Home / Romansa / NODA / 48. Babak Baru

Share

48. Babak Baru

Author: Novita Sadewa
last update Last Updated: 2022-10-12 06:49:24

POV Megantara

[ Assalamualaikum, Bu Lestari. Saya mau mengabarkan bahwa, Nizam terkena radang. Harus dirawat. Tadi Anyelir membawanya ke rumah sakit. Ibu tidak usah khawatir, saya menemani Anyelir, mereka baik-baik saja.

Megantara ]

Send.

Kupandangi wajah yang sudah berbulan-bulan aku tak melihatnya. Selama itu pula tak jarang aku mampir ke toko kue miliknya hanya untuk sekedar ingin melihat wajahnya walau hanya sekilas saja, menyapa, kemudian berharap mereka mempersilahkan mampir sebentar. Namun nihil, sejak kelahiran Nizam aku tak pernah melihat lagi Bu Lestari di toko kue, apa lagi Anyelir. Mungkin mereka sibuk mengurus Nizam di rumah yang ada di belakang toko itu. Tak mungkin juga datang bertamu secara langsung tanpa ada keperluan penting.

Alhasil, aku hanya pulang dengan tangan kosong, hanya membawa kotak kue dengan berbagai isi di dalamnya dan kadang aku berikan pada pemulung yang aku temui di jalan pulang. Bukan tidak
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • NODA   49. Nekat

    POV AnyelirAku duduk di meja kantin sambil memainkan ponsel untuk mengusir kebosanan, saat harus menunggu nasi goreng pesanan selesai dibuat. Membuka media sosial dan berakhir pada WA karena ada pesan masuk dari dosen pembimbing yang mengabarkan bahwa bimbingan libur hari ini. Alhamdulillah. Setelahnya, seperti biasa, tangan ini mulai ingin tahu dan memeriksa status WA, tanpa sengaja aku melewati sebuah status yang menyita perhatian. Aku pun mengembalikannya kemudian membacanya sejenak.*Mencintai dalam diam memang terlihat menyedihkan, namun akan lebih menyedihkan jika tak pernah mengungkapkan tapi sudah kehilangan.*"Mengantara?!" lirihku. Status yang diunggah oleh dokter Megan itu menunjukan waktu yang sama, waktu setelah kami berbincang saat ia seolah sedang mengungkapkan perasaan. Apa itu tandanya dia serius, tapi kenapa di mataku dia selalu terlihat main-main?Aku yang tidak peka atau memang dia hanya main-main? Entah.Aku segara pergi setelah nasi goreng pesanan sudah jadi, ten

    Last Updated : 2022-10-12
  • NODA   50. Nekat 2

    Aku menghela napas kemudian membuka pintu kamar. Mbak Mayang dan Ibu menoleh ke arahku. "Ini sarapannya, Bu.""Mbakmu sudah bawa, Nye.""Ah, telat, tau gitu nggak perlu harus ketemu dokter Megan segala di kantin.""Kenapa emangnya?" tanya Mbak Mayang"Meresahkan.""Meresahkan gimana?""Lupakan."Setelah sarapan, sekitar pukul 10 perawat memberi tau untuk segera pindah ke kamar yang sudah aku pesan semalam.Kami pun segera membereskan barang. Ibu menggendong Nizam, aku mengekor membawa infusnya, sedangkan Mbak Mayang membawa barang. Untung dia datang, jadi tugas terasa lebih ringan.***Kamar VIP nomor 10 menjadi tempat kami menginap sekarang, Nizam sudah tidak begitu rewel semenjak Ibu datang. Tapi, masih ada yang mengganggu pikiran yaitu tentang ancaman dokter Megan. Jika dipikirkan masak-masak perkataannya memang ada benarnya, Ibu bisa kecapekan kalau terus ada di sini. Tapi kalau Ibu tak ada di sini? Aku takut Nizam akan rewel seperti semalam, apa aku bisa menenangkan? Ditemani

