Share

Bab 33

Penulis: Silla Defaline
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bab 33

     "Rugi Arsyad ingin membuang Naura. Tidak akan bisa dia mendapatkan ganti wanita secantik Naura. Tuh anak tidak tahu diuntung." Bu Melia tidak habis pikir.

     Sepanjang perjalanan menuju ke rumah kediaman Bu Ema, Bu Melia terus saja menggerutu menyesali keputusan Arsyad.

     'Mengapa bisa Arsyad berpikir sependek itu? Tidak cinta kah ia terhadap Naura? Tidak mungkin. Selama ini aku telah melihat bagaimana cintanya ia pada wanita itu. Atau jangan-jangan ada orang ketiga yang menghasut mereka sehingga membuat Arsyad membenci Naura. Kemungkinan besar orang ketiga itu yang menghasut dan mengompori Arsyad. Kalau memang benar, siapakah orang ketiga itu? apakah mungkin dia adalah Ika?'

     'Ya, kemungkinan pertama adalah Ika. wanita itu mungkin saya merasa ingin dan sakit hati lantaran bahagia bersama Naura dan calon buah hati yang tumbuh di rahim Naura.'

     

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ipeh Saripeh
semoga kebohongan Naura tentang anak itu cepat terbongkar,agar Bu Melia segera sadar perbedaan Naura dan Ika...
goodnovel comment avatar
Ratna
Semoga ajah aryad tau klau anak yg dikandung naura bkan anaknya spya kebhongan naura trbonkar dan arsyad menyesal menceraikan ika
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 34

    Bab 34 Drrt... Drrt... Ponsel Bu Melia bergetar, namun setelah mengetahui siapa yang menelpon, Bu Melia tidak segera mengangkatnya. Dia membiarkan hingga getaran ponsel tersebut berhenti sendiri. "Untuk apa lagi dia menelepon nelpon, anak durhaka. Tidak mau menuruti saran orang tua. Tidak memikirkan anak, hanya ingin menuruti ego sendiri. Sampai hati dia tidak memperdulikan benihnya dalam kandungan Naura. D*sar lelaki yang mau enaknya saja." mobil Bu Melia melihat nama Arsyad terpampang jelas pada kontak pemanggil di layar ponselnya. Kemudian Bu Melia memutuskan untuk mengirim pesan. "Tidak usah menghubungi ibu lagi, Arsyad. Kamu telah berubah durhaka. Ibu tidak menyuruhmu untuk menceraikan Naura, karena ibu menyayanginya. Namun kau tetap pada pendirianmu sendiri tanpa menghargai pendapat ibu. sekali lagi ibu ingatkan tidak usah menghubungi ibu

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 35

    Bab 35 Arsyad merasa hidupnya apes. Naura yang begitu ia kagumi selama ini ternyata bermain dengan laki-laki lain. Yang lebih menyakitkan, omongan Arsyad sama sekali tidak bisa meyakinkan Bu Melia. Bu Melia selalu saja menyalahkan Arsyad, hingga tega mengusir Arsyad dari rumah. Hingga terpaksa lah Arsyad tinggal di sebuah rumah kontrakan yang tidak begitu besar. Rupanya permasalahan yang menimpa Arsyad belum berhenti begitu saja. Karena ketidak fokusannya dalam bekerja, beberapa waktu belakangan, membuat Arsyad kena teguran keras. Karena kelalaiannya itu, terpaksa gaji Arsyad pun dikurangi. "Beginilah nasib kalau hanya jadi seorang karyawan rendahan." Keluh Arsyad. Sore ini Arsyad terpekur di kontrakan kecil di mana ia ti

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 36

    Bab 36 kemudian matanya teralihkan oleh seorang perempuan berpenampilan begitu luar biasa keluar dari sisi pintu mobil yang satunya. "Ika?" Kembali Arsyad terbelalak. "Arsyad, sedang apa kau disini? "Mengapa kelihatan begitu terkejut?" Tegur Erland Bastian. "Kalian? Kalian kok bisa bersama? Arsyad heran luar biasa. "Eh maksudku kenapa Bapak ada disini bersama Ika?" Ralat Arsyad. "Ya kebetulan aku mengantar Ika pulang? Lagi pula ada suatu masalah terkait pekerjaan yang harus kami selesaikan." Jawab Erland. Otak Arsyad kembali dipenuhi tanda tanya. 'Pekerjaan apa yang akan Ika selesaikan bersama seorang Erland?' Namun, untuk sementara waktu Arsyad mencoba menyingkirka

