Bab 163. Antara Daffin Dan Andre Di Mata Sang Papa “Sikap pria itu sangat bertolak belakang dengan sikap Nak Andre, Sayang. Coba kau bandingkan! Saat Nak Andre diharuskan memilih oleh Vera, Andre memilih ibunya dan memutuskan kamu, kan, Nak? Sedangkan Pak Daffin, dia malah tak peduli pada ibunya. Kamu bisa membandingkan kedua pria ini, Mel!” tukas Anwar menatap putrinya dengan serius. “Pa? Bukan seperti itu masalahnya. Ini dalam situasi yang berbeda. Hubungan antara Pak Daffin dengan ibunya, dan hubungan antara Mas Andre dengan Tante Regina itu sangat berbeda, Pa.” “Apapun itu, Nak! Silahkan kau pikirkan matang-matang! Pergilah! Bantu dia memperbaiki semuanya!” “Amel balik ke Medan, ya, Pa! Papa lanjutkan berobatnya! Begitu diizini pulang oleh pemilik terapi tradisional itu kabari Amel! Biar Amel jemput!” “Ya, Nak! Yang kuat dan bersikap bijaklah dalam segala hal! Dan yang paling penting, jaga dirimu baik-baik! Ingat harga diri papa ada di tanganmu!” “Iya, Amel paham.” Gadis
Bab 164. Syarat Dari Dari Daffin Daffin terdiam. Bayangan Lidya, yang ibu tiri licik kembali berseliweran di benak. Pria itu mengakui kalau kalimat Amelia benar adanya. Yang datang perusak pernikahan orang tuanya adalah Lidya, perempuan licik yang dia bela selama ini. Lalu kenapa ada Andy di hati sang Mama? Masa lalu? Apa yang terjadi di masa lalu? Tiba-tiba pernyataan Lidya tentang jati diri Daffin mengiang di telinga. Kalau memang Hendra bukan papa kandungnya, lalu siapa ayahnya? Apakah ada hubungannya dengan laki-laki yang sangat dia benci itu? Andy? Apakah pria itu adalah papa kandungnya. ‘Bangs*t! Sepasang manusai durjana telah berzina dan aku terlahir sebagai korbannya! Tunggu saja balasanku!’ Daffin mengepalkan kedua tangan. Dia akan memikirkan cara balas dendam yang paling sadis buat Andy dan ibunya. “Pak, tolong jangan buang waktu! Saya akan telpon Pak Andy sekarang agar segera ke rumah sakit. Boleh, ya?” bujuk Amelia tak kenal lelah. “Baik, dengan satu syarat!” uca
Bab 165. Setangkai Mawar Hitam “Tante Rahayu sempat drop, lalu kritis sekarang kata dokter yang menangani dia. Tolong, ya, Pak! Tolong selamatkan Tante Rahayu!” pinta Amelia memelas. “Tapi, saya ….” “Kenapa Pak? Tolonglah!” “Masalahnya saya sudah pernah membuat perjanjian dengan Pak Daffin, bahwa saya tidak akan pernah Bertemu dengan ibunya. Saya tidak berani melanggar janji, Mbak.” “Tapi, Tante Rahayu sedang kritis, Pak! Dia mengalami drop juga karena terkait dengan Anda! Bagaimana bisa Anda tenang-tenang saja di situ sementara Tante Rahayu sedang sekarat, dan itu karena Anda!” Suara Amelia meninggi. Itu mengejutkan Andy. Pria itu bahkan menjauhkan ponsel dri telinganya karena kaget. “Kalau memang Anda tak mau Tante Rahayu kenapa-napa, cepat temui dia! Ini perintah langsung dari Pak Daffin!” tegas Amelia semakin mengejutkan pria itu. “Perintah Pak Daffin?” lirihnya tak percaya. “Ya, cepat pokoknya.” *** Andy memarkirkan sepeda motornya di areal parkir khusus roda dua di h
