Gina menggelengkan kepala, kemudian keluar dari toilet dan kembali bergabung bersama keluarganya."Senang rasanya kita bisa seperti ini. Seandainya bisa sering-sering seperti ini, kemungkinan aku bakalan awet muda terus," ujar Beri."Kamu bisa saja! Iya aku juga maunya seperti ini. Tapi sayangnya jarak tempat tinggal kita jauh. Tapi setidaknya kita harus punya agenda buat acara-acara kita-kita seperti ini. Satu bulan sekali atau beberapa bulan sekali. Anggap saja mempererat tali kekeluargaan kita," sahut Saga.Suasana makan siang itu begitu hangat. Walau pun kenyataannya mereka bukan siapa-siapa. Namun, hubungan mereka terjalin cukup baik seperti sebuah keluarga.Setelah makan siang berlangsung, keluarga Beri pun memutuskan untuk kembali ke kostan Cherly. Sementara keluarga Saga memilih untuk pulang saja.****"Saya terima nikah dan kawinnya Lena Nastiti, dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!""Bagaimana para saksi, sah?""Sah!""Sah!""Sah!"Di dalam mesjid yang tak jauh dari kedi
"Kenapa dia ada di sini?" tanya Denis, menatap tajam ke arah David."David? Dia juga mau ikut piknik. Kamu sendiri, mau ikut juga?" tanya Gina.Cherly mengangguk mewakili jawaban Denis, hanya saja, ia pun merasa kaget saat mengetahui David pun ikut serta dalam acara mereka."Memangnya kenapa kalau aku ikut? Gina sama Tessa saja tidak masalah. Lagi pula, aku dan Gina sudah baikan. Aku sudah menjadi teman Gina," timpal David.Denis menatap tajam ke arah David, kemudian ia menoleh ke arah Gina."Ini sebenarnya ada apa, sih? Apa kalian punya masalah?" tanya Gina, ia menatap David dan Denis secara bergantian."Tidak apa-apa!" Denis kemudian berjalan cepat menuju mobil yang hendak digunakan oleh mereka."Mana kuncinya, Tes. Biar aku yang bawa?" tanya Denis.Tessa kemudian memberikan kunci mobilnya.Sepanjang perjalanan, tak hentinya Denis melirik tajam ke arah David yang duduk di barisan belakang bersama Gina dan Tessa lewat kaca spion. Namun, David hanya menanggapinya dengan senyuman sinis
"Bagaimana ini? David sama Denis di mana?"Keadaan semakin genting, saat Gina tak terlihat lagi di permukaan danau."Gina! Ya Tuhan!" teriak Cherly.Tessa dan Cherly terlihat sangat panik dan khawatir. Namun, mereka tidak bisa berbuat banyak, mereka tidak pandai berenang. Apalagi danau itu begitu dalam.Tak berselang lama, David datang dan langsung menanyai apa yang terjadi."Ada apa? Kenapa kalian teriak-teriak minta tolong? Gina ke mana?" tanya David.Tessa menunjuk ke arah danau, ia sangat cemas di kala itu."Gina terpeleset dan tercebur saat kami berfoto. Tolong dia, dia tenggelam, dia tidak bisa berenang!" jawab Tessa.David menoleh ke arah danau, tanpa pikir panjang, ia segera membuka sepatunya dan menyimpan ponselnya. Kemudian loncat menyelami kedalaman danau tersebut."Bertahan, Gina, aku akan menolong kamu," batin David.Denis yang baru saja datang, ia pun sangat terkejut mendengar Gina tenggelam. Beberapa kali ia mengamati permukaan danau. Namun, ia tidak melihat Gina sama s
