"Kenapa Mas nggak ceraikan dia saja sih. Dia juga minta kok, kenapa kamu seperti ini?"Esok hari di kediaman bu Nunik, Rusdi, bu Nunik dan Lulu tengah duduk bersama di ruang keluarga. Sementara Tiana, ia tidak ikut ke rumah bu Nunik."Ini bukan urusan kamu, Lulu. Ini rumah tangga Mas, jadi hanya Mas yang boleh nentuin apakah harus menceraikannya atau tidak. Lagipula, Mas berat terhadap Gina. Dia anak Mas, dan Mas sangat menyayanginya," sanggah Rusdi.Bu Nunik kemudian duduk di sofa. Ia melipat kedua tangannya di depan dada."Ibu ngerti, Rusdi ... Ibu juga sayang sama Gina. Tapi kamu juga harus memikirkan perasaan Tiana dan Cherly. Mereka juga tanggung jawab kamu, Rusdi," timpal bu Nunik.Rusdi terdiam, sambil mengangguk lesu."Bu, aku boleh pinjam uang?" tanya Rusdi di tengah keheningan.Sontak bu Nunik dan Lulu menoleh ke arah Rusdi."Pinjam uang? Lah ... Mas kan banyak uang. Kenapa pinjam ke Ibu?" tanya Lulu.Rusdi mengusap wajahnya kasar."Uang cash aku tinggal sedikit lagi. Sement
Keesokan paginya, Ratri terbangun ketika jam telah menunjukkan menunjukkan pukul 04.30. Gegas ia melakukan kewajibannya di atas sajadah yang terbentang. Kemudian setelah itu ia mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti biasa.Selesai beres-beres dan hari sudah mulai terang, Ratri segera memasak menu sarapan pagi untuknya dan Gina. Rencananya, setelah mengantar Gina sekolah, Ratri akan kembali ke gudang, untuk kembali memproduksi makanan dan menjualnya."Gina sayang, ayok bangun, Nak! Sudah pagi sebentar lagi se...." Ratri tiba-tiba terdiam ketika pintu kamar Gina terbuka lebar."Gina, Gina kamu dimana, sayang?" Ratri masuk ke dalam kamar Gina, mencarinya di dalam sana.Namun, Gina tidak ada di dalam kamarnya. Ratri pun berjalan cepat menuju kamar mandi. Ia menduga, mungkin Gina berada di sana setelah bangun tidur.Namun nyatanya, di kamar mandi pun Gina tidak ada. Sontak membuat Ratri panik serta khawatir. Gegas Ratri berjalan cepat menuju keluar.Ceklek!Ratri memutar kunci pintu ru
"Mbak Ratri!" Lulu dan pria tak dikenal itu tampak terkejut atas kehadiran Ratri yang tiba-tiba.Mereka berdua serempak menjaga jarak, seolah tidak terjadi apa-apa.Ratri yang melihatnya, seketika merasa malu sendiri dengan kelakuan adik iparnya itu. Namun, ia harus tetap masuk ke rumah itu demi untuk mencari Gina."Mau apa kamu kesini, Mbak? Kenapa tiba-tiba buka pintu, nggak diketuk dulu?" Lulu terlihat salah tingkah."Aku mau cari Gina, apa Gina ada di sini, Lu?" tanya Ratri. Matanya menyapu area dalam rumah bu Nunik."Nggak ada, Gina nggak ada di sini. Memangnya Gina kemana?" Lulu malah balik bertanya. Jelas-jelas Ratri tengah mencarinya.Tanpa berlama-lama dan tanpa menjawab pertanyaan Lulu, Ratri langsung menerobos masuk ke dalam. Omongan Lulu tidak dapat dipercaya. Ratri harus memastikan sendiri, apakah Gina ada di dalam atau tidak?"Hei, Mbak! Jangan lancang kamu, ya! Ini bukan rumah kamu. Aku sudah bilang, Gina tidak ada di sini!" sentak Lulu mengikuti Ratri dari belakang.Ra