Bab 166. Amelia Di Kamar Daffin “Aku mau mandi! Sediakan baju bersihku!” perintah Daffin sesaat setelah mereka tiba di rumah megah Daffin. Seperti perjanjian yang telah disepakati, Amelia harus mendampingi pria itu selama dua puluh empat jam. Ke manapun Daffin pergi, Amelia harus ikut. “Kok bengong? Aku mau mandi! Anda dengar?” “Enggak usah teriak Pak Daffin! Saya dengar, tapi saya bingung. Bagaimana bisa saya menyediakan pakaian ganti untuk Anda? Saya tidak tahu di mana lemari pakaian Anda.” “Di kamar saya, di lantai atas! Ayo!” “Saya? Masuk ke kamar Anda?” “Ya, kenapa? Anda mau melanggar perjanjian kita?” “Bukan, tapi bagaimana kalau nanti saja! Kita ke rumah sakit dulu. Tante Rahayu sudah sadar dari komanya, bukan. Kita menemui dia dulu, Bapak mau, kan?” bujuk Amelia sengaja mengalihkan. Gadis itu berharap setelah bertemu Rahayu, Daffin mau merubah perjanjian itu. “Sebaiknya besok pagi saja kita ke rumah sakit menemui Mama. Malam ini, biarkan si Andy berengs*k itu yang
Bab 167. Selembar Foto Di Bawah Bantal Apa yang dirasakan oleh Amelia, Daffinpun merasakannya. Sentuhan Amelia di betis hingga ujung kakinya, mengantarkan sengatan hangat. Begitu nikmat. Matanya terpejam sesaat. Meresapi keindahan yang sulit dia jabarkan. “Sudah, Pak, silahkan mandi!” Suara merdu dan lembut Amelia mengingatkannya. “Ya.” Segera dia bangkit, lalu berjalan agak terhuyung menuju kamar mandi yang tersedia di dalam kamar besar itu. Kepalanya masih berat. Ada hasrat yang entah apa bergejolak memacu otak. Ada bagian tubuhnya yang kontak. Sentuhan jemari Amelia, membuat bagian itu mengeras. “Mel, kenapa aku ini?” lirihnya bingung. Daffin mencoba melawan hasrat yang dia rasakan masih asing itu dengan cara memejamkan mata. Tangan kekar itu menyalakan shower. Membasahi seluruh tubuh di bawah cucuran air dingin. Membiarkan diri beberapa menit hingga semuanya kembali normal. Bagian yang tegang di tubuhnya, kembali normal. Daffin menghela napas lega. Sementara di luar, A
Bab 168. Insiden Cinta Di tangga Amelia menghela napas, bingung dengan sikap Daffin. Tetapi dia tak bisa berbuat apa-apa. “Ok, saya juga tidak meminta Anda menyukai saya! Sekarang sebaiknya Anda bersiap-siap. Saya ingin menyelesaikan tugas saya! Ini pakaian Anda!” sergah Amelia menunjuk pakaian ganti Daffin di atas ranjang. “Ya, sekarang Anda mandi juga!” kata Daffin memerintahkan. “Saya Anda perintahkan untuk mandi?” Lagi-lagi Amelia terkejut. “Ya, kenapa?” “Maaf, tidak ketentuan di dalam perjanjian kita tentang itu.” “Ya, tapi Aku mencium aroma asem dari tubuh Anda! Setelah ini temani aku makan malam. Aku tidak mau selera makanku hilang karena aroma tak sedap ini.” Amelia menghela napas. Mencoba menghipnotis diri menjadi perempuan paling sabar saat ini. ‘Sabar, Mel! Sedikit lagi. Sebentar lagi!’ ucapnya membatin. “Apakah Anda memerintahkan saya mandi di kamar mandi Anda?” tanya Amelia kemudian. “Ya, kenapa?” “Maaf, saya tidak bisa. Saya tidak usah mandi saja. Saya ak
Bab 169. Terapi Cinta Amelia “Astaga!” sontak Amelia membuka mata, lalu replex melonggarkan pelukan di tubuhnya. Gerakannya yang tiba-tiba itu mengejutkan sang pemilik suara. “Eit, jangan bergerak dulu! Kita berdua bisa tergelincir jatuh! Tenang, Mel, tenang, ya!” “Pak, Daffin? Apa yang Anda ….” “Maaf, Mbak! Aku tidak bermaksud lancang. Aku akan melepas Anda pelan-pelan, tapi tolong pegangan di besi tangga itu, agar Anda tidak tergelincir lagi, ok!!” “Anda? Anda memanggil saya Mbak lagi setelah tadi sempat memanggil saya ‘Sayang’?” “Em, maaf. Saya spontan tadi.” “Artinya, itu … enggak serius?” “Terserah! Cepat pegangan ! Saya akan melepas Anda!” teriak Daffin tiba-tiba. Wajah yang tadi begitu khawatir kembali mengetat dengan angkuhnya. Panggilan dan kalimat-kalimat lembut tadi berubah kasar dan membentak. Kenapa? Kenapa pria ini gampang berubah-ubah? Amelia berpikir keras. Ini harus diakhiri. Pria ini benar-benar butuh pertolongan. Amelia akan penuhi pesan Dr. Fitri. Me
