Bab 159. Pertengkaran Andre dan Amelia Amelia berjalan tergesa menuju gerbang rumah sakit. Sebuah mobil mewah perlahan keluar dari areal parkir, lalu menghampiri gadis itu. “Taksi!” teriak Amelia saat sebuah taksi melintas. “Masuk sini saja, Mbak! Mari saya antar!” Bodyguard yang tadi pagi menculiknya, membukakan pintu mobil di jok kedua. Sementara anggota Daffin yang lain segera menghalau taksi yang tadi sempat dipanggil oleh Amelia. “Saya sudah panggil taksi, terima kasih!” tolak Amelia cepat. “Maaf, Mbak ini perintah!” “Perintah siapa? Bos kalian lagi, ha?” “Iya, Mbak. Maaf! Jika Mbak menolak, kami harus memaksa.” “Gila, ya! Kenapa saya sekarang tak ubahnya seorang tawanan? Ini tak bisa saya tolerir lagi! Saya bisa saja melapor kepada pihak berwajib dengan alasan kalian membuat saya merasa terancam! Pinggir! Saya mau pergi!” “Mbak, Anda tahu Pak Daffin, bukan? Tolong jangan persulit tugas kami! Pokoknya mulai sekarang, ke manapun tujuan Mbak Amelia, kami harus mendamping
Bab 160. Pengakuan Amelia Membuat Andre Meradang “Bohong! Kau berbohong Amelia! Kau berdusta! Kau pernah mencintaiku! Kau berubah karena pria itu, kan? Kenapa? Kenapa kau berpaling setelah kau bertemu dia! Kau jatuh cinta padanya? Jawab, Mel!” Andre mulai meradang. Lengan Amelia dia guncang dengan kencang. Itu tak luput dari perhatian seorang pria, yang baru saja menepikan mobilnya di jalan, tak jauh dari halaman. “Tolong jangan berteriak, Pak Andre! Saya mau papa mendengar pertengkaran kita! Saya tidak mau papa drop lagi! Tolong! Saya mohon! Saya tidak mau papa kenapa-napa lagi, setelah berjuang untuk kesembuhannya selama ini!” Amelia memohon. “Papamu harus tahu yang sebenarnya! Dia harus tahu, bahwa kau berubah padaku, itu bukan karena apa-apa, tetapi karena kau terjerat cintanya pengusaha terkenal itu, iya, kan? Kau jatuh hati pada Daffin, kan? Jujur!” “Tolong jangan berteriak!” “Jawab pertanyaanku! Kalau kau tak mau aku berteriak!” “Baik, aku jawab! Ya, aku men
Bab 161. Permintaan Mengejutkan Dari Regina Gadis itu menatap Daffin dengan lembut. Sorot mata teduh Amelia, isyaratkan ketenangan. Daffin mengalah. Menghela nafas, lalu membuangnya perlahan, itu sebagai cara untuk menghalau kemarahan. “Pak Daffin tunggu di mobil, ya! Saya segera datang, em?” bisik Amelia pelan. “Baik, aku tunggu di mobil! Berjanjilah si bangs*t Andre itu tak lagi menyentuhmu meski seuujung kuku!” tegasnya. “Ya, aku janji! Tapi, kalau Bapak tidak keberatan, tolong salam dulu papa saya, tolong bersikap sopan, maaf, bukan bermaksdu mengajari apalagi mengatur Anda, Pak Daffin. Tapi, ini demi saya. Boleh, kan, saya meminta ini, Pak?” Amelia memohon. Betapa gadis itu sangat takut, kalau sampai Daffin bersikap kasar dan angkuh juga di hadapan ayahnya. Itu akan sangat menentukan nasip hubungan mereka selanjutnya. Meskipun Amelia belum tahu bagaimana respon Daffin terhadap dirinya, setelah pria itu mendengar pernyatan cintanya melalui Andre tadi. “Baik, aku akan tu
