"Selalu berikan yang terbaik pada pertemuan pertama. Karena rasa suka bisa datang disaat pandangan pertama, begitupun dengan rasa tidak suka."
----------------------
Alfizam Dinnar Agustaf
Hari ini aku ada jadwal meeting sama client, sebelum berangkat ke kantor gue berencana menjenguk om Diga yang sudah satu minggu ini dirawat di rumah sakit. Tepat pukul 07:00 berangkat bersama Varo, sesuai rencana aku menjenguk om Diga terlebih dahulu. Stelah sampai di rumah sakit aku langsug menuju ruag VIP dimana om Diga dirawat. Kurang lebih satu jam aku ngobrol-ngobrol sama om Diga yang kondisinya sudah semakin membaik.
Flashback
“Assalamualakum.” Aku memasuki ruang rawat om Diga, dan terlihat tante Kayla sedang ngobrol sama dokter.
“Waalaikumsalam ganteng.” Balas tante Kayla seraya menghampiriku.
“Gimana keadaan om Diga tan.” Aku mengambil tangannya dan mencium punggung tangannya.
“Alhamdulillah udah baikan, nanti sore juga udah boleh pulang.” Ujarnya.
Aku dan Varo segera menghampiri om Diga yang terbaring di atas ranjang, sedangkan tante Kayla terlihat sedang mengantarkan dokter untuk keluar dari ruang rawat om Diga.
“Hai om, gimana keadaanny?” Tanyaku sembari membantu om Diga untuk duduk bersandar.
“Alhamdulillah udah mendingan.” Jawabnya.
“Oh ya om, ini aku bawain buah dan kue kesukaan om.” Varo meletakan buah dan kue kesukaan om Diga yang di beli sebelum menuju rumah sakit.
“Terimakasih banyak ya, terimaksih juga udah jengukin om.” Om Diga mengucapkan terimaksih sembari menepuk-nepuk bahu pelan. Aku memang dekat dengan keluarga om Diga bahkan keluarga mereka sudah aku anggap seperti keluarga sendiri.
“Kapan om boleh pulang?” Tanyaku membantu mengambilkan kue yang baru saja Varo belikan.
“Nanti sore juga udah pulang, bosen tiduran mulu.” Ujarnya sambil perlahan memakan kue.
“Lho kok bosen om seharusnya seneng dong bisa lihat plus dipegang-pengang suster-suster cantik.” Dengan senyum jahil Varo mengoda om Diga.
“Seneng bagi yang jomblo, kalo bagi om ya musibah.” Ujarnya terkekeh.
“Kok musibah seharusnya anugrah dong om.”
“Lha gimana nggak musibah setiap ada suster yang meriksa, tantemu sudah siap dengan tatapan mautnya kok.” Aku tertawa mendengar candaan om Diga. Begitulah tante Kayla selalu number one yang maju kalau ada wanita cantik yang deket-deket sama suaminya.
“Mamamu belum sampai Nar?” Tiba-tiba pertanyaan tante Kayla menghentikan tawa kami.
“Hah, emangnya mama mau pulang ya tan?” Aku kaget mendengar pertanyaan tante Kayla barusan, karena mama nggak ngasih tau kalo mau pulang.
“Lho emang nggak ngasih tau kalian ya?” Tanya om Diga.
“Nggak tuh om” Jawabku bareng Varo yang juga kaget.
“Mungkin mau bikin kejutan buat kalian” om Diga.
Flashback End
Keluarga om Diga itu sudah seperti keluarga ku sendiri, setelah kepergian kak Alifa, mama dan papa lebih sering tinggal di Singapura dari pada di Indonesia. Jadi selama mereka di Singapura aku lebih dekat sama keluarga om Diga terutama bang Helga yang sudah seperti abang sendiri, yang selalu membimbing dalam mengurus perusahaan papa di Indonesia.
Setelah dikira cukup menjenguk om Diga aku segera menuju kantor. Saat aku dan Varo berjalan menuju parkiran tiba-tiba mama telfon memberi tahukan bahwa dia mau ke kantor. Apaan deh mama, pulang nggak kasih tau tiba-tiba main ke kantor aja. Saat sedang asyik ngobrol sama mama tiba-tiba ada seseorang yang nabrak ku dan map yang aku bawa jatuh dan kertas yang ada di dalamnya berserakan.
Brukkk…….
