"Anda pikir Anda siapa? Ya! Anda mungkin seorang majikan di rumah ini, seorang pemilik kekuasaan di kantor Anda, dan memiliki kuasa yang besar. Namun Anda sama sekali tidak berkuasa sepenuhnya atas diriku, Anda mungkin memiliki banyak hal tapi tidak segalanya. Anda tahu, Anda adalah orang paling menjijikkan yang pernah aku lihat. Dan pecat aku sekarang juga Tuan Martin Dailuna!" ucap Andira dengan nada menentang, dan menatap berani wajah Martin Dailuna.
Mendengar itu, kemarahan Martin semakin memuncak, matanya nanar, dan dengan sigapnya, mendorong Andira dengan tangannya yang saat itu memegang tangan Andira dengan keras.
Kini tubuh Andira terjepit, tubuhnya terhimpit antar Martin dan meja dapur. Kedua mata mereka saling memandang dengan kemarahan satu sama lain.
"Siapa kau? Siapa kau yang berkata seperti itu padaku? Dengar baik-baik, aku ini adalah Martin Dailuna, dan aku mendapatkan apa yang kuinginkan. Kau salah saat mengatakan bahwa aku tidak berkuasa atas dirimu, kau salah bahwa aku tidak memiliki segalanya, karena aku akan memilki apapun yang kuinginkan termasuk dirimu. Ingat ini, kau bukan siapa-siapa, jikapun kau aku pecat hari ini, maka kau akan kesulitan mencari pekerjaan di hari esok. Ibumu sakit, dan siapa yang membiayainya? Aku, Martin Dailuna! Adikmu bersekolah dan siapa yang membiayainya? Aku juga! Jangan pernah berani-berani menentang diriku, Andira!"
Setelah mengucapkan setiap kata yang ingin keluar dari mulut Martin, dia kemudian mendorong keras tangan Andira dan pergi dari sana. Dia keluar dari dapur dengan rasa marah, kesal, dan menyesal.
Saat akan menaiki tangga mata Martin tersangkut pada wanita yang baru saja membuka pintu rumahnya. Sarah, dia baru pulang dari acara seorang temannya.
Tak peduli dengan hal itu, Martin kembali mendaki tangga dan masuk ke dalam kamarnya.
Sedang Andira menangis tersedu-sedu, terduduk di lantai dapur, menutup matanya yang sudah kebasahan.
Dia terperangkap oleh permainan Martin Dailuna, dia tidak tahu harus bagaimana, yang dia khawatirkan adalah ibu dan adiknya, dia tidak ingin jika Martin menghentikan biaya rumah sakit ibunya dan biaya sekolah untuk adiknya.
"Andira," ucap seseorang yang berdiri tepat di hadapan Andira.
Andira kemudian mendongak ke atas, melihat Sarah sudah berdiri di sana. Kemudian dia mengusap air matanya, dan berdiri dengan cepat
"Kau menangis? Oh, aku tahu, Martin membentak kamu, karena kamu yang mencuri uangnya?" ucap Sarah, dengan menyandarkan tubuhnya di bingkai pintu.
"Tidak, Tuan Martin tidak membentak ku, bukan aku yang mencuri uangnya, hanya saja aku mendengar kabar bahwa ibuku masih belum sembuh," ucap Andira, dia sengaja berbohong agar tidak dimarahi dan apa yang terjadi barusan tak diketahui seorang pun.
Sarah mengangguk setelah mendengar ucapan Andira.
"Aku mengerti, ibumu sudah sangat lama melayani rumah ini, dengan jujur, sabar dan bekerja dengan baik. Pasti ibumu mendidik kamu dengan baik. Aku lihat Martin keluar dari dapur, apa yang dia lakukan di sini?" tanya Sarah.
"Eee..., dia hanya datang untuk meminum, dan Anda, apa yang Anda lakukan di sini?" Andira yang berbalik bertanya.
"Oh, aku hanya ingin mencari tahu apa yang Martin lakukan di sini, lagi pula kalua aku yang menanyainya, pasti dia tidak akan menjawab, tahulah, dia itu cuek sekali," ujar Sarah, dia menepuk bahu Andira dengan pelan dan pergi dari sana.