    Last Updated : 2022-10-12
  • NODA   51. Pengakuan Megantara

    "Ada pasien darurat, maaf telat.""Memangnya saya tanya? Siapa yang menyuruh kesini pula?" ucapku tersenyum sinis. Percaya dirinya terlalu tinggi, menurutku. Dia pun mencebikkan bibir dan menganggukkan kepala, seolah tak peduli dengan jawabanku. Meremehkan. "Saya sendiri. Kan, saya sudah janji. Harus ditepati, dong. Ya kan, Nizam? Sudah nangis berapa kali sejak ditinggal Oma?" ucapnya pada Nizam namun, sindiran jelas padaku."Belum nangis, ni masih mau nangis karena ada monster di depan," sindirku balik. Ia mengulum bibirnya menahan senyum."Monster kok tampan. Super Hero, Mama salah sebut, ya?!" ucapnya pada Nizam lagi."Malam, mau ganti infus. Eh, ada Daddy," perawat datang dan terkejut melihat ada Dokter Megan di dalam. Daddy, sudah lama sekali tidak ke tempat ini, tapi mereka masih menggunakan nama itu."Om, Sus.""Oh, maaf. Sudah selesai. Saya permisi. Selamat malam, Dok," pamitnya menyapa dokter Megan."Ya."Entah, apa yang dipikirkan olehnya, setelah kepergian perawat itu mula

    Last Updated : 2022-10-13
  • NODA   52. Pengakuan Megantara 2

    "Kenapa Nizamnya?" tanyanya begitu masuk."Mau tidur mungkin." "Sini, kasih ke saya," ucapnya mengulurkan kedua tangan."Nggak usah, saya sudah bisa," tolakku menjauhkan Nizam dari tangan Dokter Megan. Kadang, bukan hanya ketidak nyamanan saja yang membuat kita ingin pergi. Tapi kenyamanan pada orang yang salah mengharuskan kita untuk pergi, karena harus tahu diri. Dokter Megan. Aku tak ingin, baik Nizam ataupun aku merasakan nyaman dengannya karena itu kesalahan. Seperti kenyamanan pada Mas Bian yang berujung kecewa, aku tak mau terulang dan Nizam ikut merasakannya. Karena aku dan Nizam adalah sebuah noda, bisa mengotori apa saja yang kami pijaki. Sadar diri jauh lebih baik dari pada harga diri harus terpaksa dijatuhkan dan diinjak lagi jika semua tau siapa aku dan Nizam sesungguhnya. "Jangan keras kepala, kamu nggak bisa.""Saya Ibunya, bagaimana bisa dokter bilang saya nggak bisa mengurus anak sendiri?"Terlihat ia menarik napas panjang. "Keras kepala. oke. Silahkan." Akhirny

    Last Updated : 2022-10-13
  • NODA   53. Selembar kertas untuk Nizam

    Goncangan pelan di pundak membuatku terbangun setelah hampir subuh baru bisa memejamkan mata. "Nye, bangun. Sudah pagi," katanya."Ibu?! Sudah datang?" lirihku begitu mataku terbuka sempurna. Melihat diri sendiri, bukankah aku semalam tidur di kursi, kenapa bangun di ranjang? Otakku kembali mengingat kejadian semalam karena kepala sungguh berat."Jam berapa kamu tengok? Turun, cuci muka sana, mandi," kata Ibu memberikan sebuah handuk padaku. Aku bergegas ke kamar mandi sembari mengedarkan pandangan mencari sosoknya, sosok yang menyatakan cinta tadi malam. "Bukan iba, tapi cinta saya terlalu besar. Saya cinta sama kamu, Anyelir. Hanya kamu. Sejak dulu, benar-benar sejak dulu," ucapnya semalam, sungguh-sungguh. Tak terlihat kaku atau main-main seperti biasa. Mata itu memancarkan harapan yang dalam, sangat dalam. Cinta, apa itu cinta? Dia menunjukkan sebuah galeri dalam ponsel semalam setelah aku sedikit lebih tenang, kamu duduk di sofa bersisian dan saling diam sebelum akhirnya dia

