“Lagu ini saya persembahkan untuk kekasih hati saya yang sedang duduk di sana. Lewat lagu ini juga saya berniat akan melamarnya malam ini. Lagu ini untukmu, Alana Larasati ....”Tepukan tangan riuh dan pandangan mata yang semua tertuju padaku membuatku salah tingkah, sementara di panggung sana Darwin sudah berdiri memegang microfon di tengah-tengah band pengiring. Lalu melantunlah lagu “Janji Suci” yang dinyanyikan oleh lelaki itu dengan suaranya yang cukup menyenangkan untuk didengar.Dengarkanlah wanita pujaankuMalam ini akan kusampaikanHasrat suci kepadamu dewikuDengarkanlah kesungguhan iniAku ingin mempersuntingmuTuk yang pertama dan terakhirJangan kau tolak dan buatku hancurKu tak akan mengulang tuk memintaSatu keyakinan hatiku iniAkulah yang terbaik untukmuBelum hilang keterkejutanku akibat ulahnya, ketika tiba-tiba saja lelaki itu sudah berada di hadapanku kemudian menarik tanganku dan menggandengnya menuju panggung sambil terus melantunkan lagu “Janji Suci”. Meskipun
Darwin.Pagi ini, tanpa keraguan sedikit pun, dengan tegas dan mantap aku kembali mengucapkan ikrar akad nikah atas Alana Larasati. Dua kali sudah aku mengucapkan ikrar pada wanita yang sama. Dulu, saat menikahinya di rumah sakit di Bandung, aku sedikit merasa gugup karena waktu itu aku menikahinya atas tanggungjawabku pada kondisi Alana yang tengah mengandung akibat perbuatanku padanya, Namun kali ini, suasana haru yang tercipta lebih kepada ungkapan rasa syukur kami atas semua yang telah kulalui bersama Alana.Alana pun terlihat menitikkan air mata haru ketika ia aku mengecup keningnya seusai ijab kabul. Aku paham apa yang membuat wanita itu terharu. Betapa banyak peristiwa yang sudah kami lalui bersama selama ini. Betapa aku dan Alana merasakan naik turunnya hubungan kami, bahkan mungkin ia pun tak menyangka jika kami akan benar-benar menikah atas keinginan dari hati kami berdua. Sebab dulu, wanita itu hanya pasrah ketika aku menikahinya di Bandung. Ia tak punya pilihan karena kond
Alana.Ada keharuan yang menyeruak dalam hatiku ketika Darwin kembali menyebut namaku dalan ikrar ijab kabul. Ini yang kedua kalinya lelaki itu menyebut namaku dalam prosesi sakral ijab kabul. Dengan sepenuh hati aku mengamini semua doa-doa baik yang terus menerus dipanjatkan sepanjang acara. Aku sangat berharap hubungan pernikahanku kali ini langgeng hingga maut memisahkan. Saat ini, lelaki itu benar-benar telah mengisi penuh seluruh ruang hatiku. Ia hadir perlahan-lahan di sana kemudian dengan pasti memenuhi hatiku dengan perhatian dan cintanya, sehingga sakit yang dulu pernah kurasakan atas kegagalan rumah tanggaku yang dulu sudah tak lagi tersisa. Darwin telah berhasil menutupi semua rasa sakitku dengan kasih sayangnya.Kudengar para tokoh agama yang diundang Mas Sofyan memberi beberapa wejangan padanya ketika ia dengan gagahnya mengakui tentang kehadiran Baby Gandhi dalam hubunganku dengannya. Tanpa segan ia mengakui bahwa bayi yang sedang digendongnya itu hadir akibat dosa-dosan
Darwin.Berkali-kali Harry dan bawahanku di kantor menelponku karena aku sudah seminggu lebih meninggalkan pekerjaanku. Memang sepulang dari Jepang kemudian mengurus pemakaman Inge hingga mencari keberadaan Alana di Bali kemudian menikahinya kembali aku melupakan semua urusan pekerjaanku. Padahal masih banyak sekali perkerjaan tertunda terutama laporan hasil pekerjaan kami sewaktu di Jepang. Sepertinya pihak kementrian juga sudah mendesak untuk perusahaanku segera melaporkan hasil dan meneruskan kontrak kerja.Maka rencanaku untuk memboyong Alana menginap di hotel malam ini sepertinya tak akan bisa terlaksana.“Al, kita harus segera kembali ke Jakarta. Banyak pekerjaan yang harus segera kuselesaikan. Aku sudah meninggalkan kantor selama seminggu lebih,” ucapku pada Alana setelah sarapan pagi bersama keluarga Alana.“Jadi kapan rencananya kita pulang ke Jakarta?”“Secepatnya, Al. Kalau bisa hari ini juga.”“Lalu bagaimana dengan niatku untuk mengunjungi makam Inge?”Aku mengusap wajah
Aku tergugu di samping batu nisan bertuliskan nama Inge Paramita di area pemakaman elit yang tersusun dengan sangat rapi. Bayangan wajah serta senyum tulus Inge membuatku menitikkan air mata kehilangan. Meski hanya sebentar mengenalnya, namun wanita itu serasa sangat dekat denganku. Bahkan Inge lah yang mendampingiku melalui proses persalianku dikala Darwin tak bisa mendampingiku.Kuusap batu nisan Inge sambil memanjatkan doa-doa untuk kebahagiaannya di sana. “Terima kasih telah menjadi sahabatku. Terima kasih telah mempercayakan Jessy padaku. Aku berjanji akan menyayanginya setulus kamu menyayanginya. Tenang dan bahagia lah di sana,” bisikku lirih sambil mengusap batu nisannya. Lalu tangan kekar itu merengkuh bahuku.“Jangan menangisinya, Al. Inge sudah bahagia di sana.” Darwin melerai tangisku. Meski aku tau, dibalik kaca mata hitam yang dipakainya, lelaki itu pun meneteskan air matanya.Ternyata niatku dan Darwin untuk hanya mampir sebentar di Suarabaya tak berjalan dengan mulus.
