Share

Bab 53

last update Last Updated: 2023-04-18 11:36:12

Nayla membawa madunya itu ke ruang tengah. Ia siap untuk melayangkan berbagai macam pertanyaan yang sudah ia rangkai sejak mengetahui suaminya menikah lagi.

"Sekarang, katakan! Apa mau kamu biar bisa meninggalkan Mas Arham? Kau tidak pernah merasakan apa yang aku rasakan. Pernikahanku dan Mas Arham sempurna sebelum kamu datang. Dan kini, sebentar lagi akan hancur."

Berlian semakin tak tega. Ia tahu semua itu tetapi tak bisa berbuat apa-apa. Jika pergi lagi, Arham pasti akan marah dan seperti apa yang dikatakan tadi. Berlian akan menjadi istri durhaka. Terngiang-ngiang dalam benak, Berlian malah melamun.

"Jawab!" Nayla sampai lemas dan ia akhirnya terduduk di sofa. Kepalanya mulai berdenyut dan tubuhnya sudah tak berdaya lagi.

"Mbak, apakah kita benar-benar tidak bisa berdamai? Aku hanya ingin berteman dengan Mbak Nayla. Aku tidak punya siapa-siapa." Berlian ikut duduk di sebelah wanita itu.

"Hanya karena tak punya siapa-siapa, terus kamu merebut suami orang? Kamu fitnah suamiku da
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Naluri Sang Pendosa    Bab 54

    Berlian mengurungkan niatnya. Ia memegangi dada dan menyembunyikan suara rintihan dari tangis yang tak bisa ia bendung lagi. "Nay, kamu enggak apa-apa?" Arham menelisik wajah istrinya yang kini berada dalam dekapan."Aku hampir kehilangan nyawaku, Mas.""Apa?" Arham terkejut mendengarnya. Semakin menjadi lah prasangka yang ada di dalam kepalanya mengenai apa yang sudah terjadi pada dua istrinya.***Arham keluar dari kamar itu setelah memastikan Nayla tertidur kembali. Dengan sangat pelan, ia menutup pintu lalu melangkah mencari seseorang yang sejak sore itu tak terlihat lagi.Ia tidak siap kehilangan untuk yang kesekian kalinya. Setelah dicek ke ruang tengah, Arham juga tak melihat Berlian dan juga putrinya. Perasannya mulai tak enak.Arham kembali ke belakang dan melihat satu kamar yang biasanya memang ia gunakan untuk tidur siang tetapi kasurnya hanya muat satu orang. Begitu dibuka pintunya, ia melihat Berlian tidur di lantai hanya dengan beralaskan karpet saja. Wanita muda itu ti

    Last Updated : 2023-04-18
  • Naluri Sang Pendosa    Bab 55

    Arham mencoba menghindar lagi dan menangkis setiap serangan dari Nayla. "Kamu mau tau, kenapa? Sebab aku sudah mulai mencintainya! Aku tidak bisa menganggap pernikahan itu hanya untuk menutupi aibnya saja. Aku melakukan itu semua karena banyak faktor. Termasuk, saat kamu begitu boros dan lebih sibuk dengan teman-teman kamu!" Seperti petir menyambar malam itu, gemuruh dada Nayla tak bisa diatur. Ia terisak di atas sofa dengan wajah sembabnya karena tak terima.Dari ruangan lain, Berlian mendengar suara gaduh. Ia bangun dan mengusap kedua matanya. Suara tadi mendadak sudah tak terdengar lagi. Baru saja hendak berdiri, ia dikagetkan dengan kehadiran Arham. Pria itu memeluknya begitu erat. "Maafkan aku, Berlian. Aku telah salah menilaimu. Aku minta maaf karena sudah berprasangka buruk padamu." Berlian masih tak paham apa yang dikatakan suaminya itu. Gadis polos masih belum membalas dengan satu katapun.Arham merenggangkan pelukan dan menatap Berlian. "Apakah kamu benar hamil?" Kedua m

