Home / Fantasi / NAYARA And the Lost of Naga Sasra / Kenyataan yang Mengharukan

Share

Kenyataan yang Mengharukan

Author: Enno Ramelan
last update Last Updated: 2022-08-20 16:27:40

"Ibumu tidak membuangmu, Nay. Tapi menitipkan pada kami. Dia lah yang meminta kami untuk merahasiakan ini. Kata ibumu, bila kau terus bersamanya, kalian berdua dalam bahaya," ucap Bu Mien membuka sedikit tentang ibu Nay.

"Tutup matamu, Nay. Aku akan membawamu ke masa di mana kau diantar ibumu ke tempat ini. Atur perasaanmu, Nay. Konsentrasi." Nyi Asrita lalu meletakkan tangannya di dahi Nay.

Nay dan Nyi Asrita terbawa melayang melewati lorong gelap. Samar-samar terlihat cahaya di kejauhan. Nay merasa tak sabar. Dia ingin cepat sampai di tempat cahaya itu berasal. Dia meyakini di sanalah tujuan akhir mereka.

"Lihat cahaya itu, Nay. Kita akan tiba di sana sebentar lagi." Nyi Asrita menggenggam tangan Nay. Dia mencoba menenangkan perasaan anak asuhnya itu yang terlihat mulai menangis. 

"Iya, Nyi," jawab Nay dengan suara tertahan.

Perasaan Nay semakin bergejolak ketika mereka tiba di tempat asal cahaya yang mereka lihat tadi. Ada Bu Mien dan seorang perempuan berambut panjang kusut masai. Matanya bening bulat dan kulitnya kuning langsat. Nay seperti sedang melihat dirinya.

"Itu ibumu, Nay. Sangat mirip denganmu bukan?" Nyi Asrita menoleh pada Nay yang tergugu kelu. "Dengarkan baik-baik perbincangan ibumu dengan kami. Kau akan tahu siapa dirimu sebenarnya."

                              ***

Perempuan bernama Ratri tengah malam datang menemui Bu Mien. Dia membawa seorang bayi yang dibalut kain batik. Wajahnya terlihat pucat dengan keringat yang membasahi dahi.

"Ada apa, Ratri?" tanya Bu Mein melihat Ratri berjalan tergopoh-gopoh saat dia hendak menutup pintu. 

"Maaf, Mien. Malam-malam begini aku datang. Aku ingin menitipkan anakku di sini. Seseorang sangat menginginkannya," jawab Ratri dengan suara bergetar. 

"Duduklah dulu. Tenanglah." Bu Mien menggeser kursi ke arah Ratri. "Siapa yang menginginkan anakmu, Ratri? Ayah dari anakmu kah?” 

"Aku tidak bisa memberi tahumu Mien. Setelah anak ini berusia tiga puluh tahun dia akan menemuinya. Aku membawa Nyi Asrita bersamaku dan buku ini." Seorang perempuan berkebaya tiba-tiba muncul di samping Ratri. "Dia yang akan mengajarkan semuanya. Aku hanya bisa menutup penglihatan laki-laki itu hingga anak ini berusia tiga puluh tahun. Masih ada waktu untuk mengajarkannya banyak hal. Dia memiliki kemampuan seperti aku. Kelak kemampuan yang dia miliki bisa menyelamatkan dirinya dan orang lain."

"Baiklah. Aku akan merawat anakmu semampuku."

Ratri memberikan bayi perempuan itu pada Bu Mien. Tangannya gemetar. Entah dia sedang ketakutan atau karena udara malam yang dingin menusuk tulang. 

"Aku pergi Mien. Aku memberinya nama Nayara. Tolong jaga dia baik-baik. Hanya Tuhan saja yang akan membalas semua kebaikanmu, Mien. Aku pamit."

Ratri beranjak dari kursi lalu mencium anaknya yang sudah berada di tangan Bu Mien. "Maafkan ibu, Nak. Inilah yang terpaksa Ibu lakukan untuk kebaikanmu." Air mata Ratri mengalir pelan. Dipandanginya putri kecilnya sebentar lalu pergi tergesa begitu saja. 

