Darah masih mengalir di wajah tampannya dan dia terlihat tidak baik-baik saja. Wajahnya dialiri dengan banyak darah dari bekas pukulan dan matanya berusaha untuk terbuka namun dia seolah tak memiliki kekuatan lagi. Dia terbaring di atas lantai dingin dengan tubuh tak berdaya, dia bahkan bekum memakan makanannya yang sudah disiapkan untuknya sejak lama. Kedua tangannya terikat di belakang dan dia yang kini berusaha untuk membuka matanya dan tetap kuat untuk bisa bergerak. Namun tak kunjung dia bisa menyelamatkan tubuhnya sendiri, pintu ruangan terbuka. "Kau masih punya nyali untuk kabur," kata dari seorang yang muncul dari luar. Raisi kini tak lagi menggerakkan tubuhnya dan hanya diam saja di tempatnya. Dia pesuruh dari Nigel muncul dan mengangkat tubuh Raisi lalu mengembalikan tubuh itu untuk duduk di kursi lalu kembali mengikatnya. Raisi tak kuat lagi untuk melawan, bahkan bernafas pun sudah sangat kesulitan untuknya. "Kau bersyukur bahwa kau masih bisa bertahan." Tangan dari
Setelah hari-hari malang yang dilalui keluarga Dailuna, Martin memutuskan untuk meninggalkan perusahaannya dan dikelolah oleh beberapa orang terpercayanya. Dia bukan hanya meninggalkan perusahaannya namun juga meninggalkan rumah besarnya. Untuk sejenak, setelah dia memecat semua pekerja rumahnya, kini dia sendiri yang meninggalkan rumah besarnya, terkunci rapat, dan dengan gerbang yang tertutup begitu rapat. Dia membawa semua yang dibutuhkannya dan mencoba untuk memberi pelajaran pada para bajingan yang telah bermacam-macam padanya. Dia tidak lagi tahu apa yang harus dia lakukan selain melakukan perjalanannya sendiri, dan hanya akan mempercayai satu orang yang bisa dia percayai. Martin yang sibuk berkendara kini menatap lurus ke depan dan beberapa saat kemudian meminggirkan mobilnya dan berhenti tepat di hadapan dua orang pria yang berdiri di pinggir jalan. Kedua pria itu masuk ke dalam mobil dan satunya duduk tepat di samping Martin, yang satunya lagi, yang tak lain adalah Syarif d
FLASHBACK DUA HARI SEBELUM NADIRA KE RUMAH SAKIT "Bagaimana ini Tuan? Kita harus membawanya ke rumah sakit atau kita akan kehilangan mereka," salah satu anak buah Ibrahim terlihat cemas. "Kau pikir aku bodoh, aku sudah menghubungi dokter terpercayaku untuk datang kemari, jika kita membawa mereka ke rumah sakit pusat kota, maka dengan mudah lokasi kita akan diketahui," kata Ibrahim. Tak lama kemudian dokter yang dipanggil Ibrahim datang dan para penjaga di sana membawa Hatice dan juga Nadira yang sudah pingsan, sengaja dibius agar mereka tak tahu apa yang terjadi. "Gadis ini tidak bisa bertahan lama hanya dengan bantuan ku," kata si dokter. "Apa yang harus dilakukan?" tanya Ibrahim. "Dia harus segera ke rumah sakit, di sana lebih banyak peralatan dan bantuan medis," jawab dokter, dengan cemas menatap Ibrahim. "Baiklah, mereka akan ke rumah sakit, namun tidak di kota ini." Ibrahim dengan tegas lalu berkata lagi, "Siapkan kapal untuk ibu kota, bius mereka hingga sampai di rumah
