Bab 82. Teror Ningsih dan Dinda Dimulai Bahwa Mencintai tak selamanya harus memiliki. Cinta sejati adalah ketika kita turut berbahagia saat melihat yang kita cintai hidup bahagia. Bahkan harus rela berkorban, turut berjuang untuk menggapai kebahagian orang yang dicintai. Meski hati sakit dan perih, namun, akan terobati saat melihat seyum terukir di wajahnya. ** “Sepertinya kau menyukai Pak Haga?” gumam Andre menahan perih di kalbunya. Amelia tertawa kecil. Deretan gigi rapi miliknya terlihat jelas. Tawa renyah gadis itu sanggup kembali menggetarkan hati Andre. “Entah mengapa getar ini tak pernah sirna. Padahal sudah tak ada harapan apa-apa. Yang ada hanya rasa perih karena kecewa. Lalu, kenapa hati ini msih bergetar jua. Kenapa aku sebodoh ini?” batin Andre bergemuruh lagi. “Mas, aku tak pernah menyukai pria manapun. Ok, stop bahas itu! Sekarang giliran aku, aku mau nanya, boleh?” “Tapi aku belum selesai, Mel. Aku belum menjelaskan tentang kejadian lima tahun yang lalu sehi
Bab 83. Tawa Perih Sepasang Pecinta “Iya, maaf, ya! Aku mu jagain kamu dua puluh empat jam sehari. Satu aku tempatkan jaga rumah kamu. Dua khusus jagain kamu!” “Gak perlu, Mas! Lagian, kenapa Mas Andre lakuin ini?” “Gak apa-apa, Mel. Aku hanya gak mau kamu kenapa-napa.” “Pasti ada alasannya. Kenapa gak kepada semua perempuan Mas lakuin? Kenapa mesti aku?” “Karena, karena … ya, karena aku ….” “Calon adik tiri kamu, iya, kan?” “Hem,” sahut Andre getir. Sebenarnya Amelia hanya menebak asal. Padahal dia tahu persis apa alasan pria ini melakukannya. Cinta. Amelia tahu kalau Andre mencintainya. Bahkan jauh sebelum ini, Amelia sudah bisa menebak dan merasakan isyarat cinta yang jelas terpancar lewat sorot matanya. Andre telah ungkapkan isi hati yang sesungguhnya pada Amelia. Meski tanpa suara dan tanpa kata-kata. Tetapi lewat tatapan dan perbuatan, semua isi hati akan tergambar nyata. Sempat hati tertaut. Benteng yang sengaja dia bangun luluh sesaat. Amelia bersiap meneriam hadi
Bab 84. Keputusan Regina Yang mengejutkan“Ada suster pribadi Papa, Tan. Amel memang sengaja ikut Mas Andre ke sini. Maaf, ya, Tante, Amel lancang datang ke rumah Tante ini meski tanpa izin dari tante.”“Masalah itu gak apa-apa, Mel. Tapi, Tante mengkhawatirkan Papa kamu, Sayang!”“Papa udah gak apa-apa, Tan. Tinggal pemulihan aja. Tante gak usah khawatir, ya?”Regina menghela napas. Usahanya gagal. Wanita itu memutar otak, mencari kalimat yang paling pas untuk dia ucap sekarang, guna menyelesaikan masalah yang tengah membelenggu putranya kali ini. Tetapi, dia tetap ragu karena ada Amelia di sini. Serasa harga dirinya sedang dipertaruhkan. Regina tak ingin Amelia tahu aib yang pernah Andre lakuka di masa lalu. Sedikitpun dia tak tahu, kalau Amelia justru sudah tahu segalanya. Bahakn kehadirannay di samping Andre, adalah semata untuk itu juga.“Baiklah, kalau memang Nak Amel memilih tetap tinggal di sini. Tapi, mohon maaf, ya. Kami mau membahas masalah pribadi. Gak ada kaitannya deng