    Last Updated : 2023-04-18
  • Naluri Sang Pendosa    Bab 56

    Yoga mengikuti saran putranya. Mereka kembali memasuki mobil dan pulang membawa rasa kehilangan. "Papa belum bisa kabulkan permintaan Lela." Yoga bersuara. Sesekali menarik cairan dari dalam hidungnya."Apa, Pa?" Alby menoleh."Lela meminta Papa untuk membawa Berlian padanya. Tapi, semua sudah terlambat."Alby merasa bersalah juga. "Pa, ada satu hal yang ingin Alby katakan sama Papa. Alby tau, ini salah dan Alby janji akan bertaubat setelah bisa mendapatkan Berlian lagi.""Maksud kamu apa?" Yoga terkejut. "Maafkan Alby, Pa. Alby sudah menodai Berlian malam itu. Sehingga dia pergi dan tak mau kembali lagi." Dua mata Yoga mendelik. Ia tak percaya apa yang dikatakan Alby barusan. "Jangan main-main kamu, By! Jangan bicara sembarang dan jangan sekali lagi bicara seperti itu!" ***"Pokoknya, Papa, enggak mau tau! Kamu harus cari dia dan tanggung jawab. Jika dia tidak mau, Papa tidak segan-segan mengeluarkanmu dari daftar keluarga. Kamu sudah mencoreng arang di wajah Papa, By!" Begitu m

    Last Updated : 2023-04-18
  • Naluri Sang Pendosa    Bab 57

    "Saya hanya ingin bertanggung jawab atas apa yang sudah saya lakukan. Saya tau, dia sedang hamil. Tolong tunjukkan di mana dia tinggal.""Sayangnya, sampai kapanpun saya tidak akan membiarkan Anda bertemu dengan dia. Lantas, setelah bertemu dengannya, Anda mau apa? Meminta maaf atau apa?" Arham belum menunjukkan kemarahannya. "Saya hanya ingin bertemu dengan dia. Biarkan saya bicara baik-baik dengan Berlian.""Sudah, ya! Saya masih banyak pekerjaan. Tidak ada waktu untuk membicarakan tentang ini. Dia istri saya, hanya saya yang berhak atas dirinya. Mau bertemu dengan siapa atau pergi ke manapun, harus dengan seizin saya. Jadi, silakan kubur dalam-dalam keinginan Anda." Arham membalik badan dan segera pergi dari sana.Alby meremas tangannya sendiri. Ia tidak akan tinggal diam sebelum mendapatkan Berlian. Pria itu bergegas keluar dari gedung menjulang tinggi di tengah kota itu. Di tengah mengemudi mobilnya, Alby menerima panggilan dari orang suruhan semalam. Ia tersenyum licik setelah

    Last Updated : 2023-04-18
  • Naluri Sang Pendosa    Bab 58

    "Kalau begitu, aku tau apa yang harus aku lakukan." Seringai tajam melukis di bibir Alby. Mata hati telah buta karena cinta. .Siang itu, Arham menjemput Sherina di sekolah dan ternyata kata satpam sudah dijemput oleh seseorang. Kata pria berseragam putih itu, namanya Berlian. Sontak Arham tersenyum dan tenang. Ia segera memacu kendaraan besinya lagi membelah jalanan.Yang ia tuju sekarang adalah sebuah rumah sederhana yang ia hadiahkan untuk istri keduanya. Tak lupa membawa buah tangan untuk mereka. Seakan lupa dengan Nayla, pria itu terus memangkas jarak antara tempat ia berdiri dan sebuah pintu yang masih tertutup rapat."Assalamualaikum? Berlian, Sherina? Bukain, dong!" teriaknya dari luar. Namun, rumah itu tampak sepi. ***Suasana begitu sepi. Deru angin menyibak rambut pria itu. Seakan menekan keadaan yang semakin jelas. Tak ada siapapun di sana. Ingin bertanya tetangga, tetapi tak satupun yang pintunya terlihat terbuka. Arham jadi sungkan. Sejenak, pria berpeluh itu tertundu