    Last Updated : 2022-10-14
  • NODA   54. Selembar kertas untuk Nizam 2

    "Nye, apa salahnya mempertemukan Nizam dengan Bian, biar bagaimanapun, Bian ayahnya secara hukum." Ibu memang belum tau mengenai keinginan Luna yang tidak ingin Mas Bian menjadi Ayah Nizam secara hukum."Bu, Anye nggak mau menambah masalah saja, kok. Ibu tau, kan? Luna seperti apa?" "Ya sudah, terserah kamu saja lah, Nye." Ibu mengalah, kami turun dari taksi. Ibu menggendong Nizam dan aku membawa barang.Mas Bian duduk di kursi teras karena memang tidak ada orang di dalam. "Assalamualaikum," sapanya kemudian menoleh ke arah Nizam. Memandangnya lekat."Waalaikumsalam," jawab kami."Bu," panggilku memberi isyarat."Iya. Nak Bian, Ibu masuk dulu, ya.""Iya, Bu."Ibu masuk dan aku duduk di teras, mempersilahkan. "Ada apa lagi?" tanyaku setelah sekian detik. Setelah kedatangannya waktu Nizam baru lahir, sejak itu pula dia tak pernah lagi datang, lantas ada apa dia harus datang sekarang."Dia sudah besar, ya? Kenapa nggak bilang kalau Nizam sakit?""Karena dia bukan darah dagingmu.""

    Last Updated : 2022-10-14
  • NODA   55. Melawan restu

    POV Megantara Anyelir susah sekali dihubungi. Ya, ada rasa lega setelah mengungkap segalanya pada Anyelir. Namun, ada juga rasa haru, pasalnya ayah Renata mengalami kecelakaan dan keadaannya kritis. Renata Amelia Hartawan, cantik, anggun, dan menarik. Di mata para pria di luar sana, maksudku. Kami dibesarkan bersama, orang tua kami bersahabat. Usianya tiga tahun di bawahku sekitar 26 tahun. Aku menganggapnya saudara, adik, tapi dia entah. Berulang kali menyatakan cinta berulang kali aku menolaknya. Namun, masih saja bersikap seolah kami ada hubungan lebih."Selama janur kuning belum melengkung di depan rumah Pak Reinendra, selama itu pula aku akan berjuang untuk mendapatkan hatimu," katanya setiap ia selesai menangis tersedu usai mengungkapkan perasaan dan berakhir dengan penolakan dariku. Gigih. Dia memang sangat gigih memperjuangkan cintanya padaku, tapi nyatanya aku tak bisa memberinya perasaan yang lebih karena di dalam sana hanya terpahat satu nama, Anyelir.Meski pembawaannya

    Last Updated : 2022-10-15
  • NODA   56. Melawan restu 2

    "Sayang-nya Mama, sudah, dong. Ngambeknya," ucap Mama mengusap punggungku."Mama tau nggak, sih. Megan itu harus meninggalkan banyak pasien, mereka membutuhkan Megan!" sungutku, dan yang membuatku sangat kecewa adalah mereka melakukan ini di saat Anyelir dan Nizam membutuhkan aku. Tak enak sekali rasanya, Bu Lestari harus turun tangan menemani karena aku pergi. Keterlaluan! Pulang sekarang juga percuma. Mama dan Papa, mereka tidak akan mengijinkan. Kata dokter Vina, Nizam juga sudah bisa pulang Sabtu ini."Kami cuma mau kamu pulang sebentar, Kita harus bicara," pungkas Mama malam itu."Ya tapi nggak kayak gini, Ma caranya. Mama nggak tau di sana Megan meninggalkan hal penting atau tidak, 'kan? Jangan egois dong, Ma.""Megan, Papa yang menyuruh, bukan Mama atau Renata," seloroh Papa. "Kita harus bicara!" tutup Papa. Papa sangat jarang mengeluarkan suara kalau tidak ada yang sangat penting, aku pun menghela napas lalu diam. Kalau sudah seperti ini tandanya Papa sudah tak mau lagi diba

