Nalini menatap ke dalam mata Megantara. Dia merasa di dalam tatapan itu hanya ada kejujuran dan kesungguhan. Nalini juga tak menyangka dengan cerita latar belakang percintaan Megantara dan mendiang istrinya begitu pelik. Ingin rasanya Nalini langsung menghambur ke pelukan Megantara karena diapun juga memiliki perasaan yang sama. Tapi apakah dia akan semakin bersikap egois? Pria itu belum tau betul mengenai asal usulnya. Hubungan Nalini dengan keluarganya yang belum juga membaik. Megantara belum tau bahwa Nalini adalah gadis pembangkang yang mementingkan egonya dan mengorbankan oranglain. "Kau, belum mengenalku dengan baik. Kau akan berhenti menyukaiku jika kau mengenalku lebih dalam," Nalini memberikan peringatan. "Mengapa kau berkata seperti itu?""Aku kabur dari rumah karena tidak ingin menuruti keinginan ayahku untuk kuliah di jurusan bisnis. Aku masih tetap pada pendirianku untuk meraih cita-citaku sebagai seorang koki. Aku adalah gadis yang egois. Dan hubunganku dengan keluarg
"Anak-anak. Hari ini kita akan membuat pancake. Siapa disini yang suka memakan pancake untuk sarapan?" Tanya Nalini pada para siswi TK di kelas. "Sayaaaaa..." seru beberapa siswa sambil tak lupa mengacungkan jarinya dengan semangat. "Adakah yang bisa membuatnya sendiri? Atau hanya tinggal memakannya saja?" tanya Nalini lagi. "Tinggal makan," jawab sebagian besar anak. Nalini terkekeh. "Lalu toping apa yang kalian suka untuk di tambahkan ke atas pancake yang sudah matang?" Nalinipun bersemangat."Coklat. . . Stroberi. . . Gula halus. . . Madu. . . Keju. . .," jawab para siswa berbarengan."Waw. Sangat beragam sekali ya. Hari ini Bu Nalini sudah menyiapkan bahan-bahan yang bisa kita gunakan untuk membuat pancake. Lalu sudah ada beberapa bahan juga yang bisa kita gunakan sebagai toping. Pesan bu Nalini, karena hari ini kita memasak menggunakan kompor, maka kalian harus tetap berhati-hati. Mengerti?" "Yaaaaaaa.. Chef," jawab anak-anak layaknya seorang chef. "Apakah kalian sudah siap
Megantara, Nalini dan Sivia berjalan bertiga menuju mobil. Aktivitas makan bersama dan bermain telah usai. Sivia sudah mulai mengantuk dan harus tidur siang. Megantarapun harus kembali ke hotel. "Kau senang hari ini?" Tanya Megantara pada sang anak. Sivia mengangguk bersemangat, "Andaikan saja bu Nalini ikut pulang ke rumah bersama kita. Aku pasti akan lebih lebih lebih senang lagi."Nalini merasa gemas dengan nada bicara si gadis kecil yang salah satu tangannya ia genggam itu. "Kau harus sering-sering membujuk bu Nalini kalau keinginanmu ingin terwujud," titah sang ayah. "Apakah ayah menyetujuinya?" Tanya Sivia dengan wajah berbinar. "Itu tergantung Bu Nalini," jawab sang ayah. "Oke. Aku akan berjuang lebih keras lagi," kata Sivia bersemangat. Nalini tidak ikut berkomentar namun dia tersenyum. Bahagia rasanya bisa tertawa bersama dengan dua orang di hadapannya itu. Megantara dan Sivia, membawa warna baru di kehidupannya yang sudah lama sepi. Tanpa mereka sadari saat mereka sed
Keluarga Wiryo dan Keluarga Ardiawan mengobrol sambil menikmati makan malam mereka. "Megantara ini karirnya sangat bagus, tapi mengapa belum mencari pasangan lagi?" Tanya bu Wiryo. Megantara hanya tersenyum kikuk, Nalini mau tak mau ikut mendengar pembicaraan mereka. "Megantara ingin mendapatkan pasangan yang bukan sekedar pasangan untuknya saja. Tapi untuk ibu bagi Sivia," Nyonya Ardiawanlah yang menjawab. "Memangnya gadis seperti apa yang menjadi kriteria? Starla selalu ribut karena tidak bisa menarik perhatian Megantara," ibu Starla semakin penasaran. "Bisa membuatku dan Sivia jatuh cinta," Megantara. Seorang lelaki yang tidak pernah berkata tentang cinta. Malam ini menyebut kata itu dan didengar banyak orang. Semua mata tertuju padanya. "Aku bukanlah orang yang sempurna dan mungkin masalaluku bersama ibu Sivia juga tak sempurna. Jadi aku tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. Aku ingin menemukan wanita yang membuatku yakin aku bisa mencintainya. Dan membuatku yakin Sivia
