"Selamat pagi, Gina. Kamu sudah bangun?" Sebuah pesan masuk dari Denis, membuat Gina tersenyum saat membacanya.Gina segera membalas pesan itu."Sudah, baru saja bangun. Ini mau siap-siap mandi dan shalat," balas Gina.Di seberang sana, Denis tersenyum bangga karena ia berhasil menaklukan hati Gina. Perempuan baik, lembut dan ramah. Membuatnya bertekad, ingin menjaganya dari hal apa pun yang dapat merugikannya.Setelah berbalas pesan, Gina kemudian bersiap diri untuk mandi dan ibadah. Setelah itu, seperti biasa, ia tengah bersiap untuk pergi ke kampus. Namun, hari ini berbeda dari sebelumnya, Denis berniat untuk menjemputnya ke rumah."Hati-hati di jalan, jaga anak Om baik-baik. Ingat, Gina anak perempuan Om satu-satunya. Jadi, Om akan marah jika terjadi sesuatu kepadanya," peringatan Saga sebelum Denis membawa Gina memakai motornya.Saga begitu posesif, setelah Denis meminta ijin menjemput Gina. Bagaimana pun, tangung jawab Saga semakin besar, setelah Gina beranjak dewasa."Baik, Om.
Setelah mengobrol sedikit dengan Denis di kantin. Lantas Gina kembali ke meja tempat di mana kedua temannya tengah duduk. Ia ingin melanjutkan niatnya, memeriksa keadaan Cherly."Cherly, apa nggak sebaiknya kamu berobat saja ke dokter? Aku cemas lihat kamu kalau kayak gini," ujar Gina.Cherly menggeleng, ia berusaha tersenyum walau pun terkesan dipaksakan."Nggak usah, aku sudah mendingan kok. Nggak perlu cemas," tolak Cherly.Cherly berusaha terlihat biasa saja di hadapan Gina. Tak ingin membuat Gina curiga, dan hubungan persaudaraan mereka pecah hanya karena seorang lelaki."Tapi-""Sudah, tidak apa-apa. Aku baik-baik saja kok! Mending kita ke kelas, sebentar lagi kelas dimulai. Nanti selesai kelas, mungkin aku bakalan istirahat seharian ini. Kamu jangan bilang-bilang tante Ratri, om Saga dan Papa, ya, kalau aku sedang sakit. Aku nggak mau mereka ikutan khawatir," potong Cherly.Gina menatap Cherly begitu sendu, kemudian terpaksa mengangguk mengiyakan permintaan Cherly."Ya sudah, j
"Tolong, tolong saya!"Lagi dan lagi, Cherly mendengar orang meminta tolong dengan suara lirih seperti terbawa angin. Namun, terdengar jelas di telinga Cherly.Cherly kemudian bangkit dari duduknya, ia berjalan mencari arah sumber suara. Saat Cherly membuka pintu, anehnya di luar sana tak ada seorang pun yang sedang beraktivitas di luar. Entah suara siapa yang meminta tolong barusan, yang jelas, Cherly begitu penasaran.Mendengar seseorang meminta tolong barusan, Cherly teringat akan suara yang selalu datang ke dalam mimpinya. Suara itu persis seperti yang sudah-sudah saat Cherly bermimpi dan terbangun saat waktu magrib tiba."Tolong!"Cherly semakin menajamkan pendengarannya. Namun, tetap saja Cherly tak menemukan siapa pun orangnya. Merasa dipermainkan, Cherly pun berusaha tak lagi menghiraukannya. Ia menganggap, mencari suara itu hanya buang-buang waktu saja.Cherly melirik jam yang telah menunjukkan pukul 15.25. Perutnya berbunyi pertanda ia sedang merasa lapar. Namun, ia sangat m
