Martin Dailuna menancap gas mobilnya
dengan penuh kekesalan, kenapa tidak? Andira, baru saja memberi pria malang itu makanan yang sama sekali tidak ingin dimakan oleh seorang Martin Dailuna."Berani sekali dia menaruh kacang
di makananku, dia pikir dia siapa! Awas saja jika aku sampai di rumah, dia akanntahu, siapa Martin Dailuna sebenaranya!" oceh Martin saat dia sedang mengendarai mobilnya menuju rumah. Bukan hanya itu, dia juga memukul-mukul stir mobilnya karena begitu kesalnya pada gadis yang baru kemarin ia kenal.Martin langsung turun dari mobilnya saat sampai tepat di hadapan istana besar miliknya. Untung saja pintu rumahnya tidak terkunci membuat Martin tidak perlu mengetuk atau mengoceh di luar pintu. Oh ya, sebenarnya Martin sudah menemukan kunci rumahnya.
Martin langsung membuka pintu rumahnya dengan cukup keras, dan berjalan dengan lincah sambil memanggil Andira dengan suara yang begitu keras.
"Andira!" panggil Martin yang berjalan dengan lincah menuju dapur, tapi dia tidak bisa menemukan Andira di sana, terus saja Martin memanggil nama Andira, "Andira! Dimana Kau?!" panggil Martin lagi.
Namun Martin tidak menemukan siapapun di dalam rumahnya, bahkan dia sudah menghampiri kamar Andira, namun tetap saja, Andira tidak dapat ditemukan oleh Martin Dailuna.
"Sial, dimana gadis itu?" monolog Martin sesaat setelah dia mengitari seisi rumahnya.
Namun nihil, dia tidak menemukan Andira
dimana pun, hingga tiba-tiba saja, suara yang terdengar seperti lantunan musik dari alat musik yang bernama biola terdengar indah.Tiba-tiba saja Martin terdiam dan mencari dimana asal suara itu, dia berjalan dengan pelan, dan lihat Martin Dailuna yang tadinya merasa sangat kesal dan penuh kemarahan tiba-tiba saja merasa tenang dan luluh hanya karena mendengar lantunan musik dari biola yang ternyata berasal dari taman belakang rumahnya.
Martin menemukan gadis yang dicarinya, gadis itu sedang asik bermain biola di taman belakang rumah. Dengan khusu gadis itu memainkan biolanya, dan mata pria bernama Martin itu, seakan tersulap oleh gadis yang menjepit biolanya pada leher indah miliknya dan dia memainkan jemarinya pada biola berwarna cokelat miliknya.
Tanpa Andira sadari, seorang pria yang tadinya ingin mengamuk padanya tiba-tiba luluh hanya karena mendengar lantunan musik yang dimainkan Andira.
Martin terdiam, dan hanya takjub saat dia berdiri di pintu belakang rumahnya, dan melihat Andira dengan mata tertutup memainkan biola-nya, hingga Andira membuka matanya dan melihat majikannya sudah berdiri di hadapnnya dan menyaksikan dia memainkan biolanya.
Melihat itu Andira menelan ludah dan tentu saja terkejut sekaligus gugup majikannya itu akan memarahinya seperti biasa."Maaf Tuan, saya... saya hanya ingin--"
Tak sempat menlanjutkan bicaranya Martin langsung memotongnya."Ingin bermain biola?" ucap Martin dengan nada pelan dan lembut.
Andira mengangguk, "lya Tuan, saya pikir keluarga Dailuna akan berada di rumah saat jam lima sore, jadi untuk saat itu saya ingin bermain biola sebentar," jelas Andira, seperti biasa jika berbicara dengan Martin dia selalu menundukkan kepalanya.Tangannya yang menggenggam biola mengeluarkan keringat dingin.
"Kenapa kau selalu menunduk jika berhadapan denganku?" tanya Martin, dia berjalan menuju sofa merah yang sudah disiapkan di taman itu,sofa merah di atas rumput hijau, dan halaman yang asri nan luas.