"Aku tidak tahu takdir apa yang akan datang di hadapanku, namun aku pasrah bersamanya, aku pasrah bersama takdir yang kubawa, dan kemana kah aku akan melangkah lagi."Martin menatap ke arah Tom yang terlihat mengisap cerutu di tangannya, dia dengan tongkat yang membantu kaki miliknya berjalan, kini melangkah ke arah Martin"Kau ini tokoh ekonomis atau penyusun kata?" Tom melepas cerutunya dan menghirup udara segar saat mereka berhenti di pinggir lapangan saat akan menuju pelabuhan. "Berhentilah berpuitis, namun ingat ini, aku hanya akan membawamu ke tempat persembunyian mereka, setelah itu aku akan pergi. Dan kesalahanku padamu, atau hutang keluargaku, aku tidak ingin mengingatnya lagi." "Kalau begitu bagus, jika kau hanya ingin mengantarku, aku tidak perlu mengantar kamu balik," balas Martin. "Itu jika kau bisa lolos dari perangkap Nigel." Tom dengan kekehan gurih, dan dia berkata lagi, "Serif, aduh, atau siapapun namamu. Mari lanjutkan perjalanan." Dan mereka pun kemudian melanju
"Ada kabar tentang Martin?" Nigel duduk di halaman tempat persembunyian darinya dengan bibir yang menikmati susu putih yang selalu menjadi kesukaannya. "Masih belum didapatkan, dia sudah menghilang tiga hari, dan tidak tahu entah kemana." Ibrahim yang duduk di samping Nigel. "Mungkin dia sudah mencari persembunyian kita." lan"Jika dia hanya mencari di ibu kota maka dia tidak akan menemukan kita walau hingga kiamat!" Nigel menaruh segelas susu miliknya dan berdiri. "Jadi apa yang harus kita lakukan?" Ibrahim mendongak menatap Nigel yang kini mondar-mandir dan berpikir. "Berikan dia sesuatu untuk menemukan kita. Jika kita tidak tahu kemana ini akan berkahir maka ini sama saja seperti sesuatu yang kosong," katanya. "Karena itulah aku bertanya Nigel Dailuna, kemana selanjutnya?!" Ibrahim berdiri dan menghentikan Nigel dari mondar-mandirnya. "Dia tidak tahu persembunyian kita, dan aku ingin dia dipermainkan sebelum itu, namun! Yang menjadi masalah di sini adalah kita kehilangan jeja
Andira terus saja memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya, apa rencana Ibrahim, dan Nigel, juga apa yang terjadi pada adiknya, Sabina. Dia tidak tahu apa-apa tentang keadaan di luar, karena saat ini dia hanya duduk di atas pinggir ranjangnya dan terkurung di dalam ruangan yang dirinya bahkan tidak tahu dia berada di kota mana. Dia menggigit dengan lembut bibirnya, berdiri dari duduknya dan mondar-mandir dengan kepala yang sangat penat, dan tubuh yang jenuh, dia rindu dunia luar dan memikirkan bagaimana dia bisa keluar dan terlepas dari permainan Ibrahim dan misi balas dendamnya. Terbersit di kepalanya sesuatu yang bisa membahayakan dirinya namun bisa juga menyelamatkannya. Yang dia bisa lakukan hanya satu, dia akan memecahkan vas bunga yang ada di ata laci dekat ranjangnya. Pyuar! Suara kaca yang pecah, sebuah vas bunga transparan berada di lantai. Beling yang bisa digunakan olehnya. Dia meraih beling yang terpecah dan menaruhnya di atas urat nadinya, di pergelangan tangann
"Kau tidak bisa pergi begitu saja! Bertahun-tahun aku merencanakan semua ini, dan kau ingin menghancurkannya, tepat saat aku hampir menyelesaikan semuanya!" Ibrahim mengoceh sambil membawa Andira ke tempat yang dipenuhi dengan para dokter yang ahli. Dia lebih memilih untuk memanggil dokter dibandingkan membawanya ke rumah sakit, karena jika Andira ke rumah sakit maka dengan mudah akan ada yang tahu, siapa yang tahu bahwa Martin Dailuna mengirimkan mata-matanya bahkan keluar kota. Andira dirawat sedemikian rupa, tangannya yang berdarah dibersihkan, dan tubuhnya terbaring lemah di atas tempat tidur. "Jangan sampai terjadi apa-apa padanya, karena salah satu dari kalian tidak akan berhasil keluar dari sini jika tidak berhasil membuka matanya!" Dengan kepanikan yang terjadi di dalam dadanya, dan rasa yang berdebar setelah mendengar bahwa Andira, gadisnya telah melakukan aksi yang akan merugikan seluruh rencananya. Dia tentu memiliki rencana yang diperuntukkan untuk Andira pada Martin, u
