Nalini menoleh ke arah Megantara. Terkejut dengan kalimat yang Megantara lontarkan. "Mengapa Anda mengatakan itu padaku? Aku rasa itu bukan urusanku," tanya Nalini heran. "Aku tidak ingin kau salah paham. Oh maksudku aku takut semua orang salah paham," jawab Megantara. "Tapi dia sepertinya sangat menyukai Anda. Apakah Anda tidak menyesal menolak perhatian dari gadis cantik sepertinya?" Nalini masih menanggapi dengan pertanyaan. "Cantik bukanlah kriteria utamaku, lagipula mengapa kau memaksa? Apakah menurutmu aku pantas bersanding dengannya?" Tanya Megantara iseng. "Seorang CEO hotel bersanding dengan gadis seperti Nona Starla tentu saja sangat cocok dan sepadan," jawab Nalini Megantara menatap Nalini, "Tapi tatapan matamu berkata lain.""Pak, maaf sebenarnya apa maksud Anda menggiring obrolan tentang hal ini denganku?" Nalini terlihat kesal. Meskipun dalam hatinya ada perasaan lega mengetahui hubungan Megantara dan Starla yang sebenarnya. "Apakah ini membuatmu tersinggung? Jang
Pagi ini Nalini seperti biasa, Nalini diharuskan untuk mengantarkan makanan milik Megantara. Tapi Nalini enggan untuk melakukannya sehingga meminta tolong pada pelayan untuk mengantarkan dan mengatakan pada Megantara bahwa dia tidak perlu khawatir, makanan yang dikirim tetaplah buatan Nalini. Nalini hanya sedang sibuk di dapur. Nalini menghembuskan nafasnya kasar. Dia tau bahwa dengan tidak mau bertemu dengan Megantara itu sama saja menghindar dari rasa malu dan kecewa tadi malam. Tapi mau bagaimana lagi, Nalini memang sengaja menghindar. Siang hari dan malam haripun sama. Nalini tidak mau mengantar sendiri hasil masakannya ke ruang Megantara. Megantara sampai kesal dan bingung sebenarnya alasan apa yang membuat Nalini tidak mau ke ruangannya. Apakah ada hubungannya dengan pertemuannya semalam? Lebih baik Megantara mengkroscek sendiri pada Nalini dengan menemuinya setelah pekerjaannya selesai. Dia merasa ada yang kurang jika seharian ini tak bertemu dengan Nalini. Megantara buru-bu
"Bukankah gadis ini koki di restoranmu? Sepertinya kita sudah sering dipertemukan secara tidak sengaja ya?" Tanya Starla. Sedikit sinis. Sikapnya memang seperti itu jika di hadapan orang yang belum kenal dekat. Tapi jika dengan kenalan dekat, dia akan bersikap manja dan bersikap layaknya dia seorang putri raja. Megantara mengangguk, "Bukan hanya Nalini, Pandu juga bekerja di hotelku," jawab Megantara sambil menunjuk Nalini dan Pandu secara bergantian. Megantara mengamati gerak gerik Nalini. Dia berharap Nalini merasa tak suka melihatnya berjalan bersama Starla seperti dirinya yang tidak suka melihat Nalini berjalan bersama Pandu. Nalini terlihat lebih sering mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tidak memandang ke arah Megantara. "Kalau begitu kami permisi untuk melanjutkan perjalanan kami pulang," Nalini mencoba tetap bersikap sopan. Nalini harap Megantara tidak bisa menyadari hawa panas yang sedang menyelimuti hatinya. Megantara ingin menahan Nalini, dia ingin berbicara empat ma
Megantara dan Nalini berpapasan di depan pintu lift yang masih tertutup. Pandangan mata mereka bertemu. Megantara merasa ini sebuah kesempatan emas karena dia dipertemukan dengan gadis itu. Sedangkan Nalini justru merasa gugup. Dari kemarin dia sudah berusaha menghindari Megantara. Tapi memang sudah takdirnya mereka dipertemukan terus menerus tanpa sengaja. Pintu lift terbuka. Nalini ragu untuk masuk. Dia ingin mengurungkan niatnya dan lebih baik tidak masuk bersamaan dengan Megantara. "Masuklah," perintah Megantara dengan suara beratnya. Nalini mematung. Megantara sudah berkata seperti itu. Itu tandanya dia tidak bisa kabur. Mau tak mau dia melangkahkan kaki dengan berat untuk masuk ke dalam lift. Dan Megantara juga ikut masuk setelahnya. Megantara buru-buru menutup pintu lift sebelum ada orang yang berniat ikut masuk. Sehingga kini hanya Nalini dan Megantara yang ada di lift. Megantara tak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk berbicara dengan Nalini, "Dari kemarin kau menghindari