Martin menyilankan kakinya lalu berkata, "Kau hanya akan tetap berdiri di sana atau ingin menyiapkanku minuman dingin?" Martin dengan gaya bossy memerintah Andira.
"Saya akan segara membawakan minuman dingin Tuan," jawab Andira dan berjalan menuju dapur guna membuatkan majikannya itu minuman dingin.
Dan Martin, dia tersenyum tipis karena memiliki waktu berdua bersama Andira.
Sesuatu yang janggal bermain dipikiran Martin,dan ada yang berbunga dalam hatinya, melihat Andira memainkan biola, menatap mata gadis itu, dan menikmati suasana taman di siang itu adalah hal yang langka untuk Martin Dailuna.Tidak lama kemudian sejenak saat Martin Dailuna duduk dengan menyilangkan kakinya di atas sofa mewah yang berlantaikan rumput yang begitu hijau nan cerha, membuat Martin sadar bahwa ada bagian dari rumahnya yang berbeda, bagian yang memiliki suasana yang begitu indahnya, dan nyaman untuk ditempati, dan selama ini, Martin tidak tahu bahwa bagian indah itu ternyata jarang sekali ia kunjungi.Hidung mancung miliknya menghirup udara segar, merasakan hembusan udara menempel di kulitnya yang berwarna eksotis.Matanya memandang bunga-bunga indah yang berjejer menghiasi halaman belakang rumahnya, dia begitu menikmati suasan indah, udara segar, bersih dan terawat. Dan tak lama kemudian Andira datang membawa minuman dingin yang diminta oleh Martin, majikannya.Andira menaruh minuman itu di meja tepat di hadapan Martin, tidak seperti biasa mata Martin sengaja tidak memandang ke arah Andira, matanya fokus pada kupu-kupu yang berterbangan indah pada bunga-bunga d
***Aku Martin Dailuna, seorang pengusaha yang banyak disegani, yang memiliki segalanya, segala hal yang kuinginkan, apapun yang kuinginkan akan aku dapatkan, dan harus aku dapatkan.Walau hal yang kuinginkan mengandung dosa yang mungkin akan meleburkan aku ke dalam api, yang membakar setiap pecahan diriku hanya karena hal yang kuinginkan adalah yang terlarang.Dalam setiap hariku, setiap detik nafasku, aku menemukan seorang pria yang membosankan dalam diriku, seorang pria pengecut yang bersembunyi di balik jas kebesarannya dan takut menunjukan sisi lainnya. Lalu dia datang, yang membuatku terpaksa menunjuka sisi gila yang sudah lama tersembunyi. Dia yang menghilangkan rasa pengecut, dan ambisiku kemudian meningkat untuk memiliki segalanya, apapun itu, yang kuinginkan akan menjadi milikku. Aku pria yang mungkin bisa terlihat hina. Aku yang mungkin kehilangan sisi takutku, karena seorang gadis yang mencintai putraku, yang membuatku harus bersaing dengan putraku sendiri. Aku
Andira terlihat membersihkan ruang kerja Martin Dailuna yang terlihat lebih luas dari sebuah kamar, di dalamnya akan ditemukan rak-rak buku yang yang berisikan buku-buku yang banyak, dengan meja kerja yang di atasnya berkas-berkas penting, dan sebuah brangkas yang berada tepat di belakang meja Martin.Andira merapikan semuanya, hingga dia menemukan sebuah laci yang tak bisa terbuka, karena terkunci. Laci yang mampu membuat Andira merasa penasaran akan laci tersebut.Lama berada di sana, tiba-tiba seseorang membuka pintu. Menyadari itu Andira kembali merapikan berkas-berkas yang berserakan dan membersihkan debu yang menempel di buku-buku milik Martin.Yang membuka pintu ruangan Martin adalah seorang gadis yang tidak lain adalah Nadira.Dia masuk ke dalamnya dan matanya mengabaikan Andira karena melihat brangkas yang sama seperti brangkas di kantor Martin."Hei, kalau kau selsai keluar saja," ucap Nadira pada Andira yang
