Share

Bab 25

Penulis: Silla Defaline
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bab 25

    "Dan amplop yang kubawa ini adalah bagian untuk Anda dari hasil penjualan rumah yang telah Mbak Ika jual melalui cara Over Kredit. Hasil penjualan rumah itu di bagi sama rata menjadi dua bagian. Jadi kedepannya Anda tidak boleh berpikir kalau Mbak Ika mengambil hasil penjualan rumah itu secara keseluruhan, apalagi jika beranggapan Mbak Ika menikmati uang Anda secara cuma-cuma. Mbak Ika pembisnis hebat, dia mampu berdiri di atas kakinya sendiri. Sampai di sini Anda mengerti bukan?"

     Huuffhh...

 Lagi-lagi ini ini adalah sebuah kenyataan yang mengejutkan bagi Arsyad. Ada rasa marah, geram, dan kehilangan. 

     Arsyad mengacak-acak rambut. Lalu mengusap-usap wajahnya kasar.

     "Kalau semua sudah jelas saya permisi dulu pak Arsyad." Pengacara Edwar Galih bangkit dari duduknya.

     Arsyad tidak menjawab apapun. Ia hanya diam dengan muka b

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ipeh Saripeh
gak anak gak ibu sama" dungu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 26

    Bab 26 "Pa, Mama pergi dulu ya." Naura pamit sembari meraih dan mencium punggung tangan suaminya. "Ya, Ma. Hati-hati di jalan. Jangan lupa, jaga anak kita. Jangan banyak tingkah." Ucap Arsyad meng*cup kening istrinya.. "Iya, Pa. Oh ya, Mama perginya tiga hari ya, Pa. Nggak lama-lama amat, kok," Ujar Naura. "Tiga hari? Katanya cuma pengen nginep satu malam doang?" Protes Arsyad. "Sekali-kali, Pa. Berkunjung ke rumah orang tua. Masa cuma semalam. Mama udah rindu berat sama Ibu." Arsyad memaklumi jika Naura berkata merindukan sosok ibunya. Memang hubungan Naura dan ibunya cukup dekat. "Ya baiklah kalau begitu. Kembali Papa ingatkan untuk berhati-hati." Arsyad men

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 27

    Bab 27 Malam hari begitu dingin dan sepi. Arsyad masih sibuk mengutak-atik laptop di depannya. Namun perbedaan begitu terasa tanpa kehadiran seorang istri. Tadi ia sudah mencoba mengusir kesunyian dengan cara menelpon Naura, tapi karena Naura beralasan ngantuk, dengan berat hati Arsyad mengakhiri panggilannya. "Mungkin benar, dia kecapean." Arsyad memaklumi keadaan istrinya yang tengah berbadan dua. Biasanya, waktu-waktu seperti ini selalu di hiasi oleh celotehan-celotehan Naura. Meskipun terkadang perintah yang sedikit-sedikit keluar dari bibir mungilnya. Namun aneh sepertinya Arsyad malah menikmati kebiasaan wanita cantik yang berhasil merebut posisi di hatinya itu. Hingga menyingkirkan posisi Ika yang telah berdiam diri di sana sejak lama. Ya, kecantikan seorang wanita memang mempunyai kesaktian luar biasa. Arsyad luluh di peluka

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 28

    Bab 28 Dengan pikiran yang merambat ke mana-mana, seputar dua wanita yang ada di hatinya, akhirnya Arsyad sukses melalui siang ini hingga waktu tugasnya usai. Ia pulang ke rumah dengan keadaan kurang semangat. Hari telah menjelang sore, di rumah keadaan begitu senyap. Bu Melia belum pulang. Ingin menghubungi Naura, tapi takut dikira mengganggu seperti tadi siang. Untuk mengusir rasa kesepian hatinya, Arsyad mencoba untuk mencari suasana baru. Ia berpikir untuk berkeliling seputar kota tempat tinggalnya. Sebelum meninggalkan rumah, terlebih dahulu Arsyad memberitahu ibunya dengan cara mengirim pesan singkat. "Bu aku keluar sore ini, ingin mencari udara segar. Jangan khawatir apabila Arsyad p