Bab 162. Rahayu Kritis “Tolong kau lepas dia! Biarkan dia bahagia, kasihan dia! Demi kebahagian orang-orang di sekitar, dia selalu mengorbankan kebahagian diri sendiri,” ucap Regina membela Amelia. “Ma! Mama bicara apa!” sergah Andre tak percaya. “Jangan egois, Nak! Amel tak mencintaimu! Jangan kau paksa! Kasihan dia. Mama tahu, dia pasti akan menurut pada apapun perintah papanya. Tapi dia akan menderita, apa kau tega, melihat wanita yang kau cintai menderita demi kebahagiannmu!” “Ma ….” “Mas Anwar, izinkan Amel pergi, Pak Daffin menunggunya!” Regina mengusap pelan bahu Anwar. Tangan wanita itu menggantung di sana. Anwar bergeming beberapa saat, lalu mendongah menatap lembut wajah putrinya. “Pergilah!” ucapnya setelahnya. Amelia terperanjat, sontak gadis itu menubruk wanita yang saat ini berada di samping sang Papa. Wanita yang dulu dia pilih dan setujui untuk menjadi pengganti mamanya. “Iya, Sayang! Pergilah, biar tante yang akan menjaga papamu di sini! Kan, tempat kerja
Bab 163. Antara Daffin Dan Andre Di Mata Sang Papa “Sikap pria itu sangat bertolak belakang dengan sikap Nak Andre, Sayang. Coba kau bandingkan! Saat Nak Andre diharuskan memilih oleh Vera, Andre memilih ibunya dan memutuskan kamu, kan, Nak? Sedangkan Pak Daffin, dia malah tak peduli pada ibunya. Kamu bisa membandingkan kedua pria ini, Mel!” tukas Anwar menatap putrinya dengan serius. “Pa? Bukan seperti itu masalahnya. Ini dalam situasi yang berbeda. Hubungan antara Pak Daffin dengan ibunya, dan hubungan antara Mas Andre dengan Tante Regina itu sangat berbeda, Pa.” “Apapun itu, Nak! Silahkan kau pikirkan matang-matang! Pergilah! Bantu dia memperbaiki semuanya!” “Amel balik ke Medan, ya, Pa! Papa lanjutkan berobatnya! Begitu diizini pulang oleh pemilik terapi tradisional itu kabari Amel! Biar Amel jemput!” “Ya, Nak! Yang kuat dan bersikap bijaklah dalam segala hal! Dan yang paling penting, jaga dirimu baik-baik! Ingat harga diri papa ada di tanganmu!” “Iya, Amel paham.” Gadis
Bab 164. Syarat Dari Dari Daffin Daffin terdiam. Bayangan Lidya, yang ibu tiri licik kembali berseliweran di benak. Pria itu mengakui kalau kalimat Amelia benar adanya. Yang datang perusak pernikahan orang tuanya adalah Lidya, perempuan licik yang dia bela selama ini. Lalu kenapa ada Andy di hati sang Mama? Masa lalu? Apa yang terjadi di masa lalu? Tiba-tiba pernyataan Lidya tentang jati diri Daffin mengiang di telinga. Kalau memang Hendra bukan papa kandungnya, lalu siapa ayahnya? Apakah ada hubungannya dengan laki-laki yang sangat dia benci itu? Andy? Apakah pria itu adalah papa kandungnya. ‘Bangs*t! Sepasang manusai durjana telah berzina dan aku terlahir sebagai korbannya! Tunggu saja balasanku!’ Daffin mengepalkan kedua tangan. Dia akan memikirkan cara balas dendam yang paling sadis buat Andy dan ibunya. “Pak, tolong jangan buang waktu! Saya akan telpon Pak Andy sekarang agar segera ke rumah sakit. Boleh, ya?” bujuk Amelia tak kenal lelah. “Baik, dengan satu syarat!” uca
Bab 165. Setangkai Mawar Hitam “Tante Rahayu sempat drop, lalu kritis sekarang kata dokter yang menangani dia. Tolong, ya, Pak! Tolong selamatkan Tante Rahayu!” pinta Amelia memelas. “Tapi, saya ….” “Kenapa Pak? Tolonglah!” “Masalahnya saya sudah pernah membuat perjanjian dengan Pak Daffin, bahwa saya tidak akan pernah Bertemu dengan ibunya. Saya tidak berani melanggar janji, Mbak.” “Tapi, Tante Rahayu sedang kritis, Pak! Dia mengalami drop juga karena terkait dengan Anda! Bagaimana bisa Anda tenang-tenang saja di situ sementara Tante Rahayu sedang sekarat, dan itu karena Anda!” Suara Amelia meninggi. Itu mengejutkan Andy. Pria itu bahkan menjauhkan ponsel dri telinganya karena kaget. “Kalau memang Anda tak mau Tante Rahayu kenapa-napa, cepat temui dia! Ini perintah langsung dari Pak Daffin!” tegas Amelia semakin mengejutkan pria itu. “Perintah Pak Daffin?” lirihnya tak percaya. “Ya, cepat pokoknya.” *** Andy memarkirkan sepeda motornya di areal parkir khusus roda dua di h