"Gina sudah tidur, Mas?" tanya Tiana, yang baru saja masuk ke dalam kamar.Rusdi menoleh, "Iya, dia baru saja tidur. Mungkin kelelahan karena Gina lama sekali menangis," jawab Rusdi.Tiana duduk di tepian tempat tidur. Lalu ia mengusap rambut Gina dengan lembut."Biarkan dia tidur, Mas. Lama kelamaan dia pasti betah bersama kita. Ayok, kita kembali ke kamar kita!" ajak Tiana.Rusdi menggeleng, ia seakan tidak ingin melepas Gina."Kamu takut jika Ratri mengambil Gina? Mas, kamu ayahnya, kamu juga berhak atas Gina. Jadi ... Nggak perlu takut. Biarkan dia tidur sendiri," imbuh Tiana.Rusdi terdiam, kemudian ia menidurkan Gina. Setelah menyelimuti Gina, Rusdi dan Tiana kembali ke kamar mereka."Mas!""Ti!"Secara bersamaan, Rusdi dan Tiana memanggil satu sama lain."Ah ... Kamu duluan saja, Mas," ujar Tiana.Rusdi mengangguk, "Aku sudah memutuskan jika aku akan segera menceraikan Ratri."Tiana terbelalak, ia terkejut atas ucapan Rusdi barusan."Yang benar, Mas? Ya ampun ... Aku senang sek
"Gina!" teriak Ratri.Ratri yang ketiduran di atas kursi, terbangun akibat mimpi buruk tentang Gina."Gina ketakutan," gumam Ratri.Ratri bangkit kemudian menyambar tasnya. Ia tergesa keluar untuk kembali ke rumah Rusdi. Ia masih penasaran akan Rusdi dan Tiana. Feeling-nya begitu kuat, jika Gina memang ada di sana.Ratri mencari ojek yang selalu mangkal di pinggir jalan. Namun, tak ada satu pun mereka ada di sana. Karena hari sudah malam, angkot pun sudah tidak ada yang beroperasi."Nggak apa-apa, aku akan jalan kaki saja. Pasti mereka ada di rumah sekarang. Aku yakin," batin Ratri.Ratri memutuskan untuk berjalan kaki saja. Ia akan menempuh perjalanan yang jauh untuk sampai ke rumah Rusdi.Tekadnya begitu kuat demi sang buah hati. Ia rela berjalan kaki sejauh apapun.Ratri mempercepat langkahnya. Namun, baru saja ia hendak menyebrang jalan. Sebuah motor ugal-ugalan hampir saja menabraknya.Bruk!Seseorang berhasil menangkap tubuh Ratri ke pinggir jalan. Membuat mereka terguling secar
"Kamu siapa?" tanya seorang wanita muda dengan pakaian layaknya baby sitter.Ratri terdiam, bingung hendak menjawab apa. Suster yang bekerja sebagai pengasuh Cherly kemudian menatap Gina."Pak, Bu, ada penyusup!" teriak suster itu tiba-tiba.Ratri panik, takut jika Rusdi dan Tiana mendengar, dan kembali masuk ke dalam rumah."Aaa!"Ratri terpaksa menarik tangan suster itu dan mendorong kasar tubuhnya ke dalam kamar. Kemudian menutup pintunya dan mengunci kamar itu, yang kebetulan kuncinya tergantung dari luar."Tolong, saya dikunci di dalam kamar!" teriak suster itu sambil menggedor pintu.Gegas Ratri mencari jalan keluar lewat pintu lain. Namun, pintu yang lain semua dikunci. Hanya ada satu jalan keluar yang bisa membuat Ratri keluar, yakni pintu depan.Dengan sangat terpaksa Ratri harus kembali ke pintu depan. Ia berharap, Rusdi dan Tiana masih fokus pada apa yang sedang dilakukan pria itu.Sampai di luar, terlihat Rusdi, Tiana dan pria tadi tengah mematikan api, yang telah merambat
Setelah berkenalan, mereka terdiam sesaat. Ratri dan pria yang ternyata bernama Saga itu tampak sibuk dengan pikiran masing-masing."Ah malah saling diam begini. Aku pamit dulu, Mbak Ratri. Semoga Gina lekas sembuh," pamit Saga bersiap dengan motor bebeknya."Ah iya, sekali lagi terima kasih atas kebaikan Mas Saga. Semoga Tuhan membalas kebaikannya Mas," ucap Ratri.Saga pun menghidupkan mesin motornya, sementara Ratri masuk ke dalam rumahnya.Baru juga keluar dari gang rumah Ratri. Saga menghentikan motornya. Ia merasa ada yang kurang ketika berpamitan pergi."Ya salam ... Kenapa aku lupa minta nomor HP-nya!" gumam Saga menepuk jidatnya.Ingin kembali ke rumah Ratri, namun ia tak enak. Maka ia teruskan saja perjalanan pulangnya.Keesokan harinya"Ya Tuhan, syukurlah Gina telah kembali, Ratri. Bersyukur Tuhan telah mengirimkan orang baik yang menolong kamu." Bi Atun yang tengah menyuapi Gina, merasa terharu dengan perjuangan Ratri semalam."Iya, Bi. Oh iya, sepertinya aku harus pindah
