Home / CEO / Nafsu Bejat CEO / 93. Max Terlihat Lemah

Share

93. Max Terlihat Lemah

Author: Cececans
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Kau kenapa baru pulang sekarang, Max? Tidak biasanya kau pulang terlambat," celoteh Merry menyambut kedatangan Max di rumah. 

Baru saja Max melewati ambang pintu utama, namun Merry sudah bersedekap di hadapannya dan Edwin sedang duduk di sofa dengan ponselnya.

"Aku tadi sedang bersama Jack di kafetaria, jadi aku pulang terlambat," balas Max sengaja memancing respon kedua orang tuanya jika ia menyangkut nama Jack sebagai alasan.

"Kau bersama Jack? Mommy kan sudah bilang padamu kau harus menjaga jarak dengannya, dia bisa membuatmu celaka, Max." Merry berbicara lantang dengan wajah mengeras. Terlihat jelas rahangnya mengencang.

Edwin menarik perhatiannya dari ponsel yang ia genggam. Ia bawa pandangannya ke arah Max dan Merry berdiri. Ia menyilangkan kakinya dan menghela napas panjang.

"Bagaimana mungkin aku menjaga jarak dengan adik kandungku, Mom? Jack adalah adikku. Aku tak mau hidup terus menghindar darinya. Dan satu lagi, Jack tidak membuatk

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Netty Tya
Lanjut aaaaah KayakNya seru deeeh Thor
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Nafsu Bejat CEO   94. Air Mata Max

    "Ah... Sepertinya Zeta sudah selesai memasak." Jack beranjak dari sofa, menggiring langkah menuju ponselnya yang berdering nyaring di atas meja.Aiden ikut beranjak, siap melaksanakan tugasnya mengambil masakan Zeta di rumah Jack dan membawanya, kembali ke ruangan ini.Jack membaca pesan dari Zeta yang mencuat di layar ponselnya, ia tersenyum lalu mengangguk menatap Aiden. "Makanannya sudah siap, Aiden.""Baik, Tuan. Saya akan pergi untuk mengambilnya." Aiden membungkuk sedikit."Thanks, Aiden. Maaf aku jadi merepotkanmu." Jack menaruh kembali ponselnya ke atas meja."Tidak apa, Tuan." Aiden mengangguk sekali lagi, sebelum enyah dari ruangan Jack. Ia lalu bergegas menuju ke area parkir. Setelah mencapai mobil, ia masuk dan melajukannya dengan kecepatan sedang.Mobil yang Aiden tumpangi bersandingan dengan kendaraan lain yang lalu lalang di jalanan.Aiden menaikkan kecepatan mobilnya agar segera sampai di kediaman Jack. Ia memutar seti

  • Nafsu Bejat CEO   95. Kills Group Adalah Alat Untuk Mengancam Jack

    Jack merosot duduk lemas di kursi penunggu rumah sakit. Ia menarik napas panjang yang tak segera ia hembuskan kembali. Jejak air matanya yang sudah mengering, ia basahi lagi dengan air mata haru."Syukurlah," gumam Jack menyatukan kedua tangan di pangkuan. Ia membungkuk, menopang kepalanya dengan tangannya yang tertaut."Anda tepat waktu. Jika terlambat sedikit saja, nyawa pasien tidak tertolong," puji Dokter menepuk pundak Jack pelan, menyalurkan energi positif lewat sentuhannya, kemudian ia berlalu pergi.Jack beranjak berdiri. Ia menatap lewat jendela ruangan, tubuh Max dipenuhi alat-alat medis yang tertancap di tubuhnya. Ia lalu duduk kembali dengan kasar."Tuan..." Belum juga Aiden melanjutkan ucapannya, ia terdiam ketika melihat Merry berlari dari arah koridor panjang menuju kepadanya. Terlihat perempuan itu teramat khawatir."Di mana Max, Aiden?" tanya Merry ketika sudah berada tepat di depan Aiden. Ia celingukan melihat ruangan tertutup di