Semua orang yang ada di kantin terkejut, saat tiba-tiba Aldo menggebrak meja dengan begitu kasarnya, tak terkecuali Gina."Diam, Kamu! Tidak usah sok bijak! Sebaiknya kamu urus diri kamu sendiri!" sentak Aldo, kemudian melangkah pergi meninggalkan Gina di kantin itu.Gina menjadi pusat perhatian orang-orang. Namun, Gina tidak menghiraukan sama sekali. Lantas ia pergi dari kantin itu. Memang, ia telah salah bertanya kepada Aldo. Dari awal pun, Aldo memang terlihat tidak menyukainya.Hingga siang hari tiba, tidak biasanya, David tidak menampakkan batang hidungnya. Bahkan nomornya pun tidak aktif."Apakah dia sedang sakit?" batin Gina, seketika ia merasa khawatir dan bersalah terhadap David. Jika memang David sakit, sudah pasti itu karena ia menolong Gina kemarin."Aku tidak punya alamat rumahnya, lagi. Duh ... David, kamu kenapa, sih?" gumam Gina.Sampai tiba waktunya pulang. Gina sama sekali tidak bertemu dengan David. Gina pun akhirnya memutuskan untuk pulang saja.Sampai rumah, terny
Gina saling menautkan kedua alisnya. Menggaruk pelipis yang sebenarnya tidak terasa gatal. Gina terus menyoroti layar ponsel yang berisi alamat rumah David, yang dikirim oleh Tessa barusan."Aku kayak kenal dengan alamat ini," gumam Gina.Lama ia berdiri di pinggir jalan, hingga suara klakson mobil berhasil mengagetkannya.Tin!"Ya Tuhan, ngagetin saja sih, Pak!" ujar Gina, saat melihat pak Mukidi turun dari mobil."Em ... Maaf, Non. Tidak sengaja kepencet," ucap pak Mukidi.Gina kemudian masuk ke dalam mobil. Ingin rasanya menemui David hari ini juga. Namun, berhubung hari sudah sore, yang menampakkan cahaya jingga. Membuat Gina menunda niatan itu, dan akan mengunjunginya keesokan harinya.Sesampainya di rumah, Gina langsung membersihkan diri, kemudian mengerjakan tugas kampus di taman belakang seorang diri pada malam harinya."Sayang, ada di sini ternyata, kamu. Lagi ngerjain tugas, ya?" tanya Ratri, kemudian duduk di sebelah Gina."Iya, Bu. Ada tugas sedikit, sebentar lagi beres, k
"Tapi kenapa, Arlo? Kenapa kamu melakukan itu kepada Rianti?" tanya bu Widya."Karena ... Aku tidak suka sama dia. Selain kucel, dia juga bau kalau lewat. Dia nggak pantas sekolah di sini," jawab Arlo.Semua orang di ruangan kantor itu, tampak menggeleng dan saling melempar pandang. Tidak habis pikir mendengar alasan yang dilontarkan oleh Arlo."Sudah-sudah, Arlo, mulai besok kamu akan kami awasi. Jika hal serupa terjadi lagi, maka dengan terpaksa Ibu akan memanggil orang tua kamu juga untuk datang ke sini," ujar bu Widya akhirnya.Arlo tampak pasrah. Namun, ia masih beruntung tidak sampai dihukum oleh kepala sekolah."Bu Ratri, kami atas nama sekolah ini, memohon maaf yang sebesar-besarnya karena telah salah paham dengan kejadian ini. Namun, dari kejadian ini, tentu akan menjadi pembelajaran, bahwa segala apa pun, tidak dibenarkan dengan cara melakukan tindak kekerasan. Dan Andres, ingat, kekerasan bukan jalan yang terbaik. Seandainya kamu melihat kejahatan yang dilakukan teman kamu
Gina terbelalak, tidak percaya atas apa yang dikatakan oleh mbok Yem barusan."Mbok, jelas-jelas kan ini rumahnya Denis. Kok bisa David tinggal di sini juga? Lantas, apa hubungan mereka berdua?" tanya Gina merasa bingung."Loh, kan mas Denis dan mas David adik kakak," jawab mbok Yem.Lagi dan lagi, Gina dibuat terkejut. Ia merasa bingung, jika mereka adik kakak, lantas kenapa mereka seperti musuh bebuyutan setiap kali bertemu?"Oh, begitu ya, Mbok? Aku baru tahu sekarang ini dari mbok. Em ... Terus Davidnya ada di rumah nggak, Mbok?" tanya Gina."Mas David beberapa hari ini tidak ada di rumah. Katanya sedang di rumah sakit," jawab mbok Yem.Mendengar kata rumah sakit, membuat Gina semakin khawatir. Apakah David benar-benar sakit seperti dugaannya?"Siapa yang sakit, Mbok? Apakah Tante Rima yang sakit?" tanya Gina lagi ingin memastikan.Mbok Yem segera menggeleng dengan cepat. Membantah pertanyaan dari Gina."Bukan, sepertinya mas David sendiri yang sakit. Soalnya sudah beberapa hari i
