“Sayang, terus jangan berhenti,” desah Susan sambil mencengkram punggung Erik dengan kuat. Dia merasa tidak pernah Erik sekuat ini sebelumnya. Ternyata obat yang lelaki itu minum sangat ampuh.
“Iya, kamu senang kan. Aku bisa sekuat ini. Obatnya sangat manjur,” ucap Erik menggagahi tubuh Susan dengan semangat membara.
Waktu menunjukkan pukul lima pagi, Susan dan Erik kembali menikmati gairah liar mereka. Tidak peduli dengan pandangan orang, mereka mendesah dan mengerang terus menerus. Mereka tidak seharusnya melakukan ini. Susan itu sudah menikah!
Erik Mahesa adalah seorang aktor terkenal yang bersinar sekitar lima tahun yang lalu. Dia memacari asisten sekaligus managernya sendiri, Arini Rinjani, 23 tahun. Sebenarnya Arini adalah lawan mainnya di film ‘Menggapai Asa’ yang melambungkan nama Erik ke dunia industri hiburan tanah air.
Sayangnya nasib Arini tidak sebagus dan semulus Erik dalam menapaki dunia hiburan. Aktingnya kurang diminati oleh para produser hiburan dan juga sutradara. Karirnya redup lalu namanya tenggelam. Arini malah sedikit dikenal karena dia berhubungan dengan Erik seorang aktor pujaan para wanita.
Entah kasihan atau bagaimana, Erik menjadikan Arini sebagai managernya. Di kota besar seperti ini sangatlah sulit untuk bertahan jika tidak memiliki kemampuan dan juga keberuntungan. Arini menerima tawaran Erik. Cinta mereka memang sudah bersemi saat mereka beradu akting bersama.
Tiga tahun mereka merajut kasih bersama. Arini tidak mengeluh dan dia tetap saja bahagia meskipun rasanya malah seperti keset. Dua hari yang lalu, Erik baru sama melamar Arini untuk menjalani sisa hidup bersama. Tentu saja itu menjadi hal yang terindah baginya.
Sayangnya semua itu ternyata hanya bohong belaka. Erik berselingkuh di belakang Arini. Diam-diam dia merajut kasih dengan Susan Bahtiar, seorang model dan juga aktris papan atas. Ayahnya seorang sutradara terkenal yang memenangkan beberapa penghargaan bergengsi. Suami Susan adalah produser film terkenal yang mencetak film-film box office.
Erik sudah merencanakan semuanya. Malam ini dia ingin menghabiskan waktu bersama Susan. Lelaki itu meminta Arini untuk mencarikan jam tangan kesayangannya di lokasi syuting. Barang itu sebenarnya tidak pernah ada di lokasi syuting. Napas Arini sudah tinggal separuh, dia masih terengah setelah mencari barang berjam-jam. Salah satu kru film yang baru saja datang ke lokasi syuting, terkejut melihat Arini sudah berada di lokasi.
“Arini, pagi bener kamu sudah datang,” sapa kru tersebut.
“Apanya yang baru datang, dari kemarin aku tidak pulang.” Arini duduk melantai sambil menarik napas panjang.
“Wah, memangnya kamu kenapa masih di sini? Kemarin Erik dan Susan naik mobil bareng loh,” tanya Kru tersebut sambil mengambil peralatan syuting.
“Masa? Kok aku nggak tau ya,” Arini membulatkan matanya.
“Kamu cari apa sih sampai nggak pulang kayak gini? Ada lingkaran hitam tuh di bawah matamu,” tanya Kru itu semakin penasaran.
“Aku sedang mencari jam tangan kesayangan Erik katanya ketinggalan di lokasi. Padahal hari ini jadwal syuting Erik masih lama. Sore dia baru kebagian, itu pun jika tidak ada banyak take ulang,” ucap Arini sambil menyandarkan kepalanya ke dinding.
“Lah, kemarin aku lihat dia pakai jam itu kok, waktu pamit pulang ke sutradara.” Kru tersebut menganggukkan kepalanya.