  • Nafsu Bejat CEO   96. Pertunangan Jack

    "Jadi kau benar impotent, Jack? Kenapa kau baru bicara sekarang? Besok kita sudah mengadakan pesta pertunangan, tapi..." Fay mengeratkan kepalan tangannya di samping badan."Kalau kau tidak mau, kau tinggal membatalkan pertunangannya. Gampang kan?" Jack menyela dengan acuh tak acuh. Ia berdiri dengan punggung yang bersandar pada dinding."Tapi... Aku tidak mau membatalkannya." Fay bergeleng cepat. Ia lalu duduk di sofa yang ada di apartemennya. Ia sangat syok dengan perkataan Jack, di mana pria itu mendatanginya di pagi hari untuk mengatakan sesuatu yang tak ingin Fay dengar. Fay berusaha menyangkal kalau Jack menderita impotent."Cihhh... Kau tak perlu memaksakan diri untuk mengikuti keinginan orang tuamu. Aku bisa membantumu untuk membatalkan pertunangannya. Karena Edwin sudah menjeratku, aku jadi tak bisa bergerak leluasa, tapi aku tetap bisa membantumu kalau kau mau," ujar Jack setengah bergumam. Ia selipkan kedua tangan di saku celana, menatap ke arah Fay d

  • Nafsu Bejat CEO   97. Zeta Cemburu

    Zeta belum mengantuk. Ia duduk di atas ranjang sembari menggulir layar ponselnya. Ia melihat Fay sedang melakukan siaran langsung. Karena penasaran ia memencet dan melihat langsung sebuah acara mewah yang dihadiri tamu-tamu penting, kebanyakan tamunya adalah seorang pengusaha, model, aktris, dan juga ada pejabat kota.Ia terperangah dengan gaun indah yang melekat di tubuh ramping Fay. Sungguh menawan, sampai Zeta tanpa sadar bergumam, "Cantik sekali."Fay tersenyum. Ia berkedip menggoda ke arah kamera yang sedang di bawa oleh sahabatnya, Elle."Agak ke sini dong. Biar aku kelihatan lebih jelas lagi." Fay berucap dengan anggun.Zeta mengamati yang terlihat di layar ponselnya itu dengan seulas senyum. Ia menopang dagunya dengan sebelah tangan.Fay kini terlihat seperti seorang putri dari negeri dongeng bagi Zeta. Namun tak lama kemudian kamera bergetar sedikit, mengganggu siaran langsung yang dilakukan oleh Fay.Sontak Fay terlihat menol

  • Nafsu Bejat CEO   98. Perubahan Sikap Zeta

    Jack sengaja berangkat terlambat, dan memilih untuk tetap berada di kamar Zeta. Menanti perempuan itu keluar dari kamar mandi.Tak selang beberapa lama. Zeta muncul dari balik pintu kamar mandi yang terbuka. Ia berjalan seakan tak melihat kehadiran Jack di kamarnya. Ia memilih pakaian dari lemari, kemudian kembali ke kamar mandi untuk mengenakan pakaiannya.Jack mengernyit. "Kau mau memakainya di kamar mandi? Kau kan bisa memakainya di sini, Zeta. Aku akan keluar."Jack paham. Sikap tak biasa yang ditunjukkan Zeta pasti dipicu karena perempuan itu sudah mengetahui tentang pertunangannya dengan Fay."Ada yang ingin aku bicarakan denganmu, Zeta. Aku tunggu di ruang tamu." Jack berucap lembut sebelum ia pergi dari kamar Zeta."Hmmm..." Zeta mengangguk tanpa membalas tatapan Jack.Zeta lantas memakai pakaiannya dengan segera. Ia awalnya ingin menghindari Jack, tetapi ia terlalu lemah ketika menghadapinya. Sehingga ia kini menuruni ta

  • Nafsu Bejat CEO   99. Jack Lepas Kendali

    Aiden pergi dari hadapan Jack. Ia menuju ke rumah sakit untuk melaksanakan perintah Jack untuk menjemput Zeta.Selagi, Aiden bergerak ke rumah sakit dengan mobilnya, Jack tepekur di mejanya. Ia memutar ponselnya yang tergeletak di meja berulang kali. Kemudian melihat jam di lengannya dengan jengah.Setelah ini Jack akan pergi ke club milik sahabatnya, Marc. Menghabiskan waktu di sana untuk menenangkan diri sejenak, sebelum pulang menemui Zeta. Ia akan menjelaskan semuanya kepada Zeta. Ia berharap Zeta akan mengerti.*Jack pergi meninggalkan gedung Baron group ketika langit mulai gelap. Ia menyusuri jalanan yang lumayan lengang, jarang kendaraan yang lalu lalang.Jack membelokkan mobilnya ke arah area parkir club. Ia membuka pintu mobil, dan melangkah turun. Kedatangannya itu disambut oleh dua penjaga club, Mike dan Zyan."Selamat datang, Tuan Jack." Mike dan Zyan mengucapkan salam bersamaan kepada Jack.Jack t

