Bab 66. Regina dan Andre ke Rumah Sakit “Papa sakit, Tan. Papa kena stroke, lalu kemarin drop kena serangan jantung pula.” “Astafirullah, saya gak dengar kabar, Mbak. Lalu gimana sekarang keadaan beliau?” “Tadi malam udah dioperasi, terpaksa pasang ring, Tante.” “Terus, gimana operasinya? Lancar, kan?” “Operasinya lancar, Tante. Tapi Papa gak sadar-sadar. Kata Dokter, sepertinya Papa memang sengaja gak mau sadar. Dia gak ada semangat, Tante. Papa saya kehilangan semangat hidup.” “Kenapa bisa begitu? Ya, Tuhan. Jadi, sejak tadi malam belum sadar juga hingga sekarang?” “Iya, Tan. Hanya bibirnya sesekali memanggil nama Tante.” “Apa?” Teriakan kaget itu membuat hati Amelia resah. Bagaimana kalau Regina merasa tersinggung. Lalu menolak untuk datang. Kacaulah harapannya. Begitu pikirnya. “Maafkan kelancanagn Papa saya, Tante. Maafkan juga kelancanagn saya berani nelpon Tante secara langsung. Marahin saya saja, Tante! Jangan marah pada Papa saya, saya mohon!” “I-iya, Sayang! Tan
Bab 67. Percakapan Hubungan Batin Tante boleh dekatin Pak Anwar?” Regina menatap pilu tubuh lemah di atas bankar. “Boleh, Tante. Papa udah nungguin Tante sejak kemarin.” “Baik, Mbak.” “Paggil Amel aja, Tan. Jangan ‘Mbak’!” “Oh, iya. Baik, Mel. Tante ke situ, ya?” Regina menunjuk ranjang , di bagian sisi kepala Anwar. “Silahkan, Tante!” Amelia segera menyisi. “Ma, Andre tunggu di parkiran, ya!” ucap Andre langsung berjalan pergi. “Tan, saya juga permisi keluar, ya!” sergah Amelia juga. Amelia buru-buru mengejar pria itu. Regina mendekati Anwar. Menghenyakkan tubuhnya di atas sebuah kursi. Menatap lekat wajah Anwar yang seputih kapas, Regina tercekat. Teramat sulit baginya sekarang untuk berkata-kata. Wajah yang dia rindukan itu terlihat sangat menyedihkan sekarang. “Mas!” panggilnya sesaat kemudian, setelah berhasil menguasai hati dan pikiran. “Ini aku, Regina. Aku datang karena ditelpon putri kamu, Mas. Amelia. Dia ternyata cantik. Sama sekali tidak seperti yang kamu ga
Bab 68. Permintaan Amelia Pada Andre “Baik, Begini. Sepertinya antara Papa dan ibu Pak Andre ada sesuatu. Tepatnya, mereka menjalin hubungan.” “Apa?!” Andre berteriak kaget. Bola matanya pun seolah hendak meloncat keluar. Sorot tajam dia hujamkan tepat di manik-manik coklat kehitaman milik Amelia. Tetapi, hanya sesaat. Selanjutnya pria terkekeh kecil. “Bu Amel ada ada saja! Hehehe … hehehe …. Ibu hanya bercanda bukan? Hampir saja saya kena prank Ibu. Ada-ada aja, Bu!” Andre terkekeh, tawa yang sangat dibuat-buat. “Saya tidak sedang bercanda! Saya serius Pak Andre! Mereka terlibat suatu hubungan. Mereka berpacaran!” Andre tiba-tiba megatupkan rapat kedua bibirnya. Kedua alis kini saling menaut. Dengan tatapan sayu, dia lebih mendekati Amelia. Andre sengaja mengikis jarak, agar bisa melihat pantulan bayangan dirinya di bola mata gadis itu? Pria itu sengaja ingin memastikan, kalau-kalau gadis ini sedang mengingau. “Ibu sepertinya kelelahan, sebaiknya Bu Amel istirahat, ya! To
