Bu Nunik dan Rusdi terkejut saat melihat 4 orang polisi itu tengah berada di hadapan mereka. Kecuali Lulu, ia terus meracau tidak jelas. Bu Nunik dan Rusdi tidak sadar, jika apa yang dilakukan mereka tadi, justru mendatangkan ancaman bagi mereka. Mereka berdua tidak sadar jika mereka telah menggali kuburan mereka sendiri."Selamat sore, Bu Nunik dan Pak Rusdi," sapa salah satu polisi."Sore, ini ada apa, ya? Ada keperluan apa Bapak-bapak polisi ke sini?" tanya bu Nunik merasa bingung."Kami ditugaskan untuk menangkap kalian, karena terbukti telah mencoba melakukan aksi pembunuhan terhadap saudari Tiana dan saudara Beri. Ini surat penangkapannya," jawab pak polisi, kemudian menyerahkan sebuah kertas kepada Rusdi.Rusdi menelan saliva susah payah saat membaca surat penangkapan itu. Rusdi juga tidak menyangka, ternyata dibalik hilangnya Beri, adalah ulah bu Nunik. Sungguh, keluarga itu penuh misteri. Tidak semua rencana, mereka tahu satu sama lain."I-ibu membunuh Beri?" tanya Rusdi.Waj
Sore telah berganti malam, di kediaman Saga, tampak anak-anak tengah asyik bermain dengan banyaknya boneka di ruang tamu. Keduanya tampak gembira dengan diselingi canda dan tawa.Sementara Ratri dan Saga, mereka tengah duduk berdua di ruang keluarga, sambil menyaksikan acara televisi.Tok! Tok! Tok!Dari pintu utama, terdengar suara ketukan yang membuat anak-anak berlari hendak membuka pintu yang belum dikunci itu.Ceklek!Pintu pun terbuka lebar, membuat mata Cherly membelalak dengan mulut yang terbuka."Mama!" seru Cherly, ketika Tiana berdiri di hadapannya."Iya, Sayang, ini Mama. Mama datang untuk kamu, Nak!" sahut Tiana, matanya mulai berkaca-kaca.Rindu yang selama ini terpendam, pecah ketika Cherly berhambur memeluk Tiana."Mama, Mama ke mana saja? Aku kangen sama Mama. Aku ... Aku kira Mama sudah tidak sayang lagi sama aku. Kenapa Mama pergi sangat lama?" Cherly menumpahkan segala kerinduannya di dalam pelukan Tiana."Maafkan Mama, Sayang," ucap Tiana, ia mengecup pucuk kepala
"Ratri, Saga, pecat dan usir Rumiah sekarang juga!" seru Tiana, dengan sorot mata yang tiba-tiba menajam.Ratri dan Saga seketika terkejut atas apa yang diucapkan Tiana barusan. Entah masalahnya apa, kenapa Tiana bisa berbicara seperti itu, menyuruh mereka untuk memecat dan mengusir Rumiah. Apakan Tiana mengenal wanita itu?"Maksud kamu apa, Tiana? Kenapa kamu harus memecat dan mengusir Rumiah? Apakah kamu mengenalnya?" tanya Ratri begitu penasaran.Tiana menghela nafas panjang, setelah itu kembali ia berbicara."Dia adalah ancaman bagi kalian!" ungkap Tiana begitu yakin.Pyar!Orang-orang yang berada di ruang tamu seketika menoleh ke arah Rumiah yang tidak sengaja memecahkan gelas berisi air dari atas nampan.Rumiah tergugup seraya memunguti pecahan gelas yang berserakan di atas lantai."Saya minta maaf, Pak Bu. Saya tidak sengaja," ucap Rumiah.Tiana menatap tajam ke arah Rumiah. Tampak kilat kebencian yang terpancar di mata Tiana."Kalian harus segera mengusir wanita licik itu!" tu