Bab 170. Lidya dan Dinda Membayangi Amelia Keduanya menuju ruang makan. Dua orang asisten yang melihat kedatangan mereka buru-buru mengatur meja makan. Tangan-tangan terampil itu dengan cekatan mengerjakan kewajiban mereka. Tak ada cacat cela. Semua terlihat begitu sempurna. Daffin menarik sebuah kursi untuk Amelia lalu mendudukkan wanita itu di sana. Lalu dia mengambil posisi di seberangnya. Amelia mengedarkan pandangan ke seluruh meja makan. Mata lembut dan teduh itu seketika membualat sempurna. Makanan yang tertata di atas meja sungguh seperti persiapan pesta. Berbagai jenis, rasa, aroma dan bentuk terhidang di sana. “Buat siapa semua ini?” tanya Amelia penasaran. “Buat kita, kenapa?” “Sebanyak ini? Pak Daffin sanggup memakan semua ini?” “Hehehe … makanlah!” Amelia tak lagi bertanya. Bunyi musik keroncong yang mengalun di dalam perut, membuat gadis itu ingin segera melahap makanan yang begitu menggugah selera. Piringnya mulai terisi dengan nasi dan beberapa jenis lauk. Kem
Bab 200. Tamat (Malam Pertama Amelia)Amelia bersimpuh di pangkuan sang Papa. Memohon doa restu dengan derai air mata haru. Daffin mengikuti berbuat yang sama.Amelia bergeser ke bangku Rahayu. Andy ada di sampingnya. Wanita itu memeluk gadis bergaun pengantin itu. Membisikkan kalimat restu dan menguntai doa sakral. Semoga pernikahan putra semata wayangnya dengan gadis ini penuh keberkahan, abadi, tanpa pernah ada lagi perpisahan.“Terima kasih Tante,” ucap Amelia surut masih dengan berjongkok. Lalu berbisik pada Daffin, pria yang baru saja menghalalkannya. “Mas, minta restu pada Tante Rahayu, ya! Juga kepada Pak Andy, papa kandung Mas Daffin. Lakukan itu, seperti Mas meminta restu pada papaku! Agar pernikahan kita ini berkah, Mas!”Daffin menatap mata wanitanya, lembut. Lalu mengangguk. Pria itu melakukan seperti yang Amelia ucapkan. Untuk pertama kalinya, Rahayu memeluk tubuh putranya. Air mata haru tak henti mengalir deras membasahi kedua pipi kurusnya. Sama harunya sepert
Bab 199. Sentuhan Karena Cemburu Daffin Di Dalam Lif“Ada apa dengan Mas Andre? Aku tahu, kok, dia dirawat di sini,” tanya Amelia penasaran.“Dia ingin bertemu kamu, tanpa Pak Daffin. Mungkin kamu bisa luangkan waktu kamu menjenguknya sebentar.” Dr. Vito mengusulkan.“Waw, Andre ingin bertemu Amelia tanpa aku? Hebat! Apa yang kalian rahasiakan dariku?” Daffin mendelik pada Amelia, pria itu kembali terbakar.“Amelia juga belum tahu, Pak Daffin. Tak ada rahasia. Tapi, Andre memang takut kalau Pak Daffin ikut,” sela Dr. Vito.“Takut apa? Dia mau mengambil Amelia lagi dariku, begitu?” sergah Daffin dengan wajah mengetat.“Bukan tentang Amelia, Pak, tapi … wah, saya tak enak mengatakannya. Tapi, alangkah lebih baiknya kalau Amelia menemuinya!”“Baik, terima kasih, Vito! Aku dan Mas Daffin akan menemuinya! Antara aku dan Mas Daffin tak pernah ada rahasia. Terserah, Mas Andre setuju, takut, dan sebagainya! Ayo, Mas kita ke rungannya! Ayo, Mela! Kami duluan, ya! Dadaah, Bilqis!”Amelia me
