Share

Bab 3

last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-28 17:06:22

NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP

Duduk di ruang tamu dengan kaki selonjor. Aku menarik napas panjang dan menghembuskan pelan. Hari ini kesabaranku benar-benar sedang diuji.

"Assalamu'alaikum." Terdengar suara Mas Ihsan yang baru pulang.

"Wa'alaikumsalam." Segera beranjak dari tempat duduk dan menghampiri pria berpostur tinggi dengan kulit sawo matang tersebut. Aku mencium punggung tangannya.

Sesaat Mas Ihsan menatapku lalu membuka topi dan mengambil handuk yang melingkar di leher.

"Aku ambilin minum dulu."

"Tidak usah. Mas sudah minum," jawabnya sambil menjatuhkan bobot di kursi. Dia mengambil ponsel dari saku celana dan meletakkan di atas meja.

"Mas … aku pinjam ponselnya, ya?" Mengadahkan tangan di depan suami.

Dia pun langsung memberikan padaku.

Sebenarnya tidak ingin melihat group lagi, tapi aku penasaran. Dan ternyata banyak sekali chat baru yang masuk. Tadi pagi saat membuka lewat ponsel milik Bu Atik baru seratusan lebih. Sekarang hampir delapan ratusan chat.

Membaca dengan men'scroll cepat chat-chat tersebut. Ternyata benar, Bu Evi memberitahu pada anggota group kalau nasi kotak yang dia share tadi pagi adalah buatanku.

Ramai. Mereka saling membalas chat. Hari ini aku menjadi bahan bully'an hanya karena membuat nasi kotak yang tidak mewah. Bahkan Mbak Nar–penjual sayur tempat biasa aku belanja pun ikut berkomentar.

Dada ini bergetar hebat. Seluruh tubuhku terasa panas hingga menjalar ke ubun-ubun. Rasanya pengen menutup satu per satu mulut mereka.

Semua gara-gara segelintir orang yang merasa berkuasa karena memiliki materi lebih. Sehingga merasa berhak merendahkan orang lain.

Sebenarnya masih banyak warga dusun yang memiliki hati baik. Tapi bisa apa, kalau segelintir orang tidak punya hati tersebut sudah seperti seorang pemimpin yang mesti dianut dan diikuti.

Perlahan Mas Ihsan mengambil kembali ponsel tersebut dari tanganku.

"Kamu pengen merasa tenang 'kan Dek. Begini caranya." Tiba-tiba Mas Ihsan menekan titik tiga di pojok layar kemudian keluar dari group dusun tersebut. "Untuk apa masuk group yang isinya hanya saling menjelekkan, saling pamer dan saling merendahkan satu sama lain."

"Apa Mas Ihsan tahu soal–,"

"Tahu. Beritanya sudah tersebar di dusun ini," jawabnya sebelum aku selesai bicara.

"Ma-Mas dengar sendiri?"

"Tidak, tadi Mbak Lia yang memberitahu Mas. Kebetulan dia naik angkot yang Mas bawa."

"Maaf, ya, Mas. Keluarga kita dipermalukan begini karena aku bikin nasi kotak yang tidak sesuai dengan keinginan ibu-ibu lainnya."

"Kenapa mesti minta maaf. Justru Mas salut sama kamu karena berani menentang. Tidak memaksakan diri untuk membuat nasi kotak seperti yang mereka mau. Memang harus ada yang berani melawan segelintir orang seperti mereka."

"Jadi Mas tidak marah? Mas tidak malu?"

"Malu? Malu itu kalau kamu ikut-ikutan seperti mereka. Toh dusun lain saja adem ayem. Tidak mempermasalahkan soal menu nasi kotak."

Aku menarik napas lega dan berusaha menelaah setiap ucapan Mas Ihsan.

***

Pagi ini sengaja tetap belanja sayuran di tempat Mbak Nar. Meski kemarin aku lihat dia ikut komentar tidak mengenakkan hati.

