Beranda / CEO / Nafsu Bejat CEO / 83. Kepahitan

Share

83. Kepahitan

Penulis: Cececans
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Aku benar-benar tak menduganya, Aiden. Kau melakukannya dengan baik." Jack tersenyum kepada pria di sampingnya. Setelah tadi ia dan Aiden membawa Lisa ke rumah sakit jiwa dan meminta fasilitas terbaik untuk perempuan itu, mereka kembali ke gedung perusahaan.

Aiden tersenyum, seakan ia telah melepaskan beban beratnya dan itu membuatnya lega. "Saya tidak akan bisa melakukannya tanpa Anda, Tuan."

"Kenapa jadi aku, Aiden? Itu semua kan karena tekadmu sendiri untuk menyelesaikan masalahmu." Jack bersedekap, memutar mata sambil tersenyum.

"Terima kasih banyak, Tuan." Aiden menunduk sopan.

"Sudahlah, kau seperti orang asing saja. Kau kan sudah aku anggap keluarga sendiri," balas Jack bergurau dengan sebelah tangan menepuk pundak Aiden cukup keras.

Aiden hanya bisa membalas Jack dengan senyuman lebar. "Baik, Tuan."

Aiden kemudian memutar posisi duduknya, membelakangi Jack. Ia tidak sekuat yang terlihat. Di dalam hatinya masih terselip kepahitan mas

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Nafsu Bejat CEO   84. Serangan Dari Dalam

    "Fayline group?" tanya Aiden terbelalak. Ia lepaskan kedua tangan dari seseorang di depannya dan orang itu segera terhuyung tak sadarkan diri ke jalan.Jack mengusap cipratan darah di pipinya, ia sudah membuat empat lawannya sekarat sekarang. Yang terakhir Jack membuat kepalanya pecah dengan sebalok kayu yang ia hantamkan dengan keras dan berkali-kali.Jack menyisakan satu orang yang ia biarkan sadar. Ia berjongkok dan mendekati pria itu.Jack menatapi pria di depannya yang hanya bisa membalas tatapannya karena tangan dan kakinya sudah dipatahkan oleh Jack."Siapa yang menyuruhmu melakukan ini, huh?" Jack bertanya dengan mendesis tajam. Ia tak akan mengampuni siapa pun yang telah menyuruh lima orang di depannya itu untuk mencelakai Max. Kalau ia terlambat sedikit saja, mungkin nyawa Max yang jadi taruhannya. Jack tadi dengan sengaja mengunci Max yang sudah tak sadarkan diri di dalam mobil. Ia bergerak dengan cepat, sebelum orang-orang itu menyerangn

  • Nafsu Bejat CEO   85. Perusahaan Di Ujung Tanduk

    "Dad..." Fay merajuk dengan seseorang di telepon."Ada apa, Sayang?" balas pria dengan sebuah pertanyaan."Bolehkah aku memakai penthouse milik Daddy untuk semalam saja?" Fay menggigit bibir bawahnya, sangat berharap ayahnya akan memperbolehkan permintaannya ini."Untuk apa?""Untuk bersenang-senang dengan Jack. Lagi pula setelah ini aku dan dia akan resmi bertunangan. Boleh kan Daddy?" Fay semakin kalut ketika tak mendapatkan jawabannya dengan segera."Of course, Sayang. Kau boleh memakainya kapan saja.""Thanks, Dad. I love you so much." Fay tersenyum merekah."I love you too, Honey.""Lihat saja nanti Jack. Kau akan tergila-gila padaku," desis Fay mengulas senyum tipis setelah menutup sambungan teleponnya.***Paginya, Zeta masih tak mendapati kepulangan Jack di rumah. Ia mendesah kecewa sembari melangkah kembali ke kamarnya. Di tengah perjalanan ia bersimpangan dengan Lerry yang sudah s

  • Nafsu Bejat CEO   86. Jack Tidak Bisa Berkutik

    "Dia tidak akan percaya jika hanya mendengarnya, Aiden." Jack bergeleng.Deringan ponsel Jack yang tergeletak di meja menghentikan pembicaraan di antara Jack dan Aiden.Jack bergerak mengambil ponselnya, ia mengernyit membaca nama sang penelepon. "Dia meneleponku, Aiden," tukas Jack memutar mata malas setelah menyempatkan diri melirik ke arah Aiden dengan senyuman miring.Aiden hanya menggerakkan kepalanya, mengiyakan. Ia kemudian tak bersuara, menutup mulut agar tak mengganggu pembicaraan Jack dan Fay di telepon."Kau, nanti malam tidak ada acara kan?""Kenapa kau bertanya seperti itu, huh?" balas Jack menyentak."Aku ingin kita makan malam bersama. Kau mau kan?" Suara Fay dari seberang telepon melembut."Aku sibuk.""Please, Jack. Ada yang perlu aku bicarakan denganmu. Ini penting. Aku mohon," desak Fay lebih lagi. Ia memohon dengan sangat agar Jack mau."Baiklah. Jam berapa dan di mana?" tukas Jack mendengus kes