“Kamu jangan bercanda,” tampik Arini sambil menepuk Pundak Kru tersebut.
“Serius.” Mengacungkan dua jarinya.
Arini membelalakan matanya. Semalaman dia tidak tidur, Erik sudah menipunya. Ternyata lelaki itu malah bersama Susan. Pikirannya berkecamuk. Perasaannya semakin tidak enak. Dia pamit pada Kru tersebut lalu dia bergegas pulang ke apartemen milik Erik.
Jantungnya berdebar, dada sudah kembang kempis. Arini memesan ojek online. Hatinya terus merasa ada firasat buruk dengan kebersamaan Susan dan Erik. Sudah lama dia mencurigai kedekatan mereka. Ini bukan hanya sekedar lawan main saja, tetapi ini lebih dari itu.
Arini mengepalkan tangannya. Dia berharap firasatnya ini salah.
Akhirnya dia sampai di halaman parkir apartemen Erik. Arini berjalan dengan kaki yang gemetar. Dia belum makan semalaman. Perutnya terus bernyanyi. “Ah, nanti juga aku bisa makan di apartemen,” monolog Arini sambil mengusap perutnya.
Dia berjalan menuju lift, hatinya semakin tidak enak. Arini tidak mau memikirkan hal yang buruk. Dia mencoba menghubungi Erik, akan tetapi tidak ada jawaban.
Sampailah dia di lantai apartemen Erik. Kakinya menuju pintu apartemen, lalu mengambil kunci pintu apartemen. Arini menarik napas sejenak, satu tangannya masih memegang telepon genggam. Dia buka pintu perlahan tanpa suara. Erik memang tidak suka tidurnya diganggu. Dia selalu uring-uringan jika tidurnya terganggu. Arini melepas sepatunya. Dia berjalan perlahan, hampir mirip seperti maling yang mengendap-endap.
Terdengar suara desahan pria dan wanita. Pintu kamar Erik pun tidak tertutup rapat. Arini mencoba melihat ke dalam. Awalnya dia ragu. Jika dia sampai masuk ke sana, akankah Erik merajuk kepadanya atau tidak.
Arini mengintip dengan perlahan tanpa suara. Matanya langsung membulat sempurna. Satu tangannya menutup mulutnya. Bola matanya berkaca-kaca. Dia melihat jemari wanita sedang mencengkram punggung Erik.
“Astaga.”
Dengan tangan gemetar, Arini mengambil ponselnya. Dia merekam Erik dan wanita yang sedang bersamanya. Saat Wanita itu bangkit dan kini dia berada di atas tubuh Erik, Arini semakin tersentak. Wajah Wanita itu terekam secara jelas oleh Arini. Dia segera menyimpan hasil rekaman video tersebut. Arini memejamkan mata sambil memeluk telepon genggamnya. Jantungnya berdebar kencang, dia tidak bisa menahan diri lagi, masuk ke kamar lalu melabrak pasangan terlarang seperti itu.
“Bajingan Kamu!” labrak Arini. Kekasihnya itu sedang enak-enak dengan Susan model terkenal.
Erik terdiam, matanya terbelalak saat mendengar pekikkan Arini. ‘Kenapa wanita itu harus datang di saat yang tidak tepat seperti ini sih?’ kesal Erik di dalam hatinya. Dia yang sedang bermadu kasih dengan selingkuhannya akhirnya ketahuan juga. Lelaki itu mengibaskan tangan ke kepala mengacak rambutnya. “Ngapain sih kamu ke sini?” tanya Erik dengan garis bibir yang menekuk ke bawah.
“Ngapain? Justru aku yang bertanya. Kenapa dia ada di sini? Aku mencari jam kesayanganmu semalaman. Aku rela tidak tidur. Ternyata kamu malah bersenang-senang dengannya,” Arini menarik napas. Dia melanjutkan kembali kata-kata yang sempat terhenti, “Susan, kamu itu sudah punya suami. Kenapa kamu menginginkan Erik yang sudah bertunangan dengan aku?”.