Warung milik Mbak Nar memang tidak pernah sepi. Selalu saja ada ibu-ibu yang datang meski tidak belanja.

"Assalamu'alaikum," salamku pada semua. Ada yang menjawab, tapi ada juga yang cuek tanpa menghiraukan salam dariku.

"Idih, baperan," celetuk Mbak Nar sambil memasukkan belanjaan pembeli.

"Maksud Mbak Nar, saya?" tunjukku pada diri sendiri.

"Siapa lagi. Kamu keluar dari group, berarti baperan dong."

"Bukan baperan, Mbak. Lebih tepatnya menghindari dosa. Menjaga jari agar tidak mencari bahan untuk dijadikan ghibah. Seperti yang Mbak Nar lakukan kemarin, berkomentar sangat menyakitkan. Bahkan saya sampai tidak bisa membalas komentar kalian yang begitu aktif mengolok-olok nasi kotak buatan saya."

Semua terdiam. Mereka tidak bersuara seperti saat di group. Aku maklumi, karena sebagian memang hanya ikut-ikutan.

"Mbak Nar, sudah dicatat 'kan belanjaan hari ini," ucap salah satu Ibu yang kemarin juga nyinyir.

"Lha, ini ngutang lagi, Bu? Kemarin 'kan sudah kasbon banyak pas belanja untuk bikin nasi kotak. Masa' iya sekarang ngutang lagi."

Aku menoleh ke arahnya sambil memberikan senyum termanis.

"Y-ya nanti pasti aku bayar, Mbak. Nunggu suami gajian." Langsung pergi begitu saja.

"Tekor, dong saya," keluh Mbak Nar.

"Dihitung punya saya, Mbak," ucapku.

"Sudah? Cuma tauge sama teri asin saja? Pantes bikin menu nasi kotaknya biasa banget. Lha wong disesuaikan dengan makanan sehari-hari."

"Yang penting tidak ngutang 'kan Mbak."

Cep, Mbak Nar hanya memanyunkan bibir tanpa ada suara yang terdengar.

Bisa membungk*m mereka rasanya sangat puas.

-

Setelah sarapan, aku dan Mas Ihsan menuju tempat kerja bakti yang diadakan setiap hari minggu. Sebenarnya Mas Ihsan tidak ada libur kerja, secara dia sopir angkutan umum yang setiap hari memang harus menarik dan setor pada juragannya.

Tetapi khusus hari minggu, dia sudah izin kalau berangkat agak siang.

Sebelum sampai di kerumunan warga yang datang lebih dulu, Mas Ihsan meraih tanganku dan menggenggamnya.

"Gaya banget, sih, mereka. Sok mesra seperti orang banyak duit. Padahal bikin nasi kotak saja tidak mampu." Bu Evi dan gengnya mulai beraksi.

Bicaranya memang tidak keras, tapi cukup terdengar jelas untuk orang yang masih memiliki pendengaran normal.

Melepas genggaman Mas Ihsan, memberanikan diri berbaur di kelompok ibu-ibu termasuk bersama Bu Kadus.

"Dengerin, ya, ibu-ibu. Besok lagi kalau ada acara apapun kita semua harus kompak. Jangan seperti kemarin, sudah diberitahu untuk bikin nasi kotak dengan menu yang telah disepakati. Eh … masih saja ada yang ndablek."

Ternyata hari ini tema'nya masih sama. Membahas soal nasi kotak buatanku.

"Kalau menurut saya lebih baik sepakat dalam hal positif. Contohnya, tidak perlu memaksakan orang lain harus mengikuti keinginan kita. Seperti pembuatan nasi kotak kemarin. Kasihan 'kan sampai ada yang harus ngutang. Iya 'kan Bu Kadus," sahutku.

"Benar kata Mbak Suci. Sesuaikan saja dengan kemampuan masing-masing. Yang penting itu ikhlas. Jangan menjadi sebuah beban."

"Tapi semua juga untuk nama baik dusun. Masa' iya, warga sebanyak ini harus ngikutin satu orang," bela Bu Yati.