Bu Mien dan Nyi Asrita saling berpandangan.

"Ratri tidak mengatakan apa-apa. Sudah setahun dia meninggalkan rumah. Dia sangat terpukul dengan kematian kedua orang tuanya. Tak kusangka dia datang membawa bayi perempuan ini," ujar Nyi Asrita. 

"Bukankah kau bisa membaca pikirannya, Nyi?" Ratri menutupnya. Aku tidak bisa melihat apa-apa. Bahkan ayah anak inipun tidak bisa kulihat. Penglihatanku hitam, Mien."

"Sepertinya anak ini sendiri yang akan menemukan siapa dia sebenarnya. Sebaiknya sekarang kita cepat masuk. Siapa tahu ada orang yang membuntuti Ratri sampai ke sini."

"Iya, Mien."

Bu Mien mengambil buku yang diletakkan oleh Ratri di meja sambil menggendong bayi mungil yang masih terlelap. Mereka bergegas masuk, lalu Nyi Asrita menutup rapat pintu tanpa menyentuhnya sedikit pun. 

                              ***

Sesegukan Nay memeluk Bu Mein. Tak disangka akhirnya dia bisa melihat seperti apa wajah ibunya. Ibu yang selama ini dibenci juga dirindukannya. 

"Menurut kabar, ibumu telah dibunuh. Tapi jasadnya tidak pernah ditemukan. Berulang kali aku mencoba terhubung tapi seseorang seperti sengaja mengurung sukma ibumu. Kau lah yang harus mencari tahu di mana ibumu sekaligus siapa orang yang ibumu sebutkan itu," terang Nyi Arsita.

"Orang yang ibumu maksudkan bisa saja memiliki kekuatan luar biasa, Nay. Kalau dia sampai menemukanmu, mungkin dia bukan lawan yang sepadan," sambung Bu Mien. 

"Kami menyimpan buku catatan ibumu. Semua hal yang ada di buku itu sudah kuajarkan. Kau bacalah, mungkin ada sesuatu yang terlewatkan olehku," ucap Nyi Asrita.

"Kami tidak bisa menemukan ibumu dengan cara yang biasa kita lakukan. Kau harus menggunakan cara lain," lanjut Bu Mien.

"Apa Nay bisa, Bu?”

"Yakinlah, Nay bisa," jawab Bu Mien menyemangati.

Dipeluknya kembali Bu Mien. Nay menumpahkan semua perasaannya pada perempuan yang selalu ada untuknya selama ini. Entah dia harus memulai semuanya dari mana. Kejadian ini di luar dugaannya.

                               ***

Nay kembali ke apartemen selepas maghrib. Satu orang yang dipikirkannya saat ini, Rey. Orang yang paling mungkin bisa dimintai bantuan. Mengingat pekerjaan Rey yang sudah biasa bersinggungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kriminal. Malam ini juga dia harus bertemu dengannya.

Setelah menaruh motornya di basement, Nay berpapasan dengan Mas Herjan, petugas kebersihan yang biasa bekerja hingga sore hari saja. Tapi kali ini hampir jam delapan malam Mas Herjan masih mengambil sampah dari tong sampah tak jauh dari area parkir. 

"Mbak Nay, baru pulang?" tanya Mas Herjan pada Nay yang lewat di depannya. 

"Iya, Mas. Sudah gelap begini kok masih bersih-bersih?" tanya Nay menyelidik.

"Pekerjaan saya belum selesai, Mbak," jawabnya singkat.

"Oh gitu. Diteruskan deh. Saya ke atas dulu, ya."

"Iya, Mbak." lagi-lagi dia hanya berucap singkat.

"Tumben Mas Herjan masih bekerja." Nay bergumam. Sepertinya ada sesuatu yang tidak biasa. Penasaran, Nay lalu menoleh. Bersamaan, Mas Herjan pun menyeringai padanya.

