"Mas Pandu, kau barusan melihat sendiri kan? Gadis centil tadi berbicara tentang pernikahan. Apakah pak Megantara akan menikah dengan gadis itu? Apa secepat itu dia melupakan Nalini?" Noni memberondong Pandu dengan beberapa kalimat dengan nada menggebu-gebu. "Jangan pikirkan soal pernikahan. Yang penting kita sudah tau bahwa Nalini berada di Jogja," kata Pandu. "Kita perlu kesana dan mencarinya, Mas. Dia harus tau bahwa Pak Megantara akan menikah. Ah. Aku sangat kesal sekali. Apa yang akan dilakukan Nalini kalau dia tau?" Noni terlihat gelisah. "Kalau kau takut Nalini terluka, lebih baik jangan memberitahunya. Biarkan dia dengan kehidupan yang baru. Tidak perlu mengusik hidupnya lagi," jawab Pandu. "Tidak bisa begitu. Dia harus tau. Ini masalah hidupnya. Memangnya dia tidak akan menyesal jika pernikahan itu benar-benar terjadi?" Kata Noni sambil menggebu-gebu. "Memangnya kau yakin Nalini masih memiliki perasaan pada pak Megantara?" tanya Pandu. "Tentu saja. Aku sangat yakin itu.
"Siapa yang masuk rumah sakit?" tanya Starla penasaran saat Megantara memutuskan sambungan teleponnya dan terlihat panik."Ayah mertuaku, maksudku ayah Nalita dan Nalini," jawab Megantara.Starla memberengut karena dia yakin setelah ini pria di hadapannya itu akan langsung pergi meninggalkannya demi menuju orang yang masih ia anggap sebagai ayah mertuanya. "Maafkan aku tapi aku harus segera kesana. Kau bisa pulang sendiri kan?" kata maaf yang keluar dari mulut Megantara tentu saja membuat luluh hati Starla. Dia tidak akan mempermasalahkan hal sepele semacam ini. "Baiklah. Aku tidak apa-apa. Semoga ayah mertuamu baik-baik saja," kata Starla. Megantara tak menjawab namun hanya mengangguk dan segera berjalan meninggalkan Starla. Megantara melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ibu mertuanya menelpon sambil menangis dan mengatakan bahwa ayah mertua dilarikan ke rumah sakit karena terkena serangan jantung. Tiga puluh menit kemudian Megantara sudah sampai di rumah sakit tempat ayah
Megantara mengangguk. Tapi dia tidak nampak bahagia. Ibu mertuanya bisa merasakan itu. "Seharusnya calon pengantin bisa tersenyum senang dan bahagia kan? Kau tidak perlu merasa tidak enak padaku. Meskipun di suasana seperti saat ini, mendengar kabar bahagia harus dengan bahagia juga," kata Ibu Mertua sambil tersenyum. Megantara ikut tersenyum. Senyum ibu mertuanya sangat mirip dengan senyum Nalini. Mengapa dia baru menyadari ini sekarang. "Untuk urusan pernikahanku aku akan menceritakannya lain kali. Sekarang aku akan memesan tiket pesawat untuk menjemput Nalini. Aku tidak memiliki nomor kontaknya yang baru," Megantara mengotak atik ponselnya. ***Kini secepat kilat Megantara sudah berada di depan restoran tempat Nalini bekerja. Tapi, dia tidak bisa masuk karena sudah tutup. Ini memang sudah larut malam. Dia terburu-buru dan memesan tiket pesawat tanpa memperkirakan pukul berapa dia akan sampai. Kini yang bisa dia lakukan adalah menginap di sebuah hotel. Besok pagi dia akan menem
