Bab 59. Video Kiriman Dinda di Ponsel Amelia Untuk pertama kalinya, hati yang telah lama membeku itu berdesir lagi. Desir hangat yang mampu mencairkan kebekuan. Terbitkan asa baru di dalam kalbu. Untuk menjalani hari selanjutnya, menggapai masa depan yang pasti masih ada tersisa bahagia untuknya. Andre menggantung harapan itu untuk Amelia. Terdengar sebuah notifikasi masuk ke dalam ponselnya. Pesan di aplikasi hijau miliknya. Andre ragu untuk menyentuh layar ponselnya. Beberapa detik berlalu, notif pesan masuk terdengar lagi. Kali ini, dia menguatkan hati. Sebuah chat dan kiriman video dari Dinda. [Aku hanya mengingatkan, Mas! Video ini mau aku kirim ke nomor Amelia. Beberapa menit lagi, sampai chat dari kamu masuk ke ponselku! Silahkan tonton dulu videonya, ya! Sebelum mata teduh Amelia juga menyaksikannya!] Andre meremas benda pipih di tangannya. [Beri aku waktu berpikir!] balasnya kemudian. [Ok, kutunggu hingga pukul sepuluh malam. Ini nego terakhir, tak ada nego lagi s
Bab 60. Pertengkaran Darfan Dan Andre “Dr. Ferouk ada, kan, Sus! Tolong ditelpon, bilang pasien sudah sadar!” perintah Dr. Vito kepada perawat. “Baik, Dok!” Lima menit kemudian Dr. Ferouk datang. Dengan sigap dia memeriksa dan memastikan kondisi pasien. Dia kemudian memberikan petunjuk kepada Perawat yang mendampingi. “Gimana Papa saya, Dok?” lirih Amelia kemudian. “Pak Anwar sudah lepas dari komanya. Tetapi, serangan masih bisa saja datang tiba-tiba. Bagaimana kalau kita lakukan operasi pemasangan ring itu malam ini juga, Sayang? Kamu setuju, kan?” jawab Dr. Ferouk. Pria yang telah mendekati masa pensiun itu sudah terbiasa memanggil Amelia dengan sebutan Sayang. Gadis itu sudah seperti putri kandung baginya. Meskipun Amelia tetap memanggilnya dengan formil. Padahal telah berulang kali Dr. Ferouk memintanya agar memanggil dengan sebutan Om saja. “Begitukah yang terbaik menurut Dokter?” tanya Amelia pasrah. “Iya, Sayang. Sebab setelah sadar begini, Om khawatir beliau malah
Bab 61. Video Mesum Dikirim Ulang “Non Amel gak sendirian. Anggap Bibik ini saudara dekat, ya! Jadi, kerabat Bibik semua, adalah kerabat Non Amel juga. Non Amel gak sendirian! Dan satu lagi, Bibik liat Pak Andre tak berhenti berjaga di sini juga. Dia begitu peduli pada Non Amel.” “Pak Andre?” “Ya, dia sepertinya sangat peduli pada Non. Lihat cara dia melindungi Non Amel! Lihat cara dia mengusir Pak Darfan saat kita menuju ruang operasi ini tadi! Pak Andre peduli sama Non. Dia selalu ada buat Non! Saran Bibik, usir aja Pak Darfan segera, Non. Toh dia bukan siapa-siapa Non lagi, kan?!” “Hem.” “Terima ketulusan Pak Andre, ya! Dia baik sekali orangnya bibik liat!” Amelia bergeming. Benar hatinya mulai sedikit menghangat setiap Bik Jum menyebut nama pria itu, tetapi pintunya masih terkunci sangat rapat. Apakah desir hangat ini akan mampu mencairan kebekuan itu? Entahlah …. “Maaf, Non, bukan maksud bibik mu ikut campur urusan pribadi Non.” “Gak apa-apa, Bik. Tolong doakan Papa sa
