Bab 28
Dengan pikiran yang merambat ke mana-mana, seputar dua wanita yang ada di hatinya, akhirnya Arsyad sukses melalui siang ini hingga waktu tugasnya usai.
Ia pulang ke rumah dengan keadaan kurang semangat.
Hari telah menjelang sore, di rumah keadaan begitu senyap. Bu Melia belum pulang.
Ingin menghubungi Naura, tapi takut dikira mengganggu seperti tadi siang.
Untuk mengusir rasa kesepian hatinya, Arsyad mencoba untuk mencari suasana baru. Ia berpikir untuk berkeliling seputar kota tempat tinggalnya.
Sebelum meninggalkan rumah, terlebih dahulu Arsyad memberitahu ibunya dengan cara mengirim pesan singkat.
"Bu aku keluar sore ini, ingin mencari udara segar. Jangan khawatir apabila Arsyad p
Bab 29 "Lagipula kalau kau benar-benar melihat aku di sana mengapa tidak kau sergap saja? Bukannya cuma berani lewat telepon mana buktinya ada aku di sana? Mana?" Arsyad tercekat dengan tuduhan balik dari Naura. "Ayo jawab, Pa! Aku tidak suka kau menuduh-nuduh aku seburuk itu. Aku masih punya harga diri. Mana ada aku berjalan sama laki-laki lain. Palingan kamu yang berperilaku seperti tuduhanmu. Buktinya saja tanpa bilang-bilang sama aku kamu malah keluar, ini sudah menjelang malam. Kemana lagi tujuanmu keluar dari rumah di jam-jam seperti ini?" "Ayo sekaranglah kamu mau bilang apa, Pa? Yang patut dituduhkan itu kamu, bukan aku. Oleh sebab itu jagalah bicaramu. Sakit hatiku di tuduh-tuduh tidak jelas seperti ini. Laki-laki tidak tahu diri. Masih untung aku mau jadi istri kamu. kalau aku tahu sedari dulu sifatmu begini mah aku nggak bakalan mau di jodoh-jodohin sam
Bab 30 Setelah beberapa lama menyusuri jalan, akhirnya sampai juga Arsyad di depan rumah mertua. Di sana Arsyad membunyikan bel. Seorang perempuan paruh baya berjalan tergopoh-gopoh. Membukakan pintu. "Nak Arsyad, malam-malam ke sini ada apa? Mana Naura?" What? Arsyad menatap Bu Ema dengan tatapan bertanya-tanya. "Apa Naura tidak ada disini?" "Bukankah Naura berpamitan untuk berkunjung ke rumah ibu?" "Kesini?" Bu Ema nampak menyipitkan mata. Bu Ema nampak memikirkan sesuatu. "Naura bilang ia kesini?" Arsyad membatin dalam hati, "Wah, sepertinya ini ada yang tidak beres." "Bu, tolong jangan bercanda deh! Nau
Bab 31 Namun, baru saja mobilnya ingin melaju, Sekelebat mobil mewah memasuki pekarangan rumah Bu Ema. Ya, mobil itu adalah mobil yang ia lihat memasuki apotek kemarin, dimana ia sempat melihat seorang wanita yang mirip dengan Naura. Penasaran, Arsyad mengendap-endap mendekat. Dan... Terlihatlah sebuah pemandangan memilukan. Dua orang keluar dari sana. Laki-laki dan seorang perempuan yang amat ia kenal. "Naura?" Arsyad terkhenyak. Arsyad dengan segera berlari menghampiri kedua orang yang sedang bergandengan tangan tersebut. "Naura...!" Teriak Arsyad. Naura dan lelaki di sampingnya menoleh, "Arsya
Bab 32 Tepat di sebuah mall, seorang ibu paruh baya sedang memilih belanjaan, memang hari ini adalah jadwalnya untuk membeli berbagai macam jenis kebutuhan pribadi. Cukup banyak. Maklum meskipun sudah berusia paruh baya, Bu Melia adalah perempuan yang begitu mempedulikan penampilan. Mulai dari kosmetik yang ia pakai, hingga pakaian yang melekat pada tubuhnya, tidak bisa di anggap sepele. Setelah merasa selesai, Bu Melia segera membawa belanjaannya ke kasir. Seorang pelayan kasir, menghitung satu persatu belanjaan Bu Melia. Tidak lama kemudian, pelayan kasir tersebut menyebutkan nominal jumlah uang yang harus Bu Melia bayar. Bu Melia mengeluarkan kartu debit dari dalam tasnya, lalu menyodorkan pada petugas kasir. Tidak lama kemudian, "Maaf, Bu. Saldo Ibu ti
Bab 33 "Rugi Arsyad ingin membuang Naura. Tidak akan bisa dia mendapatkan ganti wanita secantik Naura. Tuh anak tidak tahu diuntung." Bu Melia tidak habis pikir. Sepanjang perjalanan menuju ke rumah kediaman Bu Ema, Bu Melia terus saja menggerutu menyesali keputusan Arsyad. 'Mengapa bisa Arsyad berpikir sependek itu? Tidak cinta kah ia terhadap Naura? Tidak mungkin. Selama ini aku telah melihat bagaimana cintanya ia pada wanita itu. Atau jangan-jangan ada orang ketiga yang menghasut mereka sehingga membuat Arsyad membenci Naura. Kemungkinan besar orang ketiga itu yang menghasut dan mengompori Arsyad. Kalau memang benar, siapakah orang ketiga itu? apakah mungkin dia adalah Ika?' 'Ya, kemungkinan pertama adalah Ika. wanita itu mungkin saya merasa ingin dan sakit hati lantaran bahagia bersama Naura dan calon buah hati yang tumbuh di rahim Naura.'