"Penampilan kamu memang alim. Tapi, ketahuilah, kamu tidak ada bedanya dengan seorang penjahat."Gina yang tengah tiduran di dalam kamarnya. Baru saja menerima satu buah pesan dari nomor yang tidak ia kenal.Gina mengernyitkan dahinya, tidak tahu apa maksud dari isi pesan tersebut. Entah siapa orang di balik nomor ini.Gina segera membalas pesan tersebut. Penasaran siapa orang itu."Maaf, kamu siapa, ya?" tanya Gina.Gina menunggu balasan dari orang itu. Namun, orang itu tak membalas pesan Gina."Ck, mungkin hanya orang iseng saja," gumam Gina, kemudian menaruh kembali ponselnya ke atas nakas.Tok! Tok! Tok!Dari luar kamar, seseorang mengetuk pintu. Bergegas Gina bangun, dan mendekati pintu itu.Ceklek!Pintu pun terbuka lebar, menampakan mbok Sum yang tengah berdiri sambil membawa sebuah kotak."Ada apa, Mbok?" tanya Gina.Mbok Sum segera menjawab, "Ini, barusan ada paket. Katanya ini punya Non Gina."Kembali, Gina mengernyitkan dahinya. Dia merasa, tidak pernah memesan apa pun sebe
"Kamu yang sabar ya, Cher. Em ... Gimana kalau nanti ada libur, kita kunjungi mama kamu di kampung. Kita berdua gitu, pasti seru!" seru Gina memberi saran. Gina memainkan alisnya naik turun, bermaksud menggoda Cherly.Lagi dan lagi Cherly hanya merespon biasa saja. Tak ada antusias sama sekali mendengar ajakan Gina."Cherly, kok kamu diam saja sih," ujar Gina ia berdecak kesal."Kita lihat nanti saja deh. Nanti aku kabari kamu kalau mau pulang ke kampung," sahut Cherly akhirnya.Gina mengangguk seraya tersenyum manis. Lagi-lagi, Gina memainkan bunga mawar yang sedari tadi ia pegang. Membuat Cherly mendelik ke atas, sudah muak melihat tingkah Gina yang terlihat berlebihan itu.Sepulang dari kampus, seperti biasa, Denis menunggu Gina di gerbang kampus. Pemandangan itu sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Cherly. Berlapang dada, hal yang selalu ia lakukan setiap kali melihat dua sejoli itu."Em ... Denis, terima kasih atas bunganya. Aku suka sekali," ucap Gina, saat mereka telah berada
Gina terkejut, tangannya berubah menjadi merah dan melepuh. Sensasi panas, perih dan gatal seketika terasa menyiksa di kedua telapak tangannya.Brak!Dari luar kamar, Saga membuka dan membanting pintu ketika mendengar suara jeritan Gina."Sayang, kamu kenapa?" tanya Saga, ia yang baru saja pulang dari kantor, panik saat mendengar suara jeritan Gina.Gina menangis, kemudian memperlihatkan kedua tangannya."Ya Tuhan, Sayang. Apa yang terjadi?" tanya Saga, ia mendekati Gina, dan menatap prihatin pada kedua tangan Gina yang tampak melepuh.Gina menggeleng, ia begitu tersiksa atas keadaan tangannya itu."Ini ada apa, kenapa Gina jerit-jerit?" Ratri dan Andres pun, yang baru saja pulang dari rumah bi Atun, segera berlari ke dalam kamar Gina."Ya ampun, tangan kamu kenapa, Sayang? Apa kamu habis main api atau memegang apa?" tanya Ratri, ia pun tak kalah panik dari Saga."Gatal, Bu. Tanganku gatal, panas dan perih, ini sangat menyiksa!" jawab Gina."Tapi kenapa tangan kamu bisa seperti ini, N
"Ya Tuhan, kamu serius, Gin?" tanya Tessa lewat sambungan telepon."Iya, maaf aku baru kasih tahu kamu. Aku kesusahan megang ponselnya, ini juga dibantu Andres, mengangkat telepon dari kamu," jawab Gina.Gina menceritakan apa yang terjadi padanya kemarin. Tessa yang baru mengetahui, sontak sangat terkejut."Apa Cherly dan Denis sudah tahu masalah ini?" tanya Tessa.Gina menghembuskan nafas kasar."Denis sudah tahu, tadi dia datang buat jemput aku berangkat kuliah. Tapi Cherly, dia susah sekali dihubungi. Pokoknya aku sangat trauma, Tes, sama paket-paket misterius itu. Aku takut akan terjadi hal lebih buruk dari ini. Aku bingung, aku merasa aku nggak punya musuh di mana pun dengan siapa pun. Kenapa aku harus mengalami hal seperti ini? Terpaksa aku harus ngambil cuti, sebelum kedua tangan aku benar-benar sembuh," jelas Gina.Tessa merasa prihatin atas apa yang terjadi pada Gina. Setelah mengakhiri obrolan mereka di telepon, Tessa pun berniat untuk menjenguk Gina sepulang dari kampus nan