"Terima kasih sudah menjemputku meskipun jauh. Aku tidak akan melupakan kebaikanmu," kata Nalini saat mereka sudah turun dari pesawat. "Kau mau kemana?" tanya Megantara saat Nalini sudah berjalan menjauhinya. "Aku mau ke rumah sakit," jawabnya. "Ikutlah denganku. Aku akan mengantarmu," kata Megantara sambil menunjuk tempat parkir. Megantara memang memarkirkan mobilnya sejak sebelum berangkat ke Jogja. Nalini berpikir sejenak. Dia ingin menolak karena berlama-lama bersama Megantara membuat hatinya galau lagi. "Aku harus mengantarkanmu sampai ke hadapan ibu," kata Megantara. Tidak boleh ada penolakan. Nalini menunduk, mau tak mau dia harus menurut. Lagi-lagi sifat bos yang dimiliki Megantara muncul. Nalini ingat betul sifat ini Megantara tunjukkan saat mereka baru saja mengenal. Saat berpacaran, Megantara berubah lemah lembut dan kini dia kembali ke setelan awal. "Apa yang kau pikirkan, ayo," kata Megantara saat Nalini masih saja berdiam diri, tak mengikuti langkahnya. Nalini te
Nalini menghentikan langkahnya saat dirinya berpapasan dengan Megantara dan Starla. "Kau ada disini? Aku pikir kau sudah hidup di tempat yang jauh dan tidak akan kembali," sapa Starla dengan wajah penuh kepura-puraannya. Starla sebetulnya tau jika Megantaralah yang telah membawa Nalini pulang ke Jakarta. Dia menyewa seseorang untuk memata-matai Megantara selama masa sebelum pernikahan mereka. Starla sengaja mengajak Megantara untuk memeriksakan kandungannya ke dokter spesialis kandungan di rumah sakit tempat dimana ayah Nalini dirawat. Kebetulan dokter spesialis itu adalah kenalannya, jadi dengan liciknya dia meminta dokter untuk memberikan keterangan palsu kepada Megantara mengenai usia kandungannya.Dan keberuntungan sepertinya selalu berada di pihak Starla. Mereka benar-benar dipertemukan. Nalini tak menjawab. Dia hanya terdiam dan mengamati tangan Starla yang masih saja bergelayut manja dengan Megantara dan Megantara tak menepis itu. Megantarapun hanya berdiri diam sambil menat
Bobby memasuki rumah sakit lagi setelah memastikan Starla dan Megantara pergi menggunakan mobil. Dia menuju ruangan dimana menjadi tempat Starla dan Megantara periksa tadi. Tertulis bahwa disana adalah poli obgyn. Bobby mengenal seorang dokter yang berpraktek di ruangan itu. "Maaf, Pak. Anda tidak bisa masuk sembarangan. Apakah Anda akan memeriksakan istri Anda yang sedang hamil?" tanya seorang perawat. "Aku ingin bertemu dengan dokter Andre," kata Bobby langsung pada intinya. "Maaf, dokter Andre sedang memeriksa banyak pasien. Anda sudah membuat janji dengan beliau?""Belum," Bobby menggeleng. "Kalau Anda berkenan, Anda bisa menunggu karena tinggal tersisa dua pasien lagi untuk siang ini," jawab perawat dengan sopan. "Baiklah. Aku akan menunggu,"Bobby menunggu dengan sabar sampai akhirnya empat puluh menit kemudian, sang dokter keluar dari ruangan. "Ndre," panggil Bobby. "Eh, Bobby. Sedang apa kau ada disini?" "Aku ingin berbicara denganmu," kata Bobby sambil menyeret dengan
Starla berjalan mundur beberapa langkah dari Megantara. Dia mengangguk paham, "Ternyata kau belum bisa membuka hatimu untukku. Apakah kau masih mencintai Nalini?"Megantara tak bisa menjawab. Dia juga bimbang dengan perasaannya. Cinta dan benci memiliki perbedaan yang sangat tipis baginya. "Gadis itu sudah jelas-jelas meninggalkanmu. Apakah kau tidak merasa bahwa harga dirimu sudah diinjak-injak olehnya?""Beri aku waktu. Akupun tidak tau akan mudah mana, melupakannya atau belajar mencintaimu," kata Megantara. Karena jika mencintai Starla adalah hal yang mudah, sejak dulu Megantara sudah bisa melakukannya. Bahkan bisa sebelum dia menikah dengan Nalita. "Apa sesulit itu membuka hatimu padaku? Sebentar lagi kita akan memiliki seorang anak," tanya Starla dengan mata berkaca-kaca."Kau tau betul bagaimana nasib istriku sebelumnya. Dia tak pernah ku cintai meskipun dia sudah berjuang meregang nyawa saat melahirkan darah dagingku. Posisimu masih jauh lebih baik karena aku tidak pernah mem