Setahun kemudian"Iya, Tante ... Aku senang sekali dengan rencana Tante. Aku harap, semua rencana Tante akan berhasil dan tanpa menimbulkan masalah besar. Aku cinta sama anak Tante, dan berjanji akan menjadi istri yang baik untuknya."Di dalam kamar yang berukuran kecil, Rumiah tampak bahagia tengah mengobrol dengan seseorang di balik telepon.Tok! Tok! Tok!Rumiah menoleh ke arah pintu. Lekas ia segera mengakhiri panggilan telepon itu."Tante, sudah dulu, ya! Itu bu Ratri sedang menungguku di luar. Iya, aku tunggu kedatangan Tante." Setelah telepon diakhiri, bergegas Rumiah segera membuka pintu, yang tidak tertutup rapat itu. Sehingga ia bisa melihat Ratri yang tengah berdiri di luar kamarnya."Iya, Bu. Ibu perlu sesuatu?" tanya Rumiah."Kamu habis teleponan sama siapa? Aku cuma mau minta tolong sama kamu, tolong masak yang banyak. Soalnya sebentar lagi mertua saya mau datang ke sini," imbuh Ratri.Rumiah lantas mengangguk mendengar perintah Ratri."Baik, Bu. Barusan saya sedang tele
Ratri terbelalak atas sikap mertuanya itu. Bukankah bu Wulan sempat bilang, bahwa ia sedang flu?"Kabar aku baik, Tante. Tante sendiri apa kabar?" tanya balik Rumiah.Ratri berdiri dengan masih menatap mereka berdua. Saga pun sama terkejutnya atas sikap keduanya itu."Hei, kenapa kamu panggil Mama saya Tante!" seru Saga.Rumiah menoleh dengan raut wajah gelagapan."Memangnya kenapa? Siapa pun boleh memanggil Mama dengan sebutan Tante. Kecuali kamu, kamu itu anakku," timpal bu Wulan.Ratri menggelengkan kepala, membuang jauh-jauh pikiran buruk yang ada di benaknya."Em ... Rumiah, tadi kan kamu bilang, kalau sekarang kamu mau menemui calon mertua dan calon suami kamu. Ya sudah, nggak apa-apa kalau kamu mau pergi sekarang. Pasti mereka sedang menunggu kamu," ujar Ratri."Sebentar, Ratri. Mama masih membutuhkan Rumiah. Em ... Rumiah, bisakah nanti kamu pijitin saya. Kaki saya pegal-pegal, sudah lama juga saya tidak diurut," imbuh bu Wulan.Rumiah mengangguk, ia menyetujui permintaan bu W
Ratri menangis di dalam kamarnya. Tak menyangka, jika mertuanya yang selama ini ia bangga-banggakan, ternyata tega menyakiti hatinya. Hanya karena Ratri belum kunjung hamil, mertuanya memaksa suaminya untuk menikah lagi dengan wanita lain. Dan lebih parahnya lagi, wanita itu tak lain adalah pembantunya sendiri.Sore hari pun tiba, bu Wulan dan pak Bima telah pulang dari rumah Saga.Ceklek!Pintu kamar terbuka, menampakkan wajah tampan Saga yang menyembul dari luar.Gegas Saga segera menghampiri Ratri yang tertidur membelakangi pintu. Terdengar suara isak tangis yang menyayat hati dari bibir Ratri.Sepasang tangan kekar segera melingkar di pinggang Ratri. Membuat wanita itu dengan cepat menyeka air matanya dengan kasar."Sayang," panggil Saga. Ia mendaratkan kecupan di pucuk kepala Ratri.Ratri bangkit dan duduk seraya menatap lurus ke arah jendela."Kamu jangan menangis, kita harus mempertahankan rumah tangga kita. Bila perlu, aku akan usir Rumiah sekarang juga," imbuh Saga.Ratri men
Malam itu, Ratri kembali meratapi nasibnya yang hendak dimadu paksa. Ia menatap lurus ke arah jendela. Entah dosa apa yang telah ia perbuat di masa lalu, sehingga membuat hidupnya sesakit ini. Dunia begitu kejam untuknya.Saga masuk ke dalam kamar, menatap Ratri yeng tengah terdiam sambil sesekali menyeka air matanya.Tangan kekar itu melingkar, memeluk Ratri dari belakang. Ratri mengusap lengan Saga dengan lembut.Dengan senyum yang dipaksakan, Ratri menoleh ke arah Saga."Aku tidak apa-apa kok, kamu jangan khawatir," imbuh Ratri berusaha terlihat baik-baik saja di hadapan Saga.Saga memegang kedua bahu Ratri, lantas menatapnya dalam."Kenapa kamu mengijinkan aku menikah lagi dengan Rumiah? Bukankah kita telah berjanji, apa pun masalah kecil atau besar yang akan kita hadapi, selamanya kita akan bersama, aku dan kamu. Aku tidak suka dengan perjodohan yang dipaksa ini. Kamu tahu? Sakit hati aku setelah mendengar kamu menyetujui keinginan mama. Aku tahu, kamu sangat menyayangi mama. Tap