Bab 34 Drrt... Drrt... Ponsel Bu Melia bergetar, namun setelah mengetahui siapa yang menelpon, Bu Melia tidak segera mengangkatnya. Dia membiarkan hingga getaran ponsel tersebut berhenti sendiri. "Untuk apa lagi dia menelepon nelpon, anak durhaka. Tidak mau menuruti saran orang tua. Tidak memikirkan anak, hanya ingin menuruti ego sendiri. Sampai hati dia tidak memperdulikan benihnya dalam kandungan Naura. D*sar lelaki yang mau enaknya saja." mobil Bu Melia melihat nama Arsyad terpampang jelas pada kontak pemanggil di layar ponselnya. Kemudian Bu Melia memutuskan untuk mengirim pesan. "Tidak usah menghubungi ibu lagi, Arsyad. Kamu telah berubah durhaka. Ibu tidak menyuruhmu untuk menceraikan Naura, karena ibu menyayanginya. Namun kau tetap pada pendirianmu sendiri tanpa menghargai pendapat ibu. sekali lagi ibu ingatkan tidak usah menghubungi ibu
Bab 35 Arsyad merasa hidupnya apes. Naura yang begitu ia kagumi selama ini ternyata bermain dengan laki-laki lain. Yang lebih menyakitkan, omongan Arsyad sama sekali tidak bisa meyakinkan Bu Melia. Bu Melia selalu saja menyalahkan Arsyad, hingga tega mengusir Arsyad dari rumah. Hingga terpaksa lah Arsyad tinggal di sebuah rumah kontrakan yang tidak begitu besar. Rupanya permasalahan yang menimpa Arsyad belum berhenti begitu saja. Karena ketidak fokusannya dalam bekerja, beberapa waktu belakangan, membuat Arsyad kena teguran keras. Karena kelalaiannya itu, terpaksa gaji Arsyad pun dikurangi. "Beginilah nasib kalau hanya jadi seorang karyawan rendahan." Keluh Arsyad. Sore ini Arsyad terpekur di kontrakan kecil di mana ia ti
Bab 36 kemudian matanya teralihkan oleh seorang perempuan berpenampilan begitu luar biasa keluar dari sisi pintu mobil yang satunya. "Ika?" Kembali Arsyad terbelalak. "Arsyad, sedang apa kau disini? "Mengapa kelihatan begitu terkejut?" Tegur Erland Bastian. "Kalian? Kalian kok bisa bersama? Arsyad heran luar biasa. "Eh maksudku kenapa Bapak ada disini bersama Ika?" Ralat Arsyad. "Ya kebetulan aku mengantar Ika pulang? Lagi pula ada suatu masalah terkait pekerjaan yang harus kami selesaikan." Jawab Erland. Otak Arsyad kembali dipenuhi tanda tanya. 'Pekerjaan apa yang akan Ika selesaikan bersama seorang Erland?' Namun, untuk sementara waktu Arsyad mencoba menyingkirka
Bab 54 "Ma, sini Papa yang jemur pakaiannya ya," ujar Erland sembari menarik keranjang yang berisi pakaian-pakaian yang baru saja dikeringkan dari dalam mesin cuci. "Aduh, Pa. Ntar nggak enak kalo di liat orang. Kok Papa yang jemur pakaian?" "Ah nggak apa-apa. Namanya rumah tangga itu harus sama-sama. Apalagi Bik Inah dan Bik Inun sedang tidak ada. Bisa-bisa Mama sakit bila harus mengerjakan pekerjaan rumah sendirian, udah deh, Mama istirahat saja dulu sana. Ntar sakit kalo kecapean. Papa lihat saudari bangun pagi tadi Mama beristirahat. Sambil liat-liat si kembar" ujar Erland dengan senyuman. Erland keluar menuju ke jemuran disamping rumah. Ika mengucap syukur kehadirat Tuhan yang telah menganugerahinya sesosok lelaki yang sudah dianggapnya seperti malaikat Sedangkan Erland mulai sibuk dengan pak