"Kau yakin bahwa markas tersembunyi Nigel ada di sini?" tanya Martin, dia menoleh pada Tom yang berjalan pincang di sampingnya. "Tidak yakin, tapi mungkin ini salah satunya," jawabnya. Jawaban itu tentu membuat Martin merasa kesal. Syarif sendiri ditinggalkan dan tidak ikut bersama Tom dan Martin. Mereka kini hanya berdua saja mencari markas tersembunyi dari Nigel yang entah ada dimana. Saat turun dari kapal, dan mengembuskan udara yang tidak terasa laut, betapa bersyukurnya Tom yang membenci udara seperti itu. Dia hany menyukai laut saat dia bersama putrinya, dikarenakan putri-putrinya begitu mencintai pantai. Ya tentu, bukan hanya pantai saja, namun tentu lautnya juga. "Kau tahu, aku membenci laut sangat membencinya," katanya saat berjalan di samping Martin. "Aku pernah sangat mencintai pantai dan laut," balas Martin yang awalnya malas berjalan bersama seorang pria yang berjalan pincang. "Hmm, tapi putri-putri ku sangat mencintai pantai dan laut," kata Tom lagi, yang hanya memb
"Kau sudah mendapatkan, dia kan?" tanya Ibrahim yang sekarang berada di hadapan Nigel. "Cepatlah akhiri ini, Nigel. Kau pasti akan segera mendapatkan apa yang kau inginkan, bukan?" Ibrahim yang saat ini duduk di hadapan meja Nigel dan Nigel tampak berpikir tetapi tidak senang dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Ibrahim. "Jangan terlalu tergesa-gesa, Ibrahim. Aku tahu kau sangat ingin membunuhnya sama seperti aku ingin sekali melenyapkan dia. Tapi kita tunggu, ya tunggu." Ibrahim tidak senang dengan aoa yang dikatakan Nigel, dia berdiri dan menghentakkan kursi, "Menunggu? Astaga aku sudah sangat lama menunggu dan menantikan momen ini, aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Apa yang sebenarnya kau rencanakan!" Nigel tersenyum dan ikut berdiri, "Aku sudah katakan padamu. Kau cukup menjaga Andira dan biarkan dia merasa nyaman di sini, karena sebentar lagi dia akan berguna," kaga Nigel yang sekarang berjalan ke arah pintu. Dia membuka pintu ruangan itu dan mempersilahkan Ibrah
"Nigel berhasil menangkap ayahmu, Raisi." Suara Litzia tenang. Sedangkan Raisi yang tampak tak berdaya itu hanya bisa menundukkan kepala. Dia lemas dan tidak tahu bagaimana dia akan merespon. "Akhirnya, dendam Nigel akan terselesaikan. Dia bisa menghabisi ayahku kapan saja. Tapi kenapa dia hanya menangkapnya?" Tatapan Raisi kini mengarah kepada Litzia yang terlihat tidak menemukan jawaban apa pun dari pertanyaan Raisi. Dia bahkan tidak tahu kenapa Nigel tidak menghabisi Martin saat ini juga. Kenapa dia harus menunggu waktu yang lama. "Entahlah, tapi untuk saat ini aku hanya mau kondisi mu lebih baik Raisi, kau harus makan sesuatu," kata Litzia yang masih menawarkan makanan untuk Raisi, "Jika tidak maka kau akan berada dalam kondisi yang buruk." "Saat ini aku bahkan jauh lebih buruk dari kematian itu sendiri, Litzia. Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya makanan." Litzia lalu meraih piring itu dan berusaha untuk membuat Raisi memakan sesuatu, dia menyuapi Raisi dan tidak akan pe