"Ibu, sebenarnya kita mau ke mana?" tanya Gina pagi itu.Pagi itu Ratri terbangun di dalam kamar hotel kecil bersama Gina. Ratri segera bersiap untuk kembali melanjutkan perjalannya mencari tempat tinggal baru yang pastinya jauh dari Saga dan keluarganya."Kita mau pergi, Sayang. Kita berdua akan memulai hidup baru di tempat yang baru. Teman baru, suasana baru sekolah baru, dan semuanya serba baru. Gina mau, kan?" tanya Ratri.Gina terdiam, ekspresi yang dipancarkan anak itu seakan berat meninggalkan kota tempat kelahirannya itu."Tapi ... Bagaimana dengan ayah Saga? Kenapa Ibu nggak ngajak ayah Saga juga? Pasti Ayah Saga nyariin kita, Bu," jawab Gina.Ratri membuang muka, ia menghembuskan nafasnya kasar."Sebaiknya Gina mandi dulu, ya! Setelah ini kita sarapan terus berangkat," ujar Ratri.Gina mengangguk menuruti, ia kemudian bergegas masuk ke dalam kamar mandi.Suasana pagi itu tampak begitu ramai. Jam-jam di mana orang-orang mulai beraktifitas. Lalu lintas terlihat macet, sehingga
Selain meninggalkan ponsel baru untuk Gina. Lena pun meninggalkan nomornya, supaya Gina menghubunginya.Gina kemudian menghubungi Lena untuk mengucapkan terima kasih. Lena begitu perhatian. Bersyukur ia memiliki ibu sambung sepertinya. Selain itu, Gina juga menanyakan kabar tentang orang tuanya. Belum begitu lama tinggal di kampung, Gina merasa sangat merindukan mereka. Entah sedang apa mereka, apakah mereka masih sibuk mencari Gina?Telepon pun tersambung, Lena segera mengangkatnya."Halo, Bunda. Bunda di mana sekarang? Maaf, tadi kata Nenek saat Bunda berkunjung, akunya nggak ada di rumah. Aku sedang ada urusan di luar. Oh iya, terima kasih banyak ya, Bun ponsel dan uangnya. Kebetulan sekali aku sangat membutuhkan ponsel ini," ucap Gina."Halo, Sayang. Iya tidak apa-apa. Bunda ada di jalan, sebentar lagi sampai di rumah," sahut Lena."Em ... Bunda, bagaimana kabar ayah? Terus ibu dan ayah Saga? Bunda juga apa kabar? Kangen aku sama kalian," imbuh Gina."Kabar ibu dan ayah Saga baik-
Beberapa saat kemudian, Farrel dan tim kepolisian kembali dengan tangan kosong. Rumiah telah lolos dari kejaran mereka. Sehingga membuat Rumiah ditetapkan menjadi DPO."Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Tapi, kami akan berusaha semaksimal mungkin, untuk mencari keberadaan saudari Rumiah." Polisi pun pamit dari rumah Farrel."Bagaimana ini? Keadaan ini belum aman jika Rumiah masih bebas berkeliaran. Bisa saja sewaktu-waktu, dia kembali mencari Ayah dan memaksa lagi untuk memberikan semua milik Ayah. Bahkan tak segan membuat Ayah menderita lagi." Farrel merasa khawatir.Mereka terdiam untuk beberapa saat. Namun, beberapa saat kemudian Gina mengutarakan pendapatnya."Em ... Bagaimana kalau Om Romi ikut kita ke kampung saja, Rel. Sekalian kita jelaskan kepada ibu kamu," imbuh Gina.Farrel menoleh ke arah ayahnya. Pak Reno pun ikut menimpali, "Ide yang bagus. Memang sebaiknya untuk sementara waktu, Ayah kamu harus kamu bawa dari rumah ini. Bahaya jika dibiarkan tinggal sendirian, seme