"Wanita itu ... Bukankah aku sudah pernah melihatnya. Dia yang berada di sebuah apotek, membeli obat penggugur kandungan. Terus dia juga wanita yang tidak sengaja pernah aku temui di toilet cafe. Ya Tuhan, jadi ... Dia hamil anak David, dan sebelumnya dia mau menggugurkan kandungannya?" batin Gina."Dia memang pantas mendapatkan pelajaran, Ana. Dia tidak mau bertanggung jawab atas kehamilan kamu," sahut Dewa.Wanita yang bernama Ana itu terlihat syok mendengar ucapan Dewa. Ia menoleh ke arah David dan menatapnya dengan tatapan kecewa."Kenapa, David? Kenapa kamu tidak mau bertanggung jawab? Bukankah beberapa hari ini kamu selalu perhatian sama aku?" tanya Ana, terlihat ia sangat sedih.David yang tengah meringis kesakitan, segera menyeka darah yang keluar dari sudut bibir."Ana, aku sering melihat kamu keluar masuk club malam bersama laki-laki lain. Sedangkan kita melakukan hal itu hanya satu kali. Terus, kamu dengan yakinnya mengaku, bahwa anak yang ada dalam kandunganku adalah anakk
"Jangan menangis, Nona. Atau kamu akan mengundang orang jahat yang selalu berkeliaran di sini," ujar seorang pria, yang baru saja bangun dari tidurnya.Gina masih beringsut mundur menjauhi pria itu.Melihat ekspresi dan sikap Gina, membuat pria itu terkekeh dan terus menatap Gina."Jangan mendekat, atau aku teriak dan kamu akan tahu akibatnya," ancam Gina.Pria itu semakin terkekeh mendengar ancaman Gina."Lah, memangnya saya mau ngapain kamu? Hei, jangan GeEr, kamu! Siapa kamu, kepedean sekali saya mau berbuat macam-macam sama kamu," cetus pria itu.Gina terdiam, sambil mengawasi gerak-gerik pria itu."Sepertinya kamu habis menikah, kok bisa, ada seorang pengantin ada di tempat seperti ini? Oh ... Aku tahu jangan-jangan-""Diam, kamu! Bukan urusan kamu juga!" potong Gina, ia membuang muka."Oh, ok!"Pria itu kemudian mendekati Gina dan menatapnya dengan lekat. Membuat Gina kembali menjauh."Mau apa, kamu dekat-dekat? Jangan sampai aku teriak, ya! Kamu akan tahu akibatnya," ujar Gina.
"Mbak-mbak, bangun! Ini sudah sampai," ujar bapak-bapak kondektur.Gina terbangun dari tidurnya, ia kemudian bangkit dari kursi penumpang.Ternyata semua kursi penumpang telah kosong. Tampaknya hanya Gina penumpang yang terakhir saat itu.Gina turun dari bus tersebut, ia menatap sekeliling tempat itu yang tampak sangat asing, tempat yang tidak pernah ia kunjungi sama sekali sebelumnya."Aduh, perut aku lapar. Aku lupa kalau aku belum makan dari tadi," gumam Gina, sambil memegangi perutnya.Gina mengedarkan pandangan, mencari penjual makanan di tempat itu. Gina menemukan sebuah warteg di tempat itu. Bergegas Gina segera menghampiri sebuah warteg yang berada di pinggir jalan."Bu, aku pesan nasi ayam satu," ujar Gina, setelah ia masuk ke dalam warteg tersebut.Tidak perlu menunggu waktu lama, pesanan Gina telah siap. Lantas Gina segera menyantapnya dengan sangat lahap.Suasana di tempat itu begitu ramai dan membuat Gina merasa gerah. Lantas Gina membuka jaket yang sedari tadi ia pakai.