Martin terjatuh dan tidak bisa merasakan tubuhnya, apa yang baru saja dikatakan oleh Nigel adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Martin sudah kehilangan Nadira dan dia tidak bisa kehilangan anak lagi. Tubuhnya yang sudah mulai kurus itu terus dihentakkan lelah Nigel yang penuh dengan kebencian dan dendam. Yang pada akhirnya Nigel mendapatkan Martin hidup-hidup. Ini adalah sebuah kesempatan baginya. Bagi Nigel untuk memberikan penderitaan mutlak pada Martin Dailuna. Martin yang tidak berdaya diseret menuju bangunan tua yang cukup terlihat besar, dan tubuh itu langsung dijatuhkan di atas lantai yang lembab. "Bawa dia ke tempat yang seharusnya." Nigel yang terlihat berjalan pergi dan meninggalkan tubuh Martin yang setengah sadar dan tak berdaya. Dan kemudian dibawalah tubuh itu menuju ke tempat yang seharusnya, dan kemenangan Nigel sudah di depan mata. Andira, Raisi dan Martin, adalah pion untuk balas dendam Nigel. Di sisi lain ada Ibrahim yang sama sekali tidak terima Dnegan sikap
Lalu ketika itu, Martin yang tidak berdaya dan diseret paksa oleh Nigel membuat pria ini, yang sangat tak berdaya dan seolah tak bisa apa-apa dijatuhkan ke atas rerumputan yang lembab. Dia tentu tak bisa melakukan apa pun karena tak bersenjata dan tak ada yang bisa menyelamatkan Martin sekarang, dalam benak Martin mungkin inilah saatnya dia akan tiada. Tetapi apakah Martin akan menyerah bahkan sebelum dia bertemu dengan Andira dan juga Raisi, bagaimana jika kondisi Raisi dan Andira saat ini tidak lagi naik-naik saja dan dalam masalah yang besar? Martin tentu tidak ingin semua itu terjadi apa lagi untuk kehilangan seorang anak lagi, dia tidak mau dan tidak akan membiarkan hal yang tidak senonoh itu terjadi pada keluarganya. "Lihat sekarang diri mu, Martin, kau bukan siapa-siapa lagi dan kau tidak punya apa-apa, kau bahkan tidak tahu caranya melawanku, seakan kau bukan lagi Martin Dailuna." Tawa terdengar dari bibir Nigel, dia kemudian terbahak-bahak dan tak punya belas kasihan kep
Martin menendang senapan yang berada di tangan Nigel dan akhirnya senapan itu terjatuh di atas rerumputan basah di malam hari, dia berlari sekuat mungkin dan Nigel hanya tertawa, berpikir bahwa Martin tidak akan lolos. Senyum jahat tampak di bibirnya yang di mana saat ini, Martin berusaha keras untuk menghindari moncong senjata panas dari Nigel. Sementara itu, langkah kaki Nigel semakin cepat, dan mengikut dengan langkah kaki Martin yang berlari. Nigel menganggap bahwa pantang dilakukan oleh Martin adalah sesuatu yang sia-sia yang membuat Nigel tertawa terbahak-bahak. "Kali ini siapa yang akan menyelamatkan kau, ha, bukanlah yang telah memenjarakan aku selama ini! Martin. Aku selama ini menjadi pelindung kau, tapi apa balasan mu, ha!" Nigel membentak dan ketika Martin terjatuh, dia seolah terjatuh ke dalam sebuah memori yang pernah dialami olehnya sebelumnya, dia dikejar oleh Nigel ketika itu, saat Nigel diperintahkan oleh Mark untuk memata-matai Martin. "Aku tidak mungkin t
Masa lalu adalah yang paling menyakitkan dan yang paling ingin dilupakan oleh Martin Tapi sayangnya orang-orang yang berada di sekitar Martin selalu mengingatkan Martin terhadap Apa yang membuat pria setengah baya ini selalu terluka. Tak ada yang bisa dilakukan Martin sekarang di hadapan moncong senapan yang dihadapkan ke arah kepala Martin dan hanya satu gerakan saja ketika jari Nigel menarik pelatuk itu maka meledak lah kepala Martin. Sementara pria ini hanya menunggu kapan Nigel akan meledakkan kepalanya dan dia akan terbebas dengan apa yang selama ini terjadi tetapi sayangnya hal yang paling diinginkan Martin saat ini adalah untuk membebaskan Raisi dan Andira. Tetapi di mana Andira saat ini? Tentu Hal itu membuat Martin merasa bingung luar biasa dan ingin segera menemukan di mana mereka berdua karena jika Martin tiada sebelum menemukan Andira dan Raisi, maka kehidupan Martin akan berakhir dalam ketidaktenangan. "Sebelum kau menarik pelatuk itu, sebaiknya kau katakan apa yang s