"Akhirnya ayah diperbolehkan pulang," kata Nalini sambil memeluk lengan ayahnya. Mereka berdua sedang berjalan perlahan memasuki rumah setelah lebih dari satu minggu ayah di rawat di rumah sakit. "Selamat datang kembali di rumah, Tuan," tanya para pelayan yang berkumpul di ruang tamu rumah besar milik keluarga Nalini. Ayah Nalini tersenyum melihat semua berkumpul, "Aneh sekali. Mengapa kalian repot-repot menyambutku. Aku baru saja dari rumah sakit. Bukan memenangkan penghargaan.""Kalian terlihat gembira dan bersemangat sekali?" Ibu Nalinipun ikut heran. "Ini semua berkat kehadiran Nona Nalini. Dia memberikan keceriaan dan aura positif pagi para asisten rumah tangga di sini," kata salah satu asisten rumah tangga yang kebetulan paling senior. Dia sudah bekerja di keluarga itu sejak Nalini dan mendiang Nalita masih sangat kecil. Sang ayah merangkul pundak anaknya dengan lembut, "Seharusnya ayah yang membuat acara penyambutan untukmu."Nalini menggeleng, "Dengan kondisi ayah yang ber
Nalini menunggu penjelasan dari Megantara dengan terus menatap pria itu. "Apakah kau ingat bahwa saat kita masih kecil kita pernah bertemu? Di acara ulang tahun perusahaan ayahku. Kau datang bersama ayahmu," kata Megantara. Nalini mencoba mengingat. "Kau menolongku yang sedang dirundung oleh beberapa teman seusiaku. Gadis kecil pemberani," Megantara memberikan petunjuk. Nalini mengingat sesuatu."Tunggu dulu, apakah kau laki-laki gembul berkacamata?" tanyanya saat mengingat kejadian beberapa tahun silam. Megantara mengangguk. "Kau menjatuhkan jepit rambut ini. Sepertinya begitu khusus dibuatkan oleh seseorang untukmu," kata Megantara. "Ya. Ini pemberian ibuku. Ibuku membuatkan milikku dengan inisial NN dan milik Nalita dengan NT. Aku menangis semalaman karena kehilangan jepit rambut ini. Tapi mengapa kau masih menyimpannya sampai sekarang? Ini sudah sangat lama.Megantara tersenyum menatap jepit rambut itu. "Seperti di film-film. Aku jatuh cinta dengan gadis pemilik jepit rambut i
"Mengapa kau memintaku yang membebaskanmu?" tanya Megantara mendengar penuturan Nalini dengan raut wajah serius. "Karena hanya kau yang bisa. Aku sadar, yang selama ini paling terluka adalah kau, maafkan aku," kata Nalini tulus. Megantara tersenyum miris. Dia memasukkan kedua tangannya di dalam saku celananya. "Aku sudah mencoba memilih untuk pergi agar kau tidak semakin terluka. Tapi ternyata caraku salah. Tuhan tidak merestui itu karena pada akhirnya kau bisa kembali menemukanku. Saat ini aku tau, kau membawaku dan menempatkanku disampingmy semata-mata agar aku bisa menebus kesalahanku. Kau sengaja bersikap dingin, acuh, seolah tak peduli padaku," Nalini berkata panjang lebar lalu menunggu respon dari Megantara yang masih saja diam. "Lalu kau menerima sikapku?" Megantara justru balik bertanya. "Tidak masalah jika kau bersikap seperti itu karena rasa kecewamu yang begitu mendalam. Tapi sampai kapan? Aku memang egois, tapi tidak bisakah aku berharap bahwa takdir memberikanku kese