Bab 53 Beberapa tahun kemudian, Arsyad membanting begitu saja sebuah tas hitam yang berisi segenap berkas di tangannya. "Ada apa, Arsyad?" Bu Melia mendelik heran. "Tidak ada satu perusahaan pun yang mau menerima aku lagi, Bu. Terpaksa Arsyad tetap bekerja di pencucian mobil yang menyebalkan itu. Dengan hasil yang jauh dari standar hidup. Selamanya kita akan terus terpuruk dalam kehidupan yang tidak menyenangkan ini," ucap Arsyad. "Sabar dulu, nanti pasti ada-ada saja perusahaan yang mau menerima kamu. Kerja di perkantoran lebih baik daripada bekerja di tempat cucian mobil." Bu Melia menenangkan. "Perusahaan mana lagi Bu, yang mau menerima seorang pria yang baru keluar dari penjara seperti aku? Bahkan perusahaan kecil pun menolak dengan kasar. Masih untung aku dapat pekerjaan di steam pencucian mobil. Kalau ti
Bab 52 "Pak Erland, bisakah aku meminta izin untuk pulang lebih cepat?" Suara Ika terdengar serak. Erlan melihat ada yang mengkhawatirkan dari wajah perempuan itu. "Ika, kau terlihat begitu pucat. Apa kau sakit?" Tanya Erland. "Tidak, aku baik-baik saja hanya sedikit pusing, Pak." Jawab Ika. "Baik kalau begitu, biar aku antarkan kamu pulang," Erland bangkit dari duduknya. "Tidak usah. Aku bisa pulang sendiri. Lagi pulang pekerjaan Bapak belum selesai," "Tidak! Pekerjaanku bisa diselesaikan nanti. Aku khawatir jika kau harus pulang sendiri," ujar Erland. "Terserah Bapak saja kalau begitu. Tapi aku tidak enak terlalu banyak merepotkan Anda, Pak Erland." Ujar Ika sambil terhuyung. Tangannya berpegangan pada dinding. "Ika, kau tidak apa-apa?"
Bab 51 Hari demi hari, bulan demi bulan, tidak terasa usia Nada, Putri yang telah Naura lahirkan kian bertambah. Tentu saja kebutuhan yang harus dipenuhi juga bertambah banyak "Bu, Pampers Nada udah habis. Bagaimana ini? Pinjam duit Ibu dulu boleh ya?" Naura mendekati Bu Ema. "Kamu ini bagaimana, Naura? Kamu pikir ibu ini gudang duit apa? Darimana lagi ibu mendapatkan uang. Ibu sudah menghitung-hitung, setiap bulan kita harus mengeluarkan uang berapa, untuk jatah Nada juga berapa." Jawab Bu Ema. "Tapi uang yang ibu serahkan untuk Nada udah habis, Bu." Ujar Naura. "Naura, kondisi keuangan kita sedang sempit. Seharusnya kau tahu cara untuk berhemat, lihatlah rencana ibu untuk membuka usaha baru belum terwujud. Uang hasil gadai rumah kita pun hampir habis, nanti kalau kita tidak bisa menebus rumah ini, bahaimana? Mau kamu rumah in
Bab 50"Haaaa ...?" Naura tersentak. "Mahendra menyebut anak kecil itu sebagai anaknya? Apakah selama ini Mahendra sudah menikah?" Naura melongo dengan kedua tangan menutup mulut. "Kurang aj*r...!" Seru Naura seraya berjalan dengan amarah yang naik ke ubun-ubun. Langkah kakinya menuju ke arah di mana Mahendra dan wanita itu berada. "Mahendra...!" Teriak Naura. "Lhoo? Naura...? Kok kamu ada di sini?" Mahendra amat kaget melihat Naura berdiri tepat di hadapannya. "Pa, siapa wanita ini?" Istri Mahendra tidak kalah kaget. "Mmm ... ia bukan siapa-siapa, Sayang." Jawab Mahendra. Mendengar jawaban lelaki yang sejak lama ia kenali tersebut, Naura naik pitam. Hatinya sakit dengan pengakuan palsu Mahendra. "Apa kau bilang? Kau tak katakan jika aku ini