Keesokan harinya, sebelum pergi ke kampus, dengan sengaja Tessa mendatangi kostan Cherly. Ia ingin memastikan, apakah Cherly terlibat dalam masalah yang Gina hadapi? Entah kenapa, setelah membaca pesan dari nomor baru itu, Tessa berpikir jika orang di balik nomor baru itu, adalah Cherly.Sampai di kostan, terlihat Cherly tengah menjemur pakaiannya di depan kostan. Melihat Cherly berada di sana, dengan cepat Tessa berlari menghampiri."Loh, Tes. Kamu ke sini?" sapa Cherly, yang menyadari kedatangan Tessa."Aku mau bicara sama kamu, ini penting." Sebelum dipersilahkan masuk, dengan cepat Tessa masuk ke dalam."Ada apa sih? Kok kamu kayak ada masalah atau apa. Aneh tahu nggak sikap kamu?" tanya Cherly, yang baru saja selesai menjemur.Tessa duduk di atas karpet bulu yang tergelar di sana."Biar aku ambilkan minum dulu-""Em ... Nggak usah, Cher. Terima kasih, aku tidak haus!" potong Tessa.Cherly urung pergi ke dapur, ia kemudian duduk di hadapan Tessa."Aku cuma mau tanya sama kamu, ke
"Jangan menangis, Nona. Atau kamu akan mengundang orang jahat yang selalu berkeliaran di sini," ujar seorang pria, yang baru saja bangun dari tidurnya.Gina masih beringsut mundur menjauhi pria itu.Melihat ekspresi dan sikap Gina, membuat pria itu terkekeh dan terus menatap Gina."Jangan mendekat, atau aku teriak dan kamu akan tahu akibatnya," ancam Gina.Pria itu semakin terkekeh mendengar ancaman Gina."Lah, memangnya saya mau ngapain kamu? Hei, jangan GeEr, kamu! Siapa kamu, kepedean sekali saya mau berbuat macam-macam sama kamu," cetus pria itu.Gina terdiam, sambil mengawasi gerak-gerik pria itu."Sepertinya kamu habis menikah, kok bisa, ada seorang pengantin ada di tempat seperti ini? Oh ... Aku tahu jangan-jangan-""Diam, kamu! Bukan urusan kamu juga!" potong Gina, ia membuang muka."Oh, ok!"Pria itu kemudian mendekati Gina dan menatapnya dengan lekat. Membuat Gina kembali menjauh."Mau apa, kamu dekat-dekat? Jangan sampai aku teriak, ya! Kamu akan tahu akibatnya," ujar Gina.
"Mbak-mbak, bangun! Ini sudah sampai," ujar bapak-bapak kondektur.Gina terbangun dari tidurnya, ia kemudian bangkit dari kursi penumpang.Ternyata semua kursi penumpang telah kosong. Tampaknya hanya Gina penumpang yang terakhir saat itu.Gina turun dari bus tersebut, ia menatap sekeliling tempat itu yang tampak sangat asing, tempat yang tidak pernah ia kunjungi sama sekali sebelumnya."Aduh, perut aku lapar. Aku lupa kalau aku belum makan dari tadi," gumam Gina, sambil memegangi perutnya.Gina mengedarkan pandangan, mencari penjual makanan di tempat itu. Gina menemukan sebuah warteg di tempat itu. Bergegas Gina segera menghampiri sebuah warteg yang berada di pinggir jalan."Bu, aku pesan nasi ayam satu," ujar Gina, setelah ia masuk ke dalam warteg tersebut.Tidak perlu menunggu waktu lama, pesanan Gina telah siap. Lantas Gina segera menyantapnya dengan sangat lahap.Suasana di tempat itu begitu ramai dan membuat Gina merasa gerah. Lantas Gina membuka jaket yang sedari tadi ia pakai.