Jantung Nalini rasanya mau copot. Sentuhan bibir Megantara ke bibirnya membuat efek sangat dahsyat pada Nalini. Wajah Nalini memerah. Nafasnya juga tak beraturan. Ditambah mendengar kalimat yang baru saja keluar dari mulut Megantara semakin membuat Nalini melayang-layang. Tulang di kakinya seperti menjadi kenyal dan sulit untuk menopang tubuhnya. Nalini hampir saja terjatuh jika Megantara tak menangkapnya. "Apakah pelukanku dan ciumanku masih kurang?" Tanya Megantara sambil mengedipkan sebelah matanya. Beberapa detik kemudian pintu lift terbuka. Nalini buru-buru melepaskan pelukannya. Dia takut ada yang melihat posenya di dalam lift. Untung tidak ada siapa-siapa di depan lift. Nalini keluar dengan terburu-buru diikuti Megantara. Mereka bersyukur selamat dari maut karena lift bisa berjalan normal lagi. "Kau mau ikut ke ruanganku?" Tanya Megantara. Nalini mengerutkan alisnya tak paham tapi setelah itu tersadar bahwa dia turun di lantai ruangan Megantara. Sedangkan rooftop ada satu lan
Nalini menatap ke dalam mata Megantara. Dia merasa di dalam tatapan itu hanya ada kejujuran dan kesungguhan. Nalini juga tak menyangka dengan cerita latar belakang percintaan Megantara dan mendiang istrinya begitu pelik. Ingin rasanya Nalini langsung menghambur ke pelukan Megantara karena diapun juga memiliki perasaan yang sama. Tapi apakah dia akan semakin bersikap egois? Pria itu belum tau betul mengenai asal usulnya. Hubungan Nalini dengan keluarganya yang belum juga membaik. Megantara belum tau bahwa Nalini adalah gadis pembangkang yang mementingkan egonya dan mengorbankan oranglain. "Kau, belum mengenalku dengan baik. Kau akan berhenti menyukaiku jika kau mengenalku lebih dalam," Nalini memberikan peringatan. "Mengapa kau berkata seperti itu?""Aku kabur dari rumah karena tidak ingin menuruti keinginan ayahku untuk kuliah di jurusan bisnis. Aku masih tetap pada pendirianku untuk meraih cita-citaku sebagai seorang koki. Aku adalah gadis yang egois. Dan hubunganku dengan keluarg
"Anak-anak. Hari ini kita akan membuat pancake. Siapa disini yang suka memakan pancake untuk sarapan?" Tanya Nalini pada para siswi TK di kelas. "Sayaaaaa..." seru beberapa siswa sambil tak lupa mengacungkan jarinya dengan semangat. "Adakah yang bisa membuatnya sendiri? Atau hanya tinggal memakannya saja?" tanya Nalini lagi. "Tinggal makan," jawab sebagian besar anak. Nalini terkekeh. "Lalu toping apa yang kalian suka untuk di tambahkan ke atas pancake yang sudah matang?" Nalinipun bersemangat."Coklat. . . Stroberi. . . Gula halus. . . Madu. . . Keju. . .," jawab para siswa berbarengan."Waw. Sangat beragam sekali ya. Hari ini Bu Nalini sudah menyiapkan bahan-bahan yang bisa kita gunakan untuk membuat pancake. Lalu sudah ada beberapa bahan juga yang bisa kita gunakan sebagai toping. Pesan bu Nalini, karena hari ini kita memasak menggunakan kompor, maka kalian harus tetap berhati-hati. Mengerti?" "Yaaaaaaa.. Chef," jawab anak-anak layaknya seorang chef. "Apakah kalian sudah siap
Megantara, Nalini dan Sivia berjalan bertiga menuju mobil. Aktivitas makan bersama dan bermain telah usai. Sivia sudah mulai mengantuk dan harus tidur siang. Megantarapun harus kembali ke hotel. "Kau senang hari ini?" Tanya Megantara pada sang anak. Sivia mengangguk bersemangat, "Andaikan saja bu Nalini ikut pulang ke rumah bersama kita. Aku pasti akan lebih lebih lebih senang lagi."Nalini merasa gemas dengan nada bicara si gadis kecil yang salah satu tangannya ia genggam itu. "Kau harus sering-sering membujuk bu Nalini kalau keinginanmu ingin terwujud," titah sang ayah. "Apakah ayah menyetujuinya?" Tanya Sivia dengan wajah berbinar. "Itu tergantung Bu Nalini," jawab sang ayah. "Oke. Aku akan berjuang lebih keras lagi," kata Sivia bersemangat. Nalini tidak ikut berkomentar namun dia tersenyum. Bahagia rasanya bisa tertawa bersama dengan dua orang di hadapannya itu. Megantara dan Sivia, membawa warna baru di kehidupannya yang sudah lama sepi. Tanpa mereka sadari saat mereka sed