Gina mematung dengan perasaan was-was, takut jika oma Wulan mengenalinya, lalu marah dan memaksanya untuk masuk kembali ke dalam hotel. Gina tidak bisa membayangkan, jika pernikahan ini terjadi. Mungkin, pernikahan ini akan menjadi neraka baginya, karena didasari oleh kebohongan yang dilakukan oleh David.Gina tidak berani menoleh ke belakang. Ia terdiam bagaikan patung, tidak bergerak sama sekali.Oma Wulan kemudian berjalan dan berdiri di hadapan Gina."Uangnya jatuh, tadi saya melihat uang kamu nongol dan jatuh dari saku jaket. Lain kali, kamu hati-hati, ya kalau nyimpan uang," imbuh oma Wulan, kemudian menyerahkan uang pemberian Lena yang tidak sadar terjatuh dari saku jaket yang Gina kenakan.Gina lantas menerimanya, ia merasa lega karena ternyata oma Wulan tidak mencurigainya."Terima kasih, Bu!" ucap Gina, dengan suara yang terdengar serak dan batuk. Sengaja ia lakukan, untuk mengelabuhi oma Wulan.Oma Wulan mengangguk seraya tersenyum. Namun, dari belakang terdengar seseorang
Gina menatap seorang wanita yang berdiri di dekat pintu. Wanita itu tampak mengenakan dress selutut dan jaket, selendang yang menutupi kepalanya, serta kacamata hitam dan masker.Bergegas wanita itu menutup pintu itu rapat. Ia menghampiri Gina yang berada di dekat cermin itu."Siapa, kamu?" tanya Gina, ia menatap wanita itu dari atas hingga ke bawah.Wanita itu lantas membuka kacamata hitam dan maskernya. Menampakkan wajah yang pernah Gina lihat beberapa kali, beberapa waktu yang lalu."Ana, kamu Ana?" tanya Gina, ia terkejut melihat wanita itu berada di dalam kamar yang sama dengan Gina."Ssst ... Iya, aku Ana. Gina, apa kamu yakin mau menikah dengan David?" tanya Ana, ia tampak gelisah saat bertanya kepada Gina.Gina menganggukkan kepalanya pelan."Iya, aku dan David akan menikah hari ini. Memangnya kenapa?" tanya Gina.Ana mengusap perutnya yang belum terlalu membesar. Kemudian menatap Gina dengan tatapan sayu."Lalu, bagaimana dengan anak ini? Sementara ayahnya akan melangsungkan
"Em ... Maaf, Bu Wulan. Apakah pernikahan ini dilakukan atas dasar cinta?" tanya Lena.Oma Wulan menoleh ke arah Lena. Ia mengangkat sebelah alisnya, seakan menuntut jawaban atas pertanyaan Lena barusan."Kenapa kamu nanyanya seperti itu? Gina menerima tanpa ada penekanan. Jadi, saya rasa, kamu tidak perlu bertanya seperti itu," imbuh oma Wulan.Gina menunduk, sekilas ia melirik ke arah Lena. Lena pun sekilas mengamati Gina."Em ... Maaf, Bu Wulan. Maksud istri saya baik. Berharap pernikahan Gina bahagia dengan orang yang dicintainya. Kami, sebagai orang tua Gina juga, mengharapkan kebahagiaan putri kami dalam melakukan apa pun. Apalagi menikah, merupakan ibadah panjang. Kami ingin yang terbaik untuk Gina," timpal Rusdi berusaha menengahi, supaya tidak terjadi kesalahpahaman di antara Lena dan oma Wulan.Rusdi mengusap lengan Lena. Menyuruhnya untuk diam."Oh begitu? Kalian tidak usah khawatir. Saya kenal siapa calon suami Gina dan siapa ibunya. Sebagai Omanya Gina, saya juga berharap
"Gina!" panggil seseorang saat Gina baru saja turun dari dalam mobil, ia hendak masuk ke kampus.Gina menoleh ke belakang, dan mendapati Cherly yang tengah berlari menghampirinya.Dengan nafas tersengal, Cherly kemudian menarik tangan Gina, dan mengajaknya pergi ke taman kampus."Gina, coba jelaskan apakah benar, kamu mau menikah dengan David?" tanya Cherly.Gina terdiam, menatap Cherly yang seakan tengah menginterogasi lewat tatapan matanya yang tajam."Jawab, Gina!" sentak Cherly.Gina mengangguk mengiyakan pertanyaan Cherly. Membuat wanita itu terperangah mengetahui hal itu langsung dari Gina."Tapi kenapa, Gina? Memangnya tidak ada lelaki lain, yang bisa kamu nikahi apa? Kenapa harus David, Gina?" tanya Cherly tak habis pikir.Gina menghela nafas panjang, kemudian menatap Cherly."Ceritanya rumit, Cher. Ini masalah kemanusiaan. Aku tidak bisa menolak perjodohan ini," jawab Gina.Cherly mengernyitkan dahinya, menatap lekat ke arah Gina."Oh, jadi kamu dijodohkan sama keluarga kamu