Gina mematung dengan perasaan was-was, takut jika oma Wulan mengenalinya, lalu marah dan memaksanya untuk masuk kembali ke dalam hotel. Gina tidak bisa membayangkan, jika pernikahan ini terjadi. Mungkin, pernikahan ini akan menjadi neraka baginya, karena didasari oleh kebohongan yang dilakukan oleh David.Gina tidak berani menoleh ke belakang. Ia terdiam bagaikan patung, tidak bergerak sama sekali.Oma Wulan kemudian berjalan dan berdiri di hadapan Gina."Uangnya jatuh, tadi saya melihat uang kamu nongol dan jatuh dari saku jaket. Lain kali, kamu hati-hati, ya kalau nyimpan uang," imbuh oma Wulan, kemudian menyerahkan uang pemberian Lena yang tidak sadar terjatuh dari saku jaket yang Gina kenakan.Gina lantas menerimanya, ia merasa lega karena ternyata oma Wulan tidak mencurigainya."Terima kasih, Bu!" ucap Gina, dengan suara yang terdengar serak dan batuk. Sengaja ia lakukan, untuk mengelabuhi oma Wulan.Oma Wulan mengangguk seraya tersenyum. Namun, dari belakang terdengar seseorang
Gina menatap seorang wanita yang berdiri di dekat pintu. Wanita itu tampak mengenakan dress selutut dan jaket, selendang yang menutupi kepalanya, serta kacamata hitam dan masker.Bergegas wanita itu menutup pintu itu rapat. Ia menghampiri Gina yang berada di dekat cermin itu."Siapa, kamu?" tanya Gina, ia menatap wanita itu dari atas hingga ke bawah.Wanita itu lantas membuka kacamata hitam dan maskernya. Menampakkan wajah yang pernah Gina lihat beberapa kali, beberapa waktu yang lalu."Ana, kamu Ana?" tanya Gina, ia terkejut melihat wanita itu berada di dalam kamar yang sama dengan Gina."Ssst ... Iya, aku Ana. Gina, apa kamu yakin mau menikah dengan David?" tanya Ana, ia tampak gelisah saat bertanya kepada Gina.Gina menganggukkan kepalanya pelan."Iya, aku dan David akan menikah hari ini. Memangnya kenapa?" tanya Gina.Ana mengusap perutnya yang belum terlalu membesar. Kemudian menatap Gina dengan tatapan sayu."Lalu, bagaimana dengan anak ini? Sementara ayahnya akan melangsungkan
"Em ... Maaf, Bu Wulan. Apakah pernikahan ini dilakukan atas dasar cinta?" tanya Lena.Oma Wulan menoleh ke arah Lena. Ia mengangkat sebelah alisnya, seakan menuntut jawaban atas pertanyaan Lena barusan."Kenapa kamu nanyanya seperti itu? Gina menerima tanpa ada penekanan. Jadi, saya rasa, kamu tidak perlu bertanya seperti itu," imbuh oma Wulan.Gina menunduk, sekilas ia melirik ke arah Lena. Lena pun sekilas mengamati Gina."Em ... Maaf, Bu Wulan. Maksud istri saya baik. Berharap pernikahan Gina bahagia dengan orang yang dicintainya. Kami, sebagai orang tua Gina juga, mengharapkan kebahagiaan putri kami dalam melakukan apa pun. Apalagi menikah, merupakan ibadah panjang. Kami ingin yang terbaik untuk Gina," timpal Rusdi berusaha menengahi, supaya tidak terjadi kesalahpahaman di antara Lena dan oma Wulan.Rusdi mengusap lengan Lena. Menyuruhnya untuk diam."Oh begitu? Kalian tidak usah khawatir. Saya kenal siapa calon suami Gina dan siapa ibunya. Sebagai Omanya Gina, saya juga berharap
"Gina!" panggil seseorang saat Gina baru saja turun dari dalam mobil, ia hendak masuk ke kampus.Gina menoleh ke belakang, dan mendapati Cherly yang tengah berlari menghampirinya.Dengan nafas tersengal, Cherly kemudian menarik tangan Gina, dan mengajaknya pergi ke taman kampus."Gina, coba jelaskan apakah benar, kamu mau menikah dengan David?" tanya Cherly.Gina terdiam, menatap Cherly yang seakan tengah menginterogasi lewat tatapan matanya yang tajam."Jawab, Gina!" sentak Cherly.Gina mengangguk mengiyakan pertanyaan Cherly. Membuat wanita itu terperangah mengetahui hal itu langsung dari Gina."Tapi kenapa, Gina? Memangnya tidak ada lelaki lain, yang bisa kamu nikahi apa? Kenapa harus David, Gina?" tanya Cherly tak habis pikir.Gina menghela nafas panjang, kemudian menatap Cherly."Ceritanya rumit, Cher. Ini masalah kemanusiaan. Aku tidak bisa menolak perjodohan ini," jawab Gina.Cherly mengernyitkan dahinya, menatap lekat ke arah Gina."Oh, jadi kamu dijodohkan sama keluarga kamu