“Maaf nggak sengaja.” Seorang perempan dengan kerudung putih sedang mengambil lembaran-lembaran kertas dan memasukannya ke dalam map merah kemudian memberikanya pada ku.
Untuk sekilas mata kami saling bertemu, namun perempuan itu segera menundukan kepala dan langsung pergi.
“Cantik.” Batinku dalam hati, mimpi apa aku semalam bisa ketemu bidadari secantik itu.
Aku masih memandangi perempuan itu, tapi tunggu…, ada noda merah di belakang baju panjangnya, jangan-jangan dia lagi PMS dan tanpa berfikir panjang aku segera memanggil nya sebelum ada orang lain yang melihat noda merah itu.
“Tunggu mbak.” Panggilku sedikit keras.
Prempuan itu berhenti, segeraku buka jas ku dan map yang gue pegang gue kasih ke Varo. Aku langsung menghampiri perempuan itu dan langsung mengikatkan jas di pinggang rampingnya. Aku nggak perduli semahal apa jas yang ku kenakan saat ini, yang penting tuh perempuan nggak menanggung malu.
“Ka-mu apa-apaan.” Terlihat perempan itu terekejut dan berusaha mendorong tubuhku yang sedang mengikatkan jas ke pinggangnya.
“ Maaf mbak saya lancang, tapi ada noda merah di belakang rok anda.” Dengan sedikit senyuman aku berbisik di telinganya.
“Hah….” Dengan wajah polos dan sedikit bingung dia berusaha berfikir akan maksud ucapan ku.
“Iya, ada noda merah di rok anda.” Ujarku memperjelas, semoga aja dia paham.
“Maaf dan terimakasih.” Ujarnya singkat, sepertinya dia sudah mengatahui apa yang aku maksud. Dia menundukan kepala dan segera berlari masuk kedalam rumah sakit.
“Mbak namanya siapa.” Aku berteriak menanyakan namanya, terlihat dia hanya melambaikan tangan tanpa berbalik.
Aku masih setia memandangi gadis cantik itu yang enggan memberi tahu namanya. Gadis cantik berkerudung yang aku taksir usianya 20 tahun itu telah berhasil membuat ku senyum-senyum sendiri akibat wajah polosnya.
“Woi gila lo ya senyum-senyum sendiri.” Varo mengagetkan ku yang tengah merasakan indahnya bunga sakura yang pertaburan dalam hatiku.
“Brisik deh lu, gimana mama?” Tanyaku mengalihkan perhatian, supaya dia nggak kepo lebih lanjut.
“Mama mau nysul ke kantor, nanti sekalian bareng bang Helga mau jemput om Diga.” Jawabnya seraya mengembalikan ponsel yang tadi ku serahkan padanya.
“Ya udah yuk cabut, keburu telat meeting.” Aku ajak Varo untuk segera pergi ke kantor.
“Jas lo mana?” Varo bertanya saat dia sadar aku nggak pakai jas.
“Emmm.” Aku hanya mengangkat kedua bahu enggan menjawab bahwa jas mahalku baru saja aku ksih cewek cantik.
-----------------
Kanaya Naratama
Ceklek…..!
Aku membuka pintu ruang rawat ayah, ku lihat seorang lelaki paruh baya dengan uban yang mulai tumbuh di kepalanya dan tidak lupa dengan kacamata yang menemaninya, tengah fokus melihat tab yang ada di genggamanya.
“Cek..! dasar ayah, sakit aja masih sempet-semmpetnya sibuk sama tab-nya.” Gumamku lirih.
“Ada apa dek?” Tanya bunda.
“Lihat deh bun, saking fokusnya ayah sampai nggak sadar kita datang.” Ujarku memandangi ayah yang tengah fokus dengan tab-nya.
“Ayah mah emang gitu.” Bunda tersenyum melihat aku yang masih heran melihat ayah.
Aku berjalan menghampiri ranjang ayah, dan ayah belum juga menyadari kedatangan ku.
“Assalamuallaikum ayah.” Aku menghampiri ayah dan langsung menyalaminya.
“Waalaikumsalam, lho Nay kapan sampai sini?” Tanya beliua sembari melepas kaca mata bacanya
“Tadi yah, Ayah gimana? udah sehat?”
“Udah, nanti juga udah boleh pulang.”