Bab 85. Ningsih Terkapar “Oh, begitu? Baik, aku akan menyuruh Dinda agar kirimkan video itu ke media sosial Anda dan juga Andre! Agar semua orang di dunia ini yang mengenal kalian tahu, betapa busuknya kalian berdua!” “Silahkan! Bila perlu saya ingin mengatakan silahkan sampai sejuta kali. Saya tidak peduli apapun yang akan kalian lakukan! Yang penting anak saya tidak terjerat di keluarga gak punya urat malu seperti kalian! Hanya satu yang mau saya tekankan. Sepertinya kalian lupa memikirkan akan hal ini! Saya pasti akan menuntut balik kalian dengan tuduhan mencemarkan nama baik, dan akan saya jerat dengan undang-undang penyebaran video porno, saya punya banyak teman pengacara yang siap membantu saya melemparkan kalian berdua agar membusuk di dalam penjara!” “Kau …. Semua ini gara-gara kamu!” Ningsih tiba-tiba menerjang Amelia. Andre sontak melindungi dengan cara memeluk dan dengan gerakan cepat menarik tubuh gadis itu untuk menghindar. Ningsih menerjang sandaran sofa, itu
Bab 86. Sikap Tegas Leo “Mas, waktu itu kau memaksanya untuk ikut denganmu, bukan? Nah, sekarang dia sudah melakukannya, lalu apa lagi yang kurang? Mbak Dina sudah mengikuti apa yang kamu mau.” “Maaf, Dar. Waktunya sudah lewat. Semuanya sudah terlambat. Dia mau ikut aku dan tinggal bersamaku dan anak-anak, bukan karena aku dan anak-anaknya, tetapi karena kepepet.” “Mas Leo salah!” “Kau yang salah! Tolong sampaikan pada Mbakmu, bahwa hingga kapanpun aku tak ingin rujuk lagi dengannya! Kau sebagai walinya bukan, maka kepadamu juga aku tegaskan, bahwa aku telah mengembalikan dia kepadamu dengan tidak kurang suatu apapun.” “Mas Leo?!” “Dan mengenai kalian mau numpang di sini, ok, aku terima untuk batas waktu tiga hari. Karena menurut ajaran agama yang kuanut, wajib hukumnya menerima dan menjamu tamu. Tetapi ada batas waktu. Hanya tiga hari. Jika lewat dari tiga hari, itu namanya bukan tamu, tetapi BENALU.” “Mas!” “Maaf, jika agak kasar!” Darfan terdiam. Namun, wajah Dina tetap t
Bab 87. Pria Pilihan Amelia “Pelukan seorang ibu, wanita yang akan menggantikan mama untukku, dan juga untuk Papa. Tuhan, izinkan wanita ini menjadi ibuku, untuk penyemangat Papaku, agar Papa kembali bergairah melanjutkan hidupnya. Untuk menemani menjalani hari-hariku. Aku tak akan bisa hidup tanpa Papa, Ya, Allah. Izinkan Papa bahagia bersama wanita ini. Kumohon!” lirih doa terpanjat di sanubari Amelia. Namun, hal yang bertolak belakang, terlintas pula di hati Regina. Saat memeluk gadis ini, betapa hatinya menghangat jua. “Gadis ini sangat sempurna, dia memenuhi segala kriteria menantu yang kudamba. Tuhan, tolong izinkan dia menjadi pendamping Andre, putraku. Andreku, seumur hidupnya belum pernah merasakan apa itu bahagia. Tiada hari yang dilaluinya tanpa derita. Kulihat dan kusaksikan, Ya, Allah. Amelia mampu melekang tabir gelap duka hatinya. Hanya gadis ini yang bisa mencipta senyum di bibirnya. Tolong satukan mereka, Ya, Allah. Lunakkanlah hati gadis ini, bukalah pintu hatin
Bab 88. Asal Sebut Nama Sebenarnya, Amelia tahu siapa yang mencintai dirinya tanpa pamrih. Andre. Amelia tahu itu. Bahkan Andre telah jatuh hati padanya, saat dirinya masih gadis berkepala besar, bermata kerbau. Si kribo, begitu keluaraga mantan suaminya menghina dirinya. Saat sejelek itupun, Andre telah menunjukkan erasaan sukanay pada Amelia. Cinta Andre tidak memandang rupa, tidak pula memandang harta. Tak sedikitpun dia meragukan itu. Tetapi, demi Papa. Amelia harus mengorbankan semua rasa yang sudah sempat tumbuh di sanubarinya. Dia kunci pintu hati serapat-rapatnya. Tak akan mengizinkan pria manapun jua mengisi di sana. Namun, cara itu ternyata kurang efektif juga. Regina tak akan tetap berusaha menjodohkan dia dengan Andre, bila Amelia belum punya pasangan. Itu sebba dia berdusta, pura-pura telah memiliki pilihan. “Kalau boleh tante tahu, siapa pria yang telah menawan hati kamu itu?” selidik Regina tak surut juga. “Rahasia, dong, Tan! Amel kan, Malu.” “Ini rahasia kita