Kepalanya setengah hancur. Mata kirinya keluar. Darah menetes memerahkan baju kerjanya. Benar saja dugaan Nay. Itu arwah Mas Herjan.

"Dia mati terlindas truk tadi sore," ujar Sri yang tiba-tiba muncul dari lorong tangga menuju ke lantai atas. 

"Kaget aku, Sri! Kebiasaan!" Nay mendelik pada Sri yang sudah berdiri melayang di salah satu anak tangga. Sri tertawa melengking lalu melayang menuju lantai berikutnya. 

Related chapters

  • NAYARA And the Lost of Naga Sasra   Meminta Bantuan Rey

    Sri, salah satu teman tak kasat mata yang sering bertandang ke apartemen Nay. Menurut ceritanya, dia mati bunuh diri terjun ke laut yang letaknya tak jauh dari kompleks apartemen ini. Bisa dibilang Nay dan Sri berteman karib. Mereka sudah kenal lama. Sri biasa duduk di pohon kamboja dekat lapangan basket. Ada dua temannya yang tak pernah absen menemani. Rossi dan Prita. Mereka juga korban kasih tak sampai. Kisah hidup mereka kurang lebih sama. Bunuh diri karena cinta. "Apa Rey sudah pulang, Sri?" tanya Nay ketika mereka telah sampai di depan unit milik Nay. "Aku belum melihatnya, Nay," jawab Sri "Oh," balas Nay pendek, lalu dia mengambil kunci dari saku tasnya. Nay membuka pintu, kemudian Nay masuk diikuti Sri di belakangnya. "Kalian pacaran, ya?" tanya Sri dengan mimik wajah serius. Nay tertawa. "Kau naksir dia, ya?" Nay balik bertanya, mencandai Sri."Gak mau naksir. Saingannya berat." "Belum dicoba sudah kalah duluan, Sri," ledek Nay. "Sudah jelas Mas polisi ganteng itu naks

    Last Updated : 2022-08-20
  • NAYARA And the Lost of Naga Sasra   Bicara dengan Rey

    "Wait! Jadi kau sudah tahu asal-usulmu, Nay?""Belum jelas, Rey. Makanya aku perlu tahu siapa laki-laki yang ditulis ibuku itu.""Dia ayahmu, kah?""Haduh! Nih, Pak polisi nanya melulu," celetuk Rossi. "Belum tahu juga Rey. Di situ tidak dituliskan.""Kalau benar Bramantyo yang itu, tidak mudah untuk menemuinya, Nay," kata Rey mengambil cangkir kopinya. "Kau tahu dia, Rey?" "Dia pengusaha tambang batubara. Dua tahun lalu, kalau aku tak salah ingat istri dan anaknya meninggal karena kecelakaan. Dia shock berat sampai mengalami gangguan jiwa.""Terus?""Terus, terus, ntar nabrak dong, Nay.""Ih, malah bercanda." Nay mencubit lengan Rey yang hampir saja membuat isi di cangkir Rey tumpah. "Sakit juga ya cubitan orang cantik," kata Rey tersenyum lalu menyeruput sedikit isi cangkirnya yang masih panas. "Sekarang aku tidak tahu dia di mana. Kemungkinan besar berada di rumah sakit jiwa.""Tapi kalau bukan Bramantyo yang itu?" Nay bertanya ragu."Bukankah itu tujuanmu memintaku datang, Nay

    Last Updated : 2022-09-08
  • NAYARA And the Lost of Naga Sasra   Bramantyo Ekawira