Bab 69. Bik Jum Membongkar Rahasia Tentang Andre Regina dan Amelia saling tatap lagi. Masing-masing mengulas senyum. Senyum beda makna. “Non!” Keduanya tersentak. Bik Jum sedang berjalan tergesa-gesa ke arah mereka. Sebuah bungkusan kecil dia tenteng di tangan. Pakaian ganti buat sang putri majikan. Sontak Amelia berdebar. Bagaimana dia harus memperkenalkan Regina kepada wanita baik hati itu. Ini momen yang sangat tidak tepat. Bagaimana kalau Bik Jum melihat Tante Regina berkata mesra pada sang Papa? Bagaimana kalau Bik Jum melihat, sorot penuh cinta dari tatapan Papa buat Tante Regina? Amelia gundah tiba-tiba. “Non, gimana Bapak? Udah sadar, toh?” “Oh, udah, Bik! Udah.” “Sukur, Ya, Allah. Gak sia-sia aku sholat Duha sebelum berangkat ke mari tadi. Setelah selesai masak dan mengenyangkan perut seluruh keluarga Pak Dar, Bibik buru-buru mandi lalu berwudhu, setelah itu langsung menunaikan sholat Dhuha empat rekaat, Non. Memohon pada Allah agar Bapak diberi kesadaran. Alhamduli
Bab 70. Sandiwara Mulai Diperankan “Anu, begini, Buk. Saya mau bertemu keluarga Pak Andre mau bilang, agar keluarganya menghibur hati Pak Andre. Kasihan banget Pak Andre itu, Buk. Padahal dia laki-laki yang baik hati. Perhatian dan begitu peduli pada Non Amel.” “Peduli pada Non Amel?” “Iya, sangat peduli. Ibuk tahu, Pak Andre lho yang selalu menguatkan Non Amel saat Bapak drop. Pak Andre yang mengurus semuanya. Semuanya …. Dia gak pernah mau ninggalin Non Amel sampai Bapak masuk ruang operasi.” “Oh, ya? Andre di sini? Di rumah sakit ini? Bersama Amelia?” Kedua bola mata Regina membulat sempurna. Pernyataan Bik Jum sungguh sangat di luar dugaannya. “Iya, Buk. Pak Andre sepertinya suka sama Non Amel. Pak Andre sangat menyukai Non Amel. Sangat suka. Saya yakin itu, Buk.” “Oh! Andre … suka sama Amelia …?! Lalu, apakah Amelia juga yang telah membuat hati Andre terluka?” Regina terkesiap. Ujian apa ini? Ujian atau karma? Tapi, apa dosa yang pernah kuperbuat, Ya, Tuhan? Sehingg
Bab 71. Andre Mendukung Hubungan Regina dan Anwar Pintu ruangan terbuka, sebuah bed dorong tampak disorong keluar oleh dua orang perawat. Amelia langsung mengejarnya. Disusul oleh Regina dan Andre putranya. “Papa!” panggil Amelia menggenggam tangan Anwar sambil berjalan di sisi bed dorong. Anwar membuka kelopak mata, begitu lega saat melihat sang putri ada di sisinya. Pria itu mencoba membentuk lengkungan di sudut bibir. Lalu dia menoleh ke rah sisi kanan, di mana Regina juga sedang tersenyum ke arahnya. Anwar begitu bahagia. “Aku ke kantor dulu ya, Mas! Insyaallah nanti sore aku bezuk lagi,” pamit Regina sesaat setelah mereka tiba di ruangan VIP Mawar 5. Anwar tak menyahut, tetapi gerakan bibir dan sorot matanya terlihat mengiyakan. Regina juga pamit kepada Amelia. “Makasih, Tan! Jangan lupa singgah nanti sore!” pinta Amelia mengantar hingga pintu ruangan. Regina mengelus pipi gadis itu lembut. “Pasti, Sayang! Aku pasti akan selalu datang, tetapi bukan sebagai calon ibumu, m
Bab 72. Andre Menyiapkan Body Guard Buat Amelia “Ma, Pak Anwar sangat membutuhkan Mama. Jangan khawatir, Ma! Andre setuju dan sangat mendukung hubungan kalian,” ucap Andre seraya tersenyum penuh dukungan. “Gak usah bahas Mama. Hingga detik ini, hubungan Mama dan Pak Anwar tak lebih dari seorang pengusaha ternak dan pemasok pakan ternak. Tidak lebih! Tetapi, melindungi Amelia adalah kewajiabn bagimu, karena ada kaitannya dengan masa lalu kamu, yaitu Dinda! Jangan sampai Dinda menyakiti apalagi merong-rong ketentraman hidup Amelia!” Andre tercekat. Mengapa sang Mama sepertinya begitu mengkhawatirkan ketentraman hidup calon anak tirinya itu? Tapi kalau dibahas masalah Anwar, dia malah menghindar. Kenapa pula sang Mama begitu mengkhawatirkan Amelia dari sikap kurang ajar Dinda? Benarkah Dinda dan keluarganya adalah ancman bagi Amelia seperti dugaan ibunya?? Kalau iya, maka Andre harus melindunginya. Lampu hijau menyala, Andre melajukan mobilnya. Lima menit kemudian, mobil itu