Lepas Dari Andre, Benalu Menempel lagi “Pak Andre, bagaimana bisa Anda melakukan hal sehina itu? Saya kira Anda adalah orang yang berbeda. Baru saja hati yang dingin ini serasa sedikit menghangat. Saya berencana mulai menerima kehadiran Anda meski sebagai teman saja dulu sebagai awalnya. Bila memang kita cocok, kita akan melangkah bersama, begitu pikir saya. Tetapi, kenyataan ini sungguh membuat saya berpikir lagi berjuta kali banyaknya. Maaf, sepertinya saya salah sangka. Anda sama saja seperti yang lainnya.” Batin Amelia berkecamuk. “Non, saya belikan non minum di kantin, ya! Sepertinya Non Amel kurang sehat ini!” tukas Bik Jum, lalu babgkit dan berjalan kian menjauh. Amelia tak juga bersuara. Gadis itu memejamkan mata. Mencoba mengendalikan kecewa yang masih begitu menghentak di dada. Sempat mengira Andre adalah seorng pria yang istimewa. Ternyata sama saja, pria itu tak lebih dari seorang durjana. Itu membuat Amelia semakin yakin bahwa tak ada seorang priapun yang bisa
Bab 63. Para Benalu Merajalela “Tapi, itu perempuan-perempuannya galak-galak, Mbak! Saya takut!” “Jangan takut, Suster! Lawan aja! Jagain rumahnya! Jangan sampai mereka nekat ngintil barang apa-apa, entah itu pajangan, atau hiasan-hiasan di lemari hias itu! Pokoknya sampai Bik Jum datang! Itu tugas Suster! Jagain rumah!” “Tapi, mereka udah masing-masing milih kamar sendiri, Mbak.” “Milih kamar sendiri gimana maksudnya?” “Iya, kamar tamu itu mereka isi, kamar saya dan Bik Jum mereka ambil. Barang-barang saya dan Bik Jum mereka pindahin ke kamar gudang.” “Astaga! Mereka benar-benar, ya!” Duh, aku harus jagain Papa di rumah sakit. Papa belum sadar. Gimana caraku mengusir mereka, Suster?” “Gak tahu, Mbak.” “Sudah, begini saja. Untuk sementara biarkan dulu mereka berbuat. Aku harus fokus ngurus Papa dulu. Setelah Papa sadar nanti, aku akan datang, ya! Tunggu Bik Jum! Dia akan segera pulang. Urusan dapur, biar Bik Jum yang mengamankan.” “Baik, Mbak.” Amelia mengalihkan tatapannya
Bab 64. Papa Amelia Memanggil Nama Regina, Siapa? Bukan tak ada pria yang mencoba hadir dalam kehidupan Regina. Tak terhitung yang datang untuk tawarkan kasih sayang. Tetapi, Regina tak bergeming, Andre adalah tujuan hidupnya sekarang. Namun, sekuat apapun hati membangun petahanan, untuk membentengi perasaan agar tak lagi terlibat asamara, Regina akhirnya menyerah juga. Rasa itu datang tanpa dia minta. Jika si pria yang menawarkan, dia jelas bisa menolak dengan segala cara. Namun, jika rasa itu tumbuh sendiri di dalam hatinya, sungguh, Regina tak bisa menghindari. Meski hingga kini, Regina tak jua menerima kehadiran cinta itu. Namun rasa yang telah terlajur tumbuh, membuatnya gelisah tak menentu. Kadang rasa sakit mencekik kalbu, bila rindu datang tanpa jeda. Kadang air mata tumpah, luruh tanpa permisi, bila ingatan pada pria itu tak mau menepi. Regina bertahan, wanita itu tak menyerah pada kenyataan. Dia kesampingkan rasa, dia tak pedulikan bahagia untuk dirinya. Cukuplah Andre
Bab 65. Cinta itu Untuk Regina Bukan Untuk ART Setia “Siapa Regina?” “Wanita penyemangat hidup papa kamu, Sayang! Tapi sengaja dia sembunyikan selama ini, karena khawatir kamu marah. Dia bertekat akan mengatakan segalanya padamu jika kamu sudah berbahagia dengan kehidupan pernikahanmu. Tetapi semua gagal, karena kegagalan pernikahan kamu, Sayang!” “Oh, begitukah? Papa? Papa mencintai seorang perempuan selain Mama?” “Jangan berpikir negatif, Mel! Mama kamu sudah meninggal lima tahun yang lalu, sedang perasaannya tumbuh sejak tiga tahun yang lalu! Kamu paham maksud Om, kan, Sayang?” “Begitu?” “Iya, Sayang! Tolong kamu paham, ya! Demi Papa!” “Baik, demi Papa. Amel gak mau kehilangan Papa. Cukup kehilangan Mama saja!” “Iya, Sayang! Kamu telpon wanita itu! Kamu bujuk dia. Semoga dia mau.” “Bujuk? Maksudnya?” Amelia terperangah. “Ya, wanita itu seorang janda. Dia tak pernah mau menerima papa kamu, Sayang! Dia bertahan karena alasan demi anak, juga. Sama seperti papa kamu. Dia