Andira juga melangkahkan kakinya keluar dari dapur, dan dia yakin dia tidak akan tertidur dengan nyenyak malam ini.
Ucapan Martin Dailuna cukup mampu membuat dirinya risau.
"...aku memiliki apapun yang kuinginkan, termasuk dirimu..." ucapan Martin yang masih menggema di kepala Andira.
---------------------------------------------------------------------*****Dunia ini kejam Andira, jika kau tidak menjadi yang kejam, maka siap-siap menjadi korban kekejaman itu sendiri.Selama ini, aku sudah merasakan kekejaman itu, kekejaman dari kuasa ayahku sendiri. Aku pernah mencintai tapi tidak pernah disatukan, aku pernah bermimpi tapi tidak pernah terwujud.Kemudian aku sadar, suatu hari nanti aku akan mendapatkan segala hal yang aku inginkan. Dan aku menyadarinya, bahwa satu-satunya yang aku inginkan saat ini, hanyalah kamu Andira, bukan hartaku, tahtaku, tapi kau, wanitaku*****.---------------------------------------------------------------------Martin kemudian menutup bukunya setelah menulis sesuatu di dalamnya. Selama seharian dia tidak berniat bertemu dengan Andira, dia tahu bahwa Andira saat ini sangat membencinya. Dia sadar bahwa Andira tidak akan jatuh di pelukannya, karena sikap kasar yang selalu dia tunjukkan pada Andira apalagi
"Berikan ransel kamu," ucap Martin sambil mengulurkan tangannya."Kenapa?" tanya Nadira yang saat ini sudah berada tepat di hadapan Martin."Papa bilang berikan ransel kamu," ucap Martin lagi dengan nada biasa namun tatapan tajam memandang ke arah Nadira, yang pada akhirnya menuruti perkataan Martin.Martin membuka ransel berwarna hijau muda, Martin seperti sudah mendapatkan apa yang dicarinya, dua ponsel yang berbeda, ponsel lama Nadira yang masih baik untuk digunakan dan ponsel yang mungkin baru kemarin Nadira beli.Martin mengangkat kedua ponsel itu dan menaruhnya di atas meja kerja miliknya."Apa ini?" tanya Martin menaikkan kedua alisnya menatap mata yang sedikit ketakutan milik Nadira.Nadira menelan ludah dan keringat dingin terasa di sekujur tubuhnya."Hm, yang satu itu ponsel milik temanku Pa," jawab Nadira dengan nada pelan.Martin memasang wajah malas mendengar pengakuan, jawaban dari sang putri."Apa Papa per
Makan malam sudah siap, keluarga Dailuna sudah berkumpul di meja makan, tapi di sana tidak terlihat Martin Dailuna di kursinya. Martin Dailuna masih saja menunggu kedatangan Andira muncul melalui pintu ruang kerjanya.Namun lihat tidak ada tanda-tanda Andira akan datang menemuinya. Martin sudah tidak bisa menahan kesabarannya, dia berniat untuk memarahi Andira di meja makan nanti.Dia keluar dari ruang kerjanya, menuju meja makan, dan betapa terkejutnya mata Martin saat melihat orang yang sama sekali tak disangkanya duduk di samping Sarah istrinya.Martin sudah muak melihat Raynaldi berada di kantornya, sekarang dia ikut makan malam bersamanya di meja makannya. Saat Martin berjalan menuju meja makan, matanya hanya bisa memandang dengan tatapan tidak suka, tanpa bisa berbuat apa-apa. Martin tahu betul bahwa anak-anaknya sangat menyukai Raynaldi dan istrinya sangat menyayangi adiknya itu."Hei Mart, aku pikir kau tidak datang untuk makan malam," canda