Bab 166. Amelia Di Kamar Daffin “Aku mau mandi! Sediakan baju bersihku!” perintah Daffin sesaat setelah mereka tiba di rumah megah Daffin. Seperti perjanjian yang telah disepakati, Amelia harus mendampingi pria itu selama dua puluh empat jam. Ke manapun Daffin pergi, Amelia harus ikut. “Kok bengong? Aku mau mandi! Anda dengar?” “Enggak usah teriak Pak Daffin! Saya dengar, tapi saya bingung. Bagaimana bisa saya menyediakan pakaian ganti untuk Anda? Saya tidak tahu di mana lemari pakaian Anda.” “Di kamar saya, di lantai atas! Ayo!” “Saya? Masuk ke kamar Anda?” “Ya, kenapa? Anda mau melanggar perjanjian kita?” “Bukan, tapi bagaimana kalau nanti saja! Kita ke rumah sakit dulu. Tante Rahayu sudah sadar dari komanya, bukan. Kita menemui dia dulu, Bapak mau, kan?” bujuk Amelia sengaja mengalihkan. Gadis itu berharap setelah bertemu Rahayu, Daffin mau merubah perjanjian itu. “Sebaiknya besok pagi saja kita ke rumah sakit menemui Mama. Malam ini, biarkan si Andy berengs*k itu yang
Bab 200. Tamat (Malam Pertama Amelia)Amelia bersimpuh di pangkuan sang Papa. Memohon doa restu dengan derai air mata haru. Daffin mengikuti berbuat yang sama.Amelia bergeser ke bangku Rahayu. Andy ada di sampingnya. Wanita itu memeluk gadis bergaun pengantin itu. Membisikkan kalimat restu dan menguntai doa sakral. Semoga pernikahan putra semata wayangnya dengan gadis ini penuh keberkahan, abadi, tanpa pernah ada lagi perpisahan.“Terima kasih Tante,” ucap Amelia surut masih dengan berjongkok. Lalu berbisik pada Daffin, pria yang baru saja menghalalkannya. “Mas, minta restu pada Tante Rahayu, ya! Juga kepada Pak Andy, papa kandung Mas Daffin. Lakukan itu, seperti Mas meminta restu pada papaku! Agar pernikahan kita ini berkah, Mas!”Daffin menatap mata wanitanya, lembut. Lalu mengangguk. Pria itu melakukan seperti yang Amelia ucapkan. Untuk pertama kalinya, Rahayu memeluk tubuh putranya. Air mata haru tak henti mengalir deras membasahi kedua pipi kurusnya. Sama harunya sepert
Bab 199. Sentuhan Karena Cemburu Daffin Di Dalam Lif“Ada apa dengan Mas Andre? Aku tahu, kok, dia dirawat di sini,” tanya Amelia penasaran.“Dia ingin bertemu kamu, tanpa Pak Daffin. Mungkin kamu bisa luangkan waktu kamu menjenguknya sebentar.” Dr. Vito mengusulkan.“Waw, Andre ingin bertemu Amelia tanpa aku? Hebat! Apa yang kalian rahasiakan dariku?” Daffin mendelik pada Amelia, pria itu kembali terbakar.“Amelia juga belum tahu, Pak Daffin. Tak ada rahasia. Tapi, Andre memang takut kalau Pak Daffin ikut,” sela Dr. Vito.“Takut apa? Dia mau mengambil Amelia lagi dariku, begitu?” sergah Daffin dengan wajah mengetat.“Bukan tentang Amelia, Pak, tapi … wah, saya tak enak mengatakannya. Tapi, alangkah lebih baiknya kalau Amelia menemuinya!”“Baik, terima kasih, Vito! Aku dan Mas Daffin akan menemuinya! Antara aku dan Mas Daffin tak pernah ada rahasia. Terserah, Mas Andre setuju, takut, dan sebagainya! Ayo, Mas kita ke rungannya! Ayo, Mela! Kami duluan, ya! Dadaah, Bilqis!”Amelia me