“Ihhhh ayah kangen” Aku mengambil tab yang ada di tangan ayah kemudian meletakan di atas meja yang terletak di samping ranjang.
“Uluh…uluh, anak ayah.” Ayah merentangkan kedua tangannya dan aku segera masuk ke dalam pelukanya.
“Bunda keluar dulu ya sebentar.” Pamit bunda tiba-tiba.
“Mau kemana bun” Tanya ayah ku.
“Mau beli baju buat Kanaya.” Jawab bunda yang sudah membawa tas di pundaknya.
“Lho emang baju Naya kenapa?” Ayah mengamati bajuku yang kelihatan baik-baik aja.
“Urusan perempuan ayah gak perlu tau.” Sahut ku yang masih bersandar di dada ayah.
“Jagain ayah ya, terutama matanya jangan biarin lirik kanan lirik kiri.”
“Santai bun kalo ada aku aman deh.” tau yang di maksud bunda aku mencium pipi ayah.
Satu jam sudah berlalu dan bunda sudah kembali membawa baju, tanpa menunggu lama aku segera mengganti baju ku di kamar mandi. Setelah mengganti pakaian, aku menyuapi ayah, saat sedang menyuapi ayah tiba-tiba kak Helga dan tante Marta datang.
“Assalamualaiikum.” kak Helga masuk di ikuti tante Marta.
“Waalaikumsalam.” Jawab kami bersama.
“Marta.” Bunda beranjak dari sofa dan segera memeluk tante Marta tidak lupa cipika cipiki tentunya..
Aku, Ayah dan kak Helga hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan dua sahabat yang sedang melepas rindu itu. Setelah panjang lebar ngobrol ini itu, dan setelah dokter Fahri memeriksa ayah akhirnya ayah diperbolehkan pulang ke rumah. Setelah sampai rumah, aku mengantarkan ayah ke dalam kamarnya. Aku segera menghampiri bunda dan tante Marta yang sedang asyik mengobrol.
“ Tan nginep sini kan.” Tanyaku pada tante Marta.
“Nggak, tante juga kangen lah sama anak tante.”
“Terus tante pulangnya sama siapa?”
“Tante dijemput sama Dinnar dia lagi otw ke sini.”
“Tante besok jadi kan nganterin ke kampus?” Tanyaku kepada tante Marta
“Jadi dong, berkas-berkasnya udah lengkap kan?”
“Udah, makasih ya tan.” aku memeluk tante Marta sebagai ucapan terimaksihku.
“Ya udah tan aku ke kamar dulu ya, mau beres-beres dulu tadi belum sempat beres-bers soalnya” pamitku pada tante Marta dibalas anggukan olehnya.
“Lho dek kamu belum selesai beres-beresnya?” Tanya bunda saat aku hendak pergi.
“Belum bun.”
“Da… Ida.” Bunda memanggil mbak ida yang sedang menyiapkan makan malam.
“Iya bunda.” Jawab mbak Ida sopan.
“Tolong bantu Naya beresin barang-barangnya ya.” Perintah bunda pada mbak Ida.
“Siap bun.”
Aku dan mbak Ida bergegas ke kamar dan langsung merapikan barang-barangku yang ada di koper, disela-sela aktivitas aku bercerita pada mbak Ida tentang kejadian yang terjadi di rumah sakit. Tidak lupa aku juga menunjukan jas mahal bermerek itu.
“Pasti dia tampan ya non.” Tanya mbak Ida antusias.
“Jujur dia memang menarik, tapi aku nggak tau namanya siapa.” Ujarku kecewa.
“Jangan-jangan ya non, dia udah punya pacar atu nggak udah punya istri malahan.”
Mendengar pernyataan mbak Ida raut wajahku menjadi murung, seketika bayangan pertemuanku dengan dia muncul di fikiran ku, mulai saat kita saling bertatapan, sampai bagaimana lembutnya dia mengikatkan jas di pinggangku. Mengingat itu semua tak sadar membuat aku senyum-senyum sendiri.
Bersambung..........