    Last Updated : 2022-10-15

Latest chapter

  • NODA   197. Ending

    Besoknya mereka benar-benar kembali ke Bali tentu saja rumah kembali sepi. Sebelum pergi, mereka mempersiapkan seorang asisten rumah tangga baru dari agensi resmi untuk membantu Anyelir mengurus rumah dan Nizam. Malam harinya, aku memenuhi janji. Datang ke tempat yang sudah Anyelir beritahu sore tadi. Sepulang dari rumah sakit, aku meluncur ke sana karena Anyelir sudah menunggu katanya. Aku senang, sedikit demi sedikit dia mulai kembali mengenal dunia luar. Tidak lagi acuh dan enggan. Bahkan malam ini begitu mengejutkan. Dia sendiri yang menginginkan untuk makan di luar. Sungguh mencengangkan dan juga di luar dugaan.Setelah mobil terparkir di halaman restoran. Aku bergegas masuk, kucari keberadaan Anyelir dan kutemukan dia di meja paling ujung dekat jendela. Kulangkahkan kaki mendekatinya. Dia menoleh ke arahku dan berdebar lah jantungku saat melihat wajah dengan polesan yang membuatnya tampak begitu berbeda, sangat cantik. Penampilannya semakin sempurna dengan balutan gamis indah

  • NODA   196. 1 Bab menuju Ending

    POV Megantara[Bang, aku baik-baik saja. Aku akan mengantar Renata ke Bali. Thanks atas kesempatan dan aku tahu semua adalah siasatmu.]Kusunggingkan senyum setelah membaca pesan dari Denis yang entah sudah berapa hari menghilang dan sempat membuat kami sekeluarga kelimpungan. Sengaja, aku tidak ikut menemuinya, memberi waktu untuknya agar bisa bersama Renata yang entah kenapa tidak pernah bisa melihat cinta yang begitu besar dari Denis untuknya sejak dulu sampai sekarang, sedangkan Denis yang malang justru memilih diam dan tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan perasaan.Aku tahu, meski telah bersama Tita, Denis belum sepenuhnya melupakan Renata. Keputusannya yang tiba-tiba, degan mudah menerima Tita tanpa pikir panjang pun aku yakin hanya karena pada saat itu dia sedang putus asa. Awalanya aku mengira dia juga sudah mati rasa. Tapi, ketika kami kembali dipertemukan di tempat yang sama, aku menangkap tatapannya pada Renata tidak berubah, tetap sama, penuh cinta. Namun, aku juga tah

  • NODA   195. Mengagumi atau mencintai 2

    Tepuk tangan menyambut begitu kami turun. "Hebat, Mas, keren," ucap mereka yang ada di lokasi pada Denis."Sip," kata Denis menunjukkan jari jempol.Keren? Apa yang keren? Menurutku justru sangat menyedihkan, tak ada teriak kebahagiaan yang harusnya aku lakukan di atas sana apa lagi perasaan bebas seperti elang, melainkan beban berat menghimpit dadaku karena sikap Denis yang terkesan acuh dan berubah, tenggelam memikirkan Tita.Aku bergegas meninggalkan mereka yang masih terlihat sibuk dengan parasut dan sabuk pengaman. Hari sudah mulai petang, sudah saatnya untuk pulang. Hari ini sudah cukup untuk menjadi kenangan."Ren, mau ke mana?" Denis berlari mengikuti langkahku."Pulang, kamu bilang kan setelah terbang cepetan pulang. Lagi pula tiket penerbanganku ke New York tinggal beberapa hari lagi, aku harus ke Bali dulu, ketemu mama sama papa. Setidaknya aku sudah memastikan kalau kamu baik-baik saja, masih sehat," jawabku melanjutkan langkah. Namun, langkahku harus terhenti karena tan

  • NODA   194. Mengagumi atau mencintai?