Bab 198. Daffin Cemburu Buta“Jangan seperti anak kecil, dong, Mas! Enggak ada angin, enggak ada badai, tiba-tiba aja, Mas Daffin sewot, aku gak paham, ada apa, sih?” Amelia menahan lengan Daffin.“Gak ada! Maaf aku buru-buru!” Pria itu menepis dengan sedikit kasar. Hampir saja gadis itu tersungkur. Sebuah tangan menahan tubuhnya.“Ati-ati, dong, Om! Kacian Antenya!” Seorang anak kecil berteriak dengan lantang. “Untung dipegangi mama Iqis, kalau enggak Antenya udah jatuh! Oom dahat!” sungut bocah perempuan itu lagi. Daffin dan Amelia tersentak kaget. Keduanya menoleh ke sumber suara. Suara itu sepertinya tak asing di telinga Amelia.“Ante Amel?” sang bocah malah lebih dulu mengenalinya. “Ini Ante Amel, kan? Mama, ini Ante Amel!” teriak bocah lincah itu kepada wanita yang bersamanya.“Bilqis?” gumam Amelia seraya merunduk lalu memeluk gadis kecil itu. Daffin terpana. “Ini Mama Iqis, Ante! Mama, ini Ante Amel, temannya Papa! Iqis mau Ante Amel jadi mama Iqis, tapi kata Papa, A
Bab 197. Telepon Dari Dr. Vito“Kalau memang Om Andy dengan Tante Ayu udah ada niat menikah, gak boleh ditunda lagi! Kalau saya dan Mas Daffin, bisa kok, nunggu dulu. Pokoknya Om dan Tante aja duluan! Mas Daffin enggak suka kalau Om Andy menunda lagi, ya, Om, Tante!” kata Amelia menekankan.Kedua calon mertuanya itu saling tatap. Lalu menghela napas kasar.“Mama cepat sembuh, pokoknya! Pak Andy jangan banyak pikiran lagi! Ini, pakai untuk keperluan Bapak! Tentang biaya sekolah Klara dan Indah, jangan pikirkan lagi, sudah diurus oleh anggota saya!” tukas Daffin sembari menyerahkan sebuah kartu kredit kepada Andy.“I-ini apa, Nak?” Andy tergagap. “Ti-tidak usah, Nak Daffin, tidak usah! Bapak akan burusaha bekerja semaksimal mungkin untuk mengumpulkan biaya pernikahan. Bapak tidak mau membebani Nak Daffin!” tolaknya mendorong dengan halus di tangan Daffin.“Pakailah, mulai sekarang Bapak akan saya anggap papa saya. Setelah menikahi Mama, Bapak akan saya bawa ke kantor, bantu saya m
Bab 196. Suasana Tegang Di Rumah Sakit“Tidak perlu sungkan, Ma! Pak Andy, saya terima lamaran Anda terhadap Mama saya, kapan rencana pernikahan kalian, kalau bisa secepatnya, ya!”Tiba-tiba Daffin muncul di ambang pintu.“Daff-daffin …!” Rahayu dan Andy serentak menoleh. Wajah keduanya memucat sesaat. Tetapi langsung terang benderang begitu Daffin menyelesaikan kalimatnya.“Terima kasih, Bapak sudah menjaga mama saya sepanjang malam ini?” ucap Daffin melangkah masuk.Andy langsung bangkit, memberi ruang kepada Daffin untuk mendekati Rahayu. Daffin segera menyalam ibunya, lalu duduk di kursi itu. Senyum semringah mekar di wajah tampannya.Rahayu sadar, hari ini putranya terlihat berbunga-bunga. Ada binar di wajahnya. Bukan karena lamaran Andy pada dirinya. Ada sesuatu, entah itu apa. Apakah ada hubungannya dengan Amelia? Rahayu menerka-nerka.“Jadi bagaimana Pak Andy, kapan rencana Bapak menikahi mama? Saya mau secepatnya. Kalau bisa begitu Mama boleh pulang kata dokter, esoknya
Bab 195. Daffin Menerima Lamaran Andy Untuk Ibunya Pagi ini Andy terjaga karena gerakan di atas ranjang pasien. Rahayu menggeliat di sana. Pria itu perlahan mengangkat kepala yang dia letakkan di tepi ranjang. Persis di sisi sang pasien. “Hey, kamu sudah bangun, Sayang?” sapanya sembari mengucek mata. “Maaf, gerakanku membuat Mas terganggu. Pindah saja tidurnya ke sofa sana, Mas! Kasihan, sepertinya Mas kurang tidur beberapa malam ini,” usul Rahayu menatap iba pria yang sangat dia cintai itu. “Tidak, aku juga sudah bangun. Gimana, kamu mau ke kamar mandi, ayo, aku bantu!” “Tidak usah, Mas. Itu terlalu merepotkan kamu. Aku tunggu perawat saja.” “Tidak Rahayu, kenapa kau masih sungkan. Tolonglah, jangan perlakukan aku seperti orang asing!” “Tapi, kamu memang orang lain, kan, Mas? Kita bukan muhrim, kamu juga bukan suamiku. Aku sungkan kamu membantuku ke kamar mandi. Aku akan minta tolong perawat saja nanti.” “Aku sangat sayang padamu, Yu. Aku sangat sedih kau bicara seperti