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 37

    Bab 37 "Kau ingin membuang Naura lalu kembali padaku? Tidak Arsyad! hidup tidak segampang itu. Melepaskan istri demi wanita lain ataupun sebaliknya. Wanita juga manusia. Aku tidak tahu jalan pikiranmu bagaimana, Arsyad. Pikiranmu tak matang. Walau bagaimanapun situasi yang aku hadapi, dan bagaimana pun kau berjanji begini dan begitu, aku tidak akan mengulang waktu bersamamu lagi. Prinsip kita berbeda. Aku, sekali hubungan terlepas takkan ku ulangi. Camkan itu...!" Ucapan Ika terdengar begitu tegas. Tidak ada senyuman sedikitpun mengiringi ucapannya. "Bukan seperti itu yang aku maksudkan, Ika. Sungguh. Tolonglah, aku mohon berikan aku kesempatan sekali lagi untuk mengubah semuanya." Ulang Arsyad masih dengan harapan. "Tidak, Arsyad! Sekarang kita telah menjadi orang lain. Berhentilah berucap meminta kesempatan. Kesempatan itu sudah hilang. Sekar

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 38

    Bab 38 "Terima kasih banyak, Dok. Saya tidak tahu apa jadinya jikalau Arsyad benar-benar menginginkan tes itu. Ini saya ada sedikit uang sebagai ungkapan rasa terima kasih sama Dokter. Mohon diterima ya, Dok." Suara Bu Ema terdengar lirih dari dalam ruangan Dokter Rini. Arsyad tercekat... "Seandainya Arsyad benar-benar mengurungkan niatnya untuk tes DNA itu, saya bisa memberikan imbalan lebih dari ini." Kembali terdengar suara Bu Ema. Gedubrak...! Bu Ema maupun dokter Rini menoleh dengan mimik kaget luar biasa. Di ambang pintu berdirilah laki-laki dengan muka memerah menahan amarah, ya dialah Arsyad. "Arsyad

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 39

    Bab 39 Sedangkan di ruangannya Naura dikejutkan oleh kedatangan Arsyad yang tiba-tiba. Ditambah dengan raut muka yang dipenuhi amarah. "Naura, aku ingin bicara serius," Naura diam tidak berani berkata apa-apa. Ada rasa takut jika membuat emosi Arsyad meledak. "Apa yang kau inginkan datang kemari?" Tanya Naura ragu. "Seorang dokter akan mengambil sampel pada bayi yang baru saja kau lahirkan?" "Apa sampel? Sampel untuk apa?" "Untuk tes DNA. Aku telah menanyakan segala sesuatunya kepada Dokter Spesialis Genetika, terkait masalah ini." "Haaa? Tidakkah kau bisa untuk mengurungkan niatmu Arsyad?" "Ya benar, aku tidak bisa membatalkan, aku yang akan membayar semua biaya terkait tes DNA tersebut," "Tidak bisakah

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 40

    Bab 40 Namun seketika itu juga mata Arsyad dibuat terbelalak. Sangat-sangat tidak percaya dengan siapa yang dia lihat. "I... I... Ika ...?" Kedua bola mata Arsyad membesar. "Apakah dia yang marketing manager yang Erland maksudkan?" "Mengapa aku baru mengetahuinya?" Kemudian sosok Ika maju ke depan dengan sedikit membungkukkan badan diiringi dengan senyuman yang begitu renyah. Senyuman itu tidak terlalu lebar, namun terkesan elegan. Kontan perilaku perempuan itu membuat segenap yang hadir di ruangan tersebut merasa segan. Termasuk di dalamnya adalah Arsyad sendiri. Sesaat kemudian, dengan dipersilahkan oleh Erland Bastian, maka Ika memberikan sambutan yang tidak terlalu panjang, namun cukup mudah untuk dipahami. Arsyad sungguh dibuat terkaget-kaget d

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 41

    Bab 41 "Arsyad...!" Terdengar sebuah seruan secara tiba-tiba dari arah belakang mereka. Seruan yang juga memotong pembicaraan Arsyad. Ketiganya menoleh, "I ... I ... Ika ...?" "Pak Erland ..?" Arsyad melongo... "Sejak kapan kalian berada di sini?" Tanyanya bingung. "Tidak usah bertanya kapan kami ada disini, sekarang coba kamu jelaskan, apa maksudmu berbicara seperti itu kepada mereka Arsyad?"tanya Ika dengan raut muka aneh "Ya, jelaskan apa maksud kamu yang sebenarnya?" Erland ikut bicara. Arsyad sungguh dibuat bingung, ia belum mampu mencari jawaban yang tepat dalam waktu yang begitu singkat. "Arsyad, mungkin kamu ragu berbicara di sini. Ayo ikut ke ruangan kantorku sekarang ...!" Ujar Erland. Na