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 29

    Bab 29 "Lagipula kalau kau benar-benar melihat aku di sana mengapa tidak kau sergap saja? Bukannya cuma berani lewat telepon mana buktinya ada aku di sana? Mana?" Arsyad tercekat dengan tuduhan balik dari Naura. "Ayo jawab, Pa! Aku tidak suka kau menuduh-nuduh aku seburuk itu. Aku masih punya harga diri. Mana ada aku berjalan sama laki-laki lain. Palingan kamu yang berperilaku seperti tuduhanmu. Buktinya saja tanpa bilang-bilang sama aku kamu malah keluar, ini sudah menjelang malam. Kemana lagi tujuanmu keluar dari rumah di jam-jam seperti ini?" "Ayo sekaranglah kamu mau bilang apa, Pa? Yang patut dituduhkan itu kamu, bukan aku. Oleh sebab itu jagalah bicaramu. Sakit hatiku di tuduh-tuduh tidak jelas seperti ini. Laki-laki tidak tahu diri. Masih untung aku mau jadi istri kamu. kalau aku tahu sedari dulu sifatmu begini mah aku nggak bakalan mau di jodoh-jodohin sam

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 30

    Bab 30 Setelah beberapa lama menyusuri jalan, akhirnya sampai juga Arsyad di depan rumah mertua. Di sana Arsyad membunyikan bel. Seorang perempuan paruh baya berjalan tergopoh-gopoh. Membukakan pintu. "Nak Arsyad, malam-malam ke sini ada apa? Mana Naura?" What? Arsyad menatap Bu Ema dengan tatapan bertanya-tanya. "Apa Naura tidak ada disini?" "Bukankah Naura berpamitan untuk berkunjung ke rumah ibu?" "Kesini?" Bu Ema nampak menyipitkan mata. Bu Ema nampak memikirkan sesuatu. "Naura bilang ia kesini?" Arsyad membatin dalam hati, "Wah, sepertinya ini ada yang tidak beres." "Bu, tolong jangan bercanda deh! Nau

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 31

    Bab 31 Namun, baru saja mobilnya ingin melaju, Sekelebat mobil mewah memasuki pekarangan rumah Bu Ema. Ya, mobil itu adalah mobil yang ia lihat memasuki apotek kemarin, dimana ia sempat melihat seorang wanita yang mirip dengan Naura. Penasaran, Arsyad mengendap-endap mendekat. Dan... Terlihatlah sebuah pemandangan memilukan. Dua orang keluar dari sana. Laki-laki dan seorang perempuan yang amat ia kenal. "Naura?" Arsyad terkhenyak. Arsyad dengan segera berlari menghampiri kedua orang yang sedang bergandengan tangan tersebut. "Naura...!" Teriak Arsyad. Naura dan lelaki di sampingnya menoleh, "Arsya

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 32

    Bab 32 Tepat di sebuah mall, seorang ibu paruh baya sedang memilih belanjaan, memang hari ini adalah jadwalnya untuk membeli berbagai macam jenis kebutuhan pribadi. Cukup banyak. Maklum meskipun sudah berusia paruh baya, Bu Melia adalah perempuan yang begitu mempedulikan penampilan. Mulai dari kosmetik yang ia pakai, hingga pakaian yang melekat pada tubuhnya, tidak bisa di anggap sepele. Setelah merasa selesai, Bu Melia segera membawa belanjaannya ke kasir. Seorang pelayan kasir, menghitung satu persatu belanjaan Bu Melia. Tidak lama kemudian, pelayan kasir tersebut menyebutkan nominal jumlah uang yang harus Bu Melia bayar. Bu Melia mengeluarkan kartu debit dari dalam tasnya, lalu menyodorkan pada petugas kasir. Tidak lama kemudian, "Maaf, Bu. Saldo Ibu ti

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 33

    Bab 33 "Rugi Arsyad ingin membuang Naura. Tidak akan bisa dia mendapatkan ganti wanita secantik Naura. Tuh anak tidak tahu diuntung." Bu Melia tidak habis pikir. Sepanjang perjalanan menuju ke rumah kediaman Bu Ema, Bu Melia terus saja menggerutu menyesali keputusan Arsyad. 'Mengapa bisa Arsyad berpikir sependek itu? Tidak cinta kah ia terhadap Naura? Tidak mungkin. Selama ini aku telah melihat bagaimana cintanya ia pada wanita itu. Atau jangan-jangan ada orang ketiga yang menghasut mereka sehingga membuat Arsyad membenci Naura. Kemungkinan besar orang ketiga itu yang menghasut dan mengompori Arsyad. Kalau memang benar, siapakah orang ketiga itu? apakah mungkin dia adalah Ika?' 'Ya, kemungkinan pertama adalah Ika. wanita itu mungkin saya merasa ingin dan sakit hati lantaran bahagia bersama Naura dan calon buah hati yang tumbuh di rahim Naura.'