"Yakin untuk nama baik dusun? Bukan untuk mencari wah? Coba Bu Evi dan Bu Yati tanya sama ibu-ibu lainnya. Benarkah mereka tidak keberatan dengan aturan kalian ini?"

"Jelas tidak. Nyatanya mereka bikin menu sesuai yang telah disepakati, kecuali kamu, Ci. Iya 'kan ibu-ibu?" Suara Bu Evi melengking.

"Iya," jawab gengnya Bu Evi kompak.

Sedangkan yang lain menjawab pelan dan ragu.

"Yakin ibu-ibu semua tidak keberatan? Ini baru aturan menu membuat nasi kotak lho. Belum lagi kalau ada aturan lain. Seperti membuat seragam PKK yang harganya enam ratus ribu, mungkin" sindirku. Karena hal ini sudah sempat terdengar akan dibahas."

"A-apa yang dikatakan Mbak Suci memang benar. Kemarin saya sampai pinjam bank harian agar bisa membuat nasi kotak yang ditentukan ibu-ibu. Sa-saya takut kalau menu tidak sesuai akan jadi bahan omongan." Satu Ibu mulai berani bersuara.

"Halah, kamu itu 11/12 sama Suci. Sekarang angkat tangan ibu-ibu yang setuju dengan saya." Bu Evi berdiri dengan lagaknya yang angkuh dan sombong.

Bu Yati, Bu Atik serta geng mereka langsung tunjuk tangan. Tapi tidak dengan lainnya yang memilih tangannya tetap di bawah sambil mencabuti rumput. Pun dengan Bu Kadus.

Alhamdulillah, ternyata banyak warga yang sebenarnya keberatan dengan aturan dari Bu Evi.

Melihat hal tersebut sepertinya Bu Evi tidak terima. Dia meninggalkan kerja bakti tanpa berpamitan.

Bersambung

Bab terkait

  • Nasi Kotak   Bab 4

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP Setelah drama nasi kotak, aku merasa seperti di'asingkan. Sebagian warga dusun menjauhiku. Terutama yang dekat dengan Bu Evi. Bu Evi memang sangat diistimewakan. Pun dengan suaminya. Mungkin karena mereka orang berada. Bahkan bisa dibilang salah satu orang terkaya di daerahku. Suaminya memiliki pabrik tahu, pabrik bakmi dan juga rental mobil. Pekerjanya lumayan banyak, terutama bapak-bapak dusun sini. Bu Evi dan suaminya sering memberi sumbangan untuk dusun dan diumumkan sendiri saat ada acara.Dulu Mas Ihsan sempat kerja di sana beberapa bulan, tapi akhirnya memilih berhenti karena suatu hal. Pak Marno–suaminya Bu Evi marah besar saat Mas Ihsan tidak masuk kerja selama dua hari. Padahal waktu itu dia sedang sakit.—----------"Eh, Suci. Kebetulan kamu di luar," ucap Bu Yati. Aku yang sedang menyapu halaman langsung berhenti. "Ada apa, Bu?" "Emm … sebentar." Bu Yati terlihat memilah sesuatu di tangannya. "Ups, lupa. Anak kamu 'kan tidak dapat

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-28
  • Nasi Kotak   Bab 5

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP "Kok belum tidur, Dek?" "Aku tidak bisa tidur, Mas. Semakin hari perlakuan mereka pada keluarga kita sangat keterlaluan.""Maksud kamu, Bu Evi dan–.""Siapa lagi," memotong ucapan Mas Ihsan. "Kemarin nasi kotak buatanku jadi bahan bully'an. Tadi karena mug, Dila dijewer sampai telinganya merah. Belum lagi ucapan pedas yang membuat hati panas. Rasanya kesabaran ini habis. Aku pikir hidup di dusun tidak akan bertemu dengan orang-orang seperti keluargaku. Ternyata sama saja.""Apa kamu menyesal menikah dengan Mas?" "Aku tidak pernah menyesal menikah dan menjadi Ibu dari anak kamu. Aku justru bersyukur bisa memiliki suami dan mertua yang baik.""Tapi hidupmu jadi serba kekurangan. Sampai-sampai dihina oleh warga dusun sini. Padahal kamu anak orang berada."Aku tidak pernah menganggap terlahir dari keluarga kaya. Karena bagiku sama saja dengan lainnya. Ya … ayahku memang pemilik salah satu hotel bintang empat. Dia juga memiliki beberapa restaurant y