Sikap tenang walau sedang marah selalu di nampak kan oleh pria berkacamata ini, pria yang memiliki wajah kharismatik namun selalu bersikap dingin.Martin Dailuna, dia marah karena baru saja seseorang mencuri uang miliknya, dan dalam benaknya muncul pertanyaan, bagaimana bisa seseorang mengetahui kode brangkasnya.Setidaknya itulah yang dipikirkan Martin. Pria berkacamata itu kembali duduk di kursinya dan masih berfikir, tidak mungkin seseorangnmengetahui kodenya sedang istrinya saja tak tahu kode milik Martin.Uang yang disimpan Martin itu adalah uang untuk pegawai rumahnya, mulai dari pembantunya, tukang kebun, sopir pribadi anak-anaknya, hingga satpam di rumahnya.Walau Martin berfikir keras dia tidak menemukan kemungkinan siapa yang mencuri uangnya, tidak mungkin pekerja rumahnya, mereka mana ada yang berani, dan tidak mungkin keluarganya sendiri. Lama terdiam, Martin memilih untuk menunggu hingga makan malam dimana keluarganya
Martin memasuki kamar Andira, matanya mengitari ruangan kecil namun bersih dan rapi. Dia melihat biola milik Andira tersimpan rapih di atas meja, di sebalah biola itu terdapat buku bersampulkan coklat yang membuat Martin penasaran apa isi buku itu. Bisa jadi catatan Andira, atau resep makanan yang membuat makanannya sangat nikmat.Andira sendiri berdiri di samping tempat tidurnya, terpaku di sana sambil memandang Martin menggeledah kamarnya. Martin berjalan menuju meja yang di atasnya terdapat biola dan buku bersampulkan coklat."Darimana kau mendapatkan uang untuk satu biola, aku pikir biola cukup mahal untuk anak pembantu sepertimu?" tanya Martin. Ucapan yang mampu membuat Andira seketika menelan ludah, sepertinya Martin sedang meremehkan dirinya karena statusnya sebagai anak pembantu di rumah kaya milik Dailuna. "Itu milik ayahku, dia seorang pemusik, sampai dia meninggal dia berikan itu padaku," jawab Andira, untuk pertama kalinya dia berani memandang ke arah mata
Martin sudah melupakan uang miliknya yang hilang, toh dia sudah tahu siapa pencurinya. Anaknya sendiri, Nadira. Kini dia hanya ingin fokus pada Raisi dan juga Andira, kalau-kalau mereka saling menyukai kemudian saling mencintai itu akan menjadi masalah bagi Martin dan juga anak dan pembantu mudanya.Rasa ingin dekat dengan Andira semakin memuncak, apalagi dia dengan bebasnya menyentuh dagu, pipi, hingga leher Andira. Pria setengah baya itu tak kunjung menghilangkan imajinasi gelapnya terhadap Andira.Dia berada di dalam kamarnya, menunggu waktu membuatnya tertidur, namun tak kunjung karena kepalanya hanya ada Andira di dalamnya. Mata jernih milik Andira yang sangat disukai Martin untuk dipandangnya, kulit putih halus yang sangat ingin disentuh olehnya, hingga bibir merah yang ingin sekali dilumat oleh bibir milik Martin.Dia merenung.Imajinasi kotor Martin terhadap Andira semakin bermain dalam kepalanya. Dalam benaknya dia memikirkan bagaimana cara
"Anda pikir Anda siapa? Ya! Anda mungkin seorang majikan di rumah ini, seorang pemilik kekuasaan di kantor Anda, dan memiliki kuasa yang besar. Namun Anda sama sekali tidak berkuasa sepenuhnya atas diriku, Anda mungkin memiliki banyak hal tapi tidak segalanya. Anda tahu, Anda adalah orang paling menjijikkan yang pernah aku lihat. Dan pecat aku sekarang juga Tuan Martin Dailuna!" ucap Andira dengan nada menentang, dan menatap berani wajah Martin Dailuna.Mendengar itu, kemarahan Martin semakin memuncak, matanya nanar, dan dengan sigapnya, mendorong Andira dengan tangannya yang saat itu memegang tangan Andira dengan keras.Kini tubuh Andira terjepit, tubuhnya terhimpit antar Martin dan meja dapur. Kedua mata mereka saling memandang dengan kemarahan satu sama lain."Siapa kau? Siapa kau yang berkata seperti itu padaku? Dengar baik-baik, aku ini adalah Martin Dailuna, dan aku mendapatkan apa yang kuinginkan. Kau salah saat mengatakan bahwa aku tidak berkuasa a