"Aku tidak percaya aku bisa menemukan kau di sini, Martin Dailuna." Suara yang begitu mengagetkan, Martin yang berada di tengah hutan saat ini, di malam hari dan masih dalam perjalanan di mana dia harus menemukan bangunan tua di mana Nigel menyembunyikan Andira. Ketika Martin berbalik kemudian Martin melihat siapa yang berada di belakang Martin, yang di mana saat itu dan yang berada di belakang Martin ternyata adalah Nigel. Dengan senapan di tangan Nigel dan ditodongkan tepat ke arah kepala Martin membuat pria setengah bahaya ini langsung mengangkat kedua tangannya dan saling berhadapan dengan Nigel Dailuna. Beberapa kali Martin menelan saliva dan tentu saja terkejut dengan apa yang baru saja dilihat oleh Martin dan siapa yang berada di hadapan pria setengah baya ini. "Sangat mengejutkan bahwa aku bisa menemukan engkau di malam hari tepat di tengah hutan ketika aku sedang ingin berburu, yang pada akhirnya buruhan ku pun aku temukan." Nigel membuat Martin merasa bahwa Martin haru
Terjadi kekacauan antara Sarah dan Randy, di mana mereka berdua tidak ada satu pun yang bisa saling meredakan, kini hanya ada Ray yang melihat aksi Sarah dan Randy yang sekarang berlutut di lantai sambil meraih pecahan demi pecahan yang ada di atas lantai. Pecahan biola yang kini remuk dan tidak utuh lagi serta tali biola dan tak akan bisa utuh secara instan, atau mungkin dia harus membuang biola itu, Sarah langsung tersadar bahwa dia sedang melakukan sebuah kesalahan yang membuat hati Randy patah. Tentu hal ini membuat Sarah menyesal luar biasa, dia lalu dengan perlahan ikut berlutut di hadapan Randy sementara Ray hanya diam sambil menggelengkan kepala melihat aksi kakaknya itu. "Keluar." Randy bergumam dan Sarah mengabaikan ucapan Randy, dia tetap membantu Randy memungut serpihan biola itu, yang hanya membuat Randy merasa kesal dan berkata, "Aku bilang keluar dari sini!" Sebuah suara yang kini membentak dan membuat Saran terhentak. "Ibu minta maaf, sayang," kata Sarah tapi Randy
"Ibu hanya ingin memastikan, Randy bahwa sama sekali tidak ada masalah di sekolah lagi, agar kau bisa belajar dengan tenang, atau Ibu mungkin akan membawa kau ke sekolah lain," kata Sarah yang mengelus lembut rambut Randy tapi Randy memalingkan wajah dan tidak senang dengan jawaban sang ibu. "Itu hanya akan memperburuk masalah Ibu, jika Ibu datang ke sekolah dan memarahi anak nakal itu, maka mereka tidak akan berhenti mengganggu aku," kaya Randy dengan nada suara yang kesal. "Tapi sayang ibu hanya berusaha melakukan sesuatu yang terbaik untukmu," ucap Sarah sekali lagi tapi Randy tidak peduli, dia memalingkan wajah dan tidak senang dengan sang ibu, membuat Sarah merasa tersindir, dia sudah melakukan hal yang luar biasa untuk Randy tapi bahkan untuk saat ini Randy masih saja tidak melihat kepedulian ibunya sendiri. "Kenapa Ibu tidak bisa diam, seharusnya ibu duam saja dan tidak usah melakukan apa pun," kata Randy sambil menghentakkan tangan Sarah yang mengelus lembut rambut Randy, k