Tringgggg!
Mendengar suara itu Martin langsung terbangun dari tidurnya, dan sadar bahwa Istrinya sudah tidak ada di sampingnya.
Martin langsung mematikan alarm yang membuatnya tersadar dari tidur nyenyaknya. "Oh tidak sudah jam 8 pagi," ucapnya saat sadar bahwa dia terlambat untuk bekerja.
Dengan lincah dia berdiri dan menuju kamarm andi, Martin melakukannya dengan sangatc epat, dia terlihat tergesa-gesa, setelah mandid ia memilih baju yang akan dia kenakan, seperti biasa rompi hitam, kemeja putih dan celana kain hitam, itulah pilihan seorang Martin Dailuna.
Setelah membereskan segalanya, Martinb erjalan cepat menuruni tangga, namun saat perjalanan menuju pintu matanya kemudian tersangkut dengan Andira yang sudah membersihkan sisa-sisa makanan yang ada di meja makanan. Seketika Martin lupa tujuannya, dia berjalan pelan menuju meja makan.
"Di mana yang lain?" tanya Martin pada Andira yang akan mengangkat piring menuju dapur.
"Yang lain sudah pergi Tuan, setelah sarapan," jawab Andira dengan suara lembut sambil menunduk.
"Dan tidak ada yang membangunkan saya?!" Suara Martin mulai membesar.
Terkejut akan suara Martin, Andira kini mengangkat kepalanya memandang Martin yang menatap tajam.
"Oh, maaf, maksudku..., Saya mau bekals arapan untuk di kantor," ucapnya kini terbata-bata, dia lalu duduk di kursi duduknya yang dikhususkan untuknya.
"Baik Tuan."
Dia kini masuk ke dapur menyiapkan makanan untuk Sang Majikan, dan saat dia menyiapkan makanan untuk Martin, dia mulai mengumpat tentang Martin, begini umpatnya, "Dasar, apa dia juga memperlakukan ibuku seperti ini, dia sungguh tidak tahu caranya bersikap lembut padaku, dia pemarah sekali.“
Andira kini berjalan membawa bekal untuk majikannya.
"Ini Tuan, bekal Anda." Andira mengulurkan tangannya.
Tanpa berkata apa-apa, Martin lantsung meraih tenpat makannya, dan pergi.
Sedang di sana Andira betul-betul merasa kesal akan majikannya itu, dan matanya menyipit memandang kepergian Martin Dailuna.
Dan Martin, dia kini menancap gas mobilnya, dan mengendarai mobilnya seperti sedang ada yang malaikat maut yang mengejarnya dari belakang.
"Bodoh sangat bodoh, kenapa aku harus meminta makanan pada gadis itu, eh!" Seakan dia menyesal telah berhenti saat melihat Andira.
Namun dalam hatinya terselip rasa tenang saat memandang gadis cantik yang bekerja sebagai pembantu di rumahnya itu.
Martin langsung menginjak rem mobilnya setelah sampai di hadapan kantornya, dia lalu memberikan kuncinya pada satpam untuk membawa mobilnya ke tempat parkir.
Lalu saat dipertengahan jalan Martin langsung disambut oleh asisten pribadinya.
"Pak, Bapak sudah ditunggu untuk rapat pagin ini, klien sudah menunggu Pak," ucap sistennya, sambil berjalan lincah di belakang Martin, namun Martin tak membalas ucapan sang asisten. Lalu masuk ke ruangannya dan mengambil berkas dengan lincahnya dia masih diikuti oleh sang asisten, setelah mendapatkan berkasnya dia langsung ke ruang rapat dan masuk dengan mengejutkan para pesertar apat.
Martin terkejut pada saat melihat pemimpin rapatnya adalah Raynaldi, adik ipar yang tidak disukai oleh Martin. Raynaldi dan Martin saling bertatap tapi tatapan Martin lebih mengarah pada rasa marah.
"Eh karena pemimpin yang sebenarnya sudah datang, maka rapat ini saya serahkan pada presiden perusahaan ini, Martin Dailuna," sambut Raynaldi.
