"Meski kamu sama Will, tetap saja, dia kan anak cowok. Kamu sadar nggak, bella, kamu tuh anak perempuan. PE—RA—WAN. Mana boleh anak perempuan keluyuran sampai malam begini. Aaghh, bukan malam, ini udah pagi buta ya. Cepat pulang! Pokoknya pulang sekarang juga, bawa Willy sekalian. Awas saja kalo kamu berbohong!”
Ancam ibunya Anna tidak mau tahu, yang dia inginkan sekarang anak perawannya segera pulang. Ini karena Annabella ketahuan emaknya saat kabur dari kamar. "Will nggak gitu kok, Ma, dia anak baik-baik dan penurut. Nggak akan macam-macam sama Anna, Ma," Anna mencoba menjelaskan dengan suara tak biasanya. Jika dihadapkan dengan sang mama, Anna akan bersikap seperti kucing penurut dan lemah agar dia tidak diamuk makin gede sama mamanya. "Nggak usah bikin pembelaan ya. Kamu mau debat sama Mama? Hah? Cepat pulang, dalam 30 menit kamu nggak sampai rumah, jangan harap kamu bisa keluar lagi!" amuk sang ibu dengan nada oktaf yang tinggi. "Iya, iya, Ma, aku pulang, ini lagi di jalan kok. Mama jangan marah lagi, ini udah ya mah, aku matiin dan tolong bukain pagarnya ya, Mah." Anna segera mematikan ponselnya. Telinganya sudah seperti terbakar oleh ocehan sang ibu. "Yah … kebiasaan lo, nanti gue lagi yang kena marah mama lo," oceh sungut Will tidak terima kalau dia menjadi samsak tinju untuk Annabella. "Ya ampun, segitu perhitungannya lo sama gue. Gue janji, pokoknya, asal kali ini selamat, uang menang taruhan tadi gue bagi 2 ama lo deh," bujuk Anna, dia sedang asik memasukkan kakinya dalam balutan celana jeans belel robek robek. Willy hanya bisa melirik kelakuan teman bar bar nya, dia bahkan sudah benar-benar tidak peduli kalau di sampingnya adalah laki-laki. "Ann," ucap Willy penuh penekanan, tapi kepalanya tidak berani menoleh. "Uhm, apaan?" Anna menjawab, tapi kini dia sambil memasukkan kedua tangan ke dalam kaos hingga terlihatlah dengan jelas dua benda kenyal Annabella tergencet di kedua tangannya. "Ya ampun ANNABELLA, gila lo ya!" teriak Will kelabakan. Kepanasan. Otot-otot di bawahnya mulai geram dan tiba-tiba meronta tambah sesak. Bagaimanapun, dia tetap laki-laki normal dengan hawa nafsunya menggebu jika disuguhkan pertunjukan panas tanpa sengaja olehnya. "Apaan sih? Bawel deh lo kayak mama gue. Berisik tauukk!!” dengus Annabella sudah benar-benar meloloskan kedua tangannya. Ciitt. Tiba-tiba mobil Willy berhenti dan dia menoleh pada gadis yang sudah berpakaian lengkap. "Aww! Apaan sih, jangan berhenti mendadak dong!" oceh cicit Annabella ngomel, dia protes hampir saja kepalanya terbentur dashboard. "Gila ya. Gue udah bilang berkali-kali, kalau lo ganti baju di belakang. Nggak usah di depan gue. Lo paham nggak sih, Ann? Lo benar-benar nggak ngerti bahasa manusia ya?" saking kesalnya Will sudah menekan emosi kepala atas dan bawahnya yang makin terasa nyut-nyutan. "Ya ampun perkara ganti baju doang. Bawel. Ribut banget. Banyak omong Lo. Gitu aja lo sewot. Lagian bukannya lo nggak pernah nafsu ama gue. Lo bilang kan gue cowok juga kayak lo. Udah deh nggak usah debat sekarang. Cepet balik, mama gue nanti tambah ngoceh, nanti gue dan lo juga yang rugi kena Omelan dia." Annabella malas berdebat panjang, bagi Anna dia tidak merasa ada sikap yang berbeda pada Will. Selama ini, Anna sudah menganggap Willy sebagai teman laki-laki yang bisa diandalkan. Tapi itu dulu. Dulu memang Will biasa aja terhadap Anna. Namun, sejak peristiwa kehilangan kedua orangtuanya akibat kecelakaan pesawat tiga tahun lalu, yang menjadi teman curhat dan kemanapun adalah Anna. Perlahan, rasa pertemanan dalam hati Will pun terkikis. Meski Anna cuek dan tomboy. Diam-diam dia selalu menjaga dan membelanya. Hanya saja, Anna memang tidak pernah peka dengan perasaan yang dia miliki. Sekali lagi bagi Annabella anti mainstream pacar-pacaran. Buat dia, itu hanya bikin alergi gatal-gatal seluruh badan apa lagi menjalaninya. Karena dari itu, satu tahun belakang ini, perasaannya pada gadis itu berbeda. "Bukan masalah ganti bajunya, Anna, Lo paham ga sih maksud gue? Gue ini cowok, lo cewek!" Willy menarik nafas dalam-dalam saat mencoba memberikan pengertian pada gadis itu. Rasanya kepala dia hampir meledak dengan sikap terlalu cuek Annabella. "Udah deh, kalau lo mau ajak gue gelut ama ribut, jangan sekarang, besok aja, ok. Sekarang cepat pulang. Mama gue nanti tambah nyap nyap ini," meski slengean dan terkenal penguasa