    Last Updated : 2023-04-18
  • Naluri Sang Pendosa    Bab 59

    "Berlian, aku harus pulang. Nanti aku akan lapor polisi kalau perlu." Arham mendekati gadis yang masih tersedu itu. Ia menyentuh tangan dingin yang bertumpu satu sama lain. Lalu, meninggalkan sebuah kecupan manis di kening istri mudanya.Pria itu pergi begitu saja dan segera menancap pedal gas. Derau angin membawa dedaunan dan debu di antara putaran roda mobil. Membising suara di tengah ramainya pengendara. Masih terbesit rasa tak percaya, ketika putrinya hilang tanpa jejak. Arham tak bisa berpikir jernih hingga sampai di rumah, pria itu langsung terkena marah oleh mertuanya."Assalamualaikum?" Arham membuka pintu. Ia melihat sosok putri kecilnya sudah bermain di sana. Di ruang tamu bersama dengan sang Oma-nya yang tengah menyisir rambut Nayla."Kamu dari mana aja, sih, Ham?" Mertua yang memasang wajah muram itu berdiri segera. "Dari nyari Sherina. Aku tadi jemput ke sekolah dia, Ma. Tapi, di sana sudah enggak ada. Alhamdulillah, kalau dia sudah pulang." Arham pun langsung memeluk pu

    Last Updated : 2023-04-18
  • Naluri Sang Pendosa    Bab 60

    "Ada apa ini?" Arham menyerobot dengan sebuah pertanyaan."Berlian!" Arham mendekat."Pergi kamu, Mas Alby! Aku tidak mau lagi melihat wajahmu!" teriak Berlian lagi."Biarkan aku tanggung jawab atas anak itu, Berlian. Dia anakku. Jangan halangi aku untuk sekadar menyentuh lapisan yang melindunginya." Alby bersikukuh."Kalian berdua sejak kapan di sini?" Arham mulai bersuara."Mas, tolong usir dia dari sini," pinta Berlian pada Arham dengan mengiba. Gadis muda itu mendorong tangan Arham agar segera melaksanakan keinginannya."Tunggu, Berlian. Aku ingin tau sedikit, sejak kapan kalian di sini?" "Aku sudah sejak tadi di sini," sahut Alby."Bagaimanapun juga, ada kemungkinan dia memang ayah biologis dari anak ini, Berlian." Seketika bola mata Berlian mendelik mendengar ucapan Arham tadi. Dadanya naik turun dan ingin rasanya segera pergi dari sana.***"Apa, Mas, kamu bilang? Coba ulangi sekali lagi!" Berlian mundur dua langkah. Sampai kakinya membentur kursi di belakang.Seakan tak perc

    Last Updated : 2023-04-18
  • Naluri Sang Pendosa    Bab 61

    "Maaf, Anda siapanya?" Karena bingung, dokter pun menatap dua lelaki itu secara bergantian. "Saya suaminya, Dok." Arham menunjuk dirinya sendiri. "Kondisinya cukup drob, Pak. Saya harap, jangan buat dia tertekan. Luka di tangannya juga cukup dalam. Saya rasa, pasien mengalami stres berat. Sehingga mencoba bunuh diri."Mereka semua terkejut. Arham jadi tak tega untuk pulang. Bukan hanya perasaan saja yang hancur, tetapi rasa cemburu dengan Alby hanya bisa ditahan."Sekarang, boleh saya masuk, Dok?" Alby langsung menyerobot."Boleh, silakan." Dokter segera pergi dari sana setelah menjawab. Alby lebih dulu masuk, sementara Arham masih lama berpikir dan menimbang. Perasaannya pada Berlian mulai luntur dan ia tak tahu lagi harus bagaimana. Antara pulang atau melihat sejenak bagaimana kondisi istrinya. Bagaimanapun juga, Berlian masih tanggung jawabnya.*"Uhuuk. Uhuuk." Terbatuk-batuk, hingga dada terasa sakit. Ketika guncangan itu menyentak tubuhnya, Berlian kembali teringat ucapan san