"Kenapa? Tidak usah.“ Martin, suara serak dan dingin hanya menatap kesal ke arah Raynaldi.
Setelah rapat, hati Martin betul-betul panas, dia menerima Raynaldi hanya karena dia adalah adik Sarah istrinya, dia juga bahkan sangat tidak suka dengan sikap Raynaldi yang seakan bahwa dialah yang memiliki perusaahan Dailuna.
Lalu tidak lama kemudian seseorang mengetuk pintu Martin.
“Iya?" balas Martin.
Terbukalah pintunya dan ternyata adalaha sisten Martin, yang bernama Fainah.
"Pak, para klien mengajak Anda untuk makan siang Pak, apa Bapak ingin ikut?" tanya Fainah.
Lalu Martin tiba-tiba mengingat makanan yang dimasak oleh Andira. Dia berpikiran bahwa dia akan membawa makanan itu untuk dimakannya di depan klien.
"Baiklah, aku datang."
Tidak lama kemudian Martin berjalan membawa sebuah tempat makan berwarna biru langit, saat Martin berjalan semua pegawai di sana memandang Martin yang berjalan membawa tempat makan yang biasanya dipakai oleh anak sekolahan.
Sampailah Martin di kantin kantor khusus untuk para pekerja kantor. Martin dengan percaya dirinya duduk sambil menaruh botol minuman dan tempat makanannya, bukan hal biasa melihat seorang presiden perusahaan membawa bekal ke kantornya.
"Aku akan makan bekal makanan yang sudah disiapkan oleh istriku," ucap Martin, sambil tersenyum pada orang-orang yang ada di sekitarnya.
"Apa Kakakku yang memasaknya untukmu, sejak kapan Kakak pandai memasak?" balas Raynaldi.
Mata Martin melotot pada Raynaldi.
"Oh, baiklah tidak apa-apa lagi pula kami ingin mencoba masakan dari istri seorang presiden perusahaan sukses ini," ucap salah satu klien yang ada di sana.
"Tentu, tapi hanya sedikit saja, dia memasakkanku dengan harapan bahwa aku yang akan menghabiskan makanannya."
"Romantis sekali," ucap salah satu klien wanita yang ada di sana.
Martin membuka penutup tempat makannya dan mulai mengunya makanan buatan Andira, dan membagi sedikit untuk semua orang yang ada meja makan itu. Bahkan banyak yang menyukai masakan dari Andira.
"Wah aku punya usaha saus kacang, dan saus kacang buatan istri Anda sangat enak, kalau boleh aku ingin memasukkan saus kacang ini di menu rumah makan yang kumiliki."
Mendengar saus kacang, Martin langsung melotot, mengingat bahwa dia alergi dengan kacang.
"Apa saus..., Saus kacang?" Martin menelan ludah.
Si klien mengangguk.
"Mart, bukankah kau alergi kacang, dan bukankah Sarah tahu bahwa kau alergi, tidak mungkin dia memberimu makanan dari kacang-kacangan," sahut Raynaldi.
Lalu Martin melotot ke arah Raynaldi lagi, lalu berkata, "Kenapa tidak mungkin, dia selalue jngkel terhadapku, mungkin ini caranya untuk menghukum ku karena terlambat bangun pagi," balas Marin, dan tangannya sudah berada di perutnya, rasa sakit dan mual mulai terjadi padanya.
Dan beberapa yang ada di tempat itu mulai terkekeh dengan tingkah Martin. Martin kemudian berlari menuju toilet dan muntah di sana, perutnya begitu sakit, dia akan mengamuk setelah pulang, dia mungkin akan sangat marah pada Andira. Walau memuntahkan makanannya perut Martin masih saja sakit.
Sudah sangat lama Martin tidak memakank acang hingga lupa rasanya kacang, diab ahkan sudah tidak tahu bagaimanam embedakan saos kacang dengan saos biasa.E ntah apa yang akan diperbuat Martin setelah pulang ke rumah pada Andira yang tak tahua apa-apa.