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-28
  • Nasi Kotak   Bab 6

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP "Maaf, Mak. Suci belanjanya lama. Terpaksa jalan kaki ke dusun sebelah beli beras sama gulanya," jelasku setelah mengucap salam.Emak terlihat aneh, beliau hanya diam tanpa menjawab ucapanku. Padahal biasanya, apapun yang aku katakan langsung ditanggapi. "Emak marah karena kelamaan nunggu Suci, ya? Ini minum buat siapa, Mak?" tanyaku ketika Emak membawa nampan yang atasnya ada segelas air putih."Ternyata menyedihkan sekali hidup kamu." Seketika pandanganku beralih pada sosok perempuan yang baru saja masuk dari belakang. Kaget bukan kepalang ketika melihat perempuan yang telah merebut Ayah dariku tiba-tiba ada di sini. Entah dari mana dia tahu keberadaanku. "Ngapain anda ke sini?" "Duh, sopan sekali. Orang tua datang bukannya disambut dengan cium tangan. Malah ketus begitu."Tersenyum getir. "Orang tua? Orang tua saya hanya Bunda Ratri yang sudah tiada. Dan kini Emak mertua adalah orang tua pengganti Bunda Ratri.""Mama ke sini bukan ngajakin

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-28
  • Nasi Kotak   Bab 7

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP "Ini, Pak." Setelah membayar taksi, aku pun langsung turun. Berdiri di depan pintu gerbang yang menjulang tinggi. Menatap rumah tiga tingkat dengan perpaduan cat dua warna ivory turquoise dan putih. Kedua warna tersebut adalah pilihanku dan Almarhum Bunda Ratri. Ternyata Ayah belum mengganti warna tersebutSetidaknya ada sedikit rasa bahagia ketika menginjakkan kaki ke rumah ini lagi setelah delapan tahun lamanya. "Cari siapa, Mbak?" tanya seorang pria mengenakan pakaian satpam. Sepertinya dia orang baru. Lantas Pak Imron ke mana? "Tolong buka gerbangnya!" "Mbak mau nyari siapa dulu. Di rumah ini tidak sembarangan orang bisa masuk.""Saya ingin bertemu Bapak Rudi Prayogo.""Maaf, ada keperluan apa? Bapak tidak bisa diganggu. Beliau sedang kurang sehat."Apa? Ayah sakit? Apa ini alasan Mama Ane datang menemuiku kemarin? Perempuan lic*k."Tolong buka sekarang. Kalau tidak saya akan teriak dan membuat pemilik rumah ini terganggu."Satpam tersebut

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-03
  • Nasi Kotak   Bab 8

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP "Pulang ke mana? Ini 'kan rumah kamu," jawab ayah ketika aku berpamitan. Sebenarnya masih ingin berlama-lama di sini, tapi kasihan Mas Ihsan, Dila dan juga Emak. "Sekarang Suci 'kan sudah punya suami, Yah. Jadi, ya, mesti ikut ke manapun dia tinggal." Ayah begitu sedih. Membuatku merasa berat meninggalkan beliau. "Ini buat kamu." Ayah memberikan sebuah ponsel keluaran terbaru. "Suci sudah punya, Yah. Dipakai berdua sama Mas Ihsan.""Jangan bikin Ayah sedih dengan menolaknya." Ayah memberikan lagi sebuah amplop cokelat ke tanganku. "Cash seratus juta cukup 'kan buat saku perjalanan? Sisanya Ayah transfer."Mengembalikan kembali amplop tersebut. "Kenapa? Ihsan melarangmu?"Mas Ihsan memang pernah bilang, kalau aku tidak boleh merepotkan orang tua. Dia akan berusaha semampunya untuk mencukupi semua kebutuhanku. Dan semua memang dibuktikan. Sedikit banyak hasil menarik angkutan selalu diberikan padaku. "Ayah tahu dia pria bertanggung jawab. Di