"Bertanggung jawab dan bersungguh-sungguhlah dengan apa yang dimulai, bersungguh-sungguh memang berat pada awalnya. Tapi akan menyenangkan jika kita sudah mencintai apa yang kita lakukan."----------- Sesuai rencana hari ini aku pergi ke kampus untuk menyerahkan berkas-berkas untuk melamar menjadi dosen. Ditemani tane Marta aku menuju kampus dan setelah semua beres aku menemui bu Ratna yang merupakan dosen mata kuliah sebelumnya atau dosen yang akan aku gantikan.“Assalamualaikum.” Aku mengetuk pintu ruangan bu Ratna.“Waalaikummsalam, bu Kanaya ya?” Tanya bu Ratna.“Iya bu.” Jawabku sopan.“Silahkan duduk dulu.” Bu Ratna menyuruhku duduk di sofa yang ada di ruangganya.“Perkenalkan saya Ratna, dan ini berkas-berkas berkaitan dengan mahasiswa yang saya ajar.” Bu Ratna memperkenalkan namanya kemudian member
"Allah selalu mempunyai sekenario terindah untuk hamba-Nya. Kita hanya perlu bersabar dan ikhlas dalam menanti, bersyukur atas semua kebaikan dan ujian yang Allah berikan pada kita."---------- Tidak terasa sudah satu minggu aku tinggal di Indonesia bersama keluarga ku, banyak sekali momen-momen yang ku dapatkan dan tentunya belum pernah aku rasakan sebelumnya, seperti saat ini. Kalo dulu, malam minggu aku habiskan buat nonton drakor di apartemen, kali ini malam minggu aku gunakan buat quality time bareng keluarga. Malam ini aku, bunda dan kak Helga ngobrol asyik di ruang keluarga, mulai dari kerjaan sampai kenapa kak Helga masih ngebetah ngejomblo. Saat aku dan kak Helga sedang seru-serunya ngobrol tiba-tiba ayah keluar dari kamar dengan raut wajah yang kelihatan serius. Sejak pertemuanya dengan om Sam tadi siang ayah jadi kelihatan sedikit berubah, entah apa yang s
"Wanita yang layak kamu pilih: Lihatlah bagaimana dia menjaga malunya, bagaimana ia menutup auratnya tatkala lengannya tersingkap ia akan merasa khawatir ada yang melihatnya. Wanita shalihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia."----------Alfizam Dinnar AgustafMalam minggu kali ini aku nggak bisa out bereng teman-teman ku, kalau biasanya malam minggu aku menghabiskan waktu buat ngumpul di rumah sahabat-sahabatku atau traveling bareng bang Helga. alam minggu kali ini aku dan Alvaro harus stay at home buat dengenrin curhatan mama. Udah satu minggu mama tinggal di Indonesia dan selama satu minggu pula akuk dan Varo nggak bisa pulang ataupun keluar malem. Selama satu minggu ini aku juga nggak bisa nongkrong bareng bang Helga, biasanya sepulang dari kantor aku sama bang Helga sering main ke bengkelnya Rendy tapi semenjak adiknya bang Helga pulang, dia jadi sering nemenin adiknya. Aku belum pernah bertemu sama adik
"Hidup, mati, rezeki dan jodoh merupakan rahasia Ilahi yang tidak pernah bisa kita tebak begitu saja. Ada kalanya orang-orang yang sebelumnya tidak saling mengenal, tidak saling menyapa, tidak saling tahu satu sama lain namun akhirnya bersatu sebagai sepasang kekasih halal. Kita tidak pernah tahu bagaimana misterinya sebuah jodoh itu."---------- Hari ini adalah hari minggu, setelah lari pagi bersama kakanya Kanaya ikut belanja bunda dan mbok Ina dengan diantar Helga. Setelah sampai supermarket Kanaya dan Helga memilih menunggu di café yang berada di sebrang supermarket itu. Selama di dalam café Kanaya kelihatan cemberut dan hal itu tidak luput dari perhatian Helga sang kakak.“Was going on?” Helga mengangkat dagu Kanaya dan melihat wajah cemberut adiknya itu.“Nothing.” Kanaya menepis tangan kakanya itu.“Adek ini kenapa?” Kanay