    Nay mengurungkan niatnya untuk makan. Dia keluar dengan meninggalkan makanan yang masih utuh di atas meja. Pelayan di sana sempat memperhatikan Nay yang hanya membayar lalu pergi. Terlebih seseorang di meja kasir. Matanya tak lepas mengikuti langkah kaki Nay. Mungkin dia salah satu anak pemilik restoran. Beberapa meter keluar dari restoran, ponselnya berbunyi. Buru-buru dia mengangkatnya. Dari nada deringnya itu telpon dari Rey."Nay, sepertinya memang benar Bramantyo yang kita bicarakan semalam kenal dengan ibumu." Rey mengawali pembicaraan. "Aku sudah dapat alamatnya. Nanti aku WA. Kalau kau sedang off, kita ketemu di sana jam tiga sore ini. Ganti.""Baik Ndan! Diterima. Siap dilaksanakan!" "Aku tunggu, ya," ujar Rey, kemudian menutup telponnya. Tanpa menunggu, Nay membuka pesan dari Rey : Jalan Adipati nomor 5 (rumah besar berwarna putih) tunggu di sana sampai aku datang.Nay melihat jam di sudut ponselnya. Sekarang baru jam satu. Masih sempat Nay makan siang dulu. Perjalanan ke

    Last Updated : 2022-09-09
  • NAYARA And the Lost of Naga Sasra   Teluh

    Di dalam Pak Bram kembali histeris. Dia terus berteriak-teriak minta benda itu dikembalikan. Pak Arya memanggil dua orang pegawainya yang biasa mengurus Pak Bram untuk mencoba menenangkannya. "Seseorang telah mengirimkan teluh. Lihat Rey! Aku menemukan ini di bawah tempat tidur Pak Bram," tukas Nay pada Rey yang sudah berada di sebelahnya."Oh, jadi Pak Bram kena santet.""Bukan Rey, beda. Teluh itu seseorang mengambil sukma orang yang di dimaksud lalu menyesatkannya ke alam lain. Seperti Pak Bram itu. Nah, di dalam tubuh Pak Bram bukan dia. Namun, roh jahat, hantu atau siluman. Jadi selama sukma Pak Bram tidak dikembalikan, roh jahat itu akan tetap di situ. Menghisap hawa murni si empunya tubuh," kata Nay menjelaskan. "I see!" Rey manggut-manggut. "Kita tunggu Pak Arya keluar. Aku harus berbicara dengan beliau.""Kau tunggu di sini, biar aku menyusul Pak Arya ke dalam.""Oke, Rey. Aku tunggu di depan saja." Rey masuk ke kamar Pak Bram sedangkan Nay kembali ke ruang tamu. Tak lam

    Last Updated : 2022-09-10
  • NAYARA And the Lost of Naga Sasra   Bramantyo Ditemukan

    Penampakan sukma Nay terlihat berbeda. Mengenakan kain batik bercorak gajah oling berwarna hitam dengan lukisan tumbuhan berwarna emas. Terlihat kontras dengan baju beludru hitam tanpa lengan yang dipakai Nay. Kelat bahu berornamen bunga terlihat apik. Ompok berwarna emas dengan cundhuk mentul menghias kepala menambah ayu wajahnya. Tak lupa selendang kuning yang selalu tersampir di bahu dan kipas berwarna merah menyala terselip di pinggangnya. Serupa dengan penari gandrung Banyuwangi.Makhluk yang merasuki tubuh Pak Bram keluar dari tubuh inangnya. Dia berdiri di depan Nay. Tubuhnya terus meninggi dengan jari-jari tangan yang semakin memanjang. Kepalanya terus membesar menyerupai gurita. Jemari yang memanjang berubah menjadi delapan lengan. Bulatan-bulatan di bagian bawahnya sesekali terlihat saat tentakel itu bergerak ke atas. Dari situ pula Nay dapat merasakan aliran energi yang besar siap mencengkeram."Beraninya kau gadis sombong!"Nay hanya tersenyum tipis. Namun hal itu justru

    Last Updated : 2022-09-11
  • NAYARA And the Lost of Naga Sasra   Bramantyo Ekawira Berhasil Selamat