---------------------------------------------------------------------*****Dunia ini kejam Andira, jika kau tidak menjadi yang kejam, maka siap-siap menjadi korban kekejaman itu sendiri.Selama ini, aku sudah merasakan kekejaman itu, kekejaman dari kuasa ayahku sendiri. Aku pernah mencintai tapi tidak pernah disatukan, aku pernah bermimpi tapi tidak pernah terwujud.Kemudian aku sadar, suatu hari nanti aku akan mendapatkan segala hal yang aku inginkan. Dan aku menyadarinya, bahwa satu-satunya yang aku inginkan saat ini, hanyalah kamu Andira, bukan hartaku, tahtaku, tapi kau, wanitaku*****.---------------------------------------------------------------------Martin kemudian menutup bukunya setelah menulis sesuatu di dalamnya. Selama seharian dia tidak berniat bertemu dengan Andira, dia tahu bahwa Andira saat ini sangat membencinya. Dia sadar bahwa Andira tidak akan jatuh di pelukannya, karena sikap kasar yang selalu dia tunjukkan pada Andira apalagi
"Kau sudah mendapatkan, dia kan?" tanya Ibrahim yang sekarang berada di hadapan Nigel. "Cepatlah akhiri ini, Nigel. Kau pasti akan segera mendapatkan apa yang kau inginkan, bukan?" Ibrahim yang saat ini duduk di hadapan meja Nigel dan Nigel tampak berpikir tetapi tidak senang dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Ibrahim. "Jangan terlalu tergesa-gesa, Ibrahim. Aku tahu kau sangat ingin membunuhnya sama seperti aku ingin sekali melenyapkan dia. Tapi kita tunggu, ya tunggu." Ibrahim tidak senang dengan aoa yang dikatakan Nigel, dia berdiri dan menghentakkan kursi, "Menunggu? Astaga aku sudah sangat lama menunggu dan menantikan momen ini, aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Apa yang sebenarnya kau rencanakan!" Nigel tersenyum dan ikut berdiri, "Aku sudah katakan padamu. Kau cukup menjaga Andira dan biarkan dia merasa nyaman di sini, karena sebentar lagi dia akan berguna," kaga Nigel yang sekarang berjalan ke arah pintu. Dia membuka pintu ruangan itu dan mempersilahkan Ibrah
"Nigel berhasil menangkap ayahmu, Raisi." Suara Litzia tenang. Sedangkan Raisi yang tampak tak berdaya itu hanya bisa menundukkan kepala. Dia lemas dan tidak tahu bagaimana dia akan merespon. "Akhirnya, dendam Nigel akan terselesaikan. Dia bisa menghabisi ayahku kapan saja. Tapi kenapa dia hanya menangkapnya?" Tatapan Raisi kini mengarah kepada Litzia yang terlihat tidak menemukan jawaban apa pun dari pertanyaan Raisi. Dia bahkan tidak tahu kenapa Nigel tidak menghabisi Martin saat ini juga. Kenapa dia harus menunggu waktu yang lama. "Entahlah, tapi untuk saat ini aku hanya mau kondisi mu lebih baik Raisi, kau harus makan sesuatu," kata Litzia yang masih menawarkan makanan untuk Raisi, "Jika tidak maka kau akan berada dalam kondisi yang buruk." "Saat ini aku bahkan jauh lebih buruk dari kematian itu sendiri, Litzia. Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya makanan." Litzia lalu meraih piring itu dan berusaha untuk membuat Raisi memakan sesuatu, dia menyuapi Raisi dan tidak akan pe