Untuk pertama kalinya seorang Martin Dailuna mungkin akan mengeluarkan emosinya pada pembantu yang di rumahnya. Emosi sudah memuncak karena dia baru saja diberi saus kacang dimana dia alergi dengan saus kacang.Martin Dailuna menancap gas mobilnyadengan penuh kekesalan, kenapa tidak? Andira, baru saja memberi pria malang itu makanan yang sama sekali tidak ingin dimakan oleh seorang Martin Dailuna."Berani sekali dia menaruh kacangdi makananku, dia pikir dia siapa! Awas saja jika aku sampai di rumah, dia akanntahu, siapa Martin Dailuna sebenaranya!" oceh Martin saat dia sedang mengendarai mobilnya menuju rumah. Bukan hanya itu, dia juga memukul-mukul stir mobilnya karena begitu kesalnya pada gadis yang baru kemarin ia kenal.Martin langsung turun dari mobilnya saat sampai tepat di hadapan istana besar miliknya. Untung saja pintu rumahnya tidak terkunci membuat Martin tidak perlu mengetuk atau mengoceh di luar pintu. Oh ya, sebenarnya Martin suda
Tidak lama kemudian sejenak saat Martin Dailuna duduk dengan menyilangkan kakinya di atas sofa mewah yang berlantaikan rumput yang begitu hijau nan cerha, membuat Martin sadar bahwa ada bagian dari rumahnya yang berbeda, bagian yang memiliki suasana yang begitu indahnya, dan nyaman untuk ditempati, dan selama ini, Martin tidak tahu bahwa bagian indah itu ternyata jarang sekali ia kunjungi.Hidung mancung miliknya menghirup udara segar, merasakan hembusan udara menempel di kulitnya yang berwarna eksotis.Matanya memandang bunga-bunga indah yang berjejer menghiasi halaman belakang rumahnya, dia begitu menikmati suasan indah, udara segar, bersih dan terawat. Dan tak lama kemudian Andira datang membawa minuman dingin yang diminta oleh Martin, majikannya.Andira menaruh minuman itu di meja tepat di hadapan Martin, tidak seperti biasa mata Martin sengaja tidak memandang ke arah Andira, matanya fokus pada kupu-kupu yang berterbangan indah pada bunga-bunga d
***Aku Martin Dailuna, seorang pengusaha yang banyak disegani, yang memiliki segalanya, segala hal yang kuinginkan, apapun yang kuinginkan akan aku dapatkan, dan harus aku dapatkan.Walau hal yang kuinginkan mengandung dosa yang mungkin akan meleburkan aku ke dalam api, yang membakar setiap pecahan diriku hanya karena hal yang kuinginkan adalah yang terlarang.Dalam setiap hariku, setiap detik nafasku, aku menemukan seorang pria yang membosankan dalam diriku, seorang pria pengecut yang bersembunyi di balik jas kebesarannya dan takut menunjukan sisi lainnya. Lalu dia datang, yang membuatku terpaksa menunjuka sisi gila yang sudah lama tersembunyi. Dia yang menghilangkan rasa pengecut, dan ambisiku kemudian meningkat untuk memiliki segalanya, apapun itu, yang kuinginkan akan menjadi milikku. Aku pria yang mungkin bisa terlihat hina. Aku yang mungkin kehilangan sisi takutku, karena seorang gadis yang mencintai putraku, yang membuatku harus bersaing dengan putraku sendiri. Aku
Andira terlihat membersihkan ruang kerja Martin Dailuna yang terlihat lebih luas dari sebuah kamar, di dalamnya akan ditemukan rak-rak buku yang yang berisikan buku-buku yang banyak, dengan meja kerja yang di atasnya berkas-berkas penting, dan sebuah brangkas yang berada tepat di belakang meja Martin.Andira merapikan semuanya, hingga dia menemukan sebuah laci yang tak bisa terbuka, karena terkunci. Laci yang mampu membuat Andira merasa penasaran akan laci tersebut.Lama berada di sana, tiba-tiba seseorang membuka pintu. Menyadari itu Andira kembali merapikan berkas-berkas yang berserakan dan membersihkan debu yang menempel di buku-buku milik Martin.Yang membuka pintu ruangan Martin adalah seorang gadis yang tidak lain adalah Nadira.Dia masuk ke dalamnya dan matanya mengabaikan Andira karena melihat brangkas yang sama seperti brangkas di kantor Martin."Hei, kalau kau selsai keluar saja," ucap Nadira pada Andira yang