Bab terbaru

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 54 Extra Part

    Bab 54 "Ma, sini Papa yang jemur pakaiannya ya," ujar Erland sembari menarik keranjang yang berisi pakaian-pakaian yang baru saja dikeringkan dari dalam mesin cuci. "Aduh, Pa. Ntar nggak enak kalo di liat orang. Kok Papa yang jemur pakaian?" "Ah nggak apa-apa. Namanya rumah tangga itu harus sama-sama. Apalagi Bik Inah dan Bik Inun sedang tidak ada. Bisa-bisa Mama sakit bila harus mengerjakan pekerjaan rumah sendirian, udah deh, Mama istirahat saja dulu sana. Ntar sakit kalo kecapean. Papa lihat saudari bangun pagi tadi Mama beristirahat. Sambil liat-liat si kembar" ujar Erland dengan senyuman. Erland keluar menuju ke jemuran disamping rumah. Ika mengucap syukur kehadirat Tuhan yang telah menganugerahinya sesosok lelaki yang sudah dianggapnya seperti malaikat Sedangkan Erland mulai sibuk dengan pak

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 53 ENDING

    Bab 53 Beberapa tahun kemudian, Arsyad membanting begitu saja sebuah tas hitam yang berisi segenap berkas di tangannya. "Ada apa, Arsyad?" Bu Melia mendelik heran. "Tidak ada satu perusahaan pun yang mau menerima aku lagi, Bu. Terpaksa Arsyad tetap bekerja di pencucian mobil yang menyebalkan itu. Dengan hasil yang jauh dari standar hidup. Selamanya kita akan terus terpuruk dalam kehidupan yang tidak menyenangkan ini," ucap Arsyad. "Sabar dulu, nanti pasti ada-ada saja perusahaan yang mau menerima kamu. Kerja di perkantoran lebih baik daripada bekerja di tempat cucian mobil." Bu Melia menenangkan. "Perusahaan mana lagi Bu, yang mau menerima seorang pria yang baru keluar dari penjara seperti aku? Bahkan perusahaan kecil pun menolak dengan kasar. Masih untung aku dapat pekerjaan di steam pencucian mobil. Kalau ti

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 52

    Bab 52 "Pak Erland, bisakah aku meminta izin untuk pulang lebih cepat?" Suara Ika terdengar serak. Erlan melihat ada yang mengkhawatirkan dari wajah perempuan itu. "Ika, kau terlihat begitu pucat. Apa kau sakit?" Tanya Erland. "Tidak, aku baik-baik saja hanya sedikit pusing, Pak." Jawab Ika. "Baik kalau begitu, biar aku antarkan kamu pulang," Erland bangkit dari duduknya. "Tidak usah. Aku bisa pulang sendiri. Lagi pulang pekerjaan Bapak belum selesai," "Tidak! Pekerjaanku bisa diselesaikan nanti. Aku khawatir jika kau harus pulang sendiri," ujar Erland. "Terserah Bapak saja kalau begitu. Tapi aku tidak enak terlalu banyak merepotkan Anda, Pak Erland." Ujar Ika sambil terhuyung. Tangannya berpegangan pada dinding. "Ika, kau tidak apa-apa?"

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 51

    Bab 51 Hari demi hari, bulan demi bulan, tidak terasa usia Nada, Putri yang telah Naura lahirkan kian bertambah. Tentu saja kebutuhan yang harus dipenuhi juga bertambah banyak "Bu, Pampers Nada udah habis. Bagaimana ini? Pinjam duit Ibu dulu boleh ya?" Naura mendekati Bu Ema. "Kamu ini bagaimana, Naura? Kamu pikir ibu ini gudang duit apa? Darimana lagi ibu mendapatkan uang. Ibu sudah menghitung-hitung, setiap bulan kita harus mengeluarkan uang berapa, untuk jatah Nada juga berapa." Jawab Bu Ema. "Tapi uang yang ibu serahkan untuk Nada udah habis, Bu." Ujar Naura. "Naura, kondisi keuangan kita sedang sempit. Seharusnya kau tahu cara untuk berhemat, lihatlah rencana ibu untuk membuka usaha baru belum terwujud. Uang hasil gadai rumah kita pun hampir habis, nanti kalau kita tidak bisa menebus rumah ini, bahaimana? Mau kamu rumah in