Martin terjatuh dan tidak bisa merasakan tubuhnya, apa yang baru saja dikatakan oleh Nigel adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Martin sudah kehilangan Nadira dan dia tidak bisa kehilangan anak lagi. Tubuhnya yang sudah mulai kurus itu terus dihentakkan lelah Nigel yang penuh dengan kebencian dan dendam. Yang pada akhirnya Nigel mendapatkan Martin hidup-hidup. Ini adalah sebuah kesempatan baginya. Bagi Nigel untuk memberikan penderitaan mutlak pada Martin Dailuna. Martin yang tidak berdaya diseret menuju bangunan tua yang cukup terlihat besar, dan tubuh itu langsung dijatuhkan di atas lantai yang lembab. "Bawa dia ke tempat yang seharusnya." Nigel yang terlihat berjalan pergi dan meninggalkan tubuh Martin yang setengah sadar dan tak berdaya. Dan kemudian dibawalah tubuh itu menuju ke tempat yang seharusnya, dan kemenangan Nigel sudah di depan mata. Andira, Raisi dan Martin, adalah pion untuk balas dendam Nigel. Di sisi lain ada Ibrahim yang sama sekali tidak terima Dnegan sikap
Lalu ketika itu, Martin yang tidak berdaya dan diseret paksa oleh Nigel membuat pria ini, yang sangat tak berdaya dan seolah tak bisa apa-apa dijatuhkan ke atas rerumputan yang lembab. Dia tentu tak bisa melakukan apa pun karena tak bersenjata dan tak ada yang bisa menyelamatkan Martin sekarang, dalam benak Martin mungkin inilah saatnya dia akan tiada. Tetapi apakah Martin akan menyerah bahkan sebelum dia bertemu dengan Andira dan juga Raisi, bagaimana jika kondisi Raisi dan Andira saat ini tidak lagi naik-naik saja dan dalam masalah yang besar? Martin tentu tidak ingin semua itu terjadi apa lagi untuk kehilangan seorang anak lagi, dia tidak mau dan tidak akan membiarkan hal yang tidak senonoh itu terjadi pada keluarganya. "Lihat sekarang diri mu, Martin, kau bukan siapa-siapa lagi dan kau tidak punya apa-apa, kau bahkan tidak tahu caranya melawanku, seakan kau bukan lagi Martin Dailuna." Tawa terdengar dari bibir Nigel, dia kemudian terbahak-bahak dan tak punya belas kasihan kep
Martin menendang senapan yang berada di tangan Nigel dan akhirnya senapan itu terjatuh di atas rerumputan basah di malam hari, dia berlari sekuat mungkin dan Nigel hanya tertawa, berpikir bahwa Martin tidak akan lolos. Senyum jahat tampak di bibirnya yang di mana saat ini, Martin berusaha keras untuk menghindari moncong senjata panas dari Nigel. Sementara itu, langkah kaki Nigel semakin cepat, dan mengikut dengan langkah kaki Martin yang berlari. Nigel menganggap bahwa pantang dilakukan oleh Martin adalah sesuatu yang sia-sia yang membuat Nigel tertawa terbahak-bahak. "Kali ini siapa yang akan menyelamatkan kau, ha, bukanlah yang telah memenjarakan aku selama ini! Martin. Aku selama ini menjadi pelindung kau, tapi apa balasan mu, ha!" Nigel membentak dan ketika Martin terjatuh, dia seolah terjatuh ke dalam sebuah memori yang pernah dialami olehnya sebelumnya, dia dikejar oleh Nigel ketika itu, saat Nigel diperintahkan oleh Mark untuk memata-matai Martin. "Aku tidak mungkin t
Masa lalu adalah yang paling menyakitkan dan yang paling ingin dilupakan oleh Martin Tapi sayangnya orang-orang yang berada di sekitar Martin selalu mengingatkan Martin terhadap Apa yang membuat pria setengah baya ini selalu terluka. Tak ada yang bisa dilakukan Martin sekarang di hadapan moncong senapan yang dihadapkan ke arah kepala Martin dan hanya satu gerakan saja ketika jari Nigel menarik pelatuk itu maka meledak lah kepala Martin. Sementara pria ini hanya menunggu kapan Nigel akan meledakkan kepalanya dan dia akan terbebas dengan apa yang selama ini terjadi tetapi sayangnya hal yang paling diinginkan Martin saat ini adalah untuk membebaskan Raisi dan Andira. Tetapi di mana Andira saat ini? Tentu Hal itu membuat Martin merasa bingung luar biasa dan ingin segera menemukan di mana mereka berdua karena jika Martin tiada sebelum menemukan Andira dan Raisi, maka kehidupan Martin akan berakhir dalam ketidaktenangan. "Sebelum kau menarik pelatuk itu, sebaiknya kau katakan apa yang s