jalan saat balapan liar, Annabella akan ciut kalau dihadapkan dengan ibunya. "Oke. Kita bahas ini besok. Sekarang pegangan yang kenceng!" sudah pasti Will menyerah dengan gadis itu, dia hanya bisa mengalah dan menarik nafasnya lagi. Di lirik nya penampilan Anna sekarang sudah seperti anak kucing imut dan penurut. Anna menggerai rambut kuncir kudanya tadi dibiarkan terurai panjang, bergelombang dan tidak akan ada pernah mengira kalau penampilan gadis itu akan berubah 180 derajat kalau sudah nggak dihadapkan ibunya. Tidak akan ada yang tahu kelakuan anak perempuan semata wayang mereka kalau dia adalah si cewek tomboy dan doyan balapan liar. Decitan suara mesin mobil langsung membuka gerbang rumah bercat putih dan bertembok tinggi itu. Mobil Willy masuk pekarangan rumah Anna. Dari dalam mobil, gadis itu sudah melihat ibunya mondar mandir di depan pintu sambil berkacak pinggang. "Selamat malam, Tante," sapa Willy lebih dulu dan kebiasaan Ann kalau sedang disudutkan oleh masalah seperti itu, dia lebih memilih bersembunyi di belakang tubuhnya. "Pagi, Will, ini sudah pagi. Bukan malam lagi tauk. Kalian kemana saja, hah? Kalau tadi mbok Roro nggak cek kamar kamu, Mama nggak tau ya kalau kamu keluar kamar tanpa izin," oceh dan delikan ibunya Anna saat tahu anak perawannya hilang dari kamar. "I–iyyaaa, Tan, maaf, tadi mendesak. Hehehe, tadi aku ajak Bella melompat dari jendela," siap siap lah dia kena amuk ibunya Ann, padahal kalau di flashback ulang, Ann lah pelaku utama yang mengatur semua demi dapat taruhan jajan dari balapan 100 juta itu. "Ya ampun, Will. Kamu bener bener deh. Bella ini kan anak perempuan, masa disuruh lompat sih? Hhuh!" spontan ibunya Ann menjewer telinganya Will. "Aw, aw, ampun, Tan, ampuuuunn, maafin aku, Tan, aku janji nggak akan gitu lagi. Aku cuma ajak Bella keluar sebentar, lagian tadi kan malam minggu, Tan," ucap Will sekenanya mencari alasan. Padahal jelas tadi Ann bilang sedang belajar kelompok dengannya. "Kamu juga ya, Bell, masih saja begitu. Mau aja diajak. Kalau mau keluar kan biasanya kamu bilang Mama, nggak usah kayak gitu. Mama ini khawatir dan cemas, Bell, Mama takut kamu kenapa napa," dari omelannya, tetap aja ibunya sangat mengkhawatirkan Ann. "I–iya, maafin, Bella ya, Mah, Bell janji nggak akan kayak gini lagi. Sekarang Bell ngantuk banget Mah, boleh Bell istirahat?” ucapnya, lemah dan lembut. Ditambah pura-pura menguap. Ibunya hanya bisa mengusap dada. Mengkhawatirkan anak perawannya hilang takut di gondol maling. "Ya sudah, Mama maafin sekarang. Pokoknya nggak ada ya kayak begini lagi. Mama akan kunci kamar, nggak ada uang jajan untuk kamu dan kamu nggak boleh keluar dalam 1 bulan. Itu hukuman kalau kamu ngulangin lagi," ucap ibunya penuh tekanan. "Janji Mah, nggak akan ngulangin kok. Oya, Mah, Will nginep ya. Kasihan juga kalau pulang jam segini. Lagian kan ini hari minggu, Mah," Annabella sengaja menyelipkan izin saat sudah dimaafkan oleh ibunya. "Ya sudah, nanti mau dibangunin jam berapa buat sarapan atau makan siang? Atau mau diantar ke kamar sama mbok Roro?" ucap ibunya melirik anaknya bergantian pada Will yang sudah lemas dan sedang mengucek-ngucek mata. "Anterin aja deh, Mah, Bell lagi malas keluar kamar. Antar 2 porsi ke kamar ya, Mah. Aku mau tidur dulu," jawab Ann, kode keras saat gadis itu menggandeng lengan Will saat akan masuk ke dalam rumahnya.Untung ibunya Ann percaya. Dia hanya geleng-geleng kepala saat melihat anak gadisnya ngeloyor pergi sambil menggandeng lengan Will. Saking percaya dengan Willy, ibunya Ann tidak pernah protes kalau anak perawannya membawa masuk dia ke dalam kamar. Ibunya percaya betul, karena dia sudah menganggap Willy seperti anak laki-laki di keluarga Lourdes.Jadi William Bolton alias Willy sering menginap di rumahnya. Lalu untuk urusan backup memback up dia akan maju sebagai pembela gadis itu.Suara pintu ditutup Ann. Kini Dia bisa bernafas lega."Gue mandi sebentar ya, Will. Badan gue lengket banget!" Ann berjalan ke arah lemari baju mengambil handuk dan memasuki kamar mandi yang tidak jauh dari lemari bajunya."Dasar cewek bar bar. Untung aja gue masih waras, Ann, kalau gue nggak tahan, tadi di mobil lo udah gua makan habis. Sabar Willy sabar, tunggu sebentar lagi. Ann pasti akan sadar dan memahami perasaan lo," comel hati Will kecut berbicara sendiri sambil menatap gadis itu masuk kamar mandi.