    POV RenataSudah hampir satu minggu aku mencarinya dan baru bisa menemukannya di sini, tempat yang sam sekali tidak ada dalam pemikiran kami sebelumnya. Sebuah tempat yang lumayan jauh dari keramaian. Entah, sudah berapa tempat di Jakarta hingga Bandung yang aku, Megantara, dan Om Hakam datangi hanya untuk menemukan pria yang saat ini sedang berada di atas sana, menikmati alam merayakan kebebasan atau mungkin juga sedang menghibur diri. Kami menemukan keberadaannya dari unggahan Instagram yang dia unggah, yang memperlihatkan pemandangan perbukitan dengan caption-nya 'Bebas'. Kemudian kami mencari tahu detail dari gambar tersebut. Di sinilah aku, di gunung Banyak kota Batu Malang. Megantara tidak ikut hari ini karena istrinya sedang kurang enak badan. Tapi dia tetap mau aku menemui Denis. Ya, kami bertiga memang sangat dekat, dia sangat khawatir dengan adiknya mungkin. Sehingga memaksaku untuk datang ke tempat yang menurutku lumayan jauh.Aku tahu ini tidak mudah. Kehilangan dua h

  • NODA   193. Menikmati karma

    POV BiantaraDengan berakhirnya sidang berarti kewajibanku pun telah berakhir. Aku bisa lebih tenang sekarang, karena Megantara selamat dari ancaman atas tuduhan pencemaran nama baik termasuk aku, karena pada kenyataanya aku juga lah yang melaporkan atas tindakan penculikan Anyelir, sebab, pada saat itu Megantara tidak ada di tempat, jadi jikalau Megantara masuk penjara aku pun sama.Hari ini akta ceraiku dengan Luna sudah dikirim melalui kuasa hukum yang aku tunjuk. Semua sudah berakhir, tak ada lagi yang tersisa. Kami benar-benar sudah berakhir dan ini aku nikmati sebagai bentuk dari segala karma atas perbuatan dan status yang sempat aku sematkan pada wanita yang tanpa aku sadari mampu membuat hatiku berdenyut sakit setiap melihatnya bersama laki-laki lain. Wanita yang membuat hatiku teriris setiap melihatnya menangis. Aku telah menjanda kan Anyelir dan sekarang aku didudakan oleh Luna. Apa lagi kalau bukan karma yang dibayar tunai?Kuketuk pintu bercat putih setelah penjaga memberi

  • NODA   192. Permintaan Maaf

    Pintu kamar ditutup dengan kasar menimbulkan debar di dalam dada karena keterkejutan. Aku memutar badan sambil mengusap dada pelan, setelah sebelumnya melangkah masuk kamar terlebih dahulu. Kemudian memutar bola mata mencari jawaban apa yang terjadi pada wanita yang saat ini menatap nyalang ke arahku. Kuangkat dagu seraya menyipitkan mata bertanya. "Kenapa?""Kenapa? Tadi kamu bilang apa? Mas Bian kucing? Kalau Mas Bian kucing terus kamu apa? Buaya?" tanyanya sambil marah-marah."Buaya? Buaya apa, sih?!" Aku balik bertanya karena merasa kurang begitu paham. Bukan kurang tapi memang tidak paham."Kalau bukan buaya apa namanya lelaki yang suka deketin wanita lain begitu ada kesempatan? Nggak mau rugi," ucapnya penuh penekanan."Apa sih, Anye? Kamu kalau Biantara ngomong langsung aja masuk otak kiri nggak keluar-keluar, klop banget.""Mau balik melempar kesalahan, ni, romannya," sindirnya."Enggak, orang aku ngga deketin ngapain? Jangan cemburu gitu, ah," candaku."Bukan cemburu, tapi m