Bab 89. Sandiwara Amelia Terbongkar Andre menjeda kalimatnya. Pria itu menghela napas berat, lalu memalingkan wajah dari tatapan tajam Amelia. “Saling apa? Lanjutkan, Mas!” cecar Amelia penasaran. “Aku bingung, Mel! Kenpa kamu masi saja begitu naif! Belum cukupkan pengalaman kamu saat menghadapi keluarga Darfan?” lirih Andre tetap membuang pandangan ke luar jendela mobil. “Aku gak paham, apa maksud Mas Andre.” “Baik, aku jelasin! Mel, aku sangat menyukai kamu. Aku sangat mencintai kamu, dan Mama tahu itu.” “Aku sudah menjawabnya waktu itu, bukan? Aku gak bisa menerima kamu, Mas! Dan aku juga udah tegasin ke Tante Regina, kalau aku sudah punya pria pilihan, bukan?” “Masalahnya kau berdusta, Mel! Kau ngucapin itu hanya untuk mementahkan harapan Mama dan juga aku. Sebab, Mama dan aku tahu persis bagaimana perasaan kamu yang sesungguhnya, Mel! Kau juga menyukai aku, iya, kan? Tolong jangan tutupi perasaan kamu! Udah aku bilang di awal tadi, semakin kamu berusaha menutupinya, mak
Bab 200. Tamat (Malam Pertama Amelia)Amelia bersimpuh di pangkuan sang Papa. Memohon doa restu dengan derai air mata haru. Daffin mengikuti berbuat yang sama.Amelia bergeser ke bangku Rahayu. Andy ada di sampingnya. Wanita itu memeluk gadis bergaun pengantin itu. Membisikkan kalimat restu dan menguntai doa sakral. Semoga pernikahan putra semata wayangnya dengan gadis ini penuh keberkahan, abadi, tanpa pernah ada lagi perpisahan.“Terima kasih Tante,” ucap Amelia surut masih dengan berjongkok. Lalu berbisik pada Daffin, pria yang baru saja menghalalkannya. “Mas, minta restu pada Tante Rahayu, ya! Juga kepada Pak Andy, papa kandung Mas Daffin. Lakukan itu, seperti Mas meminta restu pada papaku! Agar pernikahan kita ini berkah, Mas!”Daffin menatap mata wanitanya, lembut. Lalu mengangguk. Pria itu melakukan seperti yang Amelia ucapkan. Untuk pertama kalinya, Rahayu memeluk tubuh putranya. Air mata haru tak henti mengalir deras membasahi kedua pipi kurusnya. Sama harunya sepert
Bab 199. Sentuhan Karena Cemburu Daffin Di Dalam Lif“Ada apa dengan Mas Andre? Aku tahu, kok, dia dirawat di sini,” tanya Amelia penasaran.“Dia ingin bertemu kamu, tanpa Pak Daffin. Mungkin kamu bisa luangkan waktu kamu menjenguknya sebentar.” Dr. Vito mengusulkan.“Waw, Andre ingin bertemu Amelia tanpa aku? Hebat! Apa yang kalian rahasiakan dariku?” Daffin mendelik pada Amelia, pria itu kembali terbakar.“Amelia juga belum tahu, Pak Daffin. Tak ada rahasia. Tapi, Andre memang takut kalau Pak Daffin ikut,” sela Dr. Vito.“Takut apa? Dia mau mengambil Amelia lagi dariku, begitu?” sergah Daffin dengan wajah mengetat.“Bukan tentang Amelia, Pak, tapi … wah, saya tak enak mengatakannya. Tapi, alangkah lebih baiknya kalau Amelia menemuinya!”“Baik, terima kasih, Vito! Aku dan Mas Daffin akan menemuinya! Antara aku dan Mas Daffin tak pernah ada rahasia. Terserah, Mas Andre setuju, takut, dan sebagainya! Ayo, Mas kita ke rungannya! Ayo, Mela! Kami duluan, ya! Dadaah, Bilqis!”Amelia me