"Bacot lo, Ann Dasar cewek nggak ada otaknya lo! Nggak ada akhlaknya!" omel Willy, dia bicara sambil ngegas dan memasukkan dengan cepat sedokan nasi goreng agar menyumpal mulutnya. Sepertinya Willy sudah malas berbicara dengannya."Aahhh, lumayanlah buat ganjel perut," ucapnya sambil mengelus perut. Dia mengabaikan ocehan yang keluar dari mulut Willy."Gila lo ya, Anna, atau benar-benar lo nggak akan sadar. Kalau begini terus mana ada cowok yang mau sama lo," Willy sedang mengingatkan. Padahal di balik semua itu dia sedang mencoba mendekati hati Anna."EGP! Emangnya Gue perlu. Gue masih bisa sendiri kali. Lo nggak lihat, emangnya gue kurang apa? Duit bokap gue banyak. Perusahaan bokap gue juga berjibun. Sekarang apa masih perlu laki-laki di hidup gue?" Willy hanya bisa menghela nafasnya. Sepertinya dia masih membutuhkan usaha yang lebih keras agar teman barbarnya itu segera sadar."Terserah lo. Gue cuman bilangin jangan sampai emak lu nyap-nyap lagi. Secara itu gue rasa emak lu pasti
"Awas, ya Mon, jangan iya-iya, gue serius, gue mau kok jadi jebakan buat abang lo yang ganteng itu!" Siska yang tidak akan mundur lagi, dia benar-benar sudah gila oleh ketampanan Logan Mason."Yah … gue nggak janji deh. Kalau itu, gue nggak bisa janji menjebak abang gue, dia paling waspada deh buat yang begituan. Gue pernah coba ngomong tuh dulu untuk ikut perjodohan malah ditolak mentah-mentah olehnya. Dia anti mainstream buat yang begituan deh!"Mesti terdengarnya menjanjikan, Monica sebenarnya tidak ingin kalau abangnya itu jatuh ke tangan teman-temannya. Dia tahulah bagaimana sikap dan kelakuan teman-temannya. Setiap hari yang diinginkan hanya keluar belanja di mall, menghabiskan uang, hura-hura, minum di bar dan senang hang out bersama laki-laki manapun. Pokoknya cewek matrealistis abis. Jadi, meskipun Monica gila dengan terong gede. Dia tidak mungkin menjual abangnya begitu saja. Apalagi keluarga Dorman bukan keluarga sembarangan. Keluarga mereka termasuk urutan keluarga juga p
"Beb, kamu benar-benar mau melakukannya di sini?" Monica menahan gerakan jari Albert yang mencoba masuk dan mengorek belahan bibir bawah miliknya."Uhhm aku sudah nggak tahan, beb. Dimana saja, asalkan kamu pasangannya pagi ini. Aku akan membuat kamu puas sampai nggak bisa bangun," janji Albert saat akan mencetuskan aksi panasnya bersama dengan Monica. "Kamarku tidak jauh dari sini, Beb, kita lanjut di kamar saja, oke?" Albert sebenarnya ingin menolak apalagi sudah tanggung dengan jarinya yang mulai basah dengan cairan Monica yang sudah mulai menetes."UMM, baiklah!" tidak mau lama lama, Albert mengakat tubuh mungil berisi nan seksi milik Monica. Jelas siapapun akan iri dan ngiler ngeliat tubuh Monica yang serba berisi. Meski tubuhnya kecil, itu padat dan berisi Brukk! Dengan langkah cepat dan detik berikutnya Albert sudah membuka pintu dan menutup pintu kamar Monica."Ahh ummmm shhh!" Monica melenguh panjang saat tubuhnya di turunkan perlahan dan kini kakinya sedang dibuka lebar ke
"Dasar Ann gak ada otaknya. Bisa-bisanya dia berpakaian seperti itu di saat tidur, dia benar-benar tidak tahu kalau aku sudah panas dingