besar ya.” ujarnya sambil berjongkok menyapa si kembar, ”Kalian Nara kan?” tanyanya sambil tertawa.#“Nara belum datang?” tanya Arka sambil menganggukkan kepala begitu melihat pak Asep dan Indah.Ara melirik jam di pergelangan tangannya, ”Harusnya sudah di sini.” jawabnya sambil mencari, ”Itu dia.” katanya sambil menunjuk ke arah lift.#“Jalanan macet banget tadi.” jelas Nara napas terengah-engah.“Y

  • Nasib calon menantu salah alamat    Bab LXX : Akhirnya sadar.

    “Ya ampun ini jeng satu.” ujar Zia begitu tiba di kantor,”Ponsel kok ditinggal di kantor.”katanya sambil mengangkat ponsel milik Nara yang ada di atas meja.“Mbak Nara sudah pulang?” tanya Galang, ”Apa kalau enggak kita titip ke mas Arka saja? Mungkin mas Arka belum pulang.” sarannya sambil menunjuk ke arah bangunan sebelah.“Tapi teleponnya mas Arka enggak diangkat nih.” kata Zia saat mencoba menelepon Arka dengan menggunakan ponsel milik sahabatnya itu.#“Arka belum selesai ya.” gumam Ara begitu keluar dari ruang operasi, ”Mau pulang? Apa makan dulu ya? Kenapa aku jadi bingung begini.” ujarnya pada dirinya sendiri, ”Itu anak lagi ngapain ya? Kok bisa sih sudah seminggu dia benar-benar enggak nyariin aku.” keluh Ara tanpa sadar sambil menatap ponselnya.#“Halo?” jawab Ara tanpa sadar malah tersenyum lebar begitu melihat siapa yang meneleponnya.“Halo mas!” balas Zia cepat.Begitu mendengar suara Zia yang menjawab,

  • Nasib calon menantu salah alamat    Bab LXIX : Harusnya patah hati.

    “Kok kamu enggak tanya apa-apa?” tanya Ara begitu duduk berhadapan dengan Davina.“Memang ada apa lagi yang bisa aku tanya?” balas Davina sedikit ketus, ”Bisa-bisanya dirimu enggak cerita sama sekali.” omelnya lagi.“Maaf aku juga bingung harus bagaimana ceritanya.” jelas Ara memberi alasan.“Kamu sih benar-benar bikin aku malu di depan keluargamu. Mana baru pertama kali ketemu lagi.” keluh Davina sambil menahan senyum.Melihat kekasihnya itu tidak jadi marah Ara pun menghela napas lega.#“Kamu benaran mau pergi?” tanya Embun begitu melihat Nara menutup teleponnya.Nara menghela napas panjang, ”Memang aku punya pilihan untuk enggak pergi?” jawabnya.“Kayaknya tante Ratih tahu apa enggak, enggak banyak pengaruhnya.” komentar Zia menanggapi.#“Mama yang benar saja? Kalau mas tahu bagaimana?” oceh Nathan begitu tahu kalau ibu Ratih habis menelepon Nara.“Mama kan kangen sama Nara.” kata ibu Ratih m

  • Nasib calon menantu salah alamat    Bab LXVIII : Sering kumpul-kumpul?

    “Mbak! Itu tante Ratih datang.” ujar Nadira sambil berlari ke arah dalam kedai.“Ini kedai punya anaknya, sudah jelas tante Ratih pasti datang.” jawab Nara berusaha terdengar setenang mungkin padahal jantungnya tidak berhenti berdegup, apa lagi saat mendengar kalau kedua orangtuanya begitu bersemangat untuk menerima undangan dari Nathan.“Mbak! Tante Linda sama om Yono balik ke sini lagi sama mas Arka kapan?” kata Galang yang muncul dengan wajah panik beberapa saat kemudian, ”Itu tante Ratih sudah di depan.” katanya lagi tiba-tiba dengan suara berbisik.“Kamu telat.” balas Nadira cepat.#“Kok kalian masih di sini?” tanya Ara begitu melihat Zia sambil menunjuk penghuni kantor Nara yang lainnya.“Kami di sini sih enggak masalah mas.” jawab Zia dengan wajah cemas, ”Yang repot itu nanti tante Linda sama om Yono balik lagi sama mas Arka.” jelasnya cepat.Mendengar itu dalam hitungan detik Ara segera menghilang dari hadapan Z

  • Nasib calon menantu salah alamat    Bab LXVII : Ibu mertua siapa?

    “Kamu serius?” tanya Nathan memastikan begitu mendapat kabar dari Zinnia, rekan usahanya yang juga merupakan adik teman baiknya sejak masa SMA.“Iya mas. Bagaimana nih? Acaranya kan tinggal tiga hari lagi.” Jawab Zin cemas.Nathan mengetuk bagian belakang ponselnya sambil berpikir, ”Nanti biar aku yang coba cari gantinya.” kata Nathan akhirnya.#Ara dan Nara cukup lama saling berpandangan, keduanya tidak bisa langsung menanggapi pertanyaan yang diajukan oleh Arka. Untung saja Dewi dengan cepat membaca kepanikkan dua Nara itu, ”Sayang, sudah malam nih. Besok kan kamu juga ada jadwal operasi pagi.” katanya sambil mengapit lengan Arka, “Ayo kita pulang.” ajak Dewi dengan setengah memaksa sambil memberi isyarat pada Nara dengan menggerakkan kepalanya.“Iya mas sudah malam. Kami juga pulang dulu ya.” ujar Nara cepat segera menarik lengan Ara yang masih berdiri mematung dengan wajah kaku.#“Mas! Mas

  • Nasib calon menantu salah alamat    Bab LXVI : Efek terlalu sering bersama.