Bab 66. Regina dan Andre ke Rumah Sakit “Papa sakit, Tan. Papa kena stroke, lalu kemarin drop kena serangan jantung pula.” “Astafirullah, saya gak dengar kabar, Mbak. Lalu gimana sekarang keadaan beliau?” “Tadi malam udah dioperasi, terpaksa pasang ring, Tante.” “Terus, gimana operasinya? Lancar, kan?” “Operasinya lancar, Tante. Tapi Papa gak sadar-sadar. Kata Dokter, sepertinya Papa memang sengaja gak mau sadar. Dia gak ada semangat, Tante. Papa saya kehilangan semangat hidup.” “Kenapa bisa begitu? Ya, Tuhan. Jadi, sejak tadi malam belum sadar juga hingga sekarang?” “Iya, Tan. Hanya bibirnya sesekali memanggil nama Tante.” “Apa?” Teriakan kaget itu membuat hati Amelia resah. Bagaimana kalau Regina merasa tersinggung. Lalu menolak untuk datang. Kacaulah harapannya. Begitu pikirnya. “Maafkan kelancanagn Papa saya, Tante. Maafkan juga kelancanagn saya berani nelpon Tante secara langsung. Marahin saya saja, Tante! Jangan marah pada Papa saya, saya mohon!” “I-iya, Sayang! Tan
Bab 200. Tamat (Malam Pertama Amelia)Amelia bersimpuh di pangkuan sang Papa. Memohon doa restu dengan derai air mata haru. Daffin mengikuti berbuat yang sama.Amelia bergeser ke bangku Rahayu. Andy ada di sampingnya. Wanita itu memeluk gadis bergaun pengantin itu. Membisikkan kalimat restu dan menguntai doa sakral. Semoga pernikahan putra semata wayangnya dengan gadis ini penuh keberkahan, abadi, tanpa pernah ada lagi perpisahan.“Terima kasih Tante,” ucap Amelia surut masih dengan berjongkok. Lalu berbisik pada Daffin, pria yang baru saja menghalalkannya. “Mas, minta restu pada Tante Rahayu, ya! Juga kepada Pak Andy, papa kandung Mas Daffin. Lakukan itu, seperti Mas meminta restu pada papaku! Agar pernikahan kita ini berkah, Mas!”Daffin menatap mata wanitanya, lembut. Lalu mengangguk. Pria itu melakukan seperti yang Amelia ucapkan. Untuk pertama kalinya, Rahayu memeluk tubuh putranya. Air mata haru tak henti mengalir deras membasahi kedua pipi kurusnya. Sama harunya sepert
Bab 199. Sentuhan Karena Cemburu Daffin Di Dalam Lif“Ada apa dengan Mas Andre? Aku tahu, kok, dia dirawat di sini,” tanya Amelia penasaran.“Dia ingin bertemu kamu, tanpa Pak Daffin. Mungkin kamu bisa luangkan waktu kamu menjenguknya sebentar.” Dr. Vito mengusulkan.“Waw, Andre ingin bertemu Amelia tanpa aku? Hebat! Apa yang kalian rahasiakan dariku?” Daffin mendelik pada Amelia, pria itu kembali terbakar.“Amelia juga belum tahu, Pak Daffin. Tak ada rahasia. Tapi, Andre memang takut kalau Pak Daffin ikut,” sela Dr. Vito.“Takut apa? Dia mau mengambil Amelia lagi dariku, begitu?” sergah Daffin dengan wajah mengetat.“Bukan tentang Amelia, Pak, tapi … wah, saya tak enak mengatakannya. Tapi, alangkah lebih baiknya kalau Amelia menemuinya!”“Baik, terima kasih, Vito! Aku dan Mas Daffin akan menemuinya! Antara aku dan Mas Daffin tak pernah ada rahasia. Terserah, Mas Andre setuju, takut, dan sebagainya! Ayo, Mas kita ke rungannya! Ayo, Mela! Kami duluan, ya! Dadaah, Bilqis!”Amelia me