“Cih nangis doang bisanya,” cibir Susan sambil mengambil pakaiannya yang tergeletak di lantai.
“Kenapa kamu ganggu kita sih. Lagi enak-enakkan juga. Lagi pula kita itu hanya bertunangan tidak resmi Arini. Artis tidak terkenal seperti kamu itu tidak menguntungkan bagiku,” keluh Erik sambil mengambil pakaian dalamnya.
Plaaak!
“Tega kamu!” seru Arini. Tangannya terasa panas setelah menampar Erik dengan seluruh tenaganya.
Pipi Erik kemerahan, tamparan Arini membekas di wajahnya yang tampan. Arini menarik napas dengan cepat. Air matanya terus mengalir dengan deras. Erik mengusap pipinya yang terasa perih.
“Bangsat! Wajah ini asset berhargaku! Pergi dari sini. Aku muak melihat wajah memelasmu itu!” usir Erik dengan sarkasnya.
Arini menggelengkan kepalanya. Erik biasanya bersikap manis kepadanya. Sekarang dia berubah 360 derajat. Rasa-rasanya dia telah berhubungan dengan topeng selama ini. Jantungnya berdebar dengan sangat cepat. Satu tangannya mengepal kuat dan tangan satunya lagi mengurut dada.
“Bajingan Kamu Rik! Aku rela menjadi asisten sekaligus manajer kamu, menyiapkan seluruh kebutuhan kamu. Sekarang balasannya apa? Kamu seperti ini. Baik Erik. Aku akan pergi dari kehidupanmu, tapi ingat roda kehidupan itu berputar. Kamu akan merasakan apa yang aku rasakan, camkan itu!” Arini menunjuk Erik dengan penuh kekesalan. Dadanya kembang kempis dan kepalanya terasa berdenyut.
Arini mengambil semua pakaiannya di dalam kamarnya. Arini dan Erik memang tinggal serumah. Akan tetapi mereka tidak pernah melakukan sesuatu yang lebih. Arini menjaga betul satu-satunya hal yang berharga dalam hidupnya. Dia tidak menyerahkan kesuciannya untuk Erik, hal itu hanya untuk suaminya kelak.
Erik melihat Arini sedang mengepak semua barangnya. Ada perasaan tidak tega saat melihat wanita itu menangis sesenggukkan sambil mengemas barang miliknya. Erik berdiri di depan pintu kamar sambil menyilangkan tangan. Dia menyandarkan kepalanya ke pintu sambil terus memperhatikan Arini.
“Rin, jangan pernah kamu sebarkan berita ini!” ancam Erik menatap Arini dengan tajam.
“Apa hakmu bicara seperti itu? Aku akan mengundang seluruh wartawan untuk konferensi pers. Tenang saja, karirmu pasti hancur Erik!” balas Arini sambil mengambil koper yang sudah siap.
“Beraninya kamu!” Seru Erik dengan tangannya yang terangkat. Dia hendak menampar Arini.
“Tampar aku!” tantang Arini sambil menyodorkan pipinya ke arah Erik.
Erik melihat Arini sedang mengepak semua barangnya. Ada perasaan tidak tega saat melihat wanita itu menangis sesenggukkan sambil mengemas barang miliknya. Erik berdiri di depan pintu kamar Arini sambil menyilangkan tangannya. Dia menyandarkan kepalanya ke pintu sambil terus memperhatikan Arini.
“Rin, jangan pernah kamu sebarkan berita ini!” ancam Erik menatap Arini dengan tajam.
“Aku akan mengundang seluruh wartawan untuk konferensi pers. Tenang saja, karirmu pasti hancur Erik!” balas Arini sambil mengambil koper yang sudah siap.
“Beraninya kamu!” Seru Erik dengan tangannya yang terangkat. Dia hendak menampar Arini.
“Tampar aku!” tantang Arini sambil menyodorkan pipinya ke arah Erik.