Bab 73. Tiga Orang Asing di Depan Rumah Amelia “Mela dan kamu?” sergah Amelia kaget. “Ya, kami sudah ketuk palu. Bilqis ikut aku. Pengadilan memenangkan aku. Aku sangat bersyukur, Mel. Sejuta kali berpisah dengan Mela aku pasti sanggup, asal jangan berpisah dengan putriku.” “Aku turut prihatin dengan nasip pernikahan kamu, Vito. Selamat karena putrimu ikut kamu.” “Ya, Mel. Terima kasih. Aku mau ke administrasi dulu, mau ngajuin cuti aku. Yang penting kamu udah tahu, kalau papa kamu akan kubawa bersamaku terapi di desa ibuku itu!” “Tapi!” “Aku mau pinjam papa kamu, Mel! Akan kukembalikan jika dia sudah normal berjalan dan berbicara lagi nanti. Kamu boleh ikut mengantar, kok! Kau juga bebas kalau mau berkunjung, ok! Permisi!” Dr. Vito berjalan pergi. Amelia hanya melongo. Entah apa maksud Dokter muda itu yang sesungguhnya. Benarkah perbuatannya ini hanya untuk menebus kesalahan di masa lalu? Begitu merasa bersalahkah dia akan peristiwa itu, sampai-sampai dia mengira kegagalan
Bab 200. Tamat (Malam Pertama Amelia)Amelia bersimpuh di pangkuan sang Papa. Memohon doa restu dengan derai air mata haru. Daffin mengikuti berbuat yang sama.Amelia bergeser ke bangku Rahayu. Andy ada di sampingnya. Wanita itu memeluk gadis bergaun pengantin itu. Membisikkan kalimat restu dan menguntai doa sakral. Semoga pernikahan putra semata wayangnya dengan gadis ini penuh keberkahan, abadi, tanpa pernah ada lagi perpisahan.“Terima kasih Tante,” ucap Amelia surut masih dengan berjongkok. Lalu berbisik pada Daffin, pria yang baru saja menghalalkannya. “Mas, minta restu pada Tante Rahayu, ya! Juga kepada Pak Andy, papa kandung Mas Daffin. Lakukan itu, seperti Mas meminta restu pada papaku! Agar pernikahan kita ini berkah, Mas!”Daffin menatap mata wanitanya, lembut. Lalu mengangguk. Pria itu melakukan seperti yang Amelia ucapkan. Untuk pertama kalinya, Rahayu memeluk tubuh putranya. Air mata haru tak henti mengalir deras membasahi kedua pipi kurusnya. Sama harunya sepert
Bab 199. Sentuhan Karena Cemburu Daffin Di Dalam Lif“Ada apa dengan Mas Andre? Aku tahu, kok, dia dirawat di sini,” tanya Amelia penasaran.“Dia ingin bertemu kamu, tanpa Pak Daffin. Mungkin kamu bisa luangkan waktu kamu menjenguknya sebentar.” Dr. Vito mengusulkan.“Waw, Andre ingin bertemu Amelia tanpa aku? Hebat! Apa yang kalian rahasiakan dariku?” Daffin mendelik pada Amelia, pria itu kembali terbakar.“Amelia juga belum tahu, Pak Daffin. Tak ada rahasia. Tapi, Andre memang takut kalau Pak Daffin ikut,” sela Dr. Vito.“Takut apa? Dia mau mengambil Amelia lagi dariku, begitu?” sergah Daffin dengan wajah mengetat.“Bukan tentang Amelia, Pak, tapi … wah, saya tak enak mengatakannya. Tapi, alangkah lebih baiknya kalau Amelia menemuinya!”“Baik, terima kasih, Vito! Aku dan Mas Daffin akan menemuinya! Antara aku dan Mas Daffin tak pernah ada rahasia. Terserah, Mas Andre setuju, takut, dan sebagainya! Ayo, Mas kita ke rungannya! Ayo, Mela! Kami duluan, ya! Dadaah, Bilqis!”Amelia me