  • NODA   191. Senyuman

    Sekarang yang menjadi pertanyaanku adalah bagaimana mungkin hasil tes DNA itu tidak cocok? Siapa yang mereka bayar untuk mengotak-atik hasil tes itu?Ruang sidang kembali riuh. Jeritan, tangisan terdengar begitu menyedihkan. Tangis orang tua Ervan, istri yang kemudian memilih meninggalkan ruangan, dan juga tangis Renata yang pecah begitu hakim meninggalkan ruang sidang disusul Ervan yang dibawa keluar dari ruang sidang menuju tahanan. Denis dan Nando berusaha menenangkan Renata yang terlihat begitu terpukul atau bahkan menyesal atas keputusannya menjadi saksi. Entah.Tapi, aku tahu, bagaimana perasaan ketiganya. Wanita paruh baya itu melangkah maju ke arah kami dengan derai air mata setelah sang suami digelandang petugas untuk dimintai keterangan. Biantara bangkit kemudian menghadang. Langkah wanita itu pun terhenti, menatap ke arah Biantara dengan tatapan sendu kemudian tatapan itu berubah menjadi permohonan dalam bisu."Kita pulang," Papa datang setelah melepas seragam hitam khas

  • NODA   190. Fakta baru 2

    "Ambil anak itu diam-diam, jangan sampai ketahuan. Kirim ke luar negeri, bawa kembali kalau dia sudah dewasa dengan identitas baru."Terdengar isakan dari bangku keluarga terdakwa. Selain Anyelir, wanita lain yang sudah pasti sangat terluka pada bagian ini adalah istri Ervan, Alana. Bagaimana tidak? Seorang wanita yang sudah menemani bahkan memberikan buah hati seakan tidak ada nilainya hanya karena anak yang dilahirkan perempuan. Di mana nurani mereka sebagai suami dan kakek? Bukankah bisa mencobanya lagi untuk kembali mendapatkan anak laki-laki, mereka masih muda. Lagi pula bukankah wanita atau laki-laki itu sama saja? Banyak di luar sana wanita-wanita hebat yang sukses melebihi kesuksesan laki-laki dan bukankah laki-laki juga terlahir diri rahim seorang wanita? Lalu kenapa mereka menganggap remeh wanita?Suara gemerisik kembali terdengar, kali ini rekaman diganti dengan rekaman yang dipasang oleh Renata di kantor Om Winata. Awalnya hanya terdengar suara sepatu dan gesekan kerta

  • NODA   189. Fakta baru

    Di kursi saksi, Renata mulai berbicara, sesekali ia menghela napas. Mengurangi ketegangan, mungkin. Aku sangat mengerti apa yang dia rasakan. Biar bagaimana pun mereka adalah keluarga, memilih antara keluarga dan keadilan tentu sangat sulit sekaligus membuatnya dilema."Beberapa bulan lalu setelah acara pernikahannya di Bali. Megantara menemui saya. Menceritakan tentang istrinya. Awalnya saya sangat tersentuh dan iba. Hingga pada akhirnya, dia mengatakan bahwa dia mencurigai saudara saya, Ervan. Meminta bantuan saya untuk menyelidiki Ervan diam-diam. Saya sempat marah. Biar bagaimana pun juga, Ervan adalah sepupu saya, tentu saya tidak terima. Akhirnya saya mengiyakan, tapi dengan niat agar Megantara tau bahwa saudara saya tidak demikian. Pada saat itu saya benar-benar yakin bahwa Ervan orang baik. Dengan percaya diri saya menyelidiki Ervan dengan berbagai cara." ucap Renata sambil sesekali menghapus sudut matanya. Sedangkan Ervan menunduk dalam. Mungkin dia tidak menyangka Renata

DMCA.com Protection Status