Sikap tenang walau sedang marah selalu di nampak kan oleh pria berkacamata ini, pria yang memiliki wajah kharismatik namun selalu bersikap dingin.Martin Dailuna, dia marah karena baru saja seseorang mencuri uang miliknya, dan dalam benaknya muncul pertanyaan, bagaimana bisa seseorang mengetahui kode brangkasnya.Setidaknya itulah yang dipikirkan Martin. Pria berkacamata itu kembali duduk di kursinya dan masih berfikir, tidak mungkin seseorangnmengetahui kodenya sedang istrinya saja tak tahu kode milik Martin.Uang yang disimpan Martin itu adalah uang untuk pegawai rumahnya, mulai dari pembantunya, tukang kebun, sopir pribadi anak-anaknya, hingga satpam di rumahnya.Walau Martin berfikir keras dia tidak menemukan kemungkinan siapa yang mencuri uangnya, tidak mungkin pekerja rumahnya, mereka mana ada yang berani, dan tidak mungkin keluarganya sendiri. Lama terdiam, Martin memilih untuk menunggu hingga makan malam dimana keluarganya
Martin memasuki kamar Andira, matanya mengitari ruangan kecil namun bersih dan rapi. Dia melihat biola milik Andira tersimpan rapih di atas meja, di sebalah biola itu terdapat buku bersampulkan coklat yang membuat Martin penasaran apa isi buku itu. Bisa jadi catatan Andira, atau resep makanan yang membuat makanannya sangat nikmat.Andira sendiri berdiri di samping tempat tidurnya, terpaku di sana sambil memandang Martin menggeledah kamarnya. Martin berjalan menuju meja yang di atasnya terdapat biola dan buku bersampulkan coklat."Darimana kau mendapatkan uang untuk satu biola, aku pikir biola cukup mahal untuk anak pembantu sepertimu?" tanya Martin. Ucapan yang mampu membuat Andira seketika menelan ludah, sepertinya Martin sedang meremehkan dirinya karena statusnya sebagai anak pembantu di rumah kaya milik Dailuna. "Itu milik ayahku, dia seorang pemusik, sampai dia meninggal dia berikan itu padaku," jawab Andira, untuk pertama kalinya dia berani memandang ke arah mata
Martin sudah melupakan uang miliknya yang hilang, toh dia sudah tahu siapa pencurinya. Anaknya sendiri, Nadira. Kini dia hanya ingin fokus pada Raisi dan juga Andira, kalau-kalau mereka saling menyukai kemudian saling mencintai itu akan menjadi masalah bagi Martin dan juga anak dan pembantu mudanya.Rasa ingin dekat dengan Andira semakin memuncak, apalagi dia dengan bebasnya menyentuh dagu, pipi, hingga leher Andira. Pria setengah baya itu tak kunjung menghilangkan imajinasi gelapnya terhadap Andira.Dia berada di dalam kamarnya, menunggu waktu membuatnya tertidur, namun tak kunjung karena kepalanya hanya ada Andira di dalamnya. Mata jernih milik Andira yang sangat disukai Martin untuk dipandangnya, kulit putih halus yang sangat ingin disentuh olehnya, hingga bibir merah yang ingin sekali dilumat oleh bibir milik Martin.Dia merenung.Imajinasi kotor Martin terhadap Andira semakin bermain dalam kepalanya. Dalam benaknya dia memikirkan bagaimana cara