Bab 198. Daffin Cemburu Buta“Jangan seperti anak kecil, dong, Mas! Enggak ada angin, enggak ada badai, tiba-tiba aja, Mas Daffin sewot, aku gak paham, ada apa, sih?” Amelia menahan lengan Daffin.“Gak ada! Maaf aku buru-buru!” Pria itu menepis dengan sedikit kasar. Hampir saja gadis itu tersungkur. Sebuah tangan menahan tubuhnya.“Ati-ati, dong, Om! Kacian Antenya!” Seorang anak kecil berteriak dengan lantang. “Untung dipegangi mama Iqis, kalau enggak Antenya udah jatuh! Oom dahat!” sungut bocah perempuan itu lagi. Daffin dan Amelia tersentak kaget. Keduanya menoleh ke sumber suara. Suara itu sepertinya tak asing di telinga Amelia.“Ante Amel?” sang bocah malah lebih dulu mengenalinya. “Ini Ante Amel, kan? Mama, ini Ante Amel!” teriak bocah lincah itu kepada wanita yang bersamanya.“Bilqis?” gumam Amelia seraya merunduk lalu memeluk gadis kecil itu. Daffin terpana. “Ini Mama Iqis, Ante! Mama, ini Ante Amel, temannya Papa! Iqis mau Ante Amel jadi mama Iqis, tapi kata Papa, A
Bab 197. Telepon Dari Dr. Vito“Kalau memang Om Andy dengan Tante Ayu udah ada niat menikah, gak boleh ditunda lagi! Kalau saya dan Mas Daffin, bisa kok, nunggu dulu. Pokoknya Om dan Tante aja duluan! Mas Daffin enggak suka kalau Om Andy menunda lagi, ya, Om, Tante!” kata Amelia menekankan.Kedua calon mertuanya itu saling tatap. Lalu menghela napas kasar.“Mama cepat sembuh, pokoknya! Pak Andy jangan banyak pikiran lagi! Ini, pakai untuk keperluan Bapak! Tentang biaya sekolah Klara dan Indah, jangan pikirkan lagi, sudah diurus oleh anggota saya!” tukas Daffin sembari menyerahkan sebuah kartu kredit kepada Andy.“I-ini apa, Nak?” Andy tergagap. “Ti-tidak usah, Nak Daffin, tidak usah! Bapak akan burusaha bekerja semaksimal mungkin untuk mengumpulkan biaya pernikahan. Bapak tidak mau membebani Nak Daffin!” tolaknya mendorong dengan halus di tangan Daffin.“Pakailah, mulai sekarang Bapak akan saya anggap papa saya. Setelah menikahi Mama, Bapak akan saya bawa ke kantor, bantu saya m
Bab 196. Suasana Tegang Di Rumah Sakit“Tidak perlu sungkan, Ma! Pak Andy, saya terima lamaran Anda terhadap Mama saya, kapan rencana pernikahan kalian, kalau bisa secepatnya, ya!”Tiba-tiba Daffin muncul di ambang pintu.“Daff-daffin …!” Rahayu dan Andy serentak menoleh. Wajah keduanya memucat sesaat. Tetapi langsung terang benderang begitu Daffin menyelesaikan kalimatnya.“Terima kasih, Bapak sudah menjaga mama saya sepanjang malam ini?” ucap Daffin melangkah masuk.Andy langsung bangkit, memberi ruang kepada Daffin untuk mendekati Rahayu. Daffin segera menyalam ibunya, lalu duduk di kursi itu. Senyum semringah mekar di wajah tampannya.Rahayu sadar, hari ini putranya terlihat berbunga-bunga. Ada binar di wajahnya. Bukan karena lamaran Andy pada dirinya. Ada sesuatu, entah itu apa. Apakah ada hubungannya dengan Amelia? Rahayu menerka-nerka.“Jadi bagaimana Pak Andy, kapan rencana Bapak menikahi mama? Saya mau secepatnya. Kalau bisa begitu Mama boleh pulang kata dokter, esoknya
Bab 195. Daffin Menerima Lamaran Andy Untuk Ibunya Pagi ini Andy terjaga karena gerakan di atas ranjang pasien. Rahayu menggeliat di sana. Pria itu perlahan mengangkat kepala yang dia letakkan di tepi ranjang. Persis di sisi sang pasien. “Hey, kamu sudah bangun, Sayang?” sapanya sembari mengucek mata. “Maaf, gerakanku membuat Mas terganggu. Pindah saja tidurnya ke sofa sana, Mas! Kasihan, sepertinya Mas kurang tidur beberapa malam ini,” usul Rahayu menatap iba pria yang sangat dia cintai itu. “Tidak, aku juga sudah bangun. Gimana, kamu mau ke kamar mandi, ayo, aku bantu!” “Tidak usah, Mas. Itu terlalu merepotkan kamu. Aku tunggu perawat saja.” “Tidak Rahayu, kenapa kau masih sungkan. Tolonglah, jangan perlakukan aku seperti orang asing!” “Tapi, kamu memang orang lain, kan, Mas? Kita bukan muhrim, kamu juga bukan suamiku. Aku sungkan kamu membantuku ke kamar mandi. Aku akan minta tolong perawat saja nanti.” “Aku sangat sayang padamu, Yu. Aku sangat sedih kau bicara seperti