Ratri kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas, setelah mengakhiri panggilan dari Marni."Mas Saga, mohon maaf, aku harus pamit pulang," pamit Ratri."Ah iya, nggak apa-apa, Mbak. Mau aku antar?" tanya Saga.Ratri menggeleng pelan, "Tidak usah, terima kasih, Mas aku bawa motor."Saga mengangguk, kemudian ia juga beranjak dari kursi taman. Ia hendak membeli telur ke agen langganannya. Namun, baru hendak melangkah, sebuah benda berkilau tergeletak di bawah hampir terinjak olehnya. Saga mengambilnya, mengamati apa benda itu."Bros kerudung?" gumam Saga.Saga hendak mengejar Ratri. Namun, ia sudah tidak melihat Ratri di taman itu."Memangnya siapa yang ngirim surat ini, Mar?" tanya Ratri ketika ia telah sampai di rumah Marni.Ratri membolak balik kertas yang dimaksud, sebelum membukanya."Nggak tahu, Mbak. Coba buka saja suratnya. Siapa tahu itu penting," jawab Marni.Ratri mengangguk kemudian mulai membuka surat itu."Gugatan cerai?" gumam Ratri.Ratri membacanya dengan teliti. Ternyata
"Siapa, kamu?" tanya Saga, ia bangkit dan berusaha menahan sakit di kakinya yang terluka cukup dalam.Tak banyak bicara, pria yang bernama Agus itu kemudian melayangkan balok kayu itu ke arah Saga.Saga yang telah membaca pergerakan Agus, dengan cepat ia menghindar. Sehingga tak terkena pukulan itu.Dalam gempuran rasa sakit di kakinya yang terluka cukup dalam. Saga mempertahankan diri supaya ia tidak terkalahkan oleh pria tersebut.Buk!Buk!Buk!Beberapa kali Saga menangkis setiap pukulan Agus. Beberapa kali Agus pun terjungkal ke belakang, nyaris kewalahan karena Saga tak memberinya ruang untuk membalasnya."Hentikan semua ini, atau saya akan seret kamu ke kantor polisi," ujar Saga memberi ancaman.Pria itu seakan tidak takut atas ancaman Saga. Ia terus saja melayangkan berbagai pukulan ke tubuh Saga tanpa henti.Buk!Saga hampir kehilangan kesadaran, saat sebuah stik bola baseball melayang ke arah tengkuknya."Aaaaargh!" Saga memekik kesakitan, ia mempertahankan kesadarannya sekua
"Gila, kamu sudah gila, Rika. Lepaskan, saya mau pulang!" sergah Saga, ia begitu emosi dengan tingkah gila Rika."Aku memang gila, Om. Aku gila karena Om, aku tergila-gila. Aku mohon, terima aku sebagai kekasih Om. Lambat laun, Om pasti akan nyaman denganku. Aku bisa membahagiakan Om, aku janji," sahut Rika.Saga terus memberontak ingin melepaskan diri. Namun, Rika tak membiarkannya lepas begitu saja. Sekuat tenaga ia kerahkan untuk menahan Saga supaya tidak pergi dari tempat itu.Saga akhirnya terdiam, ia menyentuh punggung tangan Rika."Kamu yakin akan ucapanmu itu?" tanya Saga mulai luluh.Mendengar pertanyaan itu, tentu Rika merasa senang. Seperti ada harapan yang menghampiri, di saat dirinya susah payah membuat Saga luluh."Tentu saja, Om. Aku tidak akan main-main dengan ucapanku. Aku cinta sama Om, apa pun akan aku lakukan demi Om. Asal Om terima cinta aku," jawab Rika."Apa pun?" tanya Saga."Tentu, Om!""Lepaskan dulu saya, saya tidak bisa bergerak leluasa jika kamu memeluk sa