"Ya Tuhan, Gina!" teriak Rumiah, ketika Gina terbatuk dan menyemburkan air di dalam mulutnya pada berkas itu."Aduh, maaf-maaf. Aku tidak sengaja, biar aku bersihkan berkasnya," ucap Gina.Gina kemudian merebut berkas itu, lalu berusaha mengeringkannya menggunakan ujung kerudung yang dipakainya."Ya ... Sobek," ujar Gina.Rumiah melotot tajam, melihat apa yang dilakukan oleh Gina. Namun, pak Reno dan juga Farrel menahan tawa atas apa yang terjadi."Kamu, ya! Kamu apakan berkas ini? Kurang ajar kamu, Gina!"Rumiah melayangkan tamparan ke arah Gina. Namun, secepatnya Farrel menahan tangan Rumiah."Berani menampar dia, maka rekaman itu akan aku berikan ke polisi dan aku sebar luaskan." Farrel memberi ancaman.Rumiah menepis tangan Farrel, ia berbalik badan menghadap Farrel."Rekaman apa yang kamu maksud? Bukankah rekaman itu sudah aku hapus? Jangan main-main denganku, Farrel. Aku tidak bisa kamu kelabuhi. Aku bukan wanita bodoh seperti yang kamu pikirkan," cetus Rumiah.Farrel tertawa be
Rumiah membeliak, saat melihat kak Reno memperlihatkan rekaman kejahatannya barusan. Farrel, Gina dan pak Reno tersenyum puas atas bukti yang telah mereka dapatkan."Sialan kalian semua, ternyata kalian menjebakku. Aku tidak akan tinggal diam. Aku hanya menuntut hakku sebagai istri Romi. Tapi kalian, berani-beraninya merekamku tanpa sepengetahuanku," ujar Rumiah.Romi bangkit lalu berdiri, ia menimpali ucapan Rumiah, "Apa? Hak? Jelas-jelas aku sudah menjatuhkan talak terhadap kamu. Lagi pula, kita hanya menikah secara siri. Jadi, tidak ada hak untuk kamu menguasai apa yang aku punya.""Jelas aku punya hak, kamu hanya memberikan sebagian kecil uang dan perhiasan. Kamu jangan hanya mau enaknya saja, Romi!" sarkas Rumiah."Kamu tidak bisa bersyukur, Rumiah. Aku sudah menolongmu dari garis kemiskinan. Aku menikahi kamu, karena aku kira kamu baik. Tapi ternyata, kamu tidak lebih dari seekor ular. Beruntung aku hanya menikahi kamu secara siri. Kamu tidak ada bedanya dengan seorang penipu. K
Dua hari kemudian, Farrel bergegas membawa kembali ayahnya untuk pulang. Terpaksa ia dan Gina tidak pulang ke kampung, karena urusan bersama ayahnya sangat penting, demi menyelesaikan misinya.Sesampainya di rumah, Romi kembali dipakaikan baju yang terakhir kali ia pakai di rumah itu. Walau pun sudah tidak nyaman. Namun, demi mengelabuhi Rumiah, Romi harus memakainya lagi.Tidak hanya itu, Farrel juga sengaja menyimpan sedikit makanan mentah di atas lantai. Seolah-olah Romi telah memakan makanan itu demi bertahan hidup.Tepat pada siang hari, Farrel, Gina dan pak Reno kembali bersembunyi saat terdengar suara mobil masuk ke dalam halaman rumah. Namun, sebelumnya pak Reno telah menyimpan sebuah kamera tersembunyi di kamar itu, untuk merekam aksi kejahatan yang akan dilakukan Rumiah."Semoga rencana ini berhasil, ya Tuhan. Aku ingin melihat Ayah dan Ibu kembali bersama lagi seperti dulu, bahagia tanpa ada wanita jahat itu. Tuhan, tolong permudah jalan kami untuk mengungkap semuanya di ha
Romi menelan sedikit demi sedikit air kelapa itu. Walau pun sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan. Namun, ia masih bisa menelan cairan yang diberikan oleh pak Reno.Romi telah menghabiskan air kelapa itu satu botol. Pak Reno membiarkan Romi setelah meminum air itu, menunggu reaksi air kelapa yang baru saja masuk ke dalam tubuhnya.Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya Romi sedikit demi sedikit mulai bisa menggerakkan tangannya. Hal itu membuat Farrel senang."Ayah coba gerakkan kakinya," ujar Farrel.Walau pun belum pulih sepenuhnya, sedikit demi sedikit kaki Romi pun mulai bisa di gerakkan. Romi pun kembali bisa berbicara walau pun belum lancar sepenuhnya."Aku akan panggilkan dokter, Romi. Kamu butuh dokter untuk memeriksa keadaan kamu," ujar pak Reno."Em ... Pak, apa nggak sebaiknya kita bawa saja Ayah ke rumah sakit? Lagi pula, wanita itu sudah pergi," sahut Farrel memberi usul."Ya, kamu benar, Farrel. Ayok, kita bawa Ayah kamu ke rumah sakit. Saya akan siapkan mobil saya dulu