    Last Updated : 2023-04-19

Latest chapter

  • Naluri Sang Pendosa    Bab 72

    Terusan berlia"Bagaimana aku tidak memikirkannya? Aku menikah dengan lelaki beristri. Yang sekarang telah berpisah tapi masih sama-sama masih saling mencintai. Aku tidak bisa begini terus, Mas. Kalian kembalilah. Aku akan pergi jauh-jauh dari kehidupan kalian.""Sudah kubilang, pernikahan bukan untuk mainan. Tidak semudah itu berpisah. Apalagi, aku sudah pernah merasakannya. Kalau memang aku dan Nayla ditakdirkan untuk kembali, maka dia harus menerimamu juga."Berlian pasrah saja. Sebenarnya, dia juga ragu. Namun, apa kata Arham, dia akan menurut saja.Setelah beberapa saat, Nayla membuka mata lagi. Yang pertama ia lihat, jelas adalah Arham. Lelaki yang senantiasa menemani. "Mas ...." Nayla langsung menggenggam tangan Arham."Kamu sudah mendingan? Makan dulu, ya? Aku suapin." Arham hendak meraih mangkuk yang ada di atas nakas. "Mas, kenapa dia ada di sini?" Nayla menatap Berlian yang terus menunduk. "Dia, kan, istriku, Nay." Nayla kembali menangis. Ia teringat sesuatu dan masih b

  • Naluri Sang Pendosa    Bab 71

    Fitnah yang akhirnya membawa Arham pada ruangan direktur. Di sana, dia berdiri dan menjawab setiap pertanyaan dari atasannya. "Saya harap, masalah kamu tidak menjadikan nilai kerjamu menurun. Kamu harus profesional, Ham. Kamu sudah mendapat nama baik di sini. Karirmu cemerlang tiga tahun berturut-turut.""Baik, Pak. Saya mohon undur diri dulu." Arham segera keluar. Ia tak sampai hati siapa yang telah membuat fitnah tentang dirinya. Ketika melewati beberapa karyawan lain pun, terdengar bisik-bisik. Mereka saling melirik dan berkata lirih. Tak peduli dengan itu, lepas istirahat siang, Arham menjemput putrinya. Ternyata Berlian ada di sana. Wanita muda dengan wajah yang tampak semakin cantik itu duduk bersebelahan dengan Sherina. Mereka langsung menyambut kedatangan Arham. "Kamu datang dengan siapa, Berlian?" "Aku ...." Berlian masih menimbang. Ia ragu ingin mengatakannya. "Katanya kamu enggak tau sekolahan Sherina di mana? Karena kita hanya datang sekali saat itu."Pertanyaan Arh

  • Naluri Sang Pendosa    Bab 70

    "Maaf, Sus. Saya ingin melihat siapa laki-laki yang bernama istri saya tadi." Ketika Arham menyebut Nayla masih istrinya, ada perasaan lain yang tiba-tiba muncul di hati Berlian. Namun, ia tak begitu mempermasalahkan."Baik, Pak." Suster membuka tutup kain itu. Tampak wajah pucat yang sudah tak bernyawa lagi.Yang paling terkejut melihat itu adalah Berlian. Dia sangat mengenal laki-laki itu. Air matanya lirih seketika. Ia teringat Yoga. Lelaki paling baik yang pernah ia temui. "Mas Alby." Air mata Berlian pecah. Ia menutup mulutnya dengan tangan. Suster pun segera menutup kembali dan membawa Alby ke ruang pengurusan jenazah. Lalu, akan menghubungi pihak keluarga. Dari sana, Berlian meminta pihak rumah sakit agar dia bisa ikut mengantar jenazah. Arham mengizinkan. Setelah selesai, jenazah langsung dimasukkan ke dalam mobil ambulans lagi. Di dalam sana, Berlian ikut masuk bersama dua lelaki di bagian belakang. Sepanjang perjalanan, tangisnya pecah dan hanya bisa berdo'a untuk pria ya