Bab 198. Daffin Cemburu Buta“Jangan seperti anak kecil, dong, Mas! Enggak ada angin, enggak ada badai, tiba-tiba aja, Mas Daffin sewot, aku gak paham, ada apa, sih?” Amelia menahan lengan Daffin.“Gak ada! Maaf aku buru-buru!” Pria itu menepis dengan sedikit kasar. Hampir saja gadis itu tersungkur. Sebuah tangan menahan tubuhnya.“Ati-ati, dong, Om! Kacian Antenya!” Seorang anak kecil berteriak dengan lantang. “Untung dipegangi mama Iqis, kalau enggak Antenya udah jatuh! Oom dahat!” sungut bocah perempuan itu lagi. Daffin dan Amelia tersentak kaget. Keduanya menoleh ke sumber suara. Suara itu sepertinya tak asing di telinga Amelia.“Ante Amel?” sang bocah malah lebih dulu mengenalinya. “Ini Ante Amel, kan? Mama, ini Ante Amel!” teriak bocah lincah itu kepada wanita yang bersamanya.“Bilqis?” gumam Amelia seraya merunduk lalu memeluk gadis kecil itu. Daffin terpana. “Ini Mama Iqis, Ante! Mama, ini Ante Amel, temannya Papa! Iqis mau Ante Amel jadi mama Iqis, tapi kata Papa, A
Bab 197. Telepon Dari Dr. Vito“Kalau memang Om Andy dengan Tante Ayu udah ada niat menikah, gak boleh ditunda lagi! Kalau saya dan Mas Daffin, bisa kok, nunggu dulu. Pokoknya Om dan Tante aja duluan! Mas Daffin enggak suka kalau Om Andy menunda lagi, ya, Om, Tante!” kata Amelia menekankan.Kedua calon mertuanya itu saling tatap. Lalu menghela napas kasar.“Mama cepat sembuh, pokoknya! Pak Andy jangan banyak pikiran lagi! Ini, pakai untuk keperluan Bapak! Tentang biaya sekolah Klara dan Indah, jangan pikirkan lagi, sudah diurus oleh anggota saya!” tukas Daffin sembari menyerahkan sebuah kartu kredit kepada Andy.“I-ini apa, Nak?” Andy tergagap. “Ti-tidak usah, Nak Daffin, tidak usah! Bapak akan burusaha bekerja semaksimal mungkin untuk mengumpulkan biaya pernikahan. Bapak tidak mau membebani Nak Daffin!” tolaknya mendorong dengan halus di tangan Daffin.“Pakailah, mulai sekarang Bapak akan saya anggap papa saya. Setelah menikahi Mama, Bapak akan saya bawa ke kantor, bantu saya m
Bab 196. Suasana Tegang Di Rumah Sakit“Tidak perlu sungkan, Ma! Pak Andy, saya terima lamaran Anda terhadap Mama saya, kapan rencana pernikahan kalian, kalau bisa secepatnya, ya!”Tiba-tiba Daffin muncul di ambang pintu.“Daff-daffin …!” Rahayu dan Andy serentak menoleh. Wajah keduanya memucat sesaat. Tetapi langsung terang benderang begitu Daffin menyelesaikan kalimatnya.“Terima kasih, Bapak sudah menjaga mama saya sepanjang malam ini?” ucap Daffin melangkah masuk.Andy langsung bangkit, memberi ruang kepada Daffin untuk mendekati Rahayu. Daffin segera menyalam ibunya, lalu duduk di kursi itu. Senyum semringah mekar di wajah tampannya.Rahayu sadar, hari ini putranya terlihat berbunga-bunga. Ada binar di wajahnya. Bukan karena lamaran Andy pada dirinya. Ada sesuatu, entah itu apa. Apakah ada hubungannya dengan Amelia? Rahayu menerka-nerka.“Jadi bagaimana Pak Andy, kapan rencana Bapak menikahi mama? Saya mau secepatnya. Kalau bisa begitu Mama boleh pulang kata dokter, esoknya
Bab 195. Daffin Menerima Lamaran Andy Untuk Ibunya Pagi ini Andy terjaga karena gerakan di atas ranjang pasien. Rahayu menggeliat di sana. Pria itu perlahan mengangkat kepala yang dia letakkan di tepi ranjang. Persis di sisi sang pasien. “Hey, kamu sudah bangun, Sayang?” sapanya sembari mengucek mata. “Maaf, gerakanku membuat Mas terganggu. Pindah saja tidurnya ke sofa sana, Mas! Kasihan, sepertinya Mas kurang tidur beberapa malam ini,” usul Rahayu menatap iba pria yang sangat dia cintai itu. “Tidak, aku juga sudah bangun. Gimana, kamu mau ke kamar mandi, ayo, aku bantu!” “Tidak usah, Mas. Itu terlalu merepotkan kamu. Aku tunggu perawat saja.” “Tidak Rahayu, kenapa kau masih sungkan. Tolonglah, jangan perlakukan aku seperti orang asing!” “Tapi, kamu memang orang lain, kan, Mas? Kita bukan muhrim, kamu juga bukan suamiku. Aku sungkan kamu membantuku ke kamar mandi. Aku akan minta tolong perawat saja nanti.” “Aku sangat sayang padamu, Yu. Aku sangat sedih kau bicara seperti