"Jika ditakdirkan bersama, maka dari sudut bumi manapun mereka berasal, mereka pasti bertemu."----------“Ayah, bunda, Om, tante, sebelumnya Kanaya minta maaf, bukannya Kanaya menolak perjodohan ini. Tapi beri Naya waktu, Naya butuh waktu buat memutuskan ini semua. Naya ingin menikah sekali seumur hidup, jadi Naya mohon beri Naya waktu, ya.” Pinta Kanaya memohon ke pada Ayah dan Sam. Dinnar yang sedari tadi tegang menunggu jawaban Kanaya seketika tersenyum lega karena mendengar jawaban Kanaya.Seenggaknya Kanaya tidak menolak perjodohan itu lebih tepatnya belum memutuskan buat menerima atau menolak perjodohan itu. Ya Dinnar pun sadar diri , dirinya hanya seorang mahasiswa dan usianya juga masih labil. Dinnar pun yakin, Kanaya tidak akan setuju dengan perjodohan ini.“Baiklah ayah akan memberi waktu satu minggu buat kalian berfikir.” Ujar Diga, ia memahami
"Percayalah, jika dia ditakdirkan untukmmu, sejauh apapun dia melangkah, sesulit apapun ia kamu raih. Allah akan memudahkan jalanmu untuk memilikinya."----------Kanaya Naratama Setelah berpamitan dengan kak Helga, aku segera menuju ruanganku dan sekali lagi memeriksa jadwal mengajarku. Hari ini aku mengajar tiga kelas, kelas pertama dimulai jam 8 dan itu artinya kelas dimulai 5 menit lagi. Di hari pertama mengajarku ini, aku mengisi kelas dengan perkenalan dan melanjutkan presentasi hasil penelitian yang sebelumnya diberikan bu Ratna. Setelah selesai mengajar dua kelas, aku kembali ke ruanganku untuk mempersiapkan materi mengajar kelas selanjutnya. Tepat pukul 12 siang Nadin menghampiriku buat makan dan shalat dzuhur. Aku dan Nadin pun segera ke kantin kampus untuk makan siang.“Abis ini ada jam ngajar ya?” Tanya Nadin pada ku.u
"50.000 tahun sebelum kita diciptakan, Allah sudah menentukan siapa jodoh kita. Sedekat apapun kalau Allah mengatakan kita tidak berjodoh, kita tidak akan mungkin bersama. Sejauh apapun kita klau Allah katakan kita berjodoh, kita pasti akan berjumpa dengan cara terindah yang sudah Allah rencanakan."-----------Kanaya Naratama Setelah memperkenalkan diri ke pada mahasiswak/i ku, aku mulai mengabsen satu per satu mahasiswa yang berjumlah 30 orang. Hingga tiba aku memanggil nama yang tidak asing bagiku.“Alfizam Din…..” Aku menggantungkan ucapanku mengingat-ingat sesuatu.“Alfizam Dinnar Agustaf, kok namanya mirip ya sama anaknya om Sam, jangan-jangan……” batinku dalam hati.“Alfizam Dinnar Agustaf.” Panggilku lirih namun masih didengar oleh si empunya nama, buktinya dia tunjuk atap dan tersenyum manis.
"Jika kamu adalah perjalanan paling jauh untukku, semoga ujungnya berakhir indah, ya."----------Kanaya NaratamaEh? Pencuri?Tapi dia seperti nggak asing deh, aku pandangi orang yang berjalan mendahului ku itu, walaupun cuma bagian belakang yang bisa ku lihat, aku sudah tau siapa dia."Alfizam." Gumam ku lirih."Al, ada perlu ya?" Tanyaku, aku pun menghentikan langkahku. Al hanya diam dan terus melangkahkan kakinya. Aku berlari kecil menyusul langkahnya yang panjang-panjang. Aku hampir lupa kalau Al kan gak ngomong sama sembarang orang, dan tante Marta juga pernah bilang kalo dia itu dingin kayak es batu."Hei Al terimakasih tapi aku bisa sendiri kok." Aku berusaha menarik tas laptopku kembali, tapi Al sama sekali gak bergeming, aku sudah menarik kuat-kuat tasku tapi percuma saja."Al, sebenarnya kamu mau apa sih?" Tanyaku kesal. Tuh kan n
“Ujian itu hadir dengan tujuan menuntut mereka menuju kesempurnaan diri dan kesempurnaan kenikmatan-Nya. Jangan buru-buru mencela musibah yang Allah berikan, yakinlah ketetapan Allah adalah yang terbaik.”---------- Bila ada satu hal pasti yang harus Kanaya yakini dari kehidupan, maka itu adalah bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan kita. Pada akhirnya, hanya Tuhan dan suaminya serta kedua putranya tempat berpegang. Suaminya lah yang membuat kakinya bisa kuat untuk berdiri, sedangkan kedua putranya yang menjadi alasan Kanaya untuk tetap sabar dan ikhlas menerima cobaan. Dan tentu ia harus sangat teramat sangat berterima kasih kepada Tuhan yang telah menakdirkan dirinya memiliki mereka, suami dan kedua putra hebatnya. Perjalanan hidup manusia tidak selalu sesuia har