"Jika kau terlalu lama memelukku, apakah kau tidak takut kesulitan melepaskannya?" tanya Nalini. Megantara menghirup dalam-dalam aroma tubuh Nalini sambil menggeleng. "Anehnya aku tidak takut. Aku juga tidak tau ternyata rasanya senyaman ini. Aku menyesal karena baru menyadarinya."Nalini melepas secara paksa pelukan Megantara, "Maksudmu kau menyesal baru mencoba memiliki hubungan dengan wanita lagi? Jika sedari dulu kau sudah mencoba? Kau akan memilih wanita lain karena belum pernah bertemu denganku?" "Tentu saja tidak, aku menyesal karena Tuhan tidak mempertemukan kita sejak dulu. Bahkan aku berharap Tuhan mempertemukan kita sebelum aku menikah," Megantara mengusap pipi Nalini dengan jarinya. "Jika begitu kau tentu tidak bisa memiliki Sivia di hidupmu, bersyukur saja dengan yang Tuhan sudah takdirkan untukmu," Nalini menasehati."Ya. Aku harus bersyukur karena aku memiliki kalian, kau dan Sivia," Megantara tersenyum lebar. Senyuman itu terlihat indah di mata Nalini. "Apa pendapa
Ayah Nalini sudah masuk ke mobilnya. Dia melanjutkan perjalanan untuk rapat dengan kolega bisnisnya di sebuah gedung pertemuan. Dia sengaja singgah di restoran Mega Hotel setelah mengetahui dari mata-mata yang bekerja padanya bahwa Nalini bekerja sebagai koki di sana.Hanya dengan mencicipi satu menu saja, Ayah Nalini sudah tau bahwa itu masakan Nalini. Ego sang ayah membuatnya tak pernah mengakui jika masakan Nalini benar-benar memanjakan lidah dan sulit untuk dilupakan cita rasanya. Pikiran pria paruh baya itu menerawang jauh, selama ini dia merasa begitu bersalah. Kedua anaknya menderita dan tak bahagia karena kekangan darinya. Sedari dulu dia menganggap bahwa keputusan yang ia ambil adalah keputusan yang tepat bagi semuanya. Keputusan yang ia ambil adalah hal mutlak yang wajib dituruti oleh seluruh anggota keluarganya. Tapi apakah itu membawa kebahagiaan baginya? Ternyata sama sekali tidak. Keputusannya membuat anak sulungnya kabur dari rumah dan mengejar cita-citanya sendiri t
Nalini menatap ke arah Megantara dengan serius. Nalini lupa, pria di hadapannya begitu pemberani dan memiliki kekuasaan. Untuk bisa berhadapan dengan sang ayah pasti bukanlah hal sulit dan menakutkan. Namun dia tidak ingin memanfaatkan Megantara untuk menyelesaikan masalahnya. Seharusnya dia menyelesaikan masalahnya sendiri sebelum dia bisa benar-benar mencapai kebahagiaan yang sempurna bersama Megantara. "Tidak perlu. Aku ingin menyelesaikannya sendiri. Aku harus bisa," jawab Nalini setelah berpikir. "Kau jangan lupa, kekasihmu ini adalah Megantara. Aku ingin menjadi orang yang bisa kau andalkan," kata Megantara menyombongkan diri. "Aku tau dan tidak akan pernah lupa. Tapi untuk urusan ayahku, lebih baik aku menyelesaikannya sendiri," Nalini yakin dia bisa. Hanya saja dia masih membutuhkan waktu dan harus lebih bersabar."Baiklah, tapi melihat wajahmu yang muram seperti itu aku merasa aku bukanlah pria yang baik untukmu. Pria yang tak bisa membahagiakanmu karena tak bisa kau andal
Megantara terjatuh tepat di atas sofa. Jadi dia tidak merasa kesakitan. Nalini panik melihat sosok di pintu. "Ups.. tak perlu mendorongnya dengan terlalu keras, aku sudah menonton adegan kalian. Dan sudah mencapturenya dalam otakku," kata Niko dengan senyum jahilnya. Nalini masih kaku di tempatnya sedangkan Megantara membenarkan letak dasinya sambil memberengut kesal karena Nalini mendorongnya terlalu kencang. Adegan romantis mereka menjadi buyar."Megantara, kau belum mengatakan apa-apa padaku. Kau selalu hutang penjelasan," Niko beralih pada Megantara.Megantara menghela napas, "Kami sudah resmi menjadi sepasang kekasih. Tapi dia tidak mau oranglain tau. Tapi karena kau bukan orang lain maka tidak masalah jika kau tau."Nalini menunduk malu. Niko jadi berniat menggoda, "Banyak wanita di luar sana yang ingin mengaku memiliki hubungan spesial dengan pria itu. Mengapa kau yang jelas-jelas kekasihnya justru ingin menyembunyikannya?"Megantara mengangguk-angguk setuju dengan penuturan