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-03
  • Nasi Kotak   Bab 9

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP "Kenapa, Pak?" tanyaku saat Pak Wan malah diam ketika memintanya ikut turun. "Mbak Suci beneran tinggal di rumah ini?"Aku mengangguk."Saya salut sama Mbak Suci. Anak orang berada, tapi bisa hidup sederhana. Padahal dari kecil Mbak Suci terbiasa hidup berkecukupan."Sebenarnya untuk hidup sederhana aku tidak begitu kaget. Karena dalam bergaul pun tidak pernah memilah teman hanya karena materi. Almarhumah Bunda Ratri juga tidak pernah menunjukkan kemewahan yang beliau miliki. Padahal beliau juga terlahir dari orang berada. Kekayaan yang dimiliki orang tuaku bukan dari mengandalkan warisan. Mereka bekerja keras untuk mencapai keberhasilan saat ini.Sebenarnya sifat Ayah pun hampir sama dengan Almarhumah Bunda Ratri. Hanya saja setelah menikah dengan perempuan yang salah, sekarang beliau terlalu mempermasalahkan soal materi.Orang tuaku memiliki tiga rumah mewah, salah satunya yang ditempati Ayah saat ini dan menjadi rumah utama. Serta Villa kelua

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-04
  • Nasi Kotak   Bab 10

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP Setelah pulang mengantar Dila, aku melihat di rumah Bu Atik banyak ibu-ibu sedang kumpul. Tidak berapa lama mereka keluar dari pintu gerbang dan melihat ke arahku yang baru saja memakirkan mobil. Membuka pintu belakang dan mengeluarkan beberapa kantong belanjaan. Tadi habis dari sekolah Dila, aku mampir ke mini market membeli segala kebutuhan pokok rumah dan juga jajan Dila."Ci, belanjanya banyak banget." Emak keluar dan membantuku. "Kebutuhan pokok, Mak. Mumpung ada rezeki.""Mampir, ibu-ibu," ucap emak ketika melihat ibu-ibu tersebut semakin mendekat ke rumah kami. Aku hanya geleng-geleng kepala melihat sikap mereka. "E-eh Emak. Mau ada acara, Mak? Kok belanja banyak," tanya salah satu dari mereka."Tidak ada. Emak saja kaget Suci belanja banyak begini.""Suci kok tiba-tiba banyak duit, ya. Padahal baru sehari jadi pembantu. Aneh," celetuk lainnya."Iya, aneh. Kerja satu bulan saja paling gaji pembantu berapa." Disusul ucapan demi ucapan y

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-05
  • Nasi Kotak   Bab 11

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP POV EVIKenapa badan jadi meriang begini. Jangan-jangan ucapan Suci kemarin tidak main-main. Aku mau dijadiin tumbalnya. "Ayo, Ma. Papa antar ke dokter sekarang," ajak suamiku."Sepertinya sakit Mama bukan sakit biasa, Pa," jawabku sambil mengusap bagian tubuh yang terasa nyeri."Bukan sakit biasa gimana?""Mending kita ke orang pintar saja, Pa." "Orang pintar?""Iya, sakit Mama ini karena mau dijadikan tumbal oleh Suci. Kemarin dia bilang sendiri. Banyak saksinya.""Suci istrinya Ihsan?""Siapa lagi. Ayo, Pa, cepetan. Mama takut."Akhirnya aku dan Mas Marno pergi ke tempat Mbah Sih–orang pintar yang cukup terkenal di daerah kami. Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di tempat perempuan tua yang umurnya sudah hampir seratus tahun itu. "Mbah, saya mau minta tolong. Apa benar ada orang yang mau menjadikan saya tumbal pesugihan?" tanyaku ketika sudah bertemu dengan Mbah Sih. Dia menatapku lalu memegang kepalaku dengan sedikit menekan. "Apa