Bab 194. Papa Amelia Batal Melamar Regina “Hem.” “Terima kasih, Mel!” Tanpa ragu, Daffin meraih tubuh kekasihnya, membenamkan di dalam pelukan erat. “Aku akan minta pada Papa kamu, agar mau mengalah. Dia boleh melamar Bu Regina, tapi pernikahannya ditunda dulu. Aku mau, kita duluan, Sayang.” “Ya, Papa setuju!” Sontak Daffin melepas pelukan. Anwar telah berdiri tak jauh dari meja makan itu. Suster Ayu dan Bik Jum mengiring di belakangnya. Entah sejak kapan mereka ada di sana. Sedikitpun kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menyadarinya. “Maaf, Non. Bibik udah berusaha menghalangi agar Bapak jangan masuk ke ruang makan ini, tapi makin dihalangi, Bapak makin maksa masuk,” lirih Bik Jum merasa bersalah. “Papa khawatir, papa minta maaf. Papa kira putri papa sedang ada masalah lagi. Ternyata, papa salah duga. Anak gadis papa rupanya sedang dilamar oleh seorang pria hebat. Papa sangat bahagia. Jangankan menunda pernikahan papa, membatalkan lamaran esok pun, papa bersedia, Nak.”
Bab 193. Lamaran Daffin Di Meja Makan “Apa?” Amelia tersentak kaget. Salah dengarkah dia? Daffin memintanya menyuapi. “Ya, sudah, enggak jadi. Maaf!” ucap daffin dengan wajah sedikit memerah. Telunjuk pria itu langsung mengusap symbol hijau di layar ponselnya. “Ada apa lagi Pak Sastro?” sergahnya meninggikan suara melalui benda pipih itu. “Bu Lidya sudah kami tahan di pos depan, Pak. Tapi, dia tidak berhenti menjerit-jerit. Itu memancing perhatian semua orang yang kebetulan melintas juga warga sekitar. Mohon petunjuk, apa yang harus kami lakukan?” lapor Sastro dari ujung sana. “Hem, perempuan sial! Tidak usah menungguku, bawa ke kantor polisi! Lalu telepon pengacaraku, minta dia mengurus semuanya! Bukti-bukti kejahatan perempuan itu sudah ada di tangan pengacara itu! Sekaligus Bik Rum jadikan sebagai saksi!” kata Daffin menjelaskan. “Siaap, baik, Pak!” Daffin mematikan ponsel, lalu menghela napas panjang seraya menyenderkan tubuh lelahnya ke sandaran kursi. Matanya terpeja
Bab 192. Lidya mengamuk“Tolong jangan seperti anak kecil, Mas! Mas Daffin itu udah dewasa! Tolong bijaklah dalam berpikir, bijaklah dalam berbicara dan juga dalam memutuskan segala sesuatunya!”“Aku masih kurang bijak, ya?”“Ya!”“Baik, aku minta maaf!”“Aku mencintaimu, Mas! Tolong jangan pernah kamu ragukan! Jangan pula kamu kaitkan dengan hal lain!”“Boleh aku bertanya?”“Ya.”“Kenapa istri Papa yang bernama Tina itu mau bermesraan dengan pria selingkuhannya itu, bahkan mereka tak peduli itu di tempat umum? Karena cinta, bukan? Lalu kamu?”“Bukan. Yang mereka lakukan bukan karena cinta. Tapi karena napsu!”“Begitukah? Lalu kamu mengira aku …?”“Tolong jangan tersinggung! Aku hanya merasa ini terlalu cepat! Satu hal yang perlu Mas Daffin ketahui. Meskipun aku sudah pernah menikah, sudah juga pernah menjalin hubungan dengan Mas Andre. Tetapi hingga detik ini aku masih perawan.”“Mel?” sergah Daffin tersentak kaget. Perempuan yang sangat dia cintai ini ternyata begitu sempurna.“Ya