    Belum sempat Pak Bram menjawab, suara tawa seseorang tiba-tiba terdengar menggelegar."Dia bukan ayahmu!" kata suara laki-laki yang tidak terlihat sosoknya."Siapa kau?" tanya Nay geram."Kau akan tahu nanti. Akulah yang mengurung Bramantyo di sini. Kau ingatlah baik-baik suaraku. Kelak kita bertemu lagi. Kali ini aku membiarkanmu hidup. Pergilah!"Tempat itu seketika berguncang. Langit dan tanah pun terbelah dengan cepat. Nay menyambar tangan Pak Bram. Secepat kilat dia membawa sukma itu kembali. Bila tempat itu runtuh mereka tidak akan punya kesempatan lagi.Gantari menarik mereka dengan kekuatan penuh. Energinya terkuras, begitupun Nay. Pandangannya buram, tubuhnya limbung. Tak berapa lama Nay terjatuh ke lantai.***"Please, Nay! Bangun!" Rey menepuk-nepuk pipi Nay. "Apa harus kucium di depan orang-orang supaya kamu bangun?" bisik Rey kemudian."Awas kalau kau lakukan itu!" Nay menjawab pelan. "Aku masih bisa mendengar, hanya tubuhku saja yang susah kugerakkan."Rey mengangkat bah

    Last Updated : 2022-09-12
  • NAYARA And the Lost of Naga Sasra   Membantu Bu Saminah

    Ada dua kantin tak jauh dari lapangan basket. Nay sudah sering makan di situ. Yang satu punya Pak Slamet dan satunya lagi punya Bu Saminah. Sama-sama asal Jawa satu kampung pula. Namun, ada perbedaan yang sangat mencolok dari kantin keduanya. Kantin Pak Slamet lebih ramai. Sedangkan kantin Bu Saminah biasa-biasa saja. Malah dulu pembelinya sangat sedikit. Sampai malam jualannya masih banyak. Bukan tidak enak, tetapi kalah rasa dengan makanan di kantin Pak Slamet. Makanan yang bercampur liur makhluk gaib bercita rasa sempurna bagi orang awam yang tidak peka.Ada tiga pocong di kantin Pak Slamet. Yang satu berdiri di depan, yang satunya lagi berdiri di deretan wadah makanan di dapur. Dia bertugas memberi bumbu penyedap dengan meneteskan air liur. Sedangkan yang terakhir berdiri di pintu belakang. Siapapun yang masuk ke kantin itu pasti membeli. Tapi tidak untuk orang-orang sensitif seperti Nay.Sangat bisa Nay mengerjai kantin Pak Slamet tetapi dia memilih untuk membantu Bu Saminah. Bel

    Last Updated : 2022-09-13
  • NAYARA And the Lost of Naga Sasra   Santet

    Nay mendekati pria itu. "Kembalikan uang mereka! Atau Anda yang saya santet!" ancam Nay dengan mata mendelik.Buru-buru dia mengembalikan amplop tadi pada suami Bu Saminah. Dia tidak berani menatap Nay."Silakan Anda pulang dukun gadungan! Ini kali terakhir saya melihat muka Anda! Jangan sampai saya bikin Anda terkencing-kencing di celana!"Pria itu mengambil tasnya. Tanpa pamit dia keluar dengan langkah cepat. Bu Saminah dan suaminya terbengong-bengong. Pria gagah berperawakan tinggi besar dengan kumis tebal melintang terbirit-birit mendengar perkataan seorang perempuan seperti Nay."Lah, kok dia bisa begitu. Pulang tidak pamit lagi. Takut kelihatannya sama kamu, Nay," kata Bu Saminah dengan raut wajah heran. "Tadi itu dukun palsu. Biarkan saja, Bu. Oh, iya di mana kamar anak Ibu?" tanya Nay.Suami Bu Saminah menunjuk ke arah pintu berwarna hijau di sebelah kanannya. "Bapak dan Ibu di sini saja. Biar saya masuk sendiri. Tidak perlu khawatir. Doakan saya berhasil menyembuhkan Dewi.