"Ayah, jemput aku di rumah teman. Aku mau pulang, ini aku pakai nomor temanku. Ini aku Gina, jangan hubungi nomorku, ponsel aku mati." Saga menerima sebuah pesan dari nomor baru yang mengaku sebagai Gina. Kemudian mengirimkan alamat rumah yang Saga pun belum tahu rumah teman Gina yang mana."Oke, Ayah akan ke situ. Ayah bersiap dulu, sekarang sudah waktunya jam pulang," balas Saga.Saga bergegas membereskan semua berkas, menutup laptop dan menjinjing tas kerjanya hendak pulang.Saga mengemudikan mobilnya, hendak menuju tempat di mana Gina berada.Jalanan cukup macet, karena saat ini jam menunjukkan pukul 4 sore. Di mana kebanyakan orang-orang baru saja selesai bekerja, dan hendak pulang ke rumah masing-masing.Sampai Saga menunggu 15 menit di dalam kemacetan yang cukup parah. Akhirnya mobil Saga terbebas dari drama kemacetan yang menghambat setiap pergerakan di sore itu.Sore telah beranjak malam, Saga telah menemukan alamat yang dikirim Gina. Dengan cepat, ia turun dari dalam mobil,
Perlahan, penutup kotak makanan itu terbuka, menampakkan sesuatu yang membuat Gina terpaku."Siapa kira-kira yang menitipkan ini pada Dudung? Apakah David lagi? Ah ... Rasanya nggak mungkin," gumam Gina.Di dalam kotak makanan itu, terdapat makanan yang dibentuk menyerupai wajah berkerudung."Ehem ... Apaan itu? Bagus banget," ujar Cherly yang mengejutkan Gina."Entah, tadi Dudung yang ngasih ini sama aku. Katanya ini titipan buatku," sahut Gina."Dudung? Apa jangan-jangan dari kak David? Soalnya kan waktu itu juga, dia yang disuruh David buat ngasih kertas surat buat kamu. Tapi ... Apa iya, ini dari kak David? Kok aku percaya nggak percaya ya!" timpal Tessa.Gina menggedikkan bahunya, ia juga merasa bingung."Ah entahlah, mau nggak nih Tes?" Gina menyodorkan kotak makanan tersebut kepada Tessa."Serius ini buat aku? Tapi sayang loh, ini bagus banget. Kok bisa sih dibentuk kayak wajah kamu? Jadi nggak tega makannya," sahut Tessa."Ya sudah kalau nggak mau, aku kasih saja sama satpam d
Gina dan Rusdi terbelalak mendengar suara Cherly yang sepertinya sedang ketakutan."Ayah, itu Cherly kenapa?" ujar Gina merasa khawatir, begitu pun dengan Rusdi.Mereka saling melempar pandang, dalam tatapan penuh kecemasan."Coba buka, apakah pintunya dikunci? Takutnya ada orang yang mau berbuat jahat kepada Cherly," imbuh Rusdi.Gina mengangguk, lantas ia memutar kenop pintu itu dengan cepat.Ceklek!Gina merasa lega, pintu kosan Cherly ternyata tidak dikunci. Sehingga memudahkan keduanya masuk ke dalam kamar Cherly tanpa hambatan apa pun.Gina dan Rusdi berlari masuk ke dalam. Langkah mereka terhenti, saat mendapati Cherly tengah duduk di atas kasur, dengan posisi membelakanginya."Cherly," panggil Gina.Cherly menoleh mendengar suara Gina. Ia tersenyum dengan keadaan wajah sudah dipenuhi keringat."Gina, kamu ke sini?" tanya Cherly.Gina dan Rusdi menatap heran ke arah Cherly. Baru saja mereka mendengar Cherly teriak ketakutan. Namun, yang mereka lihat saat ini, Cherly terlihat ba
"Kayaknya ada tamu," gumam Gina, setelah ia keluar dari mobil.Pintu utama tampak terbuka lebar, menjadikan Gina berasumsi seperti itu.Gina berjalan masuk menuju pintu utama. Saat kakinya melangkah mulai menapaki ruang tamu, ia terperanjat ketika melihat seseorang yang tengah duduk berkumpul di sofa bersama Ratri dan juga Saga."A-ayah," gumam Gina, ia begitu terpaku sehingga dirinya berdiam di ambang pintu."Gina!" Seru Rusdi, saat dirinya melihat Gina yang baru saja datang.Rusdi terlihat berubah setelah lama ditahan. Sebagian rambutnya telah memutih dan tubuhnya tampak kurus."Ayah!" Gina berjalan cepat, kemudian memeluk Rusdi begitu erat.Gina dan Rusdi menangis di dalam pelukan. Mereka menumpahkan rasa rindu yang salam ini terpendam di dalam diri mereka masing-masing."Ayah ada di sini?" Terdengar suara Gina parau karena tangisan yang tumpah."Iya, Nak. Ayah sudah bebas kemarin, kita bisa bertemu kapan pun yang kita mau. Ayah sudah bebas, Nak," sahut Rusdi dengan suara bergetar.