Pertengkaran Arini dan Erik akhirnya berakhir dengan perginya Arini dari apartemen Erik. Perasaan sedih, hancur dan terkhianati, Arini rasakan. Dia berjongkok di sudut ruangan tempat lift berada. Menangis sambil memeluk kedua tangannya. Setelah puas menangis, Arini akhirnya memutuskan untuk pergi ke kantor Suami Susan bekerja. Dia ingin menunjukkan jika Susan itu adalah wanita tidak setia. Arini mengumpulkan semangat dan keberanian untuk bertemu dengan Suami Susan yang terkenal angkuh. Sesampainya di depan kantor Elfas Sinema, Arini memaksa ingin bertemu Hendri Hanggono, suami Susan. Pada awalnya resepsionis, melarangnya, tetapi Wanita itu berkeras menerobos masuk ke ruangan Hendri. Sambutan tatapan tajam dari Hendri membuat nyali Arini ciut. Arini menarik napas panjang dengan tangan yang mengepal ponsel miliknya. “Ada apa kamu menerobos ruangan saya. Sudah berulang kali saya katakan tidak ad
Genangan air sudah menenggelamkan sebagian tubuh Arini. Kontrakan yang dia tempati kini dikepung oleh air banjir yang memenuhi seluruh ruangan. Arini panik. Dia segera bangun untuk menyelamatkan benda berharga miliknya. Untung saja telepon genggam dan juga kartu identitasnya semua ada di dalam tas yang di simpan di atas lemari. Arini menyelamatkan baju yang masih kering sebisanya. Dia segera dibantu oleh warga dan juga tim SAR untuk pergi ke tempat penampungan. Rasa-rasanya banyak betul cobaan yang dia harus hadapi. Setelah genangan air mulai surut, Arini akhirnya kembali ke kontrakannya. Dia melakukan aktifitas mencari pekerjaan lain selain casting. Dia melamar sebagai pramuniaga restoran untuk menyambung hidupnya.
“Pergiiii! Pengacau!” usir Arini hingga urat kepalanya menonjol ke luar. Susan tidak pernah dibentak seperti itu. Jemari lentiknya langsung menarik bisep kekar di sebelahnya. Dia tidak ingin mendapatkan perlakuan yang lebih dari itu. Erik masih tidak bisa berpaling dari wajah Arini. Hatinya ingin sekali memeluk gadis itu. Mengapa setelah dia pergi rasa itu malah muncul semakin menjadi. Apakah ini yang dinamakan karma? “Sayang, ayo cepat kita pergi!” Susan mengerutkan keningnya. “Iya,” Langkahnya terasa berat. Padahal ia ingin sedikit lebih lama berbincang dengan Arini. Bagaimanapun juga, lima tahun bukanlah waktu yang sebentar. Banyak cerita dan asa yang pernah mereka bangun bersama. Hanya karena hadirnya seorang wanita yang lebih menarik dan juga tingkat koneksinya yang cukup tinggi membuatnya harus melepaskan Wanita berambut coklat itu.