    “Mas Arka! Kok baru pulang?” tanya Nara saat keluar dari mobil dan berpapasan dengan kakaknya itu.“Habis seminar.” jawab Arka singkat, ”Kalian kenapa bisa sama-sama?” tanyanya heran.Ara yang tidak turun dari mobil hanya menurutkan kaca mobilnya, ”Mana ada seminar sampai jam sebelas malam?” tanyanya curiga.Arka tidak langsung menjawab mata-matanya bergerak-gerak cemas.“Mas kenapa malah kayak orang bingung begitu?” tanya Nara ikut menimpali.“Macet! Macet!” jawab Arka akhirnya, ”Jadi kenapa kalian bisa sama-sama?” ulangnya sengaja mengalihkan.”Terpaksa ketemu mas.” jawab Nara singkat.“Mustinya diriku yang bilang begitu.” balas Ara tidak terima, ”Tahu begitu tadi harusnya aku biarin kamu pulang sendiri.” gerutunya sebal.“Memang siapa yang suka diantarin pulang sama mas!” omel Nara dengan suara meninggi.Arka yang awalnya sempat panik dengan pertanyaan yang diajukan oleh Ara kini menarik

  • Nasib calon menantu salah alamat    Bab LXV : Puasa? Kurang berderma? Buang sial?

    “Mbak! Hasil video minggu kemarin enggak bisa dibuka!” seru Galang panik langsung menerobos masuk ke dalam ruang kerja ketiga mbak bosnya itu.Sontak ketiganya langsung menoleh menatap satu-satunya pria di kantor mereka itu.“Bagaimana bisa? Punya Alya dan Devan kan kemarin semua sudah di cek. Baik-baik saja kok.” ujar Embun yakin.Galang menunjuk ke arah luar ruangan, “Yang bermasalah itu punya Lusi dan Bima mbak.” terangnya dengan wajah yang dipenuhi dengan kecemasan.Mendengar itu mata Nara langsung membesar, ”Kok bisa? Kamu yakin kemarin enggak ada salah?” tanyanya memastikan.“Yakin mbak!” jawab Galang yakin.“Kamun coba cek lagi, kalau masih enggak bisa segera pergi ambil lagi video mentahannya ke tempat mas Baro.” ujar Zia cepat.“Nanti aku yang akan kasih tahu kantor mas Baro.” tambah Nara lagi.#“Ma aku sudah bilang kan dari kemarin. Itu bukan urusan kita.” jelas Ara untuk kesekian kalinya.

  • Nasib calon menantu salah alamat    Bab LXIV : Kamu, aku panik bersama. 

    “Wah! Ini hadiah ulang tahun buat mama?” tanya ibu Linda dengan mata berbinar begitu melihat batu kecil yang menghiasi kalung pemberian ke dua anaknya.Arka tanpa sadar tersenyum senang begitu melihat reaksi ibu Linda, ”Nara yang pilih ma. Terus Nara yang satu lagi kasih ide untuk kasih mama perhiasan.” jelasnya, “Wah! Aku baru tahu kalau mama suka sama benda yang satu ini.” komentar Arka yang tidak menyangka kalau ibunya akan sesenang ini.Ibu Linda yang masih memasang senyum lebar sibuk mengenakan kalung barunya, “Cuma wanita aneh yang menolak benda cantik begini.” katanya ringan.Nara yang mendengar kata-kata ibunya mau tidak mau mengingat dua kejadian waktu di mana dirinya ribut menolak pemberian Ara juga ibu Ratih.“Kamu kok malah bengong?” tegur ibu Linda sambil menyenggol lengan putrinya itu.#“Ini bagaimana dong?” keluh Zia sambil menopak dagu dengan kedua tangannya.Nara yang juga belum lama tiba di kantor ikut

  • Nasib calon menantu salah alamat    Bab LXIII : Bahaya toko perhiasan. 

    Karena Arka dan Rio harus pergi menjemput dokter Tio beserta istrinya jadilah Nara dan seisi kantornya malah ikut menemani Ara di UGD, bukan menemani lebih tepatnya mereka semua penasaran kenapa para dokter itu ramai-ramai menangis.“Mas sudah jangan diam begitu kenapa? Bikin takut orang tahu.” tegur Nara pada Ara yang hanya duduk diam di sebelahnya tanpa mengatakan apa pun.Ara yang tadi sempat terisak saat menghadapi kepergian Danu hanya menghela napas panjang.“Mas enggak mau makan?” tanya Galang yang baru datang sambil menyodorkan hamburger yang baru saja dibelinya bersama Nadira dari restoran cepat saji di depan mal.Namun bukannya menanggapi Ara malah hanya mengangkat kepala menatap ke arah Galang yang berdiri di hadapannya.“Ada apa mas?” tanya Galang yang kebingungan dengan maksud tatapan yang ditujukan kepadanya.Terlihat ada rasa penyelasan di mata Ara, ”Seharusnya jangan aku angkat waktu itu.” gumamnya pelan

DMCA.com Protection Status