"Eits ... Tidak boleh marah. Ingat, aku adalah pewaris sah atas semua perusahaan papa dan rumah peninggalannya beserta semua kendaraan, karena aku terlahir dari rahim seorang istri sah. Dan kamu, kalau masih mau bertahan di rumahku dan menikmati hartaku, turuti apa yang aku mau. Ngomong-ngomong, pintar juga aktingmu, wanita tua. Sampai-sampai mereka yang naif itu, percaya dengan semua ucapan kamu. Tapi bagus, itu yang aku mau," cetus David.Rima mengalihkan pandangan ke arah langit-langit. Sudah muak dengan sikap David yang selama ini tidak pernah bisa menerimanya sebagai ibu sambung."Kalau boleh jujur, aku lebih setuju Gina menikah dengan Denis dari pada kamu. Tapi kamu, bisanya hanya mengancam dan mengancam. Ingat, aku juga istri ayah kamu, Denis juga anak kandung ayah kamu. Jadi, otomatis kami juga berhak atas semuanya, bukan hanya kamu. Kamu tidak bisa seenaknya menguasai semua semau kamu," sahut Rima merasa kesal.David terkekeh kecil mendengar apa yang diucapkan oleh Rima."Oh
Gina membalikkan tubuhnya, mengurungkan niat untuk pergi. Ia mendengar teriakkan dari orang-orang yang ada di rumah itu."Tante Rima," gumam Gina, saat melihat wanita itu tergelatak tak sadarkan diri di lantai.Dengan cepat, David membopong tubuh ringkih itu dan membawanya ke luar, lalu memasukannya ke dalam mobil miliknya yang terparkir di halaman rumah itu.Orang-orang berlari menyusulnya, mereka panik tidak menyangka kejadiannya akan seperti ini."Maaf, Oma, Tante dan Om. Saya harus membawa Mama saya ke rumah sakit. Kalau tidak, saya sangat khawatir dengan keselamatannya," pamit David."Oma akan ikut sama kamu, Saga dan Ratri juga harus ikut. Kalian juga harus ajak Gina, Gina juga harus ikut ke rumah sakit," imbuh oma Wulan, ia langsung masuk ke dalam mobil yang sama dengan David."Oh iya, kasih tahu papa kamu, Saga. Kalau Mama mau ke rumah sakit. Tadi papa kamu keluar ada urusan mendadak pagi-pagi sekali, papa kamu menjenguk saudaranya yang sedang sakit di kediaman saudaranya itu.
Setelah membahas pertemuan dengan oma Wulan. Gina kemudian masuk ke dalam kamarnya dan membereskan semua tugas dari kampus.Saat malam tiba, Gina yang tengah mendengarkan musik dari ponsel, oma Wulan tiba-tiba menghubunginya. Bergegas Gina segera menerima panggilan telepon itu."Halo, Oma. Selamat malam!" sapa Gina setelah panggilan itu ia angkat."Halo, Sayang. Kamu sedang apa? Lagi sibuk, nggak?" tanya oma Wulan."Nggak lagi sibuk, Oma. Memangnya ada apa?" tanya Gina."Begini, Oma cuma mau kasih tahu kamu. Besok datang ke rumah Oma, ya. Dandan yang cantik," jawab oma Wulan.Dari perkataan oma Wulan barusan. Gina bisa menangkap maksud dan tujuannya. Bisa dipastikan, jika oma Wulan akan mempertemukannya dengan lelaki yang hendak dijodohkan dengannya."Halo, Gina. Kok diam saja? Kamu ... Keberatan, ya menemui Oma?" tanya oma Wulan, membuyarkan lamunan Gina."Em ... Nggak, Oma. Iya, besok aku ke sana," jawab Gina."Nah, bagus, Sayang. Kalau begitu, sampai besok, ya. Oma tunggu kamu, pok