Terlihat jelas ada genangan air mata yang menghiasi wajah gadis cantik itu. Rasa laparnya pun seketika menghilang ketika Tio melakukan hal yang biasa dia lakukan kepadanya dulu. Jelas saja, memori yang selalu ingin dilupakan Arini kembali hadir dan terasa perih. Dia meletakkan sendoknya lalu pergi meninggalkan Tio. Gadis itu berlari dengan kencangnya, dia tidak ingin sakit hati untuk kedua kali dengan orang yang sama. Tidak bisakah dia hanya ada dalam ingatan saja. Mengapa kita harus bertemu kembali? Tio terkejut melihat Arini pergi meninggalkannya dengan mata yang berkaca-kaca. Tio bergegas membayar sarapannya lalu berusaha mengejar Arini. Terlihat punggung Arini yang perlahan menjauhi dirinya. “Rin, tunggu,” panggil Tio. Arini berpikir, dia ingin Tio mengejarnya, seperti saat dulu ketika dia merajuk. Lama Arini menunggu, Tio tidak kunjung datang. Gadis itu menyeringai, dia se
Tio dan Farhan saling berjabat tangan memperkenalkan diri satu sama lain. Tio banyak menanyakan asal usul Farhan, begitu pun sebaliknya. Di sini, Arini malah menjadi canggung. Keduanya berbincang seolah tidak ada orang lain. Angin bertiup sangat kencang, rok yang dikenakan Arini tersingkap. Sepasang mata kedua lelaki itu seketika melebar. Wajah cantik itu seketika memerah tatkala melihat ekspresi kedua lelaki yang ada di hadapannya. ‘Mata lelaki semua sama,’ kesalnya dalam hati. Farhan dan Tio memalingkan wajah mereka, tidak mungkin bagi mereka melewatkan pemandangan langka seperti itu. Sisi lainnya mereka pun merasa seperti lelaki hidung belang jika mereka melihatnya dengan tatapan berhasrat. Suasana menjadi sangat canggung setelah kejadian tadi. Sesampainya di rumah Farhan, Arini berjalan dengan santainya memasuki rumah yang menjadi kenangan masa kecilnya. “Farhan, kamu masih ingat t
Pagi ini, garis bibir Tio sudah terangkat sempurna. Sungguh dia benar-benar menantikan hal ini. Skenario yang sudah disimpan selama lima tahun, kini bisa terwujud. Arini adalah pemeran yang sangat pas. Kisah ini memang ditujukan untuknya. Parfum yang sudah lama tidak pernah dia gunakan setelah lima tahun akhirnya dia kenakan kembali. Aroma musk menyeruak ke sekitarnya. Dia melihat jam di dinding kamarnya, baru jam tujuh pagi. Dia sudah tidak sabar ingin segera menjemput Arini. Melihat tingkah putranya yang tidak biasa, membuat Cintami (Ibu Tio) penasaran. Anak lelaki kesayangannya itu menghampiri lalu berpamitan kepadanya. “Mam, Tio pamit ya mau syuting,” ucap Tio. “Kamu mau ke mana Sayang? Ingat kamu baru dua tahun loh, jangan terlalu lelah,” tanya Cintami sambil mengusap rambut anaknya. “Mami, akhirnya Tio bertemu dengan Arini. Rasanya Ti
Setelah menghabiskan seluruh makanan di atas meja, mereka pulang. Selama di perjalanan, Arini dan Tio diam seribu bahasa. Lelaki yang disukai Arini itu terlalu pendiam. Terkadang membuat gadis itu sulit mengerti apa yang sedang dipikirkan olehnya. “Tio, memangnya kamu ingin ikut festival di mana?” tanya Arini membuyarkan keheningan. “Oh, aku akan mengikuti festival di Jepang. ‘Shorts Shorts Film Festival’ kamu tahu, kan,” tutur Tio sambil tersenyum manis. “Ah serius mau ikutan festival itu?” Mata Arini terbelalak dengan membuka mulutnya lebar-lebar. “Serius.” Menganggukkan kepala. “Semoga saja film kita masuk nominasi,” harap Arini berbunga-bunga. “Amiin, aku pun berharap demikian.” Tio menepikan mobilnya. Akhirnya dia sampai di depan gerbang rumah Arini. Tio kembali membukakan pi
Ibu Arini mencari putrinya. Dia mendapati Farhan dan Arini sedang di kamar berdua sambil berpegangan tangan. Dalam pikirannya menjadi semakin berkecamuk. Apakah putrinya dan Farhan sudah saling menyatakan perasaan. “Rin, kamu sedang apa sama Farhan?” tanya Ibu Arini sambil bersandar di kusen pintu. “Rini tadi kelilipan, jadi Farhan bantu tiup,” jawab Arini berbohong. Farhan ikut menganggukkan kepala, menyetujui ucapan Farhan. Jelas mereka berdua sedang berbohong, tidak mungkin kelilipan tapi pegangan tangan. Berarti hubungan mereka kini lebih dari sekedar teman, dalam hatinya. “Ya sud