Bab 194. Papa Amelia Batal Melamar Regina “Hem.” “Terima kasih, Mel!” Tanpa ragu, Daffin meraih tubuh kekasihnya, membenamkan di dalam pelukan erat. “Aku akan minta pada Papa kamu, agar mau mengalah. Dia boleh melamar Bu Regina, tapi pernikahannya ditunda dulu. Aku mau, kita duluan, Sayang.” “Ya, Papa setuju!” Sontak Daffin melepas pelukan. Anwar telah berdiri tak jauh dari meja makan itu. Suster Ayu dan Bik Jum mengiring di belakangnya. Entah sejak kapan mereka ada di sana. Sedikitpun kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menyadarinya. “Maaf, Non. Bibik udah berusaha menghalangi agar Bapak jangan masuk ke ruang makan ini, tapi makin dihalangi, Bapak makin maksa masuk,” lirih Bik Jum merasa bersalah. “Papa khawatir, papa minta maaf. Papa kira putri papa sedang ada masalah lagi. Ternyata, papa salah duga. Anak gadis papa rupanya sedang dilamar oleh seorang pria hebat. Papa sangat bahagia. Jangankan menunda pernikahan papa, membatalkan lamaran esok pun, papa bersedia, Nak.”
Bab 193. Lamaran Daffin Di Meja Makan “Apa?” Amelia tersentak kaget. Salah dengarkah dia? Daffin memintanya menyuapi. “Ya, sudah, enggak jadi. Maaf!” ucap daffin dengan wajah sedikit memerah. Telunjuk pria itu langsung mengusap symbol hijau di layar ponselnya. “Ada apa lagi Pak Sastro?” sergahnya meninggikan suara melalui benda pipih itu. “Bu Lidya sudah kami tahan di pos depan, Pak. Tapi, dia tidak berhenti menjerit-jerit. Itu memancing perhatian semua orang yang kebetulan melintas juga warga sekitar. Mohon petunjuk, apa yang harus kami lakukan?” lapor Sastro dari ujung sana. “Hem, perempuan sial! Tidak usah menungguku, bawa ke kantor polisi! Lalu telepon pengacaraku, minta dia mengurus semuanya! Bukti-bukti kejahatan perempuan itu sudah ada di tangan pengacara itu! Sekaligus Bik Rum jadikan sebagai saksi!” kata Daffin menjelaskan. “Siaap, baik, Pak!” Daffin mematikan ponsel, lalu menghela napas panjang seraya menyenderkan tubuh lelahnya ke sandaran kursi. Matanya terpeja
Bab 192. Lidya mengamuk“Tolong jangan seperti anak kecil, Mas! Mas Daffin itu udah dewasa! Tolong bijaklah dalam berpikir, bijaklah dalam berbicara dan juga dalam memutuskan segala sesuatunya!”“Aku masih kurang bijak, ya?”“Ya!”“Baik, aku minta maaf!”“Aku mencintaimu, Mas! Tolong jangan pernah kamu ragukan! Jangan pula kamu kaitkan dengan hal lain!”“Boleh aku bertanya?”“Ya.”“Kenapa istri Papa yang bernama Tina itu mau bermesraan dengan pria selingkuhannya itu, bahkan mereka tak peduli itu di tempat umum? Karena cinta, bukan? Lalu kamu?”“Bukan. Yang mereka lakukan bukan karena cinta. Tapi karena napsu!”“Begitukah? Lalu kamu mengira aku …?”“Tolong jangan tersinggung! Aku hanya merasa ini terlalu cepat! Satu hal yang perlu Mas Daffin ketahui. Meskipun aku sudah pernah menikah, sudah juga pernah menjalin hubungan dengan Mas Andre. Tetapi hingga detik ini aku masih perawan.”“Mel?” sergah Daffin tersentak kaget. Perempuan yang sangat dia cintai ini ternyata begitu sempurna.“Ya