    Last Updated : 2022-09-14

Latest chapter

  • NAYARA And the Lost of Naga Sasra   Sesuatu yang Berbeda

    Nay mengangguk. "Aku yakin orang-orang seperti kita sudah merasakan energi gelap yang semakin menyebar. Kalau dibiarkan dunia kita akan dikuasai kegelapan.""Kita tidak bisa hanya diam saja. Jujur, aku sangat kecewa dengan pilihan kakakku. Memalukan dan pasti merugikan dunia bawah.""Mungkin dengan bekerja sama dengan mereka, kakakmu bisa mewujudkan mimpinya menjadi satu-satunya penguasa dunia bawah.""Aku sekarang mengerti kenapa bejana itu diberikan padaku. Ayah dan ibu sepertinya sudah tahu tabiat anak laki-lakinya." Wajah Suri berubah muram. "Aku berharap kakakku bisa kembali pada tanggung jawabnya pada Banyuputih sebelum terlambat."Perlahan Nay menepuk pundak Suri. "Aku lapar. Kau mau mi instan?"Suri tersenyum kecil. "Seandainya makanan yang kau sebut mi instan itu bisa kumakan pasti tidak kutolak. Boleh aku di sini saja?""Mau menginap di sini pun boleh, Suri."Nay berjalan ke dapur mengambil mi instan cup yang cukup diseduh dengan air panas dari dispenser. Sambil menunggu mi

  • NAYARA And the Lost of Naga Sasra   Tidak Terduga

    "Ada apa Nona ingin bicara dengan saya?" tanya istri Tuan Hansen. "Sebelumnya terima kasih Nyonya sudah bersedia menemui saya. Benar saya bicara dengan Nyonya Adhisti?""Iya, betul. Saya Adhisti.""Ini soal Bastian, Nyonya.""Bastian malang. Dia masih menunggu di rumah itu, bukan?"Kening Nay sedikit berkerut. Ia tidak menduga Nyonya Adhisti tahu tentang keberadaan putranya. "Iya, Nyonya. Saya bertemu dengan Bastian dan saya berjanji untuk mempertemukan Nyonya dengan dia.""Hansen membawa saya ke sini karena menganggap jiwa saya terganggu. Berhalusinasi tentang Bastian secara berlebihan. Hansen mengira saya gila. Dia sama sekali tidak percaya. Tapi saya punya cara lain. Memintanya merenovasi rumah itu.""Semesta merangkum doa. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya Bastian akan bertemu Nyonya. Selama ini dia mengira, Nyonya marah dan membencinya. "Saya tahu Bastian masih ada di rumah itu. Saya ingin dia pergi dengan tenang. Saya juga sudah belajar ikhlas melepasnya." Manik mata Nyo

  • NAYARA And the Lost of Naga Sasra   Langkah Pertama

    Nay tidak tahu mengapa pikiran tentang dark force membuatnya merasa panas dan tidak nyaman. Cukup lama ia berdiri di depan jendela apartemennya dengan mata memperhatikan langit yang terlihat suram. Seharusnya ia lebih peka bukan malah abai seperti yang dilakukannya belakangan ini. Berhenti menjadi seorang Nayara rasanya memang tidak mungkin. Ia dibutuhkan untuk berkontribusi pada bumi tempatnya berdiri. Dark force tidak main-main. Sebarannya cepat tetapi tidak terlihat. Mempengaruhi atmosfer kehidupan manusia sampai ke hal-hal yang paling kecil. Semakin banyak di media sosial jari-jari manusia menuliskan kata-kata kasar, makian dan hinaan yang ditujukan kepada manusia lain hanya karena ketidaksukaan. Kasus perundungan yang berujung kematian pun semakin banyak terjadi. Korupsi, perampasan hak, intoleransi dan masih seabrek persoalan lain yang semakin memprihatinkan. Disadari atau tidak semua itu bisa mengakibatkan ketidakseimbangan berskala besar. "Selama masih ada doa manusia yang