  • Naluri Sang Pendosa    Bab 69

    "Tapi, Om, saya juga punya tanggungan. Saya punya suami.""Lantas, kenapa suami kamu tidak ikut ke sini? Apakah dia menunggu seseorang di rumah sakit? Suami kamu masih cinta sama mantan istrinya?" Berlian semakin merasakan sesak dalam dadanya. Sejauh ini, ia memang melihat kalau Arham memang masih mencintai Nayla. Namun, Berlian sadar diri. Ia tidak berhak cemburu."Om, Ibu di mana? Berlian kangen sama Ibu? Apakah dia pergi juga?" Demi memendam rahasia kehidupannya, ia mengalihkan pembicaraan. "Ibumu sudah pergi juga." Berlian ternganga. Kelopak matanya berkedip begitu cepat untuk menghalau Air mata yang mengaburkan pandangan lagi. Butiran sebiji jagung mulai runtuh dan semakin sering."Dia menitipkan kamu padaku. Dia meminta maaf padamu. Dia juga sudah menjadi lebih baik sebelum kembali pada Tuhannya. Dia sudah bertaubat, Berlian. Sayang, dia tidak bisa bertemu denganmu di saat-saat terakhirnya." Yoga menceritakan semua.Berlian semakin terisak. Besok, ia meminta Yoga agar mengant

  • Naluri Sang Pendosa    Bab 68

    "Dia hanya masih belum terbiasa denganmu. Aku yakin, dengan kamu melebihkan rasa sabar, insyaallah dia pasti akan luluh juga. Tutuplah keburukan itu dengan kebaikan." Malam itu mereka habiskan dengan saling mendukung. Berlian sepakat akan mencoba kembali mendekati Sherina. Tak ada kata mudah sebelum dicoba. Mencoba tak cukup hanya sekali, mungkin kesakitan yang akan kamu dapat di awal. Namun, masih ada harapan untuk berhasil di kemudian hari.*Mobil hitam dengan kaca terbuka berhenti di sebuah halaman yang tampak bersih terawat. Namun, tampak sepi tak berpenghuni. Mereka bertiga turun dari mobil. Arham yang pertama mengetuk pintu setelah bel ia tekan dan tak ada yang membukakan."Assalamualaikum, Nay?" Pria itu berteriak. Di belakangnya, ada gadis yang sudah tak sabar ingin memeluk dan bertemu Nayla. Sudah berkali-kali diketuk, pintu tak juga dibuka. "Kok, Mama enggak buka pintu, ya? Mungkin lagi keluar, Sayang," katanya pada gadis kecil itu. Seketika wajah Sherina meredup. Ia ta

  • Naluri Sang Pendosa    Bab 67

    "Papa enggak akan marah, Tante. Pokoknya aku mau ketemu Mama." Terus begitu, Sherina menangis terisak-isak. Ia meronta sampai memukuli Berlian. "Sherina, kita tunggu Papa pulang kerja aja, ya? Tante beneran enggak tau rumah Mama kamu. Tante minta maaf, ya?" Berlian juga terus membujuk. Ia mengajak Sherina yang masih labil itu ke kamar lagi. Memeluknya dengan hangat dan menganggap sebagai anak sendiri. Mencoba menceritakan kisah-kisah dirinya yang berjuang sendiri, dengan sepenuh hati Berlian menenangkan hati gadis kecil itu. Mereka merebahkan diri di atas tempat tidur yang dihiasi berbagai macam pernak-pernik anak gadis dengan nuansa pinky.Jejak tangis Sherina masih jelas, tetapi dongeng dan sebagian kisah yang Berlian ceritakan belum selesai. Berlian terus menceritakan kebaikan Nayla dan Arham, hingga gadis kecil itu akhirnya tertidur pulas. *"Tante, katanya kita mau ke rumah Mama? Tante tadi sudah janji." Makan malam baru saja dimulai. Berlian kembali membatalkan suapan nasi