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-05

Bab terbaru

  • Nasi Kotak   Bab 30 TAMAT

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP (TAMAT)Full Part"Cepetan ngomong, Bu! Lama.""Iya, nih. Biasanya kalau ngomentari orang cepet."Warga kembali riuh menunggu Bu Evi dan Bu Atik yang tidak segera bicara."Silahkan, siapa yang ingin bicara lebih dulu diantara kalian. Bu Evi atau Bu Atik," ucap Mas Ihsan.Bu Evi dan Bu Atik saling melempar pandang. "Saya yang akan bicara lebih dulu," terang Bu Atik.Dia berdiri dan berjalan mendekat ke arah kami duduk. Lalu membalikkan badan ke arah warga. Sebelum bicara, Bu Atik menatap semua orang yang ada di ruangan. Hingga akhirnya sebuah salam terucap mengawali pengakuan yang sebentar lagi akan didengar oleh warga dusun.Kakinya terlihat bergetar hebat. Sampai-sampai anaknya maju ke depan untuk memegangi tubuh Bu Atik. Kurang lebih lima belas menit Bu Atik mengakui semua perbuatan yang dia lakukan. Bahkan dia menjelaskan dengan detail bagaimana mereka memasukkan r*cun tikus di masakan yang dimasak Mbak Icik untuk Emak. Kami hanya bisa menge

  • Nasi Kotak   Bab 29

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP Setelah menunggu, akhirnya Ayah pun tiba bersama perempuan yang sebentar lagi akan terbongkar kebusukannya. Sikap Mama Ane terlihat biasa saja. Masih dengan gayanya yang modis dan raut wajah yang selalu menunjukkan keangkuhan. Apa Bu Evi memang belum memberitahu tentang kejahatan mereka yang sudah terbongkar? Baguslah. Biar menjadi kejutan yang indah. "Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam, Yah," jawabku dan Mas Ihsan yang menyambut Ayah di depan. "Ayah mau langsung melihat keadaan Emak. Boleh 'kan?" "Boleh, Yah. Ayo Suci antar ke kamar.""Pak Rudi, Bu Ane," sapa emak yang ternyata lebih dulu keluar kamar. "Assalamu'alaikum, Bu. Bagaimana keadaannya?" tanya ayah."Emak … kenapa tidak istirahat saja?" ucapku."Emak itu sudah tidak apa-apa. Badan juga sudah enakan. Masa' iya harus di kamar terus.""Alhamdulillah kalau keadaan Ibu sudah membaik.""Iya, Pak Rudi. Silahkan duduk! Mari Bu Ane."Aku menoleh ke arah Mama Ane yang sekedar basa-basi men

  • Nasi Kotak   Bab 28

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP "Apa? Seratus lima puluh juta? Uang sebanyak itu Bu Evi kantongi sendiri? Licik. Berarti saya cuma dimanfaatkan saja," protes Bu Atik.Bu Atik dan Bu Evi saling serang ucapan. Sikap mereka tak ubahnya kucing dan tikus. Lupa, kalau mereka satu geng yang sangat solid. Aku, Mas Ihsan dan Emak sengaja membiarkan keduanya berdebat sejenak. Sampai akhirnya suara mereka tidak terdengar lagi ketika Mas Ihsan mengajakku untuk melaporkan ke pihak berwajib. "Tolong, Mak. Jangan laporkan kami." Mereka menangkupkan kedua tangan sambil bersimpuh. "Ihsan, suruh mereka keluar dari kamar Emak.""Suci … Emak mau bicara sama kamu," ucap beliau ketika aku hendak keluar kamar mengikuti Mas Ihsan."Iya, Mak."Emak terdiam lalu menarik napas. "Masalah ini tidak perlu diperpanjang lewat jalur hukum.""Apa? Perbuatan mereka tidak bisa ditolerir lagi, Mak. Harus diberi efek jera agar berpikir dulu sebelum melakukan sesuatu. Apalagi menyangkut nyawa.""Emak tahu, tapi ….