"Anda pikir Anda siapa? Ya! Anda mungkin seorang majikan di rumah ini, seorang pemilik kekuasaan di kantor Anda, dan memiliki kuasa yang besar. Namun Anda sama sekali tidak berkuasa sepenuhnya atas diriku, Anda mungkin memiliki banyak hal tapi tidak segalanya. Anda tahu, Anda adalah orang paling menjijikkan yang pernah aku lihat. Dan pecat aku sekarang juga Tuan Martin Dailuna!" ucap Andira dengan nada menentang, dan menatap berani wajah Martin Dailuna.Mendengar itu, kemarahan Martin semakin memuncak, matanya nanar, dan dengan sigapnya, mendorong Andira dengan tangannya yang saat itu memegang tangan Andira dengan keras.Kini tubuh Andira terjepit, tubuhnya terhimpit antar Martin dan meja dapur. Kedua mata mereka saling memandang dengan kemarahan satu sama lain."Siapa kau? Siapa kau yang berkata seperti itu padaku? Dengar baik-baik, aku ini adalah Martin Dailuna, dan aku mendapatkan apa yang kuinginkan. Kau salah saat mengatakan bahwa aku tidak berkuasa a
"Kau sudah mendapatkan, dia kan?" tanya Ibrahim yang sekarang berada di hadapan Nigel. "Cepatlah akhiri ini, Nigel. Kau pasti akan segera mendapatkan apa yang kau inginkan, bukan?" Ibrahim yang saat ini duduk di hadapan meja Nigel dan Nigel tampak berpikir tetapi tidak senang dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Ibrahim. "Jangan terlalu tergesa-gesa, Ibrahim. Aku tahu kau sangat ingin membunuhnya sama seperti aku ingin sekali melenyapkan dia. Tapi kita tunggu, ya tunggu." Ibrahim tidak senang dengan aoa yang dikatakan Nigel, dia berdiri dan menghentakkan kursi, "Menunggu? Astaga aku sudah sangat lama menunggu dan menantikan momen ini, aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Apa yang sebenarnya kau rencanakan!" Nigel tersenyum dan ikut berdiri, "Aku sudah katakan padamu. Kau cukup menjaga Andira dan biarkan dia merasa nyaman di sini, karena sebentar lagi dia akan berguna," kaga Nigel yang sekarang berjalan ke arah pintu. Dia membuka pintu ruangan itu dan mempersilahkan Ibrah
"Nigel berhasil menangkap ayahmu, Raisi." Suara Litzia tenang. Sedangkan Raisi yang tampak tak berdaya itu hanya bisa menundukkan kepala. Dia lemas dan tidak tahu bagaimana dia akan merespon. "Akhirnya, dendam Nigel akan terselesaikan. Dia bisa menghabisi ayahku kapan saja. Tapi kenapa dia hanya menangkapnya?" Tatapan Raisi kini mengarah kepada Litzia yang terlihat tidak menemukan jawaban apa pun dari pertanyaan Raisi. Dia bahkan tidak tahu kenapa Nigel tidak menghabisi Martin saat ini juga. Kenapa dia harus menunggu waktu yang lama. "Entahlah, tapi untuk saat ini aku hanya mau kondisi mu lebih baik Raisi, kau harus makan sesuatu," kata Litzia yang masih menawarkan makanan untuk Raisi, "Jika tidak maka kau akan berada dalam kondisi yang buruk." "Saat ini aku bahkan jauh lebih buruk dari kematian itu sendiri, Litzia. Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya makanan." Litzia lalu meraih piring itu dan berusaha untuk membuat Raisi memakan sesuatu, dia menyuapi Raisi dan tidak akan pe