Bab 198. Daffin Cemburu Buta“Jangan seperti anak kecil, dong, Mas! Enggak ada angin, enggak ada badai, tiba-tiba aja, Mas Daffin sewot, aku gak paham, ada apa, sih?” Amelia menahan lengan Daffin.“Gak ada! Maaf aku buru-buru!” Pria itu menepis dengan sedikit kasar. Hampir saja gadis itu tersungkur. Sebuah tangan menahan tubuhnya.“Ati-ati, dong, Om! Kacian Antenya!” Seorang anak kecil berteriak dengan lantang. “Untung dipegangi mama Iqis, kalau enggak Antenya udah jatuh! Oom dahat!” sungut bocah perempuan itu lagi. Daffin dan Amelia tersentak kaget. Keduanya menoleh ke sumber suara. Suara itu sepertinya tak asing di telinga Amelia.“Ante Amel?” sang bocah malah lebih dulu mengenalinya. “Ini Ante Amel, kan? Mama, ini Ante Amel!” teriak bocah lincah itu kepada wanita yang bersamanya.“Bilqis?” gumam Amelia seraya merunduk lalu memeluk gadis kecil itu. Daffin terpana. “Ini Mama Iqis, Ante! Mama, ini Ante Amel, temannya Papa! Iqis mau Ante Amel jadi mama Iqis, tapi kata Papa, A
Bab 197. Telepon Dari Dr. Vito“Kalau memang Om Andy dengan Tante Ayu udah ada niat menikah, gak boleh ditunda lagi! Kalau saya dan Mas Daffin, bisa kok, nunggu dulu. Pokoknya Om dan Tante aja duluan! Mas Daffin enggak suka kalau Om Andy menunda lagi, ya, Om, Tante!” kata Amelia menekankan.Kedua calon mertuanya itu saling tatap. Lalu menghela napas kasar.“Mama cepat sembuh, pokoknya! Pak Andy jangan banyak pikiran lagi! Ini, pakai untuk keperluan Bapak! Tentang biaya sekolah Klara dan Indah, jangan pikirkan lagi, sudah diurus oleh anggota saya!” tukas Daffin sembari menyerahkan sebuah kartu kredit kepada Andy.“I-ini apa, Nak?” Andy tergagap. “Ti-tidak usah, Nak Daffin, tidak usah! Bapak akan burusaha bekerja semaksimal mungkin untuk mengumpulkan biaya pernikahan. Bapak tidak mau membebani Nak Daffin!” tolaknya mendorong dengan halus di tangan Daffin.“Pakailah, mulai sekarang Bapak akan saya anggap papa saya. Setelah menikahi Mama, Bapak akan saya bawa ke kantor, bantu saya m
Bab 196. Suasana Tegang Di Rumah Sakit“Tidak perlu sungkan, Ma! Pak Andy, saya terima lamaran Anda terhadap Mama saya, kapan rencana pernikahan kalian, kalau bisa secepatnya, ya!”Tiba-tiba Daffin muncul di ambang pintu.“Daff-daffin …!” Rahayu dan Andy serentak menoleh. Wajah keduanya memucat sesaat. Tetapi langsung terang benderang begitu Daffin menyelesaikan kalimatnya.“Terima kasih, Bapak sudah menjaga mama saya sepanjang malam ini?” ucap Daffin melangkah masuk.Andy langsung bangkit, memberi ruang kepada Daffin untuk mendekati Rahayu. Daffin segera menyalam ibunya, lalu duduk di kursi itu. Senyum semringah mekar di wajah tampannya.Rahayu sadar, hari ini putranya terlihat berbunga-bunga. Ada binar di wajahnya. Bukan karena lamaran Andy pada dirinya. Ada sesuatu, entah itu apa. Apakah ada hubungannya dengan Amelia? Rahayu menerka-nerka.“Jadi bagaimana Pak Andy, kapan rencana Bapak menikahi mama? Saya mau secepatnya. Kalau bisa begitu Mama boleh pulang kata dokter, esoknya
Bab 195. Daffin Menerima Lamaran Andy Untuk Ibunya Pagi ini Andy terjaga karena gerakan di atas ranjang pasien. Rahayu menggeliat di sana. Pria itu perlahan mengangkat kepala yang dia letakkan di tepi ranjang. Persis di sisi sang pasien. “Hey, kamu sudah bangun, Sayang?” sapanya sembari mengucek mata. “Maaf, gerakanku membuat Mas terganggu. Pindah saja tidurnya ke sofa sana, Mas! Kasihan, sepertinya Mas kurang tidur beberapa malam ini,” usul Rahayu menatap iba pria yang sangat dia cintai itu. “Tidak, aku juga sudah bangun. Gimana, kamu mau ke kamar mandi, ayo, aku bantu!” “Tidak usah, Mas. Itu terlalu merepotkan kamu. Aku tunggu perawat saja.” “Tidak Rahayu, kenapa kau masih sungkan. Tolonglah, jangan perlakukan aku seperti orang asing!” “Tapi, kamu memang orang lain, kan, Mas? Kita bukan muhrim, kamu juga bukan suamiku. Aku sungkan kamu membantuku ke kamar mandi. Aku akan minta tolong perawat saja nanti.” “Aku sangat sayang padamu, Yu. Aku sangat sedih kau bicara seperti