Bab terbaru

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 54 Extra Part

    Bab 54 "Ma, sini Papa yang jemur pakaiannya ya," ujar Erland sembari menarik keranjang yang berisi pakaian-pakaian yang baru saja dikeringkan dari dalam mesin cuci. "Aduh, Pa. Ntar nggak enak kalo di liat orang. Kok Papa yang jemur pakaian?" "Ah nggak apa-apa. Namanya rumah tangga itu harus sama-sama. Apalagi Bik Inah dan Bik Inun sedang tidak ada. Bisa-bisa Mama sakit bila harus mengerjakan pekerjaan rumah sendirian, udah deh, Mama istirahat saja dulu sana. Ntar sakit kalo kecapean. Papa lihat saudari bangun pagi tadi Mama beristirahat. Sambil liat-liat si kembar" ujar Erland dengan senyuman. Erland keluar menuju ke jemuran disamping rumah. Ika mengucap syukur kehadirat Tuhan yang telah menganugerahinya sesosok lelaki yang sudah dianggapnya seperti malaikat Sedangkan Erland mulai sibuk dengan pak

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 53 ENDING

    Bab 53 Beberapa tahun kemudian, Arsyad membanting begitu saja sebuah tas hitam yang berisi segenap berkas di tangannya. "Ada apa, Arsyad?" Bu Melia mendelik heran. "Tidak ada satu perusahaan pun yang mau menerima aku lagi, Bu. Terpaksa Arsyad tetap bekerja di pencucian mobil yang menyebalkan itu. Dengan hasil yang jauh dari standar hidup. Selamanya kita akan terus terpuruk dalam kehidupan yang tidak menyenangkan ini," ucap Arsyad. "Sabar dulu, nanti pasti ada-ada saja perusahaan yang mau menerima kamu. Kerja di perkantoran lebih baik daripada bekerja di tempat cucian mobil." Bu Melia menenangkan. "Perusahaan mana lagi Bu, yang mau menerima seorang pria yang baru keluar dari penjara seperti aku? Bahkan perusahaan kecil pun menolak dengan kasar. Masih untung aku dapat pekerjaan di steam pencucian mobil. Kalau ti

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 52

    Bab 52 "Pak Erland, bisakah aku meminta izin untuk pulang lebih cepat?" Suara Ika terdengar serak. Erlan melihat ada yang mengkhawatirkan dari wajah perempuan itu. "Ika, kau terlihat begitu pucat. Apa kau sakit?" Tanya Erland. "Tidak, aku baik-baik saja hanya sedikit pusing, Pak." Jawab Ika. "Baik kalau begitu, biar aku antarkan kamu pulang," Erland bangkit dari duduknya. "Tidak usah. Aku bisa pulang sendiri. Lagi pulang pekerjaan Bapak belum selesai," "Tidak! Pekerjaanku bisa diselesaikan nanti. Aku khawatir jika kau harus pulang sendiri," ujar Erland. "Terserah Bapak saja kalau begitu. Tapi aku tidak enak terlalu banyak merepotkan Anda, Pak Erland." Ujar Ika sambil terhuyung. Tangannya berpegangan pada dinding. "Ika, kau tidak apa-apa?"

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 51

    Bab 51 Hari demi hari, bulan demi bulan, tidak terasa usia Nada, Putri yang telah Naura lahirkan kian bertambah. Tentu saja kebutuhan yang harus dipenuhi juga bertambah banyak "Bu, Pampers Nada udah habis. Bagaimana ini? Pinjam duit Ibu dulu boleh ya?" Naura mendekati Bu Ema. "Kamu ini bagaimana, Naura? Kamu pikir ibu ini gudang duit apa? Darimana lagi ibu mendapatkan uang. Ibu sudah menghitung-hitung, setiap bulan kita harus mengeluarkan uang berapa, untuk jatah Nada juga berapa." Jawab Bu Ema. "Tapi uang yang ibu serahkan untuk Nada udah habis, Bu." Ujar Naura. "Naura, kondisi keuangan kita sedang sempit. Seharusnya kau tahu cara untuk berhemat, lihatlah rencana ibu untuk membuka usaha baru belum terwujud. Uang hasil gadai rumah kita pun hampir habis, nanti kalau kita tidak bisa menebus rumah ini, bahaimana? Mau kamu rumah in