Martin terjatuh dan tidak bisa merasakan tubuhnya, apa yang baru saja dikatakan oleh Nigel adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Martin sudah kehilangan Nadira dan dia tidak bisa kehilangan anak lagi. Tubuhnya yang sudah mulai kurus itu terus dihentakkan lelah Nigel yang penuh dengan kebencian dan dendam. Yang pada akhirnya Nigel mendapatkan Martin hidup-hidup. Ini adalah sebuah kesempatan baginya. Bagi Nigel untuk memberikan penderitaan mutlak pada Martin Dailuna. Martin yang tidak berdaya diseret menuju bangunan tua yang cukup terlihat besar, dan tubuh itu langsung dijatuhkan di atas lantai yang lembab. "Bawa dia ke tempat yang seharusnya." Nigel yang terlihat berjalan pergi dan meninggalkan tubuh Martin yang setengah sadar dan tak berdaya. Dan kemudian dibawalah tubuh itu menuju ke tempat yang seharusnya, dan kemenangan Nigel sudah di depan mata. Andira, Raisi dan Martin, adalah pion untuk balas dendam Nigel. Di sisi lain ada Ibrahim yang sama sekali tidak terima Dnegan sikap
Lalu ketika itu, Martin yang tidak berdaya dan diseret paksa oleh Nigel membuat pria ini, yang sangat tak berdaya dan seolah tak bisa apa-apa dijatuhkan ke atas rerumputan yang lembab. Dia tentu tak bisa melakukan apa pun karena tak bersenjata dan tak ada yang bisa menyelamatkan Martin sekarang, dalam benak Martin mungkin inilah saatnya dia akan tiada. Tetapi apakah Martin akan menyerah bahkan sebelum dia bertemu dengan Andira dan juga Raisi, bagaimana jika kondisi Raisi dan Andira saat ini tidak lagi naik-naik saja dan dalam masalah yang besar? Martin tentu tidak ingin semua itu terjadi apa lagi untuk kehilangan seorang anak lagi, dia tidak mau dan tidak akan membiarkan hal yang tidak senonoh itu terjadi pada keluarganya. "Lihat sekarang diri mu, Martin, kau bukan siapa-siapa lagi dan kau tidak punya apa-apa, kau bahkan tidak tahu caranya melawanku, seakan kau bukan lagi Martin Dailuna." Tawa terdengar dari bibir Nigel, dia kemudian terbahak-bahak dan tak punya belas kasihan kep
Martin menendang senapan yang berada di tangan Nigel dan akhirnya senapan itu terjatuh di atas rerumputan basah di malam hari, dia berlari sekuat mungkin dan Nigel hanya tertawa, berpikir bahwa Martin tidak akan lolos. Senyum jahat tampak di bibirnya yang di mana saat ini, Martin berusaha keras untuk menghindari moncong senjata panas dari Nigel. Sementara itu, langkah kaki Nigel semakin cepat, dan mengikut dengan langkah kaki Martin yang berlari. Nigel menganggap bahwa pantang dilakukan oleh Martin adalah sesuatu yang sia-sia yang membuat Nigel tertawa terbahak-bahak. "Kali ini siapa yang akan menyelamatkan kau, ha, bukanlah yang telah memenjarakan aku selama ini! Martin. Aku selama ini menjadi pelindung kau, tapi apa balasan mu, ha!" Nigel membentak dan ketika Martin terjatuh, dia seolah terjatuh ke dalam sebuah memori yang pernah dialami olehnya sebelumnya, dia dikejar oleh Nigel ketika itu, saat Nigel diperintahkan oleh Mark untuk memata-matai Martin. "Aku tidak mungkin t
Masa lalu adalah yang paling menyakitkan dan yang paling ingin dilupakan oleh Martin Tapi sayangnya orang-orang yang berada di sekitar Martin selalu mengingatkan Martin terhadap Apa yang membuat pria setengah baya ini selalu terluka. Tak ada yang bisa dilakukan Martin sekarang di hadapan moncong senapan yang dihadapkan ke arah kepala Martin dan hanya satu gerakan saja ketika jari Nigel menarik pelatuk itu maka meledak lah kepala Martin. Sementara pria ini hanya menunggu kapan Nigel akan meledakkan kepalanya dan dia akan terbebas dengan apa yang selama ini terjadi tetapi sayangnya hal yang paling diinginkan Martin saat ini adalah untuk membebaskan Raisi dan Andira. Tetapi di mana Andira saat ini? Tentu Hal itu membuat Martin merasa bingung luar biasa dan ingin segera menemukan di mana mereka berdua karena jika Martin tiada sebelum menemukan Andira dan Raisi, maka kehidupan Martin akan berakhir dalam ketidaktenangan. "Sebelum kau menarik pelatuk itu, sebaiknya kau katakan apa yang s