Lelaki itu menatap Gina, tanpa terganggu sedikit pun dengan bau yang berasal dari pakaian Gina."Mari aku bantu berdiri!" seru lelaki itu."Aku-""Gina, ya ampun!" Dari kejauhan, Tessa dan Cherly berlari saat melihat Gina sudah dalam kondisi kacau."Ya Tuhan ... Kenapa baju kamu bisa kotor seperti ini, Gina?" tanya Cherly, kemudian membantu Gina berdiri."Biasa, aku kena bully lagi. Aku sudah seperti seekor keledai. Jatuh di lubang yang sama," jawab Gina sambil tersenyum getir.Tessa dan Cherly menarik tangan Gina hendak membawanya ke kosan Cherly. Sementara laki-laki yang baru saja menabrak Gina, menatap Gina sampai ia tak terlihat lagi."Kok bisa kamu kena bully lagi?" tanya Cherly, setelah mereka berada di kosan.Kini, Gina telah berganti baju milik Cherly.Gina pun menceritakan awal kenapa ia sampai terkena bully lagi, sampai keadaannya lebih parah dari sebelumnya."Ya Tuhan ... Memang benar-benar ya mereka. Kesal sekali aku, semoga mereka mendapatkan balasan," timpal Tessa yang m
Beberapa hari kemudian, seperti biasa Gina tengah mempersiapkan diri untuk berangkat ke kampus.Sebenarnya Gina merasa malas, setiap hari ia harus berhati-hati dengan keadaan kampus. Ah, bukan keadaan tepatnya, melainkan ketiga monster kampus yang selalu membuatnya kesal. Beberapa kali Gina mengalami bullying seperti dilempar telur, disiram air, dilempar tepung, dan masih banyak lagi. Tak habis pikir, ketiga monster kampus itu masih tetap saja aman di kampus itu. Dari sekian banyaknya mahasiswa di sana, tak ada seorang pun yang berani melawan atau melapor mereka. Pernah beberapa kali, Gina ingin melaporkan kasus bullying itu. Namun, selalu gagal karena ketiga monster itu tidak membiarkan Gina melakukannya."Sayang, sepertinya aku bakalan pulang cepat lagi nanti. Em ... Aku mau makan siang sama kamu berdua di pinggir danau," ujar Saga, saat mereka sedang sarapan pagi."Ehem ... Jadi hanya berdua nih? Aku sama Andres nggak diajak?" timpal Gina sambil melirik Andres."Hanya kami berdua,
Gina menggedikkan bahunya, ia juga merasa ragu sama seperti yang dirasakan Tessa.Kosan yang baru saja disewa Cherly terlihat tidak terawat. Bukan berarti kumuh, akan tetapi, keadaanya yang terlihat lembab."Entahlah, aku juga ragu, Tes. Kosan ini juga berada di paling ujung berbatasan dengan kebun pisang," sahut Gina."Em ... Apa kita kasih saran saja sama Cherly, buat cari lagi kosan yang lain? Aku saja sekarang ini, kok kurang nyaman, ya!" seru Tessa.Gina terdiam, ucapan Tessa ada benarnya juga. Namun, apakah Cherly setuju?"Tapi Cherly sudah membayar sewa selama beberapa bulan ke depan, Tes. Tapi ... Kita coba tanyakan saja nanti kalau dia sudah kembali," sahut Gina.Tak berselang lama, Cherly kembali dengan membawa 3 cup minuman dingin yang ditenteng di dalam kantong kresek bening."Ini buat kalian, huhhh haus banget," ujar Cherly, lantas memberikan 2 cup minuman itu kepada Gina dan Tessa."Terima kasih, Cher. Em ... Cher, kamu yakin mau tinggal di kosan ini?" tanya Gina memasti