Raisi berjalan menuju ruangan Martin dengan membawa nampang makanan dan bersiap akan berhadapan langsung dengan pria yang sangat ia takuti dan hormat, ayahnya sendiri. Martin memang selalu tegas dan tidak pernah bersikap lembek dalam mendidik anak-anaknya. Dari kecil Raisi sudah diajarkan kedisiplinan, patuh dan tunduk pada yang memiliki kekuasaan yang lebih besar jika tidak maka akan terjadi masalah. Itulah yang selalu diajarkan Martin pada anak-anaknya jadi tak seorangpun dari mereka yang berani menentang Martin Dailuna.Raisi mengetuk pintu dan terdengar suara dari dalam pintu masuk."Masuk," ucap Martin. Saat itu Martin sedang ingin meminta maaf pada Andira namun betapa kecewa dan marahnya dia yang datang bukan Andira namun anaknya Raisi.Mata Martin kembali melotot, alisnya terangkat ke atas, kesabarannya pada gadis itu sudah tidak bisa ditahannya lagi."Raisi?" kata Martin."Aku tidak memanggil Andira untuk membawakan makanan Papa karena aku
Beberapa hari tak berbicara dengan Andira, Martin merasa bahwa Andira akan melupakan kejadian yang terjadi di dapur saat itu. Martin juga sudah sangat sibuk dengan pekerjaannya, sampai Sarah datang ke kantornya dan untuk pertama kalinya Sarah memberanikan diri datang ke kantor Martin setelah kejadian saat Sarah mempermalukan Martin dan menuduh Martin berselingkuh dengan sekretaris Martin. Tapi untuk membuktikan bahwa Martin sama sekali tidak melakukan hubungan gelap, Martin langsung memecat sekretarisnya dan hal yang kemudian membuat Sarah harus merasakan betapa cuek dan dinginnya Martin Dailuna setelah kejadian di kantornya.Martin tidak pernah melakukan perselingkuhan dengan gadis manapun, namun sekarang tiba-tiba matanya hanya tertarik pada satu wanita, Andira Mirat, gadis yang membuat Martin terobsesi dalam satu pandangan pertama."Pak Martin, istri Anda datang berkunjung," ucap Fainah, sekretaris Martin yang berpenampilan sederhana, sengaja Martin memilih Fainah k
Martin terdiam memandang lurus dinding yang ada di depannya. Kakinya lurus ke depan, tubuhnya bersandar di kepala tempat tidur. Dia sungguh masih lemas mendengar Nadira mengatakan bahwa Andira libur selama seminggu lamanya. Dalam benak Martin berfikir bahwa semuanya sia-sia, betapa bahagianya dia saat mendengar semua akan memiliki kesibukan masing-masing di luar rumah, dan dia akan berada di rumah bersama Andira, hampir saja Martin mengambil cuti selama seminggu untuk tetap berada di rumahnya, namun rencana itu tidak bisa ia wujudkan.Wajah lemas masih nampap di wajah Martin, dan pandangannya masih kosong ke arah dinding yang ada beberapa sentimeter di hadapannya.Sampai suara pintu yang terbuka pun tidak mampu menggemingkan telinga Martin yang masih merasa terkejut dengan keputusan Sarah meliburkan Andira.Sarah masuk ke dalam kamarnya dan menyadari Martin yang sudah ada di sana dengan wajah pucat yang diperlihatkan oleh Martin.Sarah bingung dengan ting
Terlintas senyum tipis di bibir tipis miliknya melihat Andira berdiri di hadapannya. Mata Martin tak berkedip, membuat Andira tahu maksud dari tatapan itu."Kau tidak jadi pergi?" tanya Martin saat menemukan Andira berdiri di hadapannya."Nyonya mendatangiku tadi pagi dan menyuruhku kemari karena katanya cuman Anda sendirian yang ada di sini, dia menyuruh orang lain yang dipercayainya untuk merawat ibuku. Aku menolak, karena aku tidak ingin hanya berdua dengan Anda di rumah ini, tapi karena istri Anda memaksa aku harus menurutinya," jawab Andira, yang biasanya menunduk kini sudah berani menatap mata Martin yang saat ini tak memakai kacamatanya.Martin mengangguk dan masih memandang Andira, rencananya untuk cuti seminggu akan dia jalankan. Walaupun harus memberikan kepercayaan kantornya pada Raynaldi tidak masalah, asal dia bisa berlama-lama bersama Andira."Ok, aku akan ke meja makan, aku lapar," ucap Martin setelah mendengar penjelasan Andira."An