Megantara menoleh ke arah pria yang kini berdiri di sampingnya. "Rupanya Anda punya rasa percaya diri yang tinggi. Bisa memuji seorang wanita di hadapan suaminya," kata Megantara sarkas. "Sama seperti Anda. Anda juga sangat percaya diri karena Anda berani memasuki ruangan yang hanya pegawai saja yang boleh masuk meskipun Anda sudah membooking seluruh restoran," balas Haris tak kalah sarkas. Nalini sudah menyelesaikan pekerjaannya dan juga sudah meminta pelayan untuk menyajikan menu makan siang pada para tamu yang sudah datang. Nalini melirik ke arah pintu dan melihat dua pria tinggi dan tampan berdiri di sana. Nalini lantas menghampiri mereka. "Bagaimana bisa kau masuk kesini?" tanya Nalini pada Megantara. "Tentu saja menemuimu. Aku ingin mengenalkanmu pada rekan bisnisku," seulas senyum terbit di wajah Megantara. Membuat Nalini justru mengerutkan alisnya. Hal yang tak disangka juga Megantara lakukan. Memeluk pinggang Nalini di hadapan Haris. Seolah menunjukkan hak milik bahwa N
Megantara mengancingkan kerah kemejanya sambil menatap dirinya di pantulan kaca. Sesekali dia melirik Nalini yang juga masuk ke dalam pantulan kaca di belakangnya. Masih terlelap tidur di bergelung selimut. Tadi malam sesampainya di hotel mereka tidak banyak berkomunikasi. Saling diam dengan aktivitasnya masing-masing sampai pada akhirnya Nalini sudah tertidur lebih dulu disaat Megantara sedang berada di depan laptopnya. Mempersiapkan bahan yang harus dibahas untuk rapat hari ini. Sepertinya Nalini begitu lelah sampai saat Megantara sudah siap berangkatpun dia belum juga terbangun. Setelah selesai memakai jasnya, dia berjalan mendekat ke arah tempat tidur. Menuliskan di secarik kertas yang berada di nakas lalu pergi meninggalkan Nalini tanpa berniat membangunkan. Tiga puluh menit kemudian Nalini terbangun dengan sendirinya. Dia mengedarkan penglihatannya di sekeliling ruangan dan sepi. Tidak ada pria tampan yang merupakan suaminya. Nalini melihat jam yang tertata di nakas dan melo
Megantara mengatur nafasnya. Berada di dekat Nalini membuat detak jantungnya tak beraturan. Apalagi semenjak menikah, Nalini terlihat lebih cantik di matanya. Sulit rasanya untuk mengelak. Tapi dia harus ingat misi balas dendamnya saat menikahi Nalini. Membiarkan Nalini tetap di sampingnya. Tapi tidak dengan memberikan cintanya. Baru berapa hari namun rencananya terancam gagal jika dia tak bisa mempertahankan egonya dan juga luluh dengan Nalini.Megantara membasuh wajahnya dengan air keran. Menatap pantulan dirinya di kaca. Megantara merutuki kebodohannya sendiri. Dia harus mengembalikan akal sehatnya lalu memperingatkan dirinya untuk menjaga jarak dari Nalini. Mungkin itu yang harus ia lakukan agar bisa mempertahankan pendiriannya. Megantara membuka pintu kamar mandi dan keluar. Nalini sedang duduk di atas tempat tidur sambil menatap ke arah kamar mandi. Menunggu suaminya muncul. "Untuk apa kau melihat kesini. Tidurlah. Sudah malam," perintah Megantara. "Aku menunggumu. Kau terli
"Aku tidak tau harus mendefinisikan seperti apa tentang pernikahanku," jawab Megantara terhadap pertanyaan dari Niko. "Jujur saja, kau pasti bahagia karena bisa menikah dengan gadis yang kau cintai. Aku tidak bisa membayangkan jika saat itu kau jadi menikah dengan adikku. Akan jadi seperti apa kehidupanmu nantinya," kata Niko dengan senyum tulusnya dan menunduk di akhir kalimatnya karena malu. "Entahlah. Cinta? Aku tidak yakin apakah masih ada cinta dihatiku untuk gadis itu," Megantara mendesah. "Tapi kaupun juga tidak yakin apakah kau benar-benar membencinya atau tidak. Aku rasa ini tentang waktu, waktu yang akan berbicara," kata Niko. Megantara mengerutkan alis. Dia tau bahwa perkataan Niko ada benarnya. Megantara juga tak bisa terlalu yakin terhadap rasa benci dan marahnya pada Nalini. ***Megantara pulang larut. Semestinya di hari-hari awal pernikahannya, seorang suami tak akan meninggalkan pengantinnya hingga larut. Tapi Megantara seperti sengaja. Sengaja menjaga jarak dari N