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 50

    Bab 50"Haaaa ...?" Naura tersentak. "Mahendra menyebut anak kecil itu sebagai anaknya? Apakah selama ini Mahendra sudah menikah?" Naura melongo dengan kedua tangan menutup mulut. "Kurang aj*r...!" Seru Naura seraya berjalan dengan amarah yang naik ke ubun-ubun. Langkah kakinya menuju ke arah di mana Mahendra dan wanita itu berada. "Mahendra...!" Teriak Naura. "Lhoo? Naura...? Kok kamu ada di sini?" Mahendra amat kaget melihat Naura berdiri tepat di hadapannya. "Pa, siapa wanita ini?" Istri Mahendra tidak kalah kaget. "Mmm ... ia bukan siapa-siapa, Sayang." Jawab Mahendra. Mendengar jawaban lelaki yang sejak lama ia kenali tersebut, Naura naik pitam. Hatinya sakit dengan pengakuan palsu Mahendra. "Apa kau bilang? Kau tak katakan jika aku ini

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 49

    Bab 49 Karena tindakan yang mereka lakukan, Bu Melia dan Arsyad tidak mampu mengelak dari kenyataan bahwa mereka harus mendekam dalam jeruji besi. Bahkan jasa seorang pengacara yang mereka sewa pun tidak mampu untuk melepaskan mereka dari jeratan hukum. "Mengapa nasibku begini apes? Apa salahku? Huuuh...! Ika...semuanya gara-gara dia...!" Bu Melia terus sesenggukan meratapi nasib. "Bagaimana bisa dia menjadi marketing manager di perusahaan itu, jabatan yang bahkan melebihi jabatan anakku dulu. Apakah selama ini Ika membohongi kami?" dalam isak tangisnya Bu Melia masih sempat untuk mengumpat. Kembali ia teringat penampilan Ika yang ia lihat kemarin, "Sungguh sulit dipercaya, dari mana Ika mendapatkan uang banyak yang bisa merubah penampilannya hingga sedrastis itu? Hu

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 48

    Bab 48 Bu Melia tersenyum sumringah dengan mengibas-ngibaskan lembaran-lembaran uang di tangannya. "Tidak apalah aku kehilangan rumah, yang penting anakku bisa bebas. Toh aku masih punya usaha mebel yang bisa kukembangkan," "Cicilan Bank tidak akan mengurangi hasil yang akan kudapatkan," gumam Bu Melia. "Sebaiknya aku harus mengabari Arsyad dulu soal ini,"*** Setelah melewati beberapa prosedur, Bu Melia akhirnya bertatap muka dengan Arsyad. "Arsyad, ibu punya cerita bagus untukmu," "Berita soal apa, Bu?" "Ibu akan membebaskanmu dari sini,"ujar Bu Melia tersenyum senang. "Oh ya? Tapi tidak sedikit uangnya yang diperlukan untuk membebaskan aku dari sini Bu, dari mana ibu mendapatkan uang?" Tanya Arsyad.

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 47

    Bab 47 "Sekarang aku tanya Pak, apakah dia sering kemari hanya untuk melamar pekerjaan? saya hanya memberikan masukan jangan pernah menerima karyawan wanita janda seperti dia. Meskipun hanya untuk menjadi cleaning service sekali pun. Dia hanya akan mengusik para lelaki yang telah beristri. Karena apalah martabatnya sebagai janda mandul, seorang diri pula. Secara dari mana dia bisa hidup nyaman kalau tidak dari uang laki-laki hidung belang," ujar Bu Melia tanpa rasa bersalah. "Hentikan Bu Melia, aku tidak seperti yang ibu ucapkan," Ika menyela. Terlalu lama Ika membiarkan Bu Melia berkata sesuka hati. "Aku memang janda, tapi aku bukan janda gelenjotan. Aku bukan penikmat duit orang. Bahkan dengan tanganku ini, aku mampu mencari uang sendiri bahkan melebihi yang mampu Arsyad dapatkan," balas Ika. "Nah Pak Erland, Anda bisa lihat sendiri kesombongan wanita ini." Bu

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 46

    Bab 46 "Mmm,kalau aku masih mencintainya, aku tidak akan meminta cerai." Jawab Ika. "Syukurlah kalau begitu," sahut Erland. "Kamu kok bersyukur?"Ika heran. "Tidak apa-apa. Artinya ada peluang." Sahut Erland. "Peluang? Peluang apa?" Tanya Ika bingung. "Ah tidak. Tidak ada maksud apa-apa," *** "Selamat siang, Pak Erland!" Seseorang menyapa. "Siang ada apa?" Erland bertanya. "Ada seseorang di luar sana yang ingin bertemu sama bapak," "Oh ya siapa?" "Saya tidak kenal, Pak," "Mmm, apakah dia mencurigakan?" "Tidak juga, dia seorang perempuan paruh baya. Tapi sepertinya kedatangannya tidak d

DMCA.com Protection Status