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 50

    Bab 50"Haaaa ...?" Naura tersentak. "Mahendra menyebut anak kecil itu sebagai anaknya? Apakah selama ini Mahendra sudah menikah?" Naura melongo dengan kedua tangan menutup mulut. "Kurang aj*r...!" Seru Naura seraya berjalan dengan amarah yang naik ke ubun-ubun. Langkah kakinya menuju ke arah di mana Mahendra dan wanita itu berada. "Mahendra...!" Teriak Naura. "Lhoo? Naura...? Kok kamu ada di sini?" Mahendra amat kaget melihat Naura berdiri tepat di hadapannya. "Pa, siapa wanita ini?" Istri Mahendra tidak kalah kaget. "Mmm ... ia bukan siapa-siapa, Sayang." Jawab Mahendra. Mendengar jawaban lelaki yang sejak lama ia kenali tersebut, Naura naik pitam. Hatinya sakit dengan pengakuan palsu Mahendra. "Apa kau bilang? Kau tak katakan jika aku ini

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 49

    Bab 49 Karena tindakan yang mereka lakukan, Bu Melia dan Arsyad tidak mampu mengelak dari kenyataan bahwa mereka harus mendekam dalam jeruji besi. Bahkan jasa seorang pengacara yang mereka sewa pun tidak mampu untuk melepaskan mereka dari jeratan hukum. "Mengapa nasibku begini apes? Apa salahku? Huuuh...! Ika...semuanya gara-gara dia...!" Bu Melia terus sesenggukan meratapi nasib. "Bagaimana bisa dia menjadi marketing manager di perusahaan itu, jabatan yang bahkan melebihi jabatan anakku dulu. Apakah selama ini Ika membohongi kami?" dalam isak tangisnya Bu Melia masih sempat untuk mengumpat. Kembali ia teringat penampilan Ika yang ia lihat kemarin, "Sungguh sulit dipercaya, dari mana Ika mendapatkan uang banyak yang bisa merubah penampilannya hingga sedrastis itu? Hu

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 48

    Bab 48 Bu Melia tersenyum sumringah dengan mengibas-ngibaskan lembaran-lembaran uang di tangannya. "Tidak apalah aku kehilangan rumah, yang penting anakku bisa bebas. Toh aku masih punya usaha mebel yang bisa kukembangkan," "Cicilan Bank tidak akan mengurangi hasil yang akan kudapatkan," gumam Bu Melia. "Sebaiknya aku harus mengabari Arsyad dulu soal ini,"*** Setelah melewati beberapa prosedur, Bu Melia akhirnya bertatap muka dengan Arsyad. "Arsyad, ibu punya cerita bagus untukmu," "Berita soal apa, Bu?" "Ibu akan membebaskanmu dari sini,"ujar Bu Melia tersenyum senang. "Oh ya? Tapi tidak sedikit uangnya yang diperlukan untuk membebaskan aku dari sini Bu, dari mana ibu mendapatkan uang?" Tanya Arsyad.

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 47

    Bab 47 "Sekarang aku tanya Pak, apakah dia sering kemari hanya untuk melamar pekerjaan? saya hanya memberikan masukan jangan pernah menerima karyawan wanita janda seperti dia. Meskipun hanya untuk menjadi cleaning service sekali pun. Dia hanya akan mengusik para lelaki yang telah beristri. Karena apalah martabatnya sebagai janda mandul, seorang diri pula. Secara dari mana dia bisa hidup nyaman kalau tidak dari uang laki-laki hidung belang," ujar Bu Melia tanpa rasa bersalah. "Hentikan Bu Melia, aku tidak seperti yang ibu ucapkan," Ika menyela. Terlalu lama Ika membiarkan Bu Melia berkata sesuka hati. "Aku memang janda, tapi aku bukan janda gelenjotan. Aku bukan penikmat duit orang. Bahkan dengan tanganku ini, aku mampu mencari uang sendiri bahkan melebihi yang mampu Arsyad dapatkan," balas Ika. "Nah Pak Erland, Anda bisa lihat sendiri kesombongan wanita ini." Bu

  • Nafkah Istri Pertama   Bab 46

    Bab 46 "Mmm,kalau aku masih mencintainya, aku tidak akan meminta cerai." Jawab Ika. "Syukurlah kalau begitu," sahut Erland. "Kamu kok bersyukur?"Ika heran. "Tidak apa-apa. Artinya ada peluang." Sahut Erland. "Peluang? Peluang apa?" Tanya Ika bingung. "Ah tidak. Tidak ada maksud apa-apa," *** "Selamat siang, Pak Erland!" Seseorang menyapa. "Siang ada apa?" Erland bertanya. "Ada seseorang di luar sana yang ingin bertemu sama bapak," "Oh ya siapa?" "Saya tidak kenal, Pak," "Mmm, apakah dia mencurigakan?" "Tidak juga, dia seorang perempuan paruh baya. Tapi sepertinya kedatangannya tidak d

DMCA.com Protection Status