“Arini, tunggu sebentar,” tahan Tio.Arini berusaha untuk tersenyum walau dia baru saja menangis. Dia mencoba menatap lelaki itu senormal mungkin. Hatinya penuh kekhawatiran, takut kehilangan sosok ini.“Rin, ada yang mau aku katakan,” ucap Tio, matanya berubah sayu.“mau katakan apa?” jawab Arini bernada lembut.“Aku enggak mau pacaran sama kamu.” Tio meraih tangan gadis itu.“Ternyata dia masih seperti ini,” batin Arini.“Aku ingin kita lebih dari sekedar pacaran. Aku enggak bisa lihat kamu jalan sama cowok lain, bergandengan tangan selain denganku. Apalagi aku enggak bisa membayangkan kamu menjauh dan tidak lagi punya perasaan kepadaku. Aku ini posesif Rin,” jelas Tio.Arini membuka matanya lebar, dia masih belum paham maksud dari perkataan Tio.&ld
“Arin, kenapa kamu keras kepala. Tidak bisakah kamu menyerah saja,” pinta Tio putus asa.Lelaki itu ingin mendorong Arini, tetapi dia juga tidak ingin Arini jauh darinya. “Arini, sudah berulang kali aku berusaha untuk tegar tanpamu. Aku tetap saja tidak bisa melihatmu dengan lelaki lain. Aku tidak mau kamu terpaku karena hubungan yang menyakitkan ini,” batinnya.“Kamu mencintaiku, aku juga mencintaimu, mengapa aku harus menyerah? Aku akan berusaha memantaskan diri agar kamu mau bersamaku,” jawab Arini sambil menghapus air matanya.
Arini bangkit. Dia raih tangan Tio lalu dia letakkan di dadanya. “Aku rela menukar kehidupanku. Asal kamu tetap ada sampai aku menutup mata,” ucap Arini. Terlihat ada genangan air di pelupuk matanya.Rasanya menjadi bintang terkenal tidak akan membuatnya bahagia jika dia tidak bersama lelaki ini. Arini hanya wanita sederhana. Dia tidak memiliki banyak keinginan, hanya satu keinginannya saja. Bahagia bersama lelaki yang ada di hadapannya.“Kamu jangan bilang seperti itu. Hidupmu itu sangat berharga,” tegur Tio dengan lembut.Arini meraih jemari Tio, mengizinkannya untuk merasakan detak jantungnya. Terasa debaran jantung Arini yang berdetak kencang dari telapak tangan Tio. Lelaki itu meraih tangan Arini, meletakkannya di sebelah kiri dadanya. Mereka berdua sama-sama merasakan debaran jantung mereka.Mata keduanya saling beradu, tatapan mereka sendu dan ada sebuah harapan yang te
“Perempuan jalang itu!” Susan meremas botol air mineral yang ada di tangannya. Managernya Susan seketika menelan salivanya. Kedua alis matanya mengerut saat melihat Susan yang kesal saat membaca headline berita online jika Arini mendapatkan penghargaan festival film pendek. “Bos, kan Bos sudah terkenal. Kenapa repot-repot urusin artis nggak terkenal itu?” tanya Manager. Susan seketika langsung mendelik. “Pokoknya dia harus segera menghilang dari peredaran. Enak aja, karir gemilang itu Cuma buat gue. Lo telepon semua kenalan laki gue, bilang jangan pernah kasih tawaran film buat si Jalang itu!” perintah Susan. Erik yang baru selesai take syuting menghampiri Susan. Dia duduk di sampingnya sambil minum sebotol air mineral. Asistennya touch up agar penampilan Erik sempurna seperti biasanya. “Beib, kamu kenapa kayak kesel gitu?” t
Hari yang paling dinantikan oleh Arini dan Tio. Acara bergengsi yang melibatkan banyak sineas dari berbagai negara berkompetisi untuk mendapatkan kesempatan masuk nominasi piala Oscar kategori film pendek.Lelaki itu sudah menyiapkan sedemikian rupa. Make up artist yang sudah disewanya untuk mendandani Arini menjadi wanita cantik layaknya putri. Sedangkan Tio sudah memesan tuxedo yang pas untuk bersanding dengan gaun Arini yang mewah.Potongan rambut Tio kini menjadi classic cut dengan dasi kupu-kupu bertabur swaroski. Tuxedo berwana navy blue
Setelah hari itu, Arini berjanji pada dirinya sendiri, dia tidak akan mendesak Tio untuk menjadikannya kekasih. Asalkan bersama Tio, dia tidak mengapa.Tibalah hari keberangkatan mereka ke Tokyo. Ini kali pertama Arini pergi ke luar negeri. Tio pun sangat tidak sabar untuk segera menghadiri perhelatan tersebut. Mereka berdua sudah bersiap menuju bandara. Cintami dan kedua orang tua Arini sangat bersedih dan juga terharu. Mereka berharap Arini dan Tio akan membawakan hasil yang baik.