  • NAYARA And the Lost of Naga Sasra   Kekuatan Gelap

    Setelah menyelesaikan tugasnya, Nay berpamitan pulang. Ekspresi wajah Tuan Hansen berubah muram. Sangat berbeda dengan raut wajahnya saat Nay datang. Hampir bisa dipastikan penyebabnya adalah pertanyaan Nay tentang anak lelakinya. "Pak Bos sudah kenal lama dengan Tuan Hansen?" tanya Nay begitu ia sampai di ruangan Pak Oey. "Lumayan lama. Kenapa, Nay?""Istrinya apa masih ada, Pak?""Setahu saya masih. Sejak kematian anak laki-lakinya, dia mengalami guncangan mental. Menurut desas-desus sampai sekarang masih seperti itu.""Jiwa anak lelaki Tuan Hansen masih menunggu mamanya di rumah itu. Saya tidak mungkin mengabaikannya, Pak.""Mungkin beberapa kenalan bisa membantu memberikan informasi. Nanti saya infokan ke kamu, Nay. Saya ada urusan di luar. Kau periksa berkas ini, kalau sudah selesai kau bebas." Pak Oey mengambil tumpukan berkas dari atas meja kemudian memberikannya pada Nay. "Baik, Bos." Nay menerima berkas tersebut lalu masuk ke ruangannya. Nay memeriksa berkas yang diberika

  • NAYARA And the Lost of Naga Sasra   Bastian

    "Maaf kalau pertanyaan saya membuat Tuan Hansen teringat tentang masa lalu," ujar Nay. Matanya bergerak ke arah jendela. Ia melihat bocah lelaki yang belum ia ketahui namanya itu sedang berdiri memandangi papanya dari balik kaca jendela. "Silakan Nona mengecek area ini. Saya kedalam dulu." Tuan Hansen berbicara tanpa menoleh ke arah Nay. Ia kemudian melangkah masuk dari pintu yang sama. Nay melambaikan tangan dan membuka komunikasi dengan putra Tuan Hansen. Ia meminta bocah itu keluar. Ia ingin mendengar langsung apa yang sebenarnya terjadi sebelum mencari tahu sendiri. "Kita belum kenalan. Siapa namamu?" tanya Nay mengusap bangku besi yang menempel di dinding pagar beton sekadar untuk menyingkirkan debu dan kotoran. "Bastian. Mama biasa memanggilku Tian," jawab bocah itu sambil melongok ke dalam kolam renang. Ia berhenti beberapa saat lalu berjalan menghampiri Nay yang sudah duduk di bangku sambil memeriksa ponselnya. "Duduklah di samping Kakak. Kita ngobrol-ngobrol sebentar." N

  • NAYARA And the Lost of Naga Sasra   Kembali Bekerja

    Nay dan Rey memutuskan untuk menunda pernikahan sampai hati satu sama lain sudah merasa benar-benar yakin. Setidaknya dibutuhkan waktu beberapa bulan untuk saling melihat ke diri masing-masing. Mereka menyibukkan diri dengan aktivitas keseharian seperti biasa. Nay tetap dengan profesinya begitu pula Rey. Mereka sengaja membuat intensitas pertemuan menjadi sedikit. Cukup satu minggu sekali. "Apa kau yakin cara ini ampuh, Nay? Bukankah semakin jarang bertemu akan semakin jauh," tanya Sri yang sedang bersandar di lemari memperhatikan Nay. "Antara yakin dan tidak," jawab Nay sambil mengundurkan rambutnya di depan kaca wastafel. "Menurutku terlalu beresiko kalau kalian saling menjauh seperti sekarang. Yang ada ikatan batin kalian jadi longgar.""Kalau akhirnya semakin longgar artinya kami tidak berjodoh.""Enteng bener ngomong begitu. Kau harus ingat Nay, perjuangan kalian itu berat. Sudah sampai sejauh ini malah pisah.""Kalau memang itu takdirnya, kami bisa apa, Sri."Sri mendesah pe