  • Nafsu Bejat CEO   100. Bukan Anakku

    Zeta mengernyit ketika tak mendapati haidnya datang, padahal harusnya ia sudah haid dua minggu yang lalu jika menurut kalender yang sudah ia setting untuk mengetahui siklus kapan ia akan haid.Zeta kemudian tersadar apa yang telah terjadi tiga minggu sebelumnya. Jack menyetubuhinya, dan Zeta dengan sengaja menyuruh Jack menyemburkan spermanya ke dalam rahim Zeta.Zeta menelan ludahnya dengan susah payah. Mungkinkah ini berhasil?Ketika Zeta mendapati Jack yang sedang mabuk berat, tiga minggu yang lalu. Sebuah pemikiran terbersit di dalam otaknya. Zeta tak akan bisa bersaing dengan Fay, tentu ia akan kalah telak. Tapi, jika ia mengandung anak Jack, ia pasti lebih unggul. Karena hatinya yang tak mau kehilangan Jack, dan ia juga sudah sangat mencintai pria itu, membuat Zeta tak bisa berpikir jernih.Jantung Zeta berdetak kencang, ia mengelus perut ratanya dan tersenyum." Mungkinkah akan ada Jack kecil di sini?"Pintu terbuka, memperlihatkan Jack

  • Nafsu Bejat CEO   101. Di Balik Topeng Fay

    "Aku hamil anakmu, Jack," balas Zeta pedih. Sudah ia duga, Jack akan bersikap seperti ini. Ditambah lagi pria itu sedang mabuk berat ketika melakukannya. Pasti Jack tak akan ingat dengan kejadian malam itu."Anakku? Aku tak merasa membuatmu hamil, Zeta?" Jack menautkan alisnya."Memangnya aku melakukannya dengan siapa lagi jika bukan dengan kau, Jack?" Zeta membalas dengan memberikan penekanan ke setiap kata yang terlontar. Setelahnya, ia gigit bibir bawahnya kuat untuk menahan diri dari menangis. Ia mengerjap cepat, mengusir air mata yang membuat pandangannya kabur."Bukankah kita sudah lama tak melakukannya, Zeta? Lagi pula setiap kali kita melakukannya aku selalu menyemburkan spermaku di luar, tidak..." Jack berhenti ketika melihat Zeta menangis sesengukan. Ia jadi tak tega melihatnya."Zeta..." Jack duduk di samping Zeta, meraihnya ke dalam pelukan."Kau tak ingat, Jack? Ketika kau mabuk berat, saat itu kita melakukannya. Dan ketika kau h

Latest chapter

  • Nafsu Bejat CEO   120. After Everything (The End)

    Zeta dan Jack baru saja keluar dari gedung megah Grands Magasins di kota Paris. Zeta sama sekali tak menyurutkan senyumnya sedari tadi, membuat Jack ikut mengulas senyum melihatnya. "Kau terlihat sangat senang, Zeta. Setelah ini kita mau ke mana?" Jack melirik Zeta sebelum masuk ke taksi yang ia sewa untuk berkeliling kota Paris. "Tentu saja aku senang, Jack. Hari ini aku sudah mengunjungi banyak sekali tempat yang menakjubkan." Zeta menunjuk ke arah kedua tangannya yang membawa dua kantong belanja berisi parfum dan pakaian bermerk yang tadi Jack belikan untuknya. Zeta menarik napas. "Lebih baik setelah ini kita kembali ke hotel. Badanku sudah lelah, Jack. Tapi, sebelumnya aku ingin beli buket bunga," ucap Zeta dengan mata berkedip penuh harap. "Baiklah." Jack mengangguk paham. Ia dan Zeta masuk ke taksi yang segera membawanya ke sebuah toko bunga yang letaknya tak jauh dari lokasi hotel yang mereka inapi. Di dalam taksi, Zeta meletakkan kepal

  • Nafsu Bejat CEO   119. Honeymoon Kedua

    "Sepertinya kota Paris bagus, Dad. Sekalian aku dan Zeta akan honeymoon kedua di kota romantis itu." Jack menaik turunkan alisnya. Ia tersenyum penuh arti kepada Zeta."Jack, kita kan sudah honeymoon. Masa mau honeymoon lagi?" Zeta bergeleng, menolak ide Jack tersebut.Edwin mengamati Jack dan Zeta bergantian. "Baiklah. Aku akan membelikan dua tiket ke Paris untuk besok.""Apa besok, Om. Eh... Dad?" Zeta terbelalak tak percaya. Ia semakin keras bergeleng."Thanks, Dad." Jack menyela, ia merangkul pundak Zeta dan mengulas senyum manis kepada Edwin.*Aiden menatap bangunan besar yang berdiri angkuh di depannya. Ia tak berpikir panjang lagi dan memilih untuk menggerakkan kaki memasuki gedung tersebut.Kedatangan Aiden disambut oleh para staf yang menjaga rumah sakit jiwa, di mana Lisa sedang dirawat. Terlihat ada beberapa perawat berlarian menuju ke pintu ruangan yang tertutup."Ada yang bisa say

  • Nafsu Bejat CEO   118. Max, Putra Manisku

    "Kau mau ikut, Merry?" Edwin berdiri lalu menghampiri Merry yang bersedekap di depannya."Tidak. Kau saja yang pergi." Merry membalas dengan acuh tak acuh."Kau tidak mau melihat cucumu? Kau tidak penasaran seperti apa rupanya?" Edwin menyentuh pelan kedua pundak Merry.Merry bergeleng. "Tidak.""Hmmm... Kau berubahlah, Merry. Kau jangan terus menaruh rasa bencimu itu kepada Jack, apalagi kepada cucumu yang baru saja lahir. Dia tidak tahu apa-apa. Ya... Meski kau begitu, karena merasa tertekan sejak kau melahirkan Jack sampai sekarang. Tapi, Jack juga darah dagingmu. Berhentilah membencinya, Merry." Edwin menatap Merry dengan sendu.Merry terbungkam oleh perkataan Edwin. Sejak kapan pria itu berubah? Merry merasa Edwin kembali seperti masa mudanya, ketika mereka masih berpacaran dulu. Edwin begitu peduli, dan ucapannya selalu meneduhkan. Sosok Edwin itu telah tenggelam lama dalam ambisius pria itu yang ingin mendirikan perusahaan besar, sampa

  • Nafsu Bejat CEO   117. Tak Sanggup Jadi Mama

    Jack menggendong Max kecil, berusaha untuk menenangkannya. Ia lalu membaringkan Max ke atas ranjang yang kemudian diperiksa oleh dokter sebelum bayi tersebut diperbolehkan pulang.Zeta yang ada di sisinya menatap Jack. Ia baru saja diperiksa dan keadaannya baik. Maka, besok pagi ia sudah diizinkan meninggalkan rumah sakit."Jack..." panggil Zeta yang langsung ditanggapi oleh senyuman lembut Jack."Apa Zeta?" Jack bergerak mendekati Zeta. Ia membawa dirinya untuk berdiri tepat di sisi Zeta."Besok aku sudah diperbolehkan pulang, Jack. Tinggal menunggu Max selesai diperiksa." Zeta menyentuh punggung tangan Jack yang dipakai pria itu untuk menyangga tubuhnya di tepi ranjang, sementara wajahnya mencondong pada Zeta.Jack mengangguk mengerti. "Jadi, apa kau ingin membuat pesta kecil untuk menyambut bayi kita? Pesta baby newborn?"Zeta beralih memandang langit-langit ruangan seraya berpikir sejenak. "Sepertinya, boleh juga, Jack. Harus ada h

  • Nafsu Bejat CEO   116. Wajahnya Seperti Jack

    "Tuan..." Aiden menunduk pelan di depan Edwin. Ia lalu menegakkan kembali kepalanya, menanti ucapan apa yang akan Edwin lontarkan ketika dirinya kedapatan hendak meninggalkan kantor tanpa izin.Edwin mengamati Aiden dengan alis terangkat satu. "Kau mau ke mana, Aiden?"Aiden tidak langsung membalas pertanyaan Edwin tersebut. Ia mencoba mencari jawaban lain, namun tak kunjung dapat. Maka, ia berucap jujur. "Saya hendak ke rumah sakit untuk menegok Tuan Jack dan Nona Zeta."Edwin melipat kedua tangannya di depan dada. "Zeta sudah melahirkan?"."Sepertinya belum, Tuan. Maka dari itu saya hendak ke sana untuk mencari tahu karena... Tuan Jack sulit untuk saya hubungi." Aiden nyaris keceplosan. Ia tadi hampir saja mengatakan kalau Jack tak memperbolehkannya ke rumah sakit. Kalau saja ia sampai berkata demikian, ia tak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan pria paruh baya di depannya.Edwin hanya mengangguk. Ia berbalik, berderap meninggalkan Ai