Alana.“Boleh bicara sebentar, Al?” Suara bariton Mas Wildan mengagetkanku. Rupanya lelaki itu belum pulang dan masih melakukan rapat di ruang kerja Pak Leon dengan beberapa orang kepercayaan Pak Leon lainnya saat aku, Darwin dan Pak Leon tengah berbincang di ruang tengah.“Boleh, bicara di sini aja,” jawabku sedikit gugup sambil melirik suamiku, sedangkan Pak Leon sudah masuk ke dalam ruang kerjanya dengan dibantu oleh asistennya yang setia mendorong kursi roda pria tua itu.“Aku mau bicara empat mata denganmu, Al,” ucapnya lagi.Aku kembali melirik Darwin. Lelaki yang sudah memberiku seorang putra itu tersenyum tipis kemudian mengangguk tanda memperbolehkan.“Mas mau ngomong apa? Aku hanya punya waktu sebentar,” ucapku saat sudah duduk di hadapan Mas Wildan.Lelaki itu tersenyum menatapku.“Pertama aku ingin mengucapkan terima kasih padamu, Al. Karena modal yang waktu itu kamu berikan padaku, perusahaanku bisa kembali berkembang hingga akhirnya menemukan kembali kepercayaan para pel
“Aku bahagia melihat hubunganmu sekarang, Al. Dari Inge pula aku tau jika Darwin pria yang baik, kurasa ia memang lebih pantas berjodoh dengan wanita yang tulus sepertimu. Maafkan aku, sekali lagi maafkan semua luka yang pernah kutorehkan dalam hidupmu. Mungkin ke depannya kita akan sering bersinggungan dalam urusan perusahaan Pak Leon yang jatuh ke dalam tanggungjwabmu. Kumohon jangan takut padaku dan jangan meragukanku. Mari kita bekerja sama dengan baik dan profesional, ini juga adalah salah satu permintaan terakhir Inge.”“Lalu apa yang akan Mas Wildan lakukan selanjutnya?”“Aku akan kembali pada Lilis, Al. Bagas memerlukan kasih sayangku. Aku yang sudah memulai semuanya, aku yang sudah menyetujui menikahi Lilis waktu itu meskipun masih terikat pernikahan denganmu. Maka aku harus bertanggungjawab pada mereka. Aku ikhlas meskipun Lilis tak pernah menganggapku ada. Inge mengajarkan padaku bahwa anak adalah mahluk suci yang lahir tanpa dosa, maka tak semestinya kita sebagai orang tua
Alana.Aku terbangun dan menggeliat. Kenapa tubuh terasa pegal-pegal? Perlahan kusibakkan bed cover berwarna putih yang menutupi tubuhku. Hahhh!! Aku polos!! Tak mengenakan sehelai pakaian pun. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan dan berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi. Lalu semua segera terjawab saat pintu kamar mandi di dalam kamar mewah ini terbuka, dan sesosok tubuh berbalut handuk putih mucul dari sana.“Good morning, Sweetie,” sapa lelaki itu sambil tersenyum padaku.Ingatanku pun melayang pada apa yang terjadi semalam di kamar ini. Aku menoleh pada box bayi yang terletak di dalam kamar. Mengapa aku sampai melupakan bayiku? Aku tidur terlelap sepanjang malam, itu artinya aku tak menyusui Baby Gandhi, padahal biasanya ia bisa terbangun sampai 2 atau 3 kali menyusu padaku sebelum akhirnya kembali tertidur.Karena panik memikirkan bayiku, tanpa sadar aku kembali menyibak kain yang menyelimuti tubuhku untuk melihat Baby Gandhi. Tubuh polosku kembali terekspos, la