  • Nasi Kotak   Bab 27

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP Tidak ada alasan menunda mengungkap kebenaran sesungguhnya. Setelah tadi Bu Atik terang-terangan bicara sendiri atas apa yang dia dan Bu Evi lakukan pada Emak, aku pun tidak tinggal diam. Jangan ditanya seberapa marahnya ketika aku mengetahui hal ini. Apalagi dalang dibalik semua adalah istri ayahku sendiri. —--------Mas Ihsan, Pak Kadus dan Mbak Icik melempar pandangan ke arahku. Mereka terlihat bingung ketika sengaja aku kumpulkan."Assalamu'alaikum." Salam dari luar. "Wa'alaikumsalam, masuk saja, Bu!" pintaku karena pintu memang terbuka lebar. Bu Atik masuk. Ternyata dia tidak datang sendiri. Melainkan bersama anaknya–Galih–ayahnya Putri. "Silahkan duduk," titahku."Ada apa ini, Dek?" Mas Ihsan mulai bicara. "Nanti Mas juga akan tahu. Kita masih menunggu seseorang lagi."Tadi malam aku bicara dengan Pak Marno dan Indah melalui sambungan telepon. Meminta mereka agar segera pulang dan mengantar Bu Evi ke sini. Dan tadi pagi-pagi sekali Pa

  • Nasi Kotak   Bab 26

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP POV EVIPonsel di tanganku seketika terlepas begitu saja. Tubuh ini serasa tak bertulang. Lemas. Suci … ternyata dia sudah mengetahui semuanya. Bu Atik, kamu. Kur*ng ajar."Ma, makanannya sudah datang. Buruan turun!" teriak Mas Marno dari lantai bawah. Selama di luar kota, kami menyewa sebuah villa milik teman Mas Marno. Aku sengaja mengajak semua orang rumah. Bahkan ART pun, untuk menghindari Suci dan Ihsan sementara waktu. Tapi ternyata semua sia-sia. Apa yang aku lakukan pada Emak telah diketahui oleh Suci. Sepertinya aku tidak usah pulang sekalian. Daripada nanti diseret ke pihak berwajib dan jadi cemoohan warga. Ya … lebih baik begitu."Ma … Papa panggil kok diam saja." Mas Marno datang ke kamar. "Mama tidak lapar," jawabku menahan kecemasan. "Lho, tadi katanya lapar. Gimana, sih, Mama ini.""Sudah, ya. Mendingan Papa keluar dan jangan ganggu. Mama pengen sendirian.""Terus tujuan Mama ngajakin liburan orang satu rumah dengan mendadak un

  • Nasi Kotak   Bab 25

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP "Emak sudah tidak apa-apa, Ci. Kamu dan Ihsan bisa balik lagi untuk mengurus hotel.""Tidak, Mak. Kami akan menunggu sampai Emak benar-benar sehat dan mengajak tinggal di sana," sahutku sambil memberikan obat."Benar kata Suci. Emak harus ikut kami. Ihsan tidak akan meninggalkan Emak sendirian lagi," sambung Mas Ihsan."Kejadian ini tidak bisa dianggap sepele. Jelas ada orang yang ingin mencelakai Emak. Suci akan mencaritahu siapa pelakunya."Terdengar ketukan pintu belakang yang menghentikan obrolan kami. Aku pun segera beranjak untuk melihat siapa yang datang. "Mbak Icik?""Saya buatin bubur dan terik tahu untuk Emak," terangnya sambil menunjukkan dua buah rantang. "Masuk saja, Mbak! Emak ada di kamar."Mbak Icik masuk dengan ragu-ragu. "Tidak apa-apa. Ayo, Mbak!" ajakku."San," sapa Mbak Icik.Mas Ihsan mengangguk dengan tatapan datar dan angkuh.Aku paham kenapa sikapnya seperti itu. Sebenarnya Mas Ihsan juga tidak bisa menyalahkan Mbak Ic