  • Naluri Sang Pendosa    Bab 66

    "Mas, anggap ini semua adalah sebuah pelajaran hidup. Sekarang kita harus benar-benar bertaubat. Kita sudah banyak berdosa. Jangan biarkan Sherina melihat dosa-dosa kita. Agar kelak, dia tidak mengulang kesalahan kita.""Kamu benar, Berlian. Kamu benar." Tangis Arham pecah saat itu juga. Mulai saat itu juga, kehidupan mereka berubah. Arham membawa mereka tinggal di rumah baru. Kehidupan berjalan beberapa Minggu dan Sherina kembali sekolah. Akan tetapi, gadis kecil itu tetap takut jika suatu saat tidak ada anak lain yang mau berteman dengannya. "Sherina, kamu sudah siap berangkat? Papa, sudah nungguin di meja depan." Berlian yang baru saja masuk ke dalam kamar gadis itu terkejut melihat Sherina melamun."Tante, aku malu kalau ditanya nanti di sekolah. Kenapa Papa sama Mama pisah." Berlian menghela napas panjang. "Sayang, tidak akan ada yang tahu. Bilang saja seperti biasanya kamu sekolah. Papa dan Mama kamu tetap sama. Tidak ada yang berubah.""Tapi, aku kangen sama Mama. Mama sama

  • Naluri Sang Pendosa    Bab 65

    "Maaf, kami akan segera memeriksanya." Suster mencegah pria itu larut dalam suasana. "Saya Papanya, Sus. Dia kemarin dengan Mamanya, tetapi kenapa sekarang jadi begini?" Kebingungan membuat Arham semakin mengganggu jalannya pertolongan dokter. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya dan kaki bergetar seperti tak bertulang. Hampir terjatuh tak bisa membayangkan apa saja yang sudah terjadi dengan gadis kecil itu. "Bapak, tunggu di luar ruangan saja. Biar kami periksa," kata suster lagi.Akhirnya, Arham pasrah. Ia hanya bisa menunggu saja. Bayangan tawa pada bibir Sherina terulang dalam ingatan. Ia merasakan begitu sempurna hidupnya dahulu. Akan tetapi, sekarang ujian pernikahan membuatnya tahu, bahwa semua akan berdampak pada anaknya. Arham segera menelpon Nayla. Akan tetapi, sampai beberapakali diulang tak juga diangkat. Pria itu bergumam dengan kesal. Ia meninggalkan pesan beruntun dan makian atas keteledoran Nayla sehingga membuat putri mereka yang harus menanggung semuanya. S

  • Naluri Sang Pendosa    Bab 64

    "Berlian!" Arham langsung mendekat dan meminta tolong. Ia langsung menggendong istrinya dan menaikkan ke atas ranjang rumah sakit. *"Apa? Dia sudah menceraikan kamu?" Alby terkejut ketika mereka sudah pergi dari sana dan kini mereka istirahat sejenak di sebuah kafe. Nayla mengangguk. Ia mengusap wajahnya yang sejak tadi basah karena air mata."Benar-benar keterlaluan dia. Bukannya Berlian yang dia ceraikan tapi malah kamu?" Alby menggeleng kepalanya. Tangannya mengepal di atas meja. Mereka tak tahu jika ada gadis kecil yang sudah mulai paham pembahasan orang dewasa. Sherina kecil hanya bisa tertunduk sedih. Ia seperti tidak diperhatikan dan memilih diam-diam pergi dari sana. Sejak tadi, Mamanya hanya sibuk dengan kesedihannya saja. Jalanan begitu ramai, sementara perutnya sudah mulai lapar. Gadis mungil itu memegangi perutnya dan terus berjalan. Ia ingin mencari Papanya lagi. "Lalu, rencana apa lagi yang akan kita lakukan? Kita sudah ketahuan, Nay." Alby meremas kepalanya. Ponse

DMCA.com Protection Status