"Aku tidak percaya aku bisa menemukan kau di sini, Martin Dailuna." Suara yang begitu mengagetkan, Martin yang berada di tengah hutan saat ini, di malam hari dan masih dalam perjalanan di mana dia harus menemukan bangunan tua di mana Nigel menyembunyikan Andira. Ketika Martin berbalik kemudian Martin melihat siapa yang berada di belakang Martin, yang di mana saat itu dan yang berada di belakang Martin ternyata adalah Nigel. Dengan senapan di tangan Nigel dan ditodongkan tepat ke arah kepala Martin membuat pria setengah bahaya ini langsung mengangkat kedua tangannya dan saling berhadapan dengan Nigel Dailuna. Beberapa kali Martin menelan saliva dan tentu saja terkejut dengan apa yang baru saja dilihat oleh Martin dan siapa yang berada di hadapan pria setengah baya ini. "Sangat mengejutkan bahwa aku bisa menemukan engkau di malam hari tepat di tengah hutan ketika aku sedang ingin berburu, yang pada akhirnya buruhan ku pun aku temukan." Nigel membuat Martin merasa bahwa Martin haru
Terjadi kekacauan antara Sarah dan Randy, di mana mereka berdua tidak ada satu pun yang bisa saling meredakan, kini hanya ada Ray yang melihat aksi Sarah dan Randy yang sekarang berlutut di lantai sambil meraih pecahan demi pecahan yang ada di atas lantai. Pecahan biola yang kini remuk dan tidak utuh lagi serta tali biola dan tak akan bisa utuh secara instan, atau mungkin dia harus membuang biola itu, Sarah langsung tersadar bahwa dia sedang melakukan sebuah kesalahan yang membuat hati Randy patah. Tentu hal ini membuat Sarah menyesal luar biasa, dia lalu dengan perlahan ikut berlutut di hadapan Randy sementara Ray hanya diam sambil menggelengkan kepala melihat aksi kakaknya itu. "Keluar." Randy bergumam dan Sarah mengabaikan ucapan Randy, dia tetap membantu Randy memungut serpihan biola itu, yang hanya membuat Randy merasa kesal dan berkata, "Aku bilang keluar dari sini!" Sebuah suara yang kini membentak dan membuat Saran terhentak. "Ibu minta maaf, sayang," kata Sarah tapi Randy
"Ibu hanya ingin memastikan, Randy bahwa sama sekali tidak ada masalah di sekolah lagi, agar kau bisa belajar dengan tenang, atau Ibu mungkin akan membawa kau ke sekolah lain," kata Sarah yang mengelus lembut rambut Randy tapi Randy memalingkan wajah dan tidak senang dengan jawaban sang ibu. "Itu hanya akan memperburuk masalah Ibu, jika Ibu datang ke sekolah dan memarahi anak nakal itu, maka mereka tidak akan berhenti mengganggu aku," kaya Randy dengan nada suara yang kesal. "Tapi sayang ibu hanya berusaha melakukan sesuatu yang terbaik untukmu," ucap Sarah sekali lagi tapi Randy tidak peduli, dia memalingkan wajah dan tidak senang dengan sang ibu, membuat Sarah merasa tersindir, dia sudah melakukan hal yang luar biasa untuk Randy tapi bahkan untuk saat ini Randy masih saja tidak melihat kepedulian ibunya sendiri. "Kenapa Ibu tidak bisa diam, seharusnya ibu duam saja dan tidak usah melakukan apa pun," kata Randy sambil menghentakkan tangan Sarah yang mengelus lembut rambut Randy, k