  • NAYARA And the Lost of Naga Sasra   Bimbang

    "Sekarang kau sudah tahu, Nay. Jadi, bagaimana selanjutnya?" Akhirnya Rey membuka pembicaraan setelah beberapa menit mereka tidak mengatakan apa-apa. Nay mendesah pelan lalu meletakkan cangkirnya di atas nakas. "Aku tidak bisa menjawabnya sekarang. Aku perlu berpikir dengan tenang agar keputusan yang kuambil tidak kusesali nantinya.""Aku tidak akan memaksamu menjawabnya sekarang. Yang kau butuhkan saat ini adalah Istirahat. Kalau perlu apa-apa, telepon saja," kata Rey. Ia lalu berdiri tetapi ketika hendak melangkah, Nay memegang pergelangan tangannya. Pria itu menoleh. "Di sini saja. Banyak hal yang ingin aku tanyakan." Nay mendongak, melihat ke arah mata Rey. Tanpa berkata apa pun, Rey kembali duduk. Ia sejujurnya senang Nay menahannya. "Bertanyalah, aku akan menjawabnya dengan jujur." Suara Rey datar dan tenang. "Kenapa kau melakukan ini?" tanya Nay dengan intonasi suara yang sama dengan Rey. "Mungkin bagimu terdengar klise, tapi aku melakukan ini semua karena cinta. Walaupun

  • NAYARA And the Lost of Naga Sasra   Rencana Sudwika

    Sudwika tidak mengelak untuk tidak mengiakan pertanyaan Nay. Karena memang kenyataannya seperti itu. "Begitu pentingkah kekuasaan bagi kalian para penguasa dunia bawah? Apa kalian terbiasa memanfaatkan orang lain untuk mencapai tujuan?" tanya Nay tidak suka. "Ini bukan tentang kekuasaan tapi keseimbangan dunia bawah, Nay.""Keseimbangan seperti apa lagi? Alasan yang sudah pernah kudengar dan terkesan kalian buat-buat saja." Nay mendesah kasar. "Kembalikan aku ke duniaku. Masih ada urusanku dengan Rasendriya yang tidak perlu orang lain ikut campur.""Aku mengatakan yang sebenarnya, Nay. Naga sasra harusnya dibenamkan di dalam bejana emas milik ayahku agar energinya tetap. Tidak besar juga tidak kecil. Seimbang." Sudwika berusaha meyakinkan Nay. "Entahlah, aku sudah sulit mempercayai para penguasa. Di mulut berucap manis, tapi kenyataan terkecap pahit.""Sekarang kita pergi ke tempat di mana kau menancapkan naga sasra. Kau lihat dan rasakan apakah energi kerusi itu masih ada atau sud

  • NAYARA And the Lost of Naga Sasra   Raja Banyuputih

    Sebuah anak panah terlihat melesat dan tepat mendarat di samping Nay. Berpendar membawa untaian cahaya yang seketika berpendar menerangi sekitar. Ujung runcingnya menyentuh lapisan air yang membeku hingga menimbulkan suara retakan yang merambat cepat. Dari bentuk dan energinya, anak panah itu bulan milik Wirabadra. Bersamaan dengan retaknya lapisan es, jiwa Nay mulai bisa bergerak. Walaupun belum leluasa ia sudah bisa menggunakan jemarinya untuk mengumpulkan energi. Ia tetap harus waspada. Terlebih berada di tempat yang asing dengan sedikit cahaya yang membuat jarak pandangnya terbatas. "Akhirnya kau berada di Banyuputih, Nayara." Suara seorang laki-laki terdengar begitu dekat. Nay, berusaha bangkit dengan susah payah. Energinya belum cukup untuk melenturkan tubuhnya. Ya, pada dimensi lain jiwa terlihat tak ubahnya seperti tubuh kasar yang sebenarnya. "Apakah Anda raja Sudwika?" tanya Nayara setelah melihat dengan jelas sosok yang berdiri hanya beberapa jengkal darinya. "Kau menge

DMCA.com Protection Status