  • Nafsu Bejat CEO   87. Menyewa Pria Lain

    Fay kemudian duduk di meja, ia lebarkan kedua kakinya untuk memperlihatkan kewanitaannya tepat di depan Jack. "Mari kita bermain sebentar, Jack," desah Fay sengaja menggoda."Kau jalang juga," balas Jack tersenyum miring. Dari dalam hati ia mendesis pelan, bahwa Jack akan membuat Fay membencinya. Dengan begitu Fay akan berhenti, dan membatalkan pertunangannya tanpa perlu Jack repot-repot menyinggung kedua orang tuanya."Kemarilah!" Jack menggeser pinggul Fay mendekat padanya.Fay menurut. Ia turunkan pinggulnya kepada Jack. Ia kini duduk di pangkuan Jack."Kau menginginkan ini?" tanya Jack mengernyit sembari menunjuk ke arah juniornya."Iya, Jack. Bebaskan dia," balas Fay mengangguk dengan menggigit bibir bawahnya tak kuasa menahan gairah yang kini mencuat."Bagaimana kalau dia nanti menggigitmu?" Jack tak kunjung membuka celananya, ia masih mengulur waktu dengan sangaja."Tidak apa-apa, Jack. Ahh..." Fay melepaskan desahan sensualnya

  • Nafsu Bejat CEO   88. Manisnya Hubungan Mereka

    Zeta bangun lebih awal. Ia membantu merapikan dasi yang dipakai oleh Jack. Ia mengecup bibir Jack sebagai penyemangat di pagi ini sebelum pria itu pergi."Aku berangkat ya, Zeta." Jack memeluk Zeta erat, enggan untuk melepasnya."Kau mau begini terus, Jack? Nanti kau terlambat" celetuk Zeta menohok Jack, melonggarkan pelukan Jack atasnya.Jack terkekeh seraya melepaskan pelukannya dari tubuh Zeta. Ia mengusap kepala Zeta lembut. "Ya sudah, kau kembalilah tidur. Aku tahu kau bangun pagi agar bisa memberikan kecupan penyemangatmu itu kan?""Kau tahu saja, Jack." Zeta menunduk malu, ia lalu menguap dan meregangkan tubuhnya."Aku tidak akan pulang terlambat, jadi kau boleh menunggu kepulanganku. Tidak seru ketika aku pulang dan kau sudah tidur. " Jack sengaja menekuk sudut bibirnya ke bawah."Iya... Iya... Aku tidak akan tidur sebelum kau pulang," balas Zeta dengan penuh penekanan."Gitu dong." Jack menyambar bibir Zeta lagi sebelum

  • Nafsu Bejat CEO   89. Masih Saudara

    Max berdiri tepat di depan Jack, ia tak berhenti mengulas senyum lembut. "Kerja bagus, Jack. Baron group pulih dengan cepat.""Ah... Itu karena Daddy, Max." Jack mengedikkan bahu serentak."Daddy?" Max menaikkan sebelah alisnya. Dua tangan ia jejalkan ke dalam saku celana sembari menghembuskan napas ke udara pelan."Iya. Daddy yang membantu. Yah, meski ada syaratnya." Jack terdiam sejenak sebelum akhirnya ia berkata lagi, kini ia berbisik pelan kepada Max, "Kau juga sedang mencari tahu tentang Fayline group? Mereka kan yang menyerangmu?"Max mengangguk mengiyakan. "Kau pasti terkejut dengan informasi yang sudah aku dapat ini," balasnya berbisik dengan kepala sedikit condong ke arah Jack.Jack mencebik, menyepelekan ucapan Max barusan. Namun, secara cepat wajahnya berubah terkejut mendengar bisikan Max selanjutnya."Sudah kuduga kau akan terkejut, Jack." Max menepuk pundak Jack dan terkekeh nyaring. Ia lalu melirik ke arah belakang Jack, di m

  • Nafsu Bejat CEO   90. Max Membangkang

    Jack terduduk lesu di kursinya. Masalah di perusahaan sudah selesai, namun ia tak merasa senang akan hal itu. Karena semua hanyalah pembodohan Edwin belaka. Ayahnya telah mempermainkan Jack.Jack mendesah beberapa kali, membuat Aiden yang duduk tak jauh darinya melirik ke arahnya."Ada apa, Tuan?" tanya Aiden penuh perhatian."Tidak apa-apa, Aiden. Hanya saja moodku hari ini jadi sangat jelek," jawab Jack yang kemudian mencoba melirik jam yang melingkar di tangannya."Sebentar lagi kita pulang," desah Jack melepaskan udara kasar dari hidungnya. "Kau mau mampir ke kafetaria dulu?"Aiden mengangguk, mengiyakan ajakan Jack tersebut. "Iya, Tuan. Lagi pula kita juga perlu memperbaiki suasana hati.""Coklat baik untuk memperbaiki suasana hati, Aiden," tukas Jack memutar bolpoin di tangan kanannya."Mungkin aku akan menyuruh orangku membelikan coklat dan membawanya ke sini," imbuh Jack menghentikan gerakan tangannya dan mel

  • Nafsu Bejat CEO   91. Dia Adikku, Mom

    "Zeta..." panggil Jack mendongak ke dalam kamar Zeta dengan membawa sekotak coklat di belakang tubuhnya."Jack, kau sudah pulang?" Zeta berjingkat turun dari kasur dan berlari menghampiri Jack."Aku membawakan coklat untukmu," seru Jack menjulurkan sebuah kotak ke depan Zeta."Wow... Thanks, Jack." Zeta menerima kotak tersebut. Ia lalu menyuruh Jack duduk di pinggir tempat tidurnya, sementara ia sendiri sibuk membuka kota dan segera terkesima dengan coklat yang berjejer rapi dalam berbagai bentuk."Suapi aku, Jack." Zeta mengerucutkan bibir dan berbicara manja.Jack mengulas senyum lalu beranjak. "Aku harus cuci tangan dulu."Zeta mengangguk. Ia menaruh kotak coklat ke pangkuannya, sembari menanti Jack yang masih mencuci tangannya di kamar mandi.Jack kini berada di depan wastafel. Menyalakan kran, menyapukan sabun, lalu mengguyur kedua tangannya dengan air. Ia berbalik kembali kepada Zeta."Sudah..." Jack menghampiri Zeta. Ia

Bab terbaru

  • Nafsu Bejat CEO   120. After Everything (The End)

    Zeta dan Jack baru saja keluar dari gedung megah Grands Magasins di kota Paris. Zeta sama sekali tak menyurutkan senyumnya sedari tadi, membuat Jack ikut mengulas senyum melihatnya. "Kau terlihat sangat senang, Zeta. Setelah ini kita mau ke mana?" Jack melirik Zeta sebelum masuk ke taksi yang ia sewa untuk berkeliling kota Paris. "Tentu saja aku senang, Jack. Hari ini aku sudah mengunjungi banyak sekali tempat yang menakjubkan." Zeta menunjuk ke arah kedua tangannya yang membawa dua kantong belanja berisi parfum dan pakaian bermerk yang tadi Jack belikan untuknya. Zeta menarik napas. "Lebih baik setelah ini kita kembali ke hotel. Badanku sudah lelah, Jack. Tapi, sebelumnya aku ingin beli buket bunga," ucap Zeta dengan mata berkedip penuh harap. "Baiklah." Jack mengangguk paham. Ia dan Zeta masuk ke taksi yang segera membawanya ke sebuah toko bunga yang letaknya tak jauh dari lokasi hotel yang mereka inapi. Di dalam taksi, Zeta meletakkan kepal

  • Nafsu Bejat CEO   119. Honeymoon Kedua

    "Sepertinya kota Paris bagus, Dad. Sekalian aku dan Zeta akan honeymoon kedua di kota romantis itu." Jack menaik turunkan alisnya. Ia tersenyum penuh arti kepada Zeta."Jack, kita kan sudah honeymoon. Masa mau honeymoon lagi?" Zeta bergeleng, menolak ide Jack tersebut.Edwin mengamati Jack dan Zeta bergantian. "Baiklah. Aku akan membelikan dua tiket ke Paris untuk besok.""Apa besok, Om. Eh... Dad?" Zeta terbelalak tak percaya. Ia semakin keras bergeleng."Thanks, Dad." Jack menyela, ia merangkul pundak Zeta dan mengulas senyum manis kepada Edwin.*Aiden menatap bangunan besar yang berdiri angkuh di depannya. Ia tak berpikir panjang lagi dan memilih untuk menggerakkan kaki memasuki gedung tersebut.Kedatangan Aiden disambut oleh para staf yang menjaga rumah sakit jiwa, di mana Lisa sedang dirawat. Terlihat ada beberapa perawat berlarian menuju ke pintu ruangan yang tertutup."Ada yang bisa say

  • Nafsu Bejat CEO   118. Max, Putra Manisku

    "Kau mau ikut, Merry?" Edwin berdiri lalu menghampiri Merry yang bersedekap di depannya."Tidak. Kau saja yang pergi." Merry membalas dengan acuh tak acuh."Kau tidak mau melihat cucumu? Kau tidak penasaran seperti apa rupanya?" Edwin menyentuh pelan kedua pundak Merry.Merry bergeleng. "Tidak.""Hmmm... Kau berubahlah, Merry. Kau jangan terus menaruh rasa bencimu itu kepada Jack, apalagi kepada cucumu yang baru saja lahir. Dia tidak tahu apa-apa. Ya... Meski kau begitu, karena merasa tertekan sejak kau melahirkan Jack sampai sekarang. Tapi, Jack juga darah dagingmu. Berhentilah membencinya, Merry." Edwin menatap Merry dengan sendu.Merry terbungkam oleh perkataan Edwin. Sejak kapan pria itu berubah? Merry merasa Edwin kembali seperti masa mudanya, ketika mereka masih berpacaran dulu. Edwin begitu peduli, dan ucapannya selalu meneduhkan. Sosok Edwin itu telah tenggelam lama dalam ambisius pria itu yang ingin mendirikan perusahaan besar, sampa

  • Nafsu Bejat CEO   117. Tak Sanggup Jadi Mama

    Jack menggendong Max kecil, berusaha untuk menenangkannya. Ia lalu membaringkan Max ke atas ranjang yang kemudian diperiksa oleh dokter sebelum bayi tersebut diperbolehkan pulang.Zeta yang ada di sisinya menatap Jack. Ia baru saja diperiksa dan keadaannya baik. Maka, besok pagi ia sudah diizinkan meninggalkan rumah sakit."Jack..." panggil Zeta yang langsung ditanggapi oleh senyuman lembut Jack."Apa Zeta?" Jack bergerak mendekati Zeta. Ia membawa dirinya untuk berdiri tepat di sisi Zeta."Besok aku sudah diperbolehkan pulang, Jack. Tinggal menunggu Max selesai diperiksa." Zeta menyentuh punggung tangan Jack yang dipakai pria itu untuk menyangga tubuhnya di tepi ranjang, sementara wajahnya mencondong pada Zeta.Jack mengangguk mengerti. "Jadi, apa kau ingin membuat pesta kecil untuk menyambut bayi kita? Pesta baby newborn?"Zeta beralih memandang langit-langit ruangan seraya berpikir sejenak. "Sepertinya, boleh juga, Jack. Harus ada h

  • Nafsu Bejat CEO   116. Wajahnya Seperti Jack

    "Tuan..." Aiden menunduk pelan di depan Edwin. Ia lalu menegakkan kembali kepalanya, menanti ucapan apa yang akan Edwin lontarkan ketika dirinya kedapatan hendak meninggalkan kantor tanpa izin.Edwin mengamati Aiden dengan alis terangkat satu. "Kau mau ke mana, Aiden?"Aiden tidak langsung membalas pertanyaan Edwin tersebut. Ia mencoba mencari jawaban lain, namun tak kunjung dapat. Maka, ia berucap jujur. "Saya hendak ke rumah sakit untuk menegok Tuan Jack dan Nona Zeta."Edwin melipat kedua tangannya di depan dada. "Zeta sudah melahirkan?"."Sepertinya belum, Tuan. Maka dari itu saya hendak ke sana untuk mencari tahu karena... Tuan Jack sulit untuk saya hubungi." Aiden nyaris keceplosan. Ia tadi hampir saja mengatakan kalau Jack tak memperbolehkannya ke rumah sakit. Kalau saja ia sampai berkata demikian, ia tak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan pria paruh baya di depannya.Edwin hanya mengangguk. Ia berbalik, berderap meninggalkan Ai

  • Nafsu Bejat CEO   115. Ditemani Suami

    Sembilan bulan telah berlalu, semenjak kematian Max. Jack kini meluangkan banyak waktunya untuk menemani Zeta. Ia tak pernah jenak jika harus meninggalkan Zeta sendirian, bahkan untuk bekerja. Pikirannya akan dipenuhi Zeta dan itu membuatnya tidak bisa berkonsentrasi.Untung saja, Edwin memaklumi itu, bahkan dirinya ikut membantu mengelola Baron group sehingga pekerjaan Jack jadi tidak terlampau berat. Entah kenapa, sejak kematian Max semua telah berubah.*Jack duduk di tepi ranjang, ia mengulurkan tangan untuk memberikan sapuan lembut kepada Zeta yang terbaring di sisinya. Perempuan itu tersenyum padanya.Zeta sudah memasuki usia kandungan sembilan bulan. Perutnya sudah buncit dan jika menurut prediksi dokter, ia akan melahirkan di waktu dekat ini."Jack, kau tidak bekerja lagi hari ini?" Zeta mendongak dengan alis yang tertaut.Jack menggeleng. "Tidak. Aku ingin menemanimu terus, Zeta," tekan Jack seraya mengulas senyum lembut

  • Nafsu Bejat CEO   114. Di Balik Semuanya

    Jack menggenggam erat tangan Zeta sesampainya ia di pemakaman. Ia melihat langsung bagaimana peti Max dimasukkan ke dalam liang lahat. Menatapnya dengan perih.Zeta mengusap punggung tangan Jack dalam diam. Kedua matanya terasa panas, ingin menangis lagi. Ia segera mengerjap ketika Jack menggeser pandangan padanya."Aku kan sudah bilang kalau kau sebaiknya berada di penthouse. Bagaimana kalau kesehatanmu down lagi dan membahayakan bayi di kandunganmu?" Jack berkata lirih dan sangat lembut, sampai Zeta tak kuasa menahan tangis. Pria di depannya itu telah kehilangan orang yang teramat dicintai, tapi tetap saja Jack mau memperhatikan Zeta."Aku tidak apa-apa, Jack." Zeta mengusap kasar pipinya, menghilangkan jejak air mata dari sana."Hei... Udah dong." Jack mengusap pipi Zeta dengan pelan. Ia menghentikan usapan kasar dari tangan Zeta yang bisa saja melukai pipinya yang kini terlihat kemerahan."Jadi merah kan pipimu," imbuh Jack memaksakan sen

  • Nafsu Bejat CEO   113. Harus Merelakanmu

    Napas Jack memburu. Ia menghentikan langkah ketika ia sudah berdiri tepat di depan sebuah rumah yang telah lama tak ia singgahi. Rumah itu sekarang terlihat lebih suram.Jack berjalan pelan, semakin mendekati pintu utama rumah keluarganya. Rumah ini terasa asing setelah ia tinggalkan, dan tak pernah memberikan kenangan indah baginya. Bahkan ketika Jack menginjakkan kakinya lagi di sini. Ia pun disuguhkan dengan hal yang membuatnya seolah tak mau bernapas lagi. Sesak dan sakit rasanya.Jack terus bergerak. Ia menerobos tanpa permisi beberapa orang yang menghalangi pemandangannya. Ia kini sudah berdiri di depan sebuah peti. Peti yang sangat Jack takutkan jika ia melihatnya.Merry menangis sambil memeluk peti itu, tak mau melepaskannya meski Edwin berusaha menarik Merry dari peti tersebut.Edwin mendesah berat ketika usahanya gagal. Ia lalu melempar pandangan yang tak sengaja menangkap Jack yang diam mematung di tempatnya berdiri."Jack," lirih Edwin

  • Nafsu Bejat CEO   112. Kehilangan Di Hari Yang Berbahagia

    "Olivia... Kau datang?" Jack memperlebar senyumnya."Ya, tentu saja. Aku datang, Jack. Selamat ya atas penikahan kalian. Aku sangat senang." Olivia beralih menatap Zeta yang juga balas menatapnya dengan raut wajah ramah."Jack, istrimu sangat cantik. Kau harus menjaganya," bisik Olivia memperingatkan Jack."Tentu saja, Olivia. Aku akan menjaga Zeta, bahkan dari jangkauanmu." Jack menarik Zeta agar menempel padanya."Ho... Ho... Kau sangat protektif, Jack," kekeh Olivia menggoda."Kau tinggal di Chicago sekarang?" tanya Jack seraya meletakkan tangannya ke pundak Zeta, merangkulnya dengan gestur melindungi."Tidak. Aku akan kembali ke New York. Aku di Chicago hanya karena menghadiri pernikahanmu." Olivia mengedikkan bahu."Sebelum kau pergi, tidak bisakah kau mengunjungi Max di rumah sakit? Setelah ini aku dan Zeta rencananya juga akan ke sana untuk menjenguknya." Senyum Jack tak pernah luruh dari wajah tampannya."Ah... Iya... A

DMCA.com Protection Status