Saat ini, Alvin, Restu dan seorang klien perempuan bernama Alice, berada di sebuah cafe. Mereka sedang melakukan pertemuan, sekalian makan malam.
Alice meminta pertemuan di cafe, tentu saja kalau hanya berdua Alvin tak bisa. Makanya, ia mengajak Restu bersamanya. Setidaknya, ia harus menjaga kepercayaan yang diberikan oleh istrinya. Apalagi Alice adalah perempuan yang sempat membuat Kim salah paham.
''Maaf, kalau Pak Alvin dan Pak Restu tidak menyukai tempat yang saya pilih," ujarnya sesaat setelah makan.
"Nggak apa-apa." Restu yang jawab,
"Maaf, Pak Alvin, apa ada masalah?" tanya Alice yang tak mendapat respon dari Alvin.
"Tidak," jawabnya singkat.
"Biasalah, Pak Alvin lagi mikirin seseorang yang namanya tak pernah bisa menghilang walau sedetik pun dari pikirannya," jelas Restu.
"Apa sih, Restu," gumam Alvin sambil geleng-geleng.
"Emang bener, kan," balasnya. "Bentar ya, saya ke toilet dulu," ujar Restu meninggalkan Alvin dan
'Prankkk....' Tak tahu harus melampiaskan kekesalan dan rasa kecewanya pada siapa, jadilah sebuah kaca berukuran besar yang posisinya ada di dinding dekat pintu kamar, hancur berserakan di lantai, diiringi tetesan darah yang mengucur dari tangan Alvin.Mendengar itu, Bibik dan Restu yang berada di bawah segera menghampiri asal suara."Astaga, Vin, lo apa-apaan coba," kaget Restu sedikit berlari menghampiri Alvin dengan tangan kanannya yang sudah bersimbah darah."Kita ke rumah sakit," ajak Restu menarik Alvin untuk mengikutinyaIa menyingkirkan tangan Restu."Cuma luka kecil," balasnya masih tetap tenang. Entah ia tak merasakan sakit pada tangannya hingga sikapnya masih seperti itu."Heh, ini tangan lo luka parah.Lo nggak liat, ini darahnya nggak berhenti-berhenti ngucur," omel Restu.Tapi sepertinya ocehan sobatnya itu tetap tak ia hiraukan. Karena dengan santai nya ia jalan meninggalkan Bibik dan Restu
Sosok yang masih berada di posisi teratas dalam hidupnya, dalam keadaan tergeletak di lantai dengan bekas darah yang sudah mengering di pergelangan tangan dan jarinya.Kim langsung menghampirinya dengan rasa khawatir."Kak Alvin...,Kak bangun...,aku nggak mau ditinggal sama Kakak," pekik Kim langsung histeris mendapati kondisi suaminya.Bibik juga ikut menghampiri, berharap majikannya itu dalam keadaan yang baik-baik saja.Alvin tiba-tiba tersadar."A-aku cinta sama kamu dan nggak pernah khianatin ka-kamu, Kim," ujar Alvin terbata-bata melanjutkan ucapannya hingga ia kembali tak sadarkan diri."Kak...,bangun...,Kak Alvin...." Tangis Kim semakin menjadi, ia takut sesuatu yang buruk menimpa Alvin.Alvin menghapus air matanya, dan meminta Mang Didin dan juga Bibik membantunya membawa Alvin menuju mobil."Aku mau ke Rumah sakit, sepertinya dia kehilangan banyak darah. Bibik tolong hubungin Kak Restu, ya. Ce
"Kim," panggil seseorang saat ia hendak berjalan menuju ruang kelasnya.Mendengar namanya dipanggil, Kim membalikkan badannya ke arah sumber suara. Ia langsung memasang wajah malas saat mengetahui yang memanggilnya adalah Dion."Ck, Dion," dengusnya."Kim, sorry, aku nggak bermaksud gangguin kehidupan kamu lagi. Tapi kali ini aku mau minta tolong sama kamu," ujar Dion"Minta tolong apa?" "Karna kejadian waktu itu, papaku dipecat dari pekerjaannya.Dan karna berurusan dengan Pak Alvian, sampe saat ini beliau nggak diterima di manapun melamar pekerjaan," jelas Dion"Urusannya sama aku?""Aku mohon, tolong bilangin sama Pak Alvian buat maafin semua kesalahanku dan keluargaku.Karna kalau beliau belum memaafkan, papaku nggak akan mendapatkan pekerjaan sampai kapan pun.''Ribet ya, kalau sudah bermasalah dengan Alvin, pikirnya."Ntar, aku pikirin lagi,
Saat terbangun, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Ia mengarahkan pandangan ke sebelahnya, sosok laki-laki yang masih berada di alam tidurnya. Dialah, suaminya.Kim berniat beranjak dari tempat tidur untuk segera mandi, tapi Alvin langsung menariknya untuk kembali tidur."Kamu mau kemana sih, hmm?" tanya Alvin memeluknya posesif dengan suara serak khas bangun tidur."Mau mandilah, Kak," jawabnya."Ntar ajalah," balasnya."Ini udah jam 7 malam loh, Kak."Alvin melirik Kim dengan lirikan yang aneh. "Kita ulang lagi, ya?" rengeknya.Mendengar rengekannya yang sangat-sangat manis, ia serasa mau meleleh kayak es krim."Nggak. Aku capek," tolak Kim.Pada saat itu tiba-tiba terdengar suara ponsel yang berdering pertanda ada pesan masuk. Alvin memandang Kim dengan garang, tapi Kim nya malah tersenyum gaje."Itu bukan ponsel aku loh, Kim.""Maaf, itu pon
Akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari kamar mandi cuma pake handuk yang menutup tubuhnya dari dada hingga atas lutut. Bisa dipastikan, mata laki-laki manapun akan berhenti berkedip kalau melihat seorang cewek cuma pake handuk doang, termasuk Alvin."Hallo, selamat malam.""Selamat malam, maaf, ini dengan siapa, ya?""Saya istrinya Pak Alvin, beliau lagi keluar," jelas Kim."Oh, maaf Nyonya Alvian. Begini, saya dari pihak PT kencana, cuma mau memberi kabar pada Pak Alvian, kalau kami memutuskan untuk memperpanjang kontrak kerja dengan pihak beliau," terangnya."Oo, begitu, baiklah Pak, nanti saya akan beritahu sama Pak Al-vian," balas Kim tersendat. Karena ia biasa memanggilnya Alvin, bukan Alvian."Terima kasih banyak Nyonya Alvian," ucapnya."Sama-sama, Pak."