Bab 194. Papa Amelia Batal Melamar Regina “Hem.” “Terima kasih, Mel!” Tanpa ragu, Daffin meraih tubuh kekasihnya, membenamkan di dalam pelukan erat. “Aku akan minta pada Papa kamu, agar mau mengalah. Dia boleh melamar Bu Regina, tapi pernikahannya ditunda dulu. Aku mau, kita duluan, Sayang.” “Ya, Papa setuju!” Sontak Daffin melepas pelukan. Anwar telah berdiri tak jauh dari meja makan itu. Suster Ayu dan Bik Jum mengiring di belakangnya. Entah sejak kapan mereka ada di sana. Sedikitpun kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menyadarinya. “Maaf, Non. Bibik udah berusaha menghalangi agar Bapak jangan masuk ke ruang makan ini, tapi makin dihalangi, Bapak makin maksa masuk,” lirih Bik Jum merasa bersalah. “Papa khawatir, papa minta maaf. Papa kira putri papa sedang ada masalah lagi. Ternyata, papa salah duga. Anak gadis papa rupanya sedang dilamar oleh seorang pria hebat. Papa sangat bahagia. Jangankan menunda pernikahan papa, membatalkan lamaran esok pun, papa bersedia, Nak.”
Bab 193. Lamaran Daffin Di Meja Makan “Apa?” Amelia tersentak kaget. Salah dengarkah dia? Daffin memintanya menyuapi. “Ya, sudah, enggak jadi. Maaf!” ucap daffin dengan wajah sedikit memerah. Telunjuk pria itu langsung mengusap symbol hijau di layar ponselnya. “Ada apa lagi Pak Sastro?” sergahnya meninggikan suara melalui benda pipih itu. “Bu Lidya sudah kami tahan di pos depan, Pak. Tapi, dia tidak berhenti menjerit-jerit. Itu memancing perhatian semua orang yang kebetulan melintas juga warga sekitar. Mohon petunjuk, apa yang harus kami lakukan?” lapor Sastro dari ujung sana. “Hem, perempuan sial! Tidak usah menungguku, bawa ke kantor polisi! Lalu telepon pengacaraku, minta dia mengurus semuanya! Bukti-bukti kejahatan perempuan itu sudah ada di tangan pengacara itu! Sekaligus Bik Rum jadikan sebagai saksi!” kata Daffin menjelaskan. “Siaap, baik, Pak!” Daffin mematikan ponsel, lalu menghela napas panjang seraya menyenderkan tubuh lelahnya ke sandaran kursi. Matanya terpeja
Bab 192. Lidya mengamuk“Tolong jangan seperti anak kecil, Mas! Mas Daffin itu udah dewasa! Tolong bijaklah dalam berpikir, bijaklah dalam berbicara dan juga dalam memutuskan segala sesuatunya!”“Aku masih kurang bijak, ya?”“Ya!”“Baik, aku minta maaf!”“Aku mencintaimu, Mas! Tolong jangan pernah kamu ragukan! Jangan pula kamu kaitkan dengan hal lain!”“Boleh aku bertanya?”“Ya.”“Kenapa istri Papa yang bernama Tina itu mau bermesraan dengan pria selingkuhannya itu, bahkan mereka tak peduli itu di tempat umum? Karena cinta, bukan? Lalu kamu?”“Bukan. Yang mereka lakukan bukan karena cinta. Tapi karena napsu!”“Begitukah? Lalu kamu mengira aku …?”“Tolong jangan tersinggung! Aku hanya merasa ini terlalu cepat! Satu hal yang perlu Mas Daffin ketahui. Meskipun aku sudah pernah menikah, sudah juga pernah menjalin hubungan dengan Mas Andre. Tetapi hingga detik ini aku masih perawan.”“Mel?” sergah Daffin tersentak kaget. Perempuan yang sangat dia cintai ini ternyata begitu sempurna.“Ya