Note: Next part adalah part penutup yaJ.“Karena memang kehidupan itu penuh dengan cobaan, ya. Bahkan selama kita masih hidup, cobaan tidak akan pernah berhenti menghampiri. Kuncinya Cuma sabar, sabar dan sabar hingga sampai ke titik ikhlas dimana kita yakin dan percaya bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan kita. Semua pasti ada solusinya, semua pasti ada jalanya.”----------Namanya kehidupan pasti tidak terlepas dengan cobaan dan ujian kehidupan. Pada hakikatnya manusia tidak diuji di luar batas kemampuannya. Bagi mereka yang mampu mengambil hikmah dalam setiap kejadian yang ada dan selalu bersyukur, maka akan mampu melewati ujian-ujian kehidupan ke depannnya. Yakin bahwa setiap ujian adalah cara Tuhan untuk mendewasakan kita, terlebih semua ujian hidup ini tak ada yang abadi.Dinnar dan Kanaya mencoba melewati ujian terberat dalam rumah tangganya dengan sabar dan iklas. Kehilangan je
WARNING!!. Part ini mengandung adekan yang bikin panas dingin, bijak dalam membaca yang tidak berkenan bisa abaikan. Sebenarnya ini gabungan part sebelumnya, tapi karena kalau aku jadiin satu part, katanya kebanyakan jadi lebih baik aku jadiin dua part.“ Dalam kehidupan berumah tangga, pertengkaran menjadi salah satu badai yang akan menerpa bahkan mungkin sering. Dan bercinta mungkin bisa menjadi salah satu cara dimana pasangan akan berbagi perasaan untuk menyelesaikan masalah, dan bercinta seolah menjadi pelangi di akhir badai. Mungkin bukan diakhir badai, tapi di sela badai yang belum kunjung usai.”---------- Perlahan Dinnar meletakkan Kanaya di atas ranjang, keduanya berhimpit tanpa jarak. Mungkin karena rindu akan sentuhan membuat keduanya tidak ingin melepaskan pangutan, hingga Kanaya perlahan yang melepas
“Mawaddah dalam rumah tangga akan tercipta saat suami dan istri mampu saling menguatkan. Dan rumah tangga akan menjadi bahagia saat cinta yang di bangun tidak bercampur dengan ke egoisan.”----------Dinnar melangkah memasuki rumah mewahnya, ia sedikit bersemangat. Menginggat ada kabar baik mengenai putrinya, semoga dengan kabar ini istrinya bisa kembali semangat menjalani hidup.Dinnar segera menuju kamarya, ketika melewati kamar putra kembarnya, ia mendengar isakan kedua putra kembarnya. Dinnar segera masuk, khawatir dengan keadaan Afnan dan Aflah.Terlihat di ranjang masing-masing mereka kompak menelungkup menyembunyian wajahnya di bawah bantal dengan isak tangis menyedihkan. “Abang, adek?” Afnan yang mendengar panggilan sang ayah mengangkat bantal yang menutupi kepalanya dan segera menghapus air mata yang masih tersisa. Sementara Aflah ia masih setia dengan isakkanya.Melihat putra bungsunya masih
*Alurnya dipercepat ya, bancanya pelan-pelan saja!*“Setegas dan setegar apapun seorang Ayah, ia akan bersedih bahkan tidak akan merasa malu untuk menangis ketika ia harus kehilangan anaknya terlebih putri manisnya.”----------“Alesha diculik……..” Detik berikutnya tubuh Kanaya melemas dan pingsan dalam dekapan Dinnar.Flashback at CCTV control roomBrakk…..Dinnar membuka ruang kontrol CCTV, di sana sudah ada Toni dan Arvan. Sepertinya sahabat-nya itu gerak cepat, karena saat ini mereka sedang menatap layar monitor dan mendengarkan penjelasan petugas yang jaga. Dinnar mendekat ke monitor dan menatap layar besar di hadapannya itu, di monitor itu terekam jelas ketika Alesha berjalan menuju toilet. Ketika Alesha keluar dari toilet, ada dua orang laki-laki dan perempua menghampiri Alesha, sepertinya ora