“Tio, tanganmu kenapa?” Arini bergegas menghampiri Tio yang terlihat frustasi.“Arin, kenapa kamu ….” Tio tidak bisa meneruskan kata-katanya.Arini langsung merengkuh lelaki itu. Seberapa besar lelaki itu menolaknya atau bahkan mendorongnya pun dia akan terus merengkuh lelaki ini. Hanya dia yang selalu datang menyelamatkannya. Kini giliran dirinya yang mempertahankan perasaannya.“Jangan usir aku. Aku nggak bisa tanpamu,” pinta Arini lirih.Tio membelalakkan matanya. Angin apa yang membawa gadis ini kembali kepadanya. Arini tidak ingin membicarakan penyakit yang diderita Tio, dia akan tetap menjaga rahasia yang ibunya Tio katakana kepadanya.“Aku juga.” Tio membalas rengkuhan Arini.Sungguh, hal ini tidak terduga baginya. Pada awalnya dia berpikir ki
“Arrrggghh, kenapa aku bodoh seperti itu? Tuhan, mengapa aku ditakdirkan lemah seperti ini?” kesal Tio merusak barang-barang disekitarnya. Dia menarik rambutnya kuat, melemparkan barang-barang miliknya.Tio sangat kesal pada dirinya sendiri. Ada satu hal yang tidak bisa dia katakan pada Arini. Dia tidak mau Arini sedih lebih dari ini. Namun, hal ini mungkin akan membuat Arini dan dirinya semakin menjauh.Di tempat lain,Cintami kembali lagi ke rumahnya karena ada barang yang tertinggal. Di tengah perjalanan, sudut matanya menangkap seorang Wanita yang sedang duduk sambil memeluk kedua lututnya. Cintami akhirnya menoleh, mencari tahu siapa yang sedang duduk di sana.Ternyata gadis itu adalah Arini. Cintami menduga jika Arini seperti itu pasti sedang bertengkar dengan putranya. Sebagai seorang Wanita, dia harus membujuk Arini agar mau tetap bersama anaknya. Dia meminta s
Tangan Tio mulai menyentuh tengkuk Arini dan tangan satunya menarik pinggang gadis itu dengan erat. Sedangkan kedua tangan Arini berada tepat di dada bidang Tio. Tangan Arini merasa ada sesuatu yang aneh saat tangannya menyentuh dada Tio.Pada saat bibir mereka hamper beradu, ada asisten rumah mengetuk pintu kamar Tio. Seketika Tio dan Arini langsung duduk sambil merapikan pakaian mereka. Asisten tersebut ternyata membawakan makan siang untuk Tio dan Arini.Wajah keduanya sama-sma memerah. Sungguh sangat tidak terduga, mereka hampir saja melakukannya dan hamper ketahuan oleh orang lain. Setelah asisten itu pergi, Arini dan Tio mulai menyantap makanannya bersama. Arini dengan sepenuh hati menyuapi Tio makan.Tio memanfaatkan situasi dengan bersikap sangat manja. Terkadang dia bersandar di bahu Arini, sesekali dia memperlihatkan lesung pipinya. Rasanya seperti meleleh. Wanita mana yang tidak menyukai lelaki t