Bab 49 Karena tindakan yang mereka lakukan, Bu Melia dan Arsyad tidak mampu mengelak dari kenyataan bahwa mereka harus mendekam dalam jeruji besi. Bahkan jasa seorang pengacara yang mereka sewa pun tidak mampu untuk melepaskan mereka dari jeratan hukum. "Mengapa nasibku begini apes? Apa salahku? Huuuh...! Ika...semuanya gara-gara dia...!" Bu Melia terus sesenggukan meratapi nasib. "Bagaimana bisa dia menjadi marketing manager di perusahaan itu, jabatan yang bahkan melebihi jabatan anakku dulu. Apakah selama ini Ika membohongi kami?" dalam isak tangisnya Bu Melia masih sempat untuk mengumpat. Kembali ia teringat penampilan Ika yang ia lihat kemarin, "Sungguh sulit dipercaya, dari mana Ika mendapatkan uang banyak yang bisa merubah penampilannya hingga sedrastis itu? Hu
Bab 48 Bu Melia tersenyum sumringah dengan mengibas-ngibaskan lembaran-lembaran uang di tangannya. "Tidak apalah aku kehilangan rumah, yang penting anakku bisa bebas. Toh aku masih punya usaha mebel yang bisa kukembangkan," "Cicilan Bank tidak akan mengurangi hasil yang akan kudapatkan," gumam Bu Melia. "Sebaiknya aku harus mengabari Arsyad dulu soal ini,"*** Setelah melewati beberapa prosedur, Bu Melia akhirnya bertatap muka dengan Arsyad. "Arsyad, ibu punya cerita bagus untukmu," "Berita soal apa, Bu?" "Ibu akan membebaskanmu dari sini,"ujar Bu Melia tersenyum senang. "Oh ya? Tapi tidak sedikit uangnya yang diperlukan untuk membebaskan aku dari sini Bu, dari mana ibu mendapatkan uang?" Tanya Arsyad.
Bab 47 "Sekarang aku tanya Pak, apakah dia sering kemari hanya untuk melamar pekerjaan? saya hanya memberikan masukan jangan pernah menerima karyawan wanita janda seperti dia. Meskipun hanya untuk menjadi cleaning service sekali pun. Dia hanya akan mengusik para lelaki yang telah beristri. Karena apalah martabatnya sebagai janda mandul, seorang diri pula. Secara dari mana dia bisa hidup nyaman kalau tidak dari uang laki-laki hidung belang," ujar Bu Melia tanpa rasa bersalah. "Hentikan Bu Melia, aku tidak seperti yang ibu ucapkan," Ika menyela. Terlalu lama Ika membiarkan Bu Melia berkata sesuka hati. "Aku memang janda, tapi aku bukan janda gelenjotan. Aku bukan penikmat duit orang. Bahkan dengan tanganku ini, aku mampu mencari uang sendiri bahkan melebihi yang mampu Arsyad dapatkan," balas Ika. "Nah Pak Erland, Anda bisa lihat sendiri kesombongan wanita ini." Bu
Bab 46 "Mmm,kalau aku masih mencintainya, aku tidak akan meminta cerai." Jawab Ika. "Syukurlah kalau begitu," sahut Erland. "Kamu kok bersyukur?"Ika heran. "Tidak apa-apa. Artinya ada peluang." Sahut Erland. "Peluang? Peluang apa?" Tanya Ika bingung. "Ah tidak. Tidak ada maksud apa-apa," *** "Selamat siang, Pak Erland!" Seseorang menyapa. "Siang ada apa?" Erland bertanya. "Ada seseorang di luar sana yang ingin bertemu sama bapak," "Oh ya siapa?" "Saya tidak kenal, Pak," "Mmm, apakah dia mencurigakan?" "Tidak juga, dia seorang perempuan paruh baya. Tapi sepertinya kedatangannya tidak d