Andira terlihat sedang berbincang dengan seorang pria yang sedang membersihkan kebun belakang rumah Dailuna. Pak Rustam namanya. Tangan Andira terlihat menggenggam sebuah gelas berisikan minuman dingin, sesekali Andira tertawa saat berbincang dengan Pak Rustam yang cukup memiliki humor yang baik.Pak Rustam memang sudah sangat lama berkerja di kediaman Dailuna sebagai tukang kebun, bahkan dia sudah ada saat orang tua Martin masih hidup dan juga melayani kedua orang tua Martin di kediaman Dailuna."Oh iya Pak, aku mau nanya soal ibu aku di sini, apa ibuku itu pernah kena marah sama majikan di rumah ini?" tanya Andira pada Pak Rustam."Ah, Bapak tidak pernah melihat Bu Ana itu membuat kesalahan dan tidak pernah melihat dia kena marah. Tahulah Tuan dan Nyonya Dailuna itu tidak pernah bersikap kasar sama kami, bahkan Tuan besar di rumah ini tidak banyak bicara cukup memerintahkan dan kami melakukannya dengan baik. Apa Eneng pernah kena marah?" ujar Pak Rustam sambil
"Kau sudah mendapatkan, dia kan?" tanya Ibrahim yang sekarang berada di hadapan Nigel. "Cepatlah akhiri ini, Nigel. Kau pasti akan segera mendapatkan apa yang kau inginkan, bukan?" Ibrahim yang saat ini duduk di hadapan meja Nigel dan Nigel tampak berpikir tetapi tidak senang dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Ibrahim. "Jangan terlalu tergesa-gesa, Ibrahim. Aku tahu kau sangat ingin membunuhnya sama seperti aku ingin sekali melenyapkan dia. Tapi kita tunggu, ya tunggu." Ibrahim tidak senang dengan aoa yang dikatakan Nigel, dia berdiri dan menghentakkan kursi, "Menunggu? Astaga aku sudah sangat lama menunggu dan menantikan momen ini, aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Apa yang sebenarnya kau rencanakan!" Nigel tersenyum dan ikut berdiri, "Aku sudah katakan padamu. Kau cukup menjaga Andira dan biarkan dia merasa nyaman di sini, karena sebentar lagi dia akan berguna," kaga Nigel yang sekarang berjalan ke arah pintu. Dia membuka pintu ruangan itu dan mempersilahkan Ibrah
"Nigel berhasil menangkap ayahmu, Raisi." Suara Litzia tenang. Sedangkan Raisi yang tampak tak berdaya itu hanya bisa menundukkan kepala. Dia lemas dan tidak tahu bagaimana dia akan merespon. "Akhirnya, dendam Nigel akan terselesaikan. Dia bisa menghabisi ayahku kapan saja. Tapi kenapa dia hanya menangkapnya?" Tatapan Raisi kini mengarah kepada Litzia yang terlihat tidak menemukan jawaban apa pun dari pertanyaan Raisi. Dia bahkan tidak tahu kenapa Nigel tidak menghabisi Martin saat ini juga. Kenapa dia harus menunggu waktu yang lama. "Entahlah, tapi untuk saat ini aku hanya mau kondisi mu lebih baik Raisi, kau harus makan sesuatu," kata Litzia yang masih menawarkan makanan untuk Raisi, "Jika tidak maka kau akan berada dalam kondisi yang buruk." "Saat ini aku bahkan jauh lebih buruk dari kematian itu sendiri, Litzia. Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya makanan." Litzia lalu meraih piring itu dan berusaha untuk membuat Raisi memakan sesuatu, dia menyuapi Raisi dan tidak akan pe