  • Nasi Kotak   Bab 24

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP Aku, Mas Ihsan dan Pak Kadus saling menatap satu sama lain untuk sesaat. Mungkin kami merasakan hal yang sama. Syok, setelah mendengar penjelasan dari dokter serta melihat sendiri hasil cek darah dan cek makanan yang dikonsumsi Emak dan Bu Kadus. Gulai daun singkong yang disantap mereka ternyata mengandung r*cun tikus. Ya … r*cun tikus. Kini yang menjadi pertanyaan kami, bagaimana bisa gulai daun singkong yang dimasak Mbak Icik mengandung r*cun."Aku harus menemui Mbak Icik sekarang, Dek," ucap Mas Ihsan dengan wajah gusar. "Kamu di sini saja nungguin Emak," sambungnya lagi."Saya ikut, Mas Ihsan," sambung Pak Kadus.Tidak mungkin Mbak Icik melakukan hal itu. Dia orang baik dan jujur. "Mas … biar aku saja yang menemui Mbak Icik." Memegang kedua tangannya, berusaha menenangkan.Setelah membujuk Mas Ihsan, akhirnya dia pun setuju. "Pak, antar saya pulang ke dusun," ucapku pada Pak Wan. Beliau baru saja sampai di RS setelah semalam aku suruh tidur

  • Nasi Kotak   Bab 23

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP "Bagaimana menurut kalian setelah tadi melihat keadaan hotel serta bertemu dengan semua karyawan?" tanya ayah padaku dan juga Mas Ihsan. "Baru juga perkenalan, sudah ditanya begitu. Mana mungkin mereka bisa menjawab. Yang tahu persis, ya, seperti Mas Ivan. Dia sudah beberapa tahun ikut mengurus hotel," sahut Gatha."Betul ucapan Gatha, Yah. Karena yang kami lihat tidak ada yang aneh. Tapi … kenapa bisa pemasukan hotel kita menurun drastis. Itu mesti diselidiki." Aku melirik ke arah Gatha dan Ivan. "Mama dari mana, sih?" tanya Gatha. Sepertinya dia butuh bantuan untuk membalasku."Barusan Mama ada telepon dari teman lama. Mereka ngajakin reuni. Sedang bahas apa ini, kok kelihatan pada tegang?" Mama Ane menarik kursi di sebelah Ayah dan duduk berhadapan denganku.Kami bisa kumpul hanya waktu makan bersama seperti ini. Khususnya makan malam. Ayah sudah menerapkan hal tersebut. Sesibuk apapun, saat makan malam harus kumpul. Meski aturan tersebut per

  • Nasi Kotak   Bab 22

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP POV EVI"Kenapa lihatin Mama seperti itu?" tanyaku pada Indah setelah mengantar Bu Ane sampai depan."Indah dengar semua pembicaraan perempuan tadi sama Mama," terangnya. "Pembicaraan biasa. Sudah sana, buruan antar Sakha les.""Jangan melakukan hal yang disuruh perempuan tadi, Ma. Itu tindakan kriminal." Segera membungk*m mulut Indah dan mendorongnya masuk ke dalam. "Hati-hati kamu bicara seperti itu. Nanti kalau sampai ada orang yang dengar bagaimana? Kamu seneng, ya, kalau Mama dapat masalah besar. Jangan pernah ikut campur urusan orang tua. Paham," tegasku pada Indah. Dia memang sok baik jadi orang. Aku masuk ke kamar dan mulai memikirkan rencana bagaimana membuat Emak celaka. Untuk melakukan hal tersebut tidak mungkin hanya seorang diri. Pastinya butuh seseorang yang mau membantu.Bu Yati? Tidak. Yang aku dengar sekarang dia mulai dekat dengan Emak setelah tahu Suci anak orang kaya. Pun ibu-ibu lain yang dulunya selalu patuh aturanku. Sung

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status