  • Nafsu Bejat CEO   115. Ditemani Suami

    Sembilan bulan telah berlalu, semenjak kematian Max. Jack kini meluangkan banyak waktunya untuk menemani Zeta. Ia tak pernah jenak jika harus meninggalkan Zeta sendirian, bahkan untuk bekerja. Pikirannya akan dipenuhi Zeta dan itu membuatnya tidak bisa berkonsentrasi.Untung saja, Edwin memaklumi itu, bahkan dirinya ikut membantu mengelola Baron group sehingga pekerjaan Jack jadi tidak terlampau berat. Entah kenapa, sejak kematian Max semua telah berubah.*Jack duduk di tepi ranjang, ia mengulurkan tangan untuk memberikan sapuan lembut kepada Zeta yang terbaring di sisinya. Perempuan itu tersenyum padanya.Zeta sudah memasuki usia kandungan sembilan bulan. Perutnya sudah buncit dan jika menurut prediksi dokter, ia akan melahirkan di waktu dekat ini."Jack, kau tidak bekerja lagi hari ini?" Zeta mendongak dengan alis yang tertaut.Jack menggeleng. "Tidak. Aku ingin menemanimu terus, Zeta," tekan Jack seraya mengulas senyum lembut

  • Nafsu Bejat CEO   114. Di Balik Semuanya

    Jack menggenggam erat tangan Zeta sesampainya ia di pemakaman. Ia melihat langsung bagaimana peti Max dimasukkan ke dalam liang lahat. Menatapnya dengan perih.Zeta mengusap punggung tangan Jack dalam diam. Kedua matanya terasa panas, ingin menangis lagi. Ia segera mengerjap ketika Jack menggeser pandangan padanya."Aku kan sudah bilang kalau kau sebaiknya berada di penthouse. Bagaimana kalau kesehatanmu down lagi dan membahayakan bayi di kandunganmu?" Jack berkata lirih dan sangat lembut, sampai Zeta tak kuasa menahan tangis. Pria di depannya itu telah kehilangan orang yang teramat dicintai, tapi tetap saja Jack mau memperhatikan Zeta."Aku tidak apa-apa, Jack." Zeta mengusap kasar pipinya, menghilangkan jejak air mata dari sana."Hei... Udah dong." Jack mengusap pipi Zeta dengan pelan. Ia menghentikan usapan kasar dari tangan Zeta yang bisa saja melukai pipinya yang kini terlihat kemerahan."Jadi merah kan pipimu," imbuh Jack memaksakan sen

  • Nafsu Bejat CEO   113. Harus Merelakanmu

    Napas Jack memburu. Ia menghentikan langkah ketika ia sudah berdiri tepat di depan sebuah rumah yang telah lama tak ia singgahi. Rumah itu sekarang terlihat lebih suram.Jack berjalan pelan, semakin mendekati pintu utama rumah keluarganya. Rumah ini terasa asing setelah ia tinggalkan, dan tak pernah memberikan kenangan indah baginya. Bahkan ketika Jack menginjakkan kakinya lagi di sini. Ia pun disuguhkan dengan hal yang membuatnya seolah tak mau bernapas lagi. Sesak dan sakit rasanya.Jack terus bergerak. Ia menerobos tanpa permisi beberapa orang yang menghalangi pemandangannya. Ia kini sudah berdiri di depan sebuah peti. Peti yang sangat Jack takutkan jika ia melihatnya.Merry menangis sambil memeluk peti itu, tak mau melepaskannya meski Edwin berusaha menarik Merry dari peti tersebut.Edwin mendesah berat ketika usahanya gagal. Ia lalu melempar pandangan yang tak sengaja menangkap Jack yang diam mematung di tempatnya berdiri."Jack," lirih Edwin

  • Nafsu Bejat CEO   112. Kehilangan Di Hari Yang Berbahagia

    "Olivia... Kau datang?" Jack memperlebar senyumnya."Ya, tentu saja. Aku datang, Jack. Selamat ya atas penikahan kalian. Aku sangat senang." Olivia beralih menatap Zeta yang juga balas menatapnya dengan raut wajah ramah."Jack, istrimu sangat cantik. Kau harus menjaganya," bisik Olivia memperingatkan Jack."Tentu saja, Olivia. Aku akan menjaga Zeta, bahkan dari jangkauanmu." Jack menarik Zeta agar menempel padanya."Ho... Ho... Kau sangat protektif, Jack," kekeh Olivia menggoda."Kau tinggal di Chicago sekarang?" tanya Jack seraya meletakkan tangannya ke pundak Zeta, merangkulnya dengan gestur melindungi."Tidak. Aku akan kembali ke New York. Aku di Chicago hanya karena menghadiri pernikahanmu." Olivia mengedikkan bahu."Sebelum kau pergi, tidak bisakah kau mengunjungi Max di rumah sakit? Setelah ini aku dan Zeta rencananya juga akan ke sana untuk menjenguknya." Senyum Jack tak pernah luruh dari wajah tampannya."Ah... Iya... A

DMCA.com Protection Status