"Aku tidak percaya aku bisa menemukan kau di sini, Martin Dailuna." Suara yang begitu mengagetkan, Martin yang berada di tengah hutan saat ini, di malam hari dan masih dalam perjalanan di mana dia harus menemukan bangunan tua di mana Nigel menyembunyikan Andira. Ketika Martin berbalik kemudian Martin melihat siapa yang berada di belakang Martin, yang di mana saat itu dan yang berada di belakang Martin ternyata adalah Nigel. Dengan senapan di tangan Nigel dan ditodongkan tepat ke arah kepala Martin membuat pria setengah bahaya ini langsung mengangkat kedua tangannya dan saling berhadapan dengan Nigel Dailuna. Beberapa kali Martin menelan saliva dan tentu saja terkejut dengan apa yang baru saja dilihat oleh Martin dan siapa yang berada di hadapan pria setengah baya ini. "Sangat mengejutkan bahwa aku bisa menemukan engkau di malam hari tepat di tengah hutan ketika aku sedang ingin berburu, yang pada akhirnya buruhan ku pun aku temukan." Nigel membuat Martin merasa bahwa Martin haru
Terjadi kekacauan antara Sarah dan Randy, di mana mereka berdua tidak ada satu pun yang bisa saling meredakan, kini hanya ada Ray yang melihat aksi Sarah dan Randy yang sekarang berlutut di lantai sambil meraih pecahan demi pecahan yang ada di atas lantai. Pecahan biola yang kini remuk dan tidak utuh lagi serta tali biola dan tak akan bisa utuh secara instan, atau mungkin dia harus membuang biola itu, Sarah langsung tersadar bahwa dia sedang melakukan sebuah kesalahan yang membuat hati Randy patah. Tentu hal ini membuat Sarah menyesal luar biasa, dia lalu dengan perlahan ikut berlutut di hadapan Randy sementara Ray hanya diam sambil menggelengkan kepala melihat aksi kakaknya itu. "Keluar." Randy bergumam dan Sarah mengabaikan ucapan Randy, dia tetap membantu Randy memungut serpihan biola itu, yang hanya membuat Randy merasa kesal dan berkata, "Aku bilang keluar dari sini!" Sebuah suara yang kini membentak dan membuat Saran terhentak. "Ibu minta maaf, sayang," kata Sarah tapi Randy
"Ibu hanya ingin memastikan, Randy bahwa sama sekali tidak ada masalah di sekolah lagi, agar kau bisa belajar dengan tenang, atau Ibu mungkin akan membawa kau ke sekolah lain," kata Sarah yang mengelus lembut rambut Randy tapi Randy memalingkan wajah dan tidak senang dengan jawaban sang ibu. "Itu hanya akan memperburuk masalah Ibu, jika Ibu datang ke sekolah dan memarahi anak nakal itu, maka mereka tidak akan berhenti mengganggu aku," kaya Randy dengan nada suara yang kesal. "Tapi sayang ibu hanya berusaha melakukan sesuatu yang terbaik untukmu," ucap Sarah sekali lagi tapi Randy tidak peduli, dia memalingkan wajah dan tidak senang dengan sang ibu, membuat Sarah merasa tersindir, dia sudah melakukan hal yang luar biasa untuk Randy tapi bahkan untuk saat ini Randy masih saja tidak melihat kepedulian ibunya sendiri. "Kenapa Ibu tidak bisa diam, seharusnya ibu duam saja dan tidak usah melakukan apa pun," kata Randy sambil menghentakkan tangan Sarah yang mengelus lembut rambut Randy, k