Bab 198. Daffin Cemburu Buta“Jangan seperti anak kecil, dong, Mas! Enggak ada angin, enggak ada badai, tiba-tiba aja, Mas Daffin sewot, aku gak paham, ada apa, sih?” Amelia menahan lengan Daffin.“Gak ada! Maaf aku buru-buru!” Pria itu menepis dengan sedikit kasar. Hampir saja gadis itu tersungkur. Sebuah tangan menahan tubuhnya.“Ati-ati, dong, Om! Kacian Antenya!” Seorang anak kecil berteriak dengan lantang. “Untung dipegangi mama Iqis, kalau enggak Antenya udah jatuh! Oom dahat!” sungut bocah perempuan itu lagi. Daffin dan Amelia tersentak kaget. Keduanya menoleh ke sumber suara. Suara itu sepertinya tak asing di telinga Amelia.“Ante Amel?” sang bocah malah lebih dulu mengenalinya. “Ini Ante Amel, kan? Mama, ini Ante Amel!” teriak bocah lincah itu kepada wanita yang bersamanya.“Bilqis?” gumam Amelia seraya merunduk lalu memeluk gadis kecil itu. Daffin terpana. “Ini Mama Iqis, Ante! Mama, ini Ante Amel, temannya Papa! Iqis mau Ante Amel jadi mama Iqis, tapi kata Papa, A
Bab 197. Telepon Dari Dr. Vito“Kalau memang Om Andy dengan Tante Ayu udah ada niat menikah, gak boleh ditunda lagi! Kalau saya dan Mas Daffin, bisa kok, nunggu dulu. Pokoknya Om dan Tante aja duluan! Mas Daffin enggak suka kalau Om Andy menunda lagi, ya, Om, Tante!” kata Amelia menekankan.Kedua calon mertuanya itu saling tatap. Lalu menghela napas kasar.“Mama cepat sembuh, pokoknya! Pak Andy jangan banyak pikiran lagi! Ini, pakai untuk keperluan Bapak! Tentang biaya sekolah Klara dan Indah, jangan pikirkan lagi, sudah diurus oleh anggota saya!” tukas Daffin sembari menyerahkan sebuah kartu kredit kepada Andy.“I-ini apa, Nak?” Andy tergagap. “Ti-tidak usah, Nak Daffin, tidak usah! Bapak akan burusaha bekerja semaksimal mungkin untuk mengumpulkan biaya pernikahan. Bapak tidak mau membebani Nak Daffin!” tolaknya mendorong dengan halus di tangan Daffin.“Pakailah, mulai sekarang Bapak akan saya anggap papa saya. Setelah menikahi Mama, Bapak akan saya bawa ke kantor, bantu saya m
Bab 196. Suasana Tegang Di Rumah Sakit“Tidak perlu sungkan, Ma! Pak Andy, saya terima lamaran Anda terhadap Mama saya, kapan rencana pernikahan kalian, kalau bisa secepatnya, ya!”Tiba-tiba Daffin muncul di ambang pintu.“Daff-daffin …!” Rahayu dan Andy serentak menoleh. Wajah keduanya memucat sesaat. Tetapi langsung terang benderang begitu Daffin menyelesaikan kalimatnya.“Terima kasih, Bapak sudah menjaga mama saya sepanjang malam ini?” ucap Daffin melangkah masuk.Andy langsung bangkit, memberi ruang kepada Daffin untuk mendekati Rahayu. Daffin segera menyalam ibunya, lalu duduk di kursi itu. Senyum semringah mekar di wajah tampannya.Rahayu sadar, hari ini putranya terlihat berbunga-bunga. Ada binar di wajahnya. Bukan karena lamaran Andy pada dirinya. Ada sesuatu, entah itu apa. Apakah ada hubungannya dengan Amelia? Rahayu menerka-nerka.“Jadi bagaimana Pak Andy, kapan rencana Bapak menikahi mama? Saya mau secepatnya. Kalau bisa begitu Mama boleh pulang kata dokter, esoknya
Bab 195. Daffin Menerima Lamaran Andy Untuk Ibunya Pagi ini Andy terjaga karena gerakan di atas ranjang pasien. Rahayu menggeliat di sana. Pria itu perlahan mengangkat kepala yang dia letakkan di tepi ranjang. Persis di sisi sang pasien. “Hey, kamu sudah bangun, Sayang?” sapanya sembari mengucek mata. “Maaf, gerakanku membuat Mas terganggu. Pindah saja tidurnya ke sofa sana, Mas! Kasihan, sepertinya Mas kurang tidur beberapa malam ini,” usul Rahayu menatap iba pria yang sangat dia cintai itu. “Tidak, aku juga sudah bangun. Gimana, kamu mau ke kamar mandi, ayo, aku bantu!” “Tidak usah, Mas. Itu terlalu merepotkan kamu. Aku tunggu perawat saja.” “Tidak Rahayu, kenapa kau masih sungkan. Tolonglah, jangan perlakukan aku seperti orang asing!” “Tapi, kamu memang orang lain, kan, Mas? Kita bukan muhrim, kamu juga bukan suamiku. Aku sungkan kamu membantuku ke kamar mandi. Aku akan minta tolong perawat saja nanti.” “Aku sangat sayang padamu, Yu. Aku sangat sedih kau bicara seperti