"Eits ... Tidak boleh marah. Ingat, aku adalah pewaris sah atas semua perusahaan papa dan rumah peninggalannya beserta semua kendaraan, karena aku terlahir dari rahim seorang istri sah. Dan kamu, kalau masih mau bertahan di rumahku dan menikmati hartaku, turuti apa yang aku mau. Ngomong-ngomong, pintar juga aktingmu, wanita tua. Sampai-sampai mereka yang naif itu, percaya dengan semua ucapan kamu. Tapi bagus, itu yang aku mau," cetus David.Rima mengalihkan pandangan ke arah langit-langit. Sudah muak dengan sikap David yang selama ini tidak pernah bisa menerimanya sebagai ibu sambung."Kalau boleh jujur, aku lebih setuju Gina menikah dengan Denis dari pada kamu. Tapi kamu, bisanya hanya mengancam dan mengancam. Ingat, aku juga istri ayah kamu, Denis juga anak kandung ayah kamu. Jadi, otomatis kami juga berhak atas semuanya, bukan hanya kamu. Kamu tidak bisa seenaknya menguasai semua semau kamu," sahut Rima merasa kesal.David terkekeh kecil mendengar apa yang diucapkan oleh Rima."Oh
Gina membalikkan tubuhnya, mengurungkan niat untuk pergi. Ia mendengar teriakkan dari orang-orang yang ada di rumah itu."Tante Rima," gumam Gina, saat melihat wanita itu tergelatak tak sadarkan diri di lantai.Dengan cepat, David membopong tubuh ringkih itu dan membawanya ke luar, lalu memasukannya ke dalam mobil miliknya yang terparkir di halaman rumah itu.Orang-orang berlari menyusulnya, mereka panik tidak menyangka kejadiannya akan seperti ini."Maaf, Oma, Tante dan Om. Saya harus membawa Mama saya ke rumah sakit. Kalau tidak, saya sangat khawatir dengan keselamatannya," pamit David."Oma akan ikut sama kamu, Saga dan Ratri juga harus ikut. Kalian juga harus ajak Gina, Gina juga harus ikut ke rumah sakit," imbuh oma Wulan, ia langsung masuk ke dalam mobil yang sama dengan David."Oh iya, kasih tahu papa kamu, Saga. Kalau Mama mau ke rumah sakit. Tadi papa kamu keluar ada urusan mendadak pagi-pagi sekali, papa kamu menjenguk saudaranya yang sedang sakit di kediaman saudaranya itu.
Setelah membahas pertemuan dengan oma Wulan. Gina kemudian masuk ke dalam kamarnya dan membereskan semua tugas dari kampus.Saat malam tiba, Gina yang tengah mendengarkan musik dari ponsel, oma Wulan tiba-tiba menghubunginya. Bergegas Gina segera menerima panggilan telepon itu."Halo, Oma. Selamat malam!" sapa Gina setelah panggilan itu ia angkat."Halo, Sayang. Kamu sedang apa? Lagi sibuk, nggak?" tanya oma Wulan."Nggak lagi sibuk, Oma. Memangnya ada apa?" tanya Gina."Begini, Oma cuma mau kasih tahu kamu. Besok datang ke rumah Oma, ya. Dandan yang cantik," jawab oma Wulan.Dari perkataan oma Wulan barusan. Gina bisa menangkap maksud dan tujuannya. Bisa dipastikan, jika oma Wulan akan mempertemukannya dengan lelaki yang hendak dijodohkan dengannya."Halo, Gina. Kok diam saja? Kamu ... Keberatan, ya menemui Oma?" tanya oma Wulan, membuyarkan lamunan Gina."Em ... Nggak, Oma. Iya, besok aku ke sana," jawab Gina."Nah, bagus, Sayang. Kalau begitu, sampai besok, ya. Oma tunggu kamu, pok