Megantara dan Nalini berpapasan di depan pintu lift yang masih tertutup. Pandangan mata mereka bertemu. Megantara merasa ini sebuah kesempatan emas karena dia dipertemukan dengan gadis itu. Sedangkan Nalini justru merasa gugup. Dari kemarin dia sudah berusaha menghindari Megantara. Tapi memang sudah takdirnya mereka dipertemukan terus menerus tanpa sengaja. Pintu lift terbuka. Nalini ragu untuk masuk. Dia ingin mengurungkan niatnya dan lebih baik tidak masuk bersamaan dengan Megantara. "Masuklah," perintah Megantara dengan suara beratnya. Nalini mematung. Megantara sudah berkata seperti itu. Itu tandanya dia tidak bisa kabur. Mau tak mau dia melangkahkan kaki dengan berat untuk masuk ke dalam lift. Dan Megantara juga ikut masuk setelahnya. Megantara buru-buru menutup pintu lift sebelum ada orang yang berniat ikut masuk. Sehingga kini hanya Nalini dan Megantara yang ada di lift. Megantara tak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk berbicara dengan Nalini, "Dari kemarin kau menghindari
Jantung Nalini rasanya mau copot. Sentuhan bibir Megantara ke bibirnya membuat efek sangat dahsyat pada Nalini. Wajah Nalini memerah. Nafasnya juga tak beraturan. Ditambah mendengar kalimat yang baru saja keluar dari mulut Megantara semakin membuat Nalini melayang-layang. Tulang di kakinya seperti menjadi kenyal dan sulit untuk menopang tubuhnya. Nalini hampir saja terjatuh jika Megantara tak menangkapnya. "Apakah pelukanku dan ciumanku masih kurang?" Tanya Megantara sambil mengedipkan sebelah matanya. Beberapa detik kemudian pintu lift terbuka. Nalini buru-buru melepaskan pelukannya. Dia takut ada yang melihat posenya di dalam lift. Untung tidak ada siapa-siapa di depan lift. Nalini keluar dengan terburu-buru diikuti Megantara. Mereka bersyukur selamat dari maut karena lift bisa berjalan normal lagi. "Kau mau ikut ke ruanganku?" Tanya Megantara. Nalini mengerutkan alisnya tak paham tapi setelah itu tersadar bahwa dia turun di lantai ruangan Megantara. Sedangkan rooftop ada satu lan
Nalini menatap ke dalam mata Megantara. Dia merasa di dalam tatapan itu hanya ada kejujuran dan kesungguhan. Nalini juga tak menyangka dengan cerita latar belakang percintaan Megantara dan mendiang istrinya begitu pelik. Ingin rasanya Nalini langsung menghambur ke pelukan Megantara karena diapun juga memiliki perasaan yang sama. Tapi apakah dia akan semakin bersikap egois? Pria itu belum tau betul mengenai asal usulnya. Hubungan Nalini dengan keluarganya yang belum juga membaik. Megantara belum tau bahwa Nalini adalah gadis pembangkang yang mementingkan egonya dan mengorbankan oranglain. "Kau, belum mengenalku dengan baik. Kau akan berhenti menyukaiku jika kau mengenalku lebih dalam," Nalini memberikan peringatan. "Mengapa kau berkata seperti itu?""Aku kabur dari rumah karena tidak ingin menuruti keinginan ayahku untuk kuliah di jurusan bisnis. Aku masih tetap pada pendirianku untuk meraih cita-citaku sebagai seorang koki. Aku adalah gadis yang egois. Dan hubunganku dengan keluarg
"Anak-anak. Hari ini kita akan membuat pancake. Siapa disini yang suka memakan pancake untuk sarapan?" Tanya Nalini pada para siswi TK di kelas. "Sayaaaaa..." seru beberapa siswa sambil tak lupa mengacungkan jarinya dengan semangat. "Adakah yang bisa membuatnya sendiri? Atau hanya tinggal memakannya saja?" tanya Nalini lagi. "Tinggal makan," jawab sebagian besar anak. Nalini terkekeh. "Lalu toping apa yang kalian suka untuk di tambahkan ke atas pancake yang sudah matang?" Nalinipun bersemangat."Coklat. . . Stroberi. . . Gula halus. . . Madu. . . Keju. . .," jawab para siswa berbarengan."Waw. Sangat beragam sekali ya. Hari ini Bu Nalini sudah menyiapkan bahan-bahan yang bisa kita gunakan untuk membuat pancake. Lalu sudah ada beberapa bahan juga yang bisa kita gunakan sebagai toping. Pesan bu Nalini, karena hari ini kita memasak menggunakan kompor, maka kalian harus tetap berhati-hati. Mengerti?" "Yaaaaaaa.. Chef," jawab anak-anak layaknya seorang chef. "Apakah kalian sudah siap