"Akhirnya lo datang juga Pak bos. Gue udah hubungin lo dari tadi siang tau nggak," oceh Restu saat Alvin baru sampai dihadapannya.Ia memutar bola matanya malas. "Biarin gue duduk dulu, Restu.""Oke, silahkan," ujar Restu sok formal."Terimakasih," balas Alvin."Jadi?" Ternyata dia masih menunggu jawabannya Alvin."Ponsel dari tadi siang gue non-aktifin," ungkap Alvin"Kenapa?""Lagi sibuk.""Lagi jalan sama Kimmy?" tebak Restu.Alvin mengangguk. "Dia nggak mau ada yang mengganggu," tambahnya sambil dengan seenaknya meneguk minuman milik Restu yang baru saja dibawakan pelayan cafe."Itu minuman gue, Pak," dengusnya."Belum diminum, kan? Makanya gue berani dan mau minum. Kalau bekas lo mah gue ogah, udah nggak steril lagi," jelasnya.Restu mendengus kesal kalau Alvin sudah membahas sebuah kesterilisasian. Tapi apalah daya, itu hanya bisa ia lakukan dalam hati."Kenapa? Lo kesel? Pesen aja
Pagi ini ia bangun seperti biasa.Setelah selesai mandi kemudian turun kebawah menuju dapur. Saat sampai ternyata Bibik sudah berada di sana."Non, Den Alvin semalam pulang dalam keadaan mabuk ya?""Iya, Bik," jawabnya."Sabar ya, Non. Bibik tahu, Non pasti kesal, marah kalau Den Alvin sudah berhubungan lagi sama yang namanya minuman itu. Tapi Bibik yakin, itu semua ajakannya Den Restu," terang Bibik sedikit tertawa."Kenapa ucapan Bibik sama seperti Kak Andi, kalian berdua punya pendapat yang sama.""Non, Den Alvin itu mengenal minuman sejak SMP. Ya itu, awalnya adalah ajakannya Den Restu," ungkap Bibik. "Maklum saja, hidup di tengah-tengah keluarga yang sibuk, dan seolah mengacuhkannya, membuatnya jadi remaja yang bebas di luaran sana. Tapi tidak membuatnya melakukan kesalahan yang fatal, kok. Di luar dia liar, di rumah dia kembali pada sikap aslinya, dingin," terang Bibik."Tapi aku kesel kalau dia mabuk-mabukan, Bik," komentar Kim
Ternyata orang yang memeluk dan orang yang ia tampar dengan tamparan penuh kekesalan barusan adalah suaminya sendiri, Alvin."Kok malah ..." Kaget Kim sambil menunjuk ke arah Alvin yang masih memegangi pipinya bekas tamparan."Vin, itu pasti sangat-sangat menyakitkan. Gue paham gimana rasanya." Ini Ryan yang bicara, seolah sedang meledek Alvin."Kimmy, itu yang lo tampar Pak Alvin," bisik Jeje"Waduhh, bakalan ngamuk nih," tambah HaniKim mendekat pada Alvin dengan rasa bersalah yang teramat."Aduh, maaf banget Kak. Soalnya Kakak tiba-tiba aja main peluk, kan aku reflek," jelasnya."Nggak apa-apa," balas Alvin masih dengan sikap tenangnya itu.Tapi tetap saja Kim merasa bersalah banget."Ini beneran lo Kak, aku ...""Kim, kan udah di bilang nggak apa-apa. Lagipula, aku seneng dengan sikap mu itu.""Seneng?" ditampar kok seneng"Iyalah, coba tadi cowok lain yang lakuin itu ke