Martin terjatuh dan tidak bisa merasakan tubuhnya, apa yang baru saja dikatakan oleh Nigel adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Martin sudah kehilangan Nadira dan dia tidak bisa kehilangan anak lagi. Tubuhnya yang sudah mulai kurus itu terus dihentakkan lelah Nigel yang penuh dengan kebencian dan dendam. Yang pada akhirnya Nigel mendapatkan Martin hidup-hidup. Ini adalah sebuah kesempatan baginya. Bagi Nigel untuk memberikan penderitaan mutlak pada Martin Dailuna. Martin yang tidak berdaya diseret menuju bangunan tua yang cukup terlihat besar, dan tubuh itu langsung dijatuhkan di atas lantai yang lembab. "Bawa dia ke tempat yang seharusnya." Nigel yang terlihat berjalan pergi dan meninggalkan tubuh Martin yang setengah sadar dan tak berdaya. Dan kemudian dibawalah tubuh itu menuju ke tempat yang seharusnya, dan kemenangan Nigel sudah di depan mata. Andira, Raisi dan Martin, adalah pion untuk balas dendam Nigel. Di sisi lain ada Ibrahim yang sama sekali tidak terima Dnegan sikap
Lalu ketika itu, Martin yang tidak berdaya dan diseret paksa oleh Nigel membuat pria ini, yang sangat tak berdaya dan seolah tak bisa apa-apa dijatuhkan ke atas rerumputan yang lembab. Dia tentu tak bisa melakukan apa pun karena tak bersenjata dan tak ada yang bisa menyelamatkan Martin sekarang, dalam benak Martin mungkin inilah saatnya dia akan tiada. Tetapi apakah Martin akan menyerah bahkan sebelum dia bertemu dengan Andira dan juga Raisi, bagaimana jika kondisi Raisi dan Andira saat ini tidak lagi naik-naik saja dan dalam masalah yang besar? Martin tentu tidak ingin semua itu terjadi apa lagi untuk kehilangan seorang anak lagi, dia tidak mau dan tidak akan membiarkan hal yang tidak senonoh itu terjadi pada keluarganya. "Lihat sekarang diri mu, Martin, kau bukan siapa-siapa lagi dan kau tidak punya apa-apa, kau bahkan tidak tahu caranya melawanku, seakan kau bukan lagi Martin Dailuna." Tawa terdengar dari bibir Nigel, dia kemudian terbahak-bahak dan tak punya belas kasihan kep
Martin menendang senapan yang berada di tangan Nigel dan akhirnya senapan itu terjatuh di atas rerumputan basah di malam hari, dia berlari sekuat mungkin dan Nigel hanya tertawa, berpikir bahwa Martin tidak akan lolos. Senyum jahat tampak di bibirnya yang di mana saat ini, Martin berusaha keras untuk menghindari moncong senjata panas dari Nigel. Sementara itu, langkah kaki Nigel semakin cepat, dan mengikut dengan langkah kaki Martin yang berlari. Nigel menganggap bahwa pantang dilakukan oleh Martin adalah sesuatu yang sia-sia yang membuat Nigel tertawa terbahak-bahak. "Kali ini siapa yang akan menyelamatkan kau, ha, bukanlah yang telah memenjarakan aku selama ini! Martin. Aku selama ini menjadi pelindung kau, tapi apa balasan mu, ha!" Nigel membentak dan ketika Martin terjatuh, dia seolah terjatuh ke dalam sebuah memori yang pernah dialami olehnya sebelumnya, dia dikejar oleh Nigel ketika itu, saat Nigel diperintahkan oleh Mark untuk memata-matai Martin. "Aku tidak mungkin t
Masa lalu adalah yang paling menyakitkan dan yang paling ingin dilupakan oleh Martin Tapi sayangnya orang-orang yang berada di sekitar Martin selalu mengingatkan Martin terhadap Apa yang membuat pria setengah baya ini selalu terluka. Tak ada yang bisa dilakukan Martin sekarang di hadapan moncong senapan yang dihadapkan ke arah kepala Martin dan hanya satu gerakan saja ketika jari Nigel menarik pelatuk itu maka meledak lah kepala Martin. Sementara pria ini hanya menunggu kapan Nigel akan meledakkan kepalanya dan dia akan terbebas dengan apa yang selama ini terjadi tetapi sayangnya hal yang paling diinginkan Martin saat ini adalah untuk membebaskan Raisi dan Andira. Tetapi di mana Andira saat ini? Tentu Hal itu membuat Martin merasa bingung luar biasa dan ingin segera menemukan di mana mereka berdua karena jika Martin tiada sebelum menemukan Andira dan Raisi, maka kehidupan Martin akan berakhir dalam ketidaktenangan. "Sebelum kau menarik pelatuk itu, sebaiknya kau katakan apa yang s