"Memang benar, bahwa cobaan kadang dapat meninggikan derajat seorang di sisi Tuhan-nya dan tanda bahwa Tuhan semakin menyayangi dirinya. Dan semakin tinggi kualitas imannya, semakin berat pula ujiannya. Dan tentunya ujian terberat ini akan dibalas dengan pahala yang besar pula. Sehingga kewajiban kita sebagai makhluk Tuhan adalah bersabar."----------5 Tahun Kemudian………Lima tahun sudah derai tawa menghiasi rumah mewah keluarga Agustaf. Dinnar dan Kanaya saling membahu dalam merawat dan mendidik ketiga buah hatinya. Dinnar dan Kanaya tidak menyetujui usulan Sam dan Marta yang ingin menggunakan jasa baby sistter untuk membantumegurus Queen dan Prince-prince dikeluarga bahagia itu.“Kakak!!! Adek!!.....” Teriakan nyaring terdengar menggema di seluruh ruangan di dalam rumah mewah itu. Menjadikan seluruh penghuni rumah yang tengah mengerjakan kegiatan masin
“Aku melihat sesuatu yang lebih indah dibandingkan sejuta bintang di dalam senyummu. Tak peduli apa yang telah terjadi dan tak peduli apa yang akan terjadi, aku akan tetap mencintaimu kini, nanti dan selamanya.”----------Alfizam Dinnar AgustafSeperti malam-malam sebelumnya, Alesha akan mengamati kedua adik kembarnya yang tengah terlelap dalam box yang sama. Udah menjadi kegiatan rutin Queen untuk memandang lekat-lekat wajah damaiadik-adiknya sebelum dia tidur. “Sudah malam, kak. Ayo tidur.” Aku mengajak Alesha sambil menepuk lembut pundak Queen kesayangan ku itu.“Sebentar lagi, Yah. Lesha masih ingin melihat wajah menggemaskan abang sama adek. Mereka kalau lagi tidur sangat menggemaskan ya, Yah.” Tolak Alesha, dia mendongak menatapkku ketika ingin menyentuh tubuh mungil kedua adiknya.“Jangan sayang, Nanti mereka bangun. Kasihan bunda kan, kalau
“Tiga hal yang paling indah yang telah terjadi di dalam hidupku yaitu:ketika aku mencintaimu, ketika kau mencintaiku dan ketika kita saling mencintai satu sama lain.”----------Mata Kanaya sulit untuk teralihkan dari box yang berisi kedua jagoannya. Perhatian Kanaya teralihkan ketika mendengar pintu ruangannya dibuka dariluar, ia membalas senyum hangat yang dipancarkan suaminya “Istirahat sayang, biar mas aja yang menjaga kedua jagoan kita.” Pinta Dinnar setelah duduk di sisi ranjang sambil mengusap pipi Kanaya.“Melihat mereka sudah lahir dengasn selamat dan sedang terlelap, membuat rasa lelahku nggak berasa, mas.Aku ingin terus memandang malaikat ini.” Balas Kanaya sembari menikmati elusan telapak tangan lembut milik sang suami yang masih singgah di pipinya.Dinnar menunduk dan mengecup bibir istrinya, “Mas paham perasaan kamu, tapi kamu juga harus ingat jika istirahat sangat penting buat kese
"Anak adalah sumber kebahagiaan sejati orang tua, rasa sakit yang dirasakan seorang ibu kala melahirkan akan terbayar lunas kala mendengar tangis sang buah hati menggema untuk pertama kali."----------Drttt……Drttt……Dinnar tengah menatap serius layar presentasi ketika ponsel di saku jasnya bergetar. Ia duduk tegak dan fokus menatap kurva yang menunjukkan ketidakstabilan pemasukan perusahaan bulan ini. Beberapa saat kemudian getaran dalam sakunya berhenti. Ia kembali fokus mendengarkan penjelasan dari kepala devisi keuangan.Drttt….Drttt…..Getaran dari ponselnya kembali terasa, kini kosentrasi Dinnar mulai buyar. Ia merogoh ponsel dan mendapati nama Aldo, ia melihat kursi kosong di mana seharusnya sahabatnya berada saat ini tapi pria yang sudah enam bulan menjabat sebagai GM itu tidak hadir. Dinnar berfikir