Semua tampak bingung atas permintaan Romi. Farrel, Gina dan pak Reno saling melempar pandang."Maksud Ayah?" tanya Farrel."Jangan pergi ke mana-mana, cukup kalian di sini dan tunggu sebentar lagi. Kalian pasti akan mengetahui semuanya," jawab Romi.Mereka semakin tidak mengerti dengan segala ucapan yang terlontar dari mulut Romi. Terutama Farrel, wajahnya menunjukkan seakan menuntut penjelasan dari sang ayah."Sebentar lagi kalian akan paham maksud Ayah. Kalian sebaiknya bersembunyi, jangan sampai menampakkan batang hidung kalian saat dia datang. Ayah akan jelaskan semuanya setelah dia pergi. Tapi, Ayah minta salah satu dari kalian, bawakan Ayah air kelapa sebanyak-banyaknya," pinta Romi.Setiap perkataan Romi, begitu banyak menyimpan teka-teki yang sulit untuk dipecahkan. Namun, mereka akan menuruti perkataan Romi, mereka akan menunggu dan bersembunyi."Biar saya saja yang akan memesan air kelapa. Saya akan menyuruh ART saya," imbuh pak Reno, yang kemudian menghubungi ART-nya.Dari
"Loh iya, ya!" sahut Gina, mereka mulai menyusuri arah bau bangkai yang mereka cium.Farrel mengajak Gina untuk pergi ke dapur. Sesampainya di sana, mereka melihat banyaknya makanan berceceran di lantai. Isi kulkas yang menyimpan bahan makanan mentah, semua sudah berada di lantai. Dan ternyata bau bangkai yang tercium berasal dari daging mentah yang telah dikerubuti lalat hijau dan belatung.Sontak membuat mereka berdua membekap hidungnya, tak tahan dengan bau yang sangat tidak enak dan menyengat itu."Farrel, aku mau muntah!" Gina berlari ke arah kamar mandi ART di dekat dapur.Gina menumpahkan semua isi perutnya. Isi perutnya yang terasa diaduk, hingga akhirnya semua sarapan yang ia santap tadi, terkuras habis."Farrel, jangan berlama-lama di sini. Aku takut muntah lagi," ujar Gina, sehingga matanya mengeluarkan banyak air.Farrel mengangguk, mereka menjauh dari dapur. Farrel kemudian mengajak Gina untuk menuju lantai atas, kamar ayahnya.Mereka mulai menaiki anak tangga. Rumah itu
"Loh iya, ya. Kenapa bisa pecah, ya? Mungkin ada orang iseng melempar batu kali, ya!" sahut Farrel, ia pun mengamati jendela itu."Rel, apakah kita langsung masuk saja? Tapi ... Apakah tante Rumiah ada di dalam? Sebaiknya kita harus berhati-hati. Dia sangat jahat, bahkan tidak segan untuk menyakiti orang lain," ujar Gina."Tapi di sana tidak ada mobil sama sekali di garasi, semuanya tidak ada. Apa ayahku dan juga Rumiah lagi keluar, ya? Tapi kok satpam juga tidak kelihatan. Kondisi halaman juga tidak sebersih seperti biasanya," sahut Farrel.Lama mereka berdua berdiam diri sambil mengamati rumah itu. Farrel pun segera mengajak Gina untuk masuk. Ia begitu penasaran dengan kondisi di dalam. Sungguh aneh sekali. Kaca pecah, beberapa mobil yang dimiliki tidak ada satu pun yang terparkir, bahkan satpam penjaga rumah pun tidak ada. Lantas ke mana semua?Farrel mulai membuka pintu gerbang yang ternyata tidak terkunci itu. Membuat mereka senang, karena tidak kesulitan untuk masuk ke dalam rum