"Aku tidak percaya aku bisa menemukan kau di sini, Martin Dailuna." Suara yang begitu mengagetkan, Martin yang berada di tengah hutan saat ini, di malam hari dan masih dalam perjalanan di mana dia harus menemukan bangunan tua di mana Nigel menyembunyikan Andira. Ketika Martin berbalik kemudian Martin melihat siapa yang berada di belakang Martin, yang di mana saat itu dan yang berada di belakang Martin ternyata adalah Nigel. Dengan senapan di tangan Nigel dan ditodongkan tepat ke arah kepala Martin membuat pria setengah bahaya ini langsung mengangkat kedua tangannya dan saling berhadapan dengan Nigel Dailuna. Beberapa kali Martin menelan saliva dan tentu saja terkejut dengan apa yang baru saja dilihat oleh Martin dan siapa yang berada di hadapan pria setengah baya ini. "Sangat mengejutkan bahwa aku bisa menemukan engkau di malam hari tepat di tengah hutan ketika aku sedang ingin berburu, yang pada akhirnya buruhan ku pun aku temukan." Nigel membuat Martin merasa bahwa Martin haru
Terjadi kekacauan antara Sarah dan Randy, di mana mereka berdua tidak ada satu pun yang bisa saling meredakan, kini hanya ada Ray yang melihat aksi Sarah dan Randy yang sekarang berlutut di lantai sambil meraih pecahan demi pecahan yang ada di atas lantai. Pecahan biola yang kini remuk dan tidak utuh lagi serta tali biola dan tak akan bisa utuh secara instan, atau mungkin dia harus membuang biola itu, Sarah langsung tersadar bahwa dia sedang melakukan sebuah kesalahan yang membuat hati Randy patah. Tentu hal ini membuat Sarah menyesal luar biasa, dia lalu dengan perlahan ikut berlutut di hadapan Randy sementara Ray hanya diam sambil menggelengkan kepala melihat aksi kakaknya itu. "Keluar." Randy bergumam dan Sarah mengabaikan ucapan Randy, dia tetap membantu Randy memungut serpihan biola itu, yang hanya membuat Randy merasa kesal dan berkata, "Aku bilang keluar dari sini!" Sebuah suara yang kini membentak dan membuat Saran terhentak. "Ibu minta maaf, sayang," kata Sarah tapi Randy
"Ibu hanya ingin memastikan, Randy bahwa sama sekali tidak ada masalah di sekolah lagi, agar kau bisa belajar dengan tenang, atau Ibu mungkin akan membawa kau ke sekolah lain," kata Sarah yang mengelus lembut rambut Randy tapi Randy memalingkan wajah dan tidak senang dengan jawaban sang ibu. "Itu hanya akan memperburuk masalah Ibu, jika Ibu datang ke sekolah dan memarahi anak nakal itu, maka mereka tidak akan berhenti mengganggu aku," kaya Randy dengan nada suara yang kesal. "Tapi sayang ibu hanya berusaha melakukan sesuatu yang terbaik untukmu," ucap Sarah sekali lagi tapi Randy tidak peduli, dia memalingkan wajah dan tidak senang dengan sang ibu, membuat Sarah merasa tersindir, dia sudah melakukan hal yang luar biasa untuk Randy tapi bahkan untuk saat ini Randy masih saja tidak melihat kepedulian ibunya sendiri. "Kenapa Ibu tidak bisa diam, seharusnya ibu duam saja dan tidak usah melakukan apa pun," kata Randy sambil menghentakkan tangan Sarah yang mengelus lembut rambut Randy, k