Niko berlari menuju ke kamar Starla saat mendengar Mona memanggil namanya dengan berteriak. Starla tergeletak tak berdaya di lantai. Di sekelilingnya ada obat yang bertaburan tak beraturan. Mona menduga bahwa Starla sengaja mengkonsumsi obat secara berlebihan karena ingin mengakhiri hidupnya. Impiannya untuk menikah dengan orang yang ia cintai pupus. Lalu ia justru dihamili oleh pria lain. Niko menggendong Starla lalu berlari membawa adiknya itu ke mobil. Ibu Starla hanya bisa merapalkan doa. Semoga tidak terjadi hal buruk pada anaknya dan calon cucunya. Dia ikut masuk ke dalam mobil bersama Niko dan juga Mona. Starla segera mendapat pertolongan medis sesampainya di rumah sakit, beruntunglah Starla karena belum terlambat untuk menyelamatkan nyawanya dan juga bayi yang ada di dalam kandungannya. "Harusnya aku mati saja," keluh Starla saat dia sudah dipindahkan ke ruang rawat inap dan sudah sadarkan diri. Niko tertawa mencemooh, "Kau pikir dengan bunuh diri urusannya akan selesai?
Nalini merasa bingung bagaimana cara menjawab pertanyaan mertuanya. Dia memang tidak terbiasa memanggil Megantara dengan namanya saja atau sebutan lain. Selalu dengan sebutan Pak. Dulu saat masih berpacaranpun dia kesulitan dan tidak biasa memanggil dengan sebutan tidak formal. Sivia terkekeh melihat ekspresi Nalini. Megantara tak menolong sama sekali. Dia sedang berkutat pada makanannya yang sebetulnya sama sekali tidak penting karena tidak ada rasanya bagi lidah pria itu. "Kau bisa memanggilnya dengan sebutan kak, mas, atau sayang," ujar ibu mertuanya. "Maaf, aku belum terbiasa," jawab Nalini sambil menggeleng pelan. "Tara, menurutmu istrimu harus memanggilmu dengan sebutan apa? Ajarilah dia," goda sang ayah. Megantara terlihat berpikir lalu menatap Nalini dengan tatapan yang sulit diartikan. Nalini paling tidak bisa ditatap dengan intens seperti itu jadi dia menunduk. "Aku terserah saja, pilihan ketiga juga tidak buruk," jawab Megantara dengan nada datar. Nalini buru-buru me
Nalini baru saja selesai membersihkan dirinya. Badannya sangat lelah karena seharian berdiri menjadi ratu sehari. Dia berjalan ke arah tempat tidur dan mendapati Megantara sudah tertidur. Dia menatap Megantara agak lama. Pria itu, pria yang kini menjadi suaminya. Akan jadi seperti apa hubungan mereka kedepannya. Nalini tiba-tiba takut, berada di sampingnya dalam kondisi tak dicintai namun dibenci pasti akan sangat sulit. Tapi mau bagaimana lagi. Dia harus menjalaninya. Takdir menuntunnya untuk bisa pasrah dan menerima. Nalini berjalan ke arah kasur. Membaringkan tubuhnya di samping Megantara. Memiringkan tubuhnya membelakangi Megantara lalu menarik selimutnya sampai menutupi sebagian wajahnya. Itu yang bisa ia lakukan sekarang karena Nalini sangat membutuhkan tidur nyenyak. Keesokan harinya, Megantara terbangun lebih dahulu dan melihat Nalini masih tertidur pulas di sampingnya. Kini giliran Megantara yang menatap lekat wajah gadis polos yang kini menjadi istrinya. Tersirat rasa lela