Megantara, Nalini dan Sivia berjalan bertiga menuju mobil. Aktivitas makan bersama dan bermain telah usai. Sivia sudah mulai mengantuk dan harus tidur siang. Megantarapun harus kembali ke hotel. "Kau senang hari ini?" Tanya Megantara pada sang anak. Sivia mengangguk bersemangat, "Andaikan saja bu Nalini ikut pulang ke rumah bersama kita. Aku pasti akan lebih lebih lebih senang lagi."Nalini merasa gemas dengan nada bicara si gadis kecil yang salah satu tangannya ia genggam itu. "Kau harus sering-sering membujuk bu Nalini kalau keinginanmu ingin terwujud," titah sang ayah. "Apakah ayah menyetujuinya?" Tanya Sivia dengan wajah berbinar. "Itu tergantung Bu Nalini," jawab sang ayah. "Oke. Aku akan berjuang lebih keras lagi," kata Sivia bersemangat. Nalini tidak ikut berkomentar namun dia tersenyum. Bahagia rasanya bisa tertawa bersama dengan dua orang di hadapannya itu. Megantara dan Sivia, membawa warna baru di kehidupannya yang sudah lama sepi. Tanpa mereka sadari saat mereka sed
Keluarga Wiryo dan Keluarga Ardiawan mengobrol sambil menikmati makan malam mereka. "Megantara ini karirnya sangat bagus, tapi mengapa belum mencari pasangan lagi?" Tanya bu Wiryo. Megantara hanya tersenyum kikuk, Nalini mau tak mau ikut mendengar pembicaraan mereka. "Megantara ingin mendapatkan pasangan yang bukan sekedar pasangan untuknya saja. Tapi untuk ibu bagi Sivia," Nyonya Ardiawanlah yang menjawab. "Memangnya gadis seperti apa yang menjadi kriteria? Starla selalu ribut karena tidak bisa menarik perhatian Megantara," ibu Starla semakin penasaran. "Bisa membuatku dan Sivia jatuh cinta," Megantara. Seorang lelaki yang tidak pernah berkata tentang cinta. Malam ini menyebut kata itu dan didengar banyak orang. Semua mata tertuju padanya. "Aku bukanlah orang yang sempurna dan mungkin masalaluku bersama ibu Sivia juga tak sempurna. Jadi aku tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. Aku ingin menemukan wanita yang membuatku yakin aku bisa mencintainya. Dan membuatku yakin Sivia
"Jika kau terlalu lama memelukku, apakah kau tidak takut kesulitan melepaskannya?" tanya Nalini. Megantara menghirup dalam-dalam aroma tubuh Nalini sambil menggeleng. "Anehnya aku tidak takut. Aku juga tidak tau ternyata rasanya senyaman ini. Aku menyesal karena baru menyadarinya."Nalini melepas secara paksa pelukan Megantara, "Maksudmu kau menyesal baru mencoba memiliki hubungan dengan wanita lagi? Jika sedari dulu kau sudah mencoba? Kau akan memilih wanita lain karena belum pernah bertemu denganku?" "Tentu saja tidak, aku menyesal karena Tuhan tidak mempertemukan kita sejak dulu. Bahkan aku berharap Tuhan mempertemukan kita sebelum aku menikah," Megantara mengusap pipi Nalini dengan jarinya. "Jika begitu kau tentu tidak bisa memiliki Sivia di hidupmu, bersyukur saja dengan yang Tuhan sudah takdirkan untukmu," Nalini menasehati."Ya. Aku harus bersyukur karena aku memiliki kalian, kau dan Sivia," Megantara tersenyum lebar. Senyuman itu terlihat indah di mata Nalini. "Apa pendapa
Ayah Nalini sudah masuk ke mobilnya. Dia melanjutkan perjalanan untuk rapat dengan kolega bisnisnya di sebuah gedung pertemuan. Dia sengaja singgah di restoran Mega Hotel setelah mengetahui dari mata-mata yang bekerja padanya bahwa Nalini bekerja sebagai koki di sana.Hanya dengan mencicipi satu menu saja, Ayah Nalini sudah tau bahwa itu masakan Nalini. Ego sang ayah membuatnya tak pernah mengakui jika masakan Nalini benar-benar memanjakan lidah dan sulit untuk dilupakan cita rasanya. Pikiran pria paruh baya itu menerawang jauh, selama ini dia merasa begitu bersalah. Kedua anaknya menderita dan tak bahagia karena kekangan darinya. Sedari dulu dia menganggap bahwa keputusan yang ia ambil adalah keputusan yang tepat bagi semuanya. Keputusan yang ia ambil adalah hal mutlak yang wajib dituruti oleh seluruh anggota keluarganya. Tapi apakah itu membawa kebahagiaan baginya? Ternyata sama sekali tidak. Keputusannya membuat anak sulungnya kabur dari rumah dan mengejar cita-citanya sendiri t