Bab 194. Papa Amelia Batal Melamar Regina “Hem.” “Terima kasih, Mel!” Tanpa ragu, Daffin meraih tubuh kekasihnya, membenamkan di dalam pelukan erat. “Aku akan minta pada Papa kamu, agar mau mengalah. Dia boleh melamar Bu Regina, tapi pernikahannya ditunda dulu. Aku mau, kita duluan, Sayang.” “Ya, Papa setuju!” Sontak Daffin melepas pelukan. Anwar telah berdiri tak jauh dari meja makan itu. Suster Ayu dan Bik Jum mengiring di belakangnya. Entah sejak kapan mereka ada di sana. Sedikitpun kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menyadarinya. “Maaf, Non. Bibik udah berusaha menghalangi agar Bapak jangan masuk ke ruang makan ini, tapi makin dihalangi, Bapak makin maksa masuk,” lirih Bik Jum merasa bersalah. “Papa khawatir, papa minta maaf. Papa kira putri papa sedang ada masalah lagi. Ternyata, papa salah duga. Anak gadis papa rupanya sedang dilamar oleh seorang pria hebat. Papa sangat bahagia. Jangankan menunda pernikahan papa, membatalkan lamaran esok pun, papa bersedia, Nak.”
Bab 193. Lamaran Daffin Di Meja Makan “Apa?” Amelia tersentak kaget. Salah dengarkah dia? Daffin memintanya menyuapi. “Ya, sudah, enggak jadi. Maaf!” ucap daffin dengan wajah sedikit memerah. Telunjuk pria itu langsung mengusap symbol hijau di layar ponselnya. “Ada apa lagi Pak Sastro?” sergahnya meninggikan suara melalui benda pipih itu. “Bu Lidya sudah kami tahan di pos depan, Pak. Tapi, dia tidak berhenti menjerit-jerit. Itu memancing perhatian semua orang yang kebetulan melintas juga warga sekitar. Mohon petunjuk, apa yang harus kami lakukan?” lapor Sastro dari ujung sana. “Hem, perempuan sial! Tidak usah menungguku, bawa ke kantor polisi! Lalu telepon pengacaraku, minta dia mengurus semuanya! Bukti-bukti kejahatan perempuan itu sudah ada di tangan pengacara itu! Sekaligus Bik Rum jadikan sebagai saksi!” kata Daffin menjelaskan. “Siaap, baik, Pak!” Daffin mematikan ponsel, lalu menghela napas panjang seraya menyenderkan tubuh lelahnya ke sandaran kursi. Matanya terpeja
Bab 192. Lidya mengamuk“Tolong jangan seperti anak kecil, Mas! Mas Daffin itu udah dewasa! Tolong bijaklah dalam berpikir, bijaklah dalam berbicara dan juga dalam memutuskan segala sesuatunya!”“Aku masih kurang bijak, ya?”“Ya!”“Baik, aku minta maaf!”“Aku mencintaimu, Mas! Tolong jangan pernah kamu ragukan! Jangan pula kamu kaitkan dengan hal lain!”“Boleh aku bertanya?”“Ya.”“Kenapa istri Papa yang bernama Tina itu mau bermesraan dengan pria selingkuhannya itu, bahkan mereka tak peduli itu di tempat umum? Karena cinta, bukan? Lalu kamu?”“Bukan. Yang mereka lakukan bukan karena cinta. Tapi karena napsu!”“Begitukah? Lalu kamu mengira aku …?”“Tolong jangan tersinggung! Aku hanya merasa ini terlalu cepat! Satu hal yang perlu Mas Daffin ketahui. Meskipun aku sudah pernah menikah, sudah juga pernah menjalin hubungan dengan Mas Andre. Tetapi hingga detik ini aku masih perawan.”“Mel?” sergah Daffin tersentak kaget. Perempuan yang sangat dia cintai ini ternyata begitu sempurna.“Ya