Bab 194. Papa Amelia Batal Melamar Regina “Hem.” “Terima kasih, Mel!” Tanpa ragu, Daffin meraih tubuh kekasihnya, membenamkan di dalam pelukan erat. “Aku akan minta pada Papa kamu, agar mau mengalah. Dia boleh melamar Bu Regina, tapi pernikahannya ditunda dulu. Aku mau, kita duluan, Sayang.” “Ya, Papa setuju!” Sontak Daffin melepas pelukan. Anwar telah berdiri tak jauh dari meja makan itu. Suster Ayu dan Bik Jum mengiring di belakangnya. Entah sejak kapan mereka ada di sana. Sedikitpun kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menyadarinya. “Maaf, Non. Bibik udah berusaha menghalangi agar Bapak jangan masuk ke ruang makan ini, tapi makin dihalangi, Bapak makin maksa masuk,” lirih Bik Jum merasa bersalah. “Papa khawatir, papa minta maaf. Papa kira putri papa sedang ada masalah lagi. Ternyata, papa salah duga. Anak gadis papa rupanya sedang dilamar oleh seorang pria hebat. Papa sangat bahagia. Jangankan menunda pernikahan papa, membatalkan lamaran esok pun, papa bersedia, Nak.”
Bab 193. Lamaran Daffin Di Meja Makan “Apa?” Amelia tersentak kaget. Salah dengarkah dia? Daffin memintanya menyuapi. “Ya, sudah, enggak jadi. Maaf!” ucap daffin dengan wajah sedikit memerah. Telunjuk pria itu langsung mengusap symbol hijau di layar ponselnya. “Ada apa lagi Pak Sastro?” sergahnya meninggikan suara melalui benda pipih itu. “Bu Lidya sudah kami tahan di pos depan, Pak. Tapi, dia tidak berhenti menjerit-jerit. Itu memancing perhatian semua orang yang kebetulan melintas juga warga sekitar. Mohon petunjuk, apa yang harus kami lakukan?” lapor Sastro dari ujung sana. “Hem, perempuan sial! Tidak usah menungguku, bawa ke kantor polisi! Lalu telepon pengacaraku, minta dia mengurus semuanya! Bukti-bukti kejahatan perempuan itu sudah ada di tangan pengacara itu! Sekaligus Bik Rum jadikan sebagai saksi!” kata Daffin menjelaskan. “Siaap, baik, Pak!” Daffin mematikan ponsel, lalu menghela napas panjang seraya menyenderkan tubuh lelahnya ke sandaran kursi. Matanya terpeja
Bab 192. Lidya mengamuk“Tolong jangan seperti anak kecil, Mas! Mas Daffin itu udah dewasa! Tolong bijaklah dalam berpikir, bijaklah dalam berbicara dan juga dalam memutuskan segala sesuatunya!”“Aku masih kurang bijak, ya?”“Ya!”“Baik, aku minta maaf!”“Aku mencintaimu, Mas! Tolong jangan pernah kamu ragukan! Jangan pula kamu kaitkan dengan hal lain!”“Boleh aku bertanya?”“Ya.”“Kenapa istri Papa yang bernama Tina itu mau bermesraan dengan pria selingkuhannya itu, bahkan mereka tak peduli itu di tempat umum? Karena cinta, bukan? Lalu kamu?”“Bukan. Yang mereka lakukan bukan karena cinta. Tapi karena napsu!”“Begitukah? Lalu kamu mengira aku …?”“Tolong jangan tersinggung! Aku hanya merasa ini terlalu cepat! Satu hal yang perlu Mas Daffin ketahui. Meskipun aku sudah pernah menikah, sudah juga pernah menjalin hubungan dengan Mas Andre. Tetapi hingga detik ini aku masih perawan.”“Mel?” sergah Daffin tersentak kaget. Perempuan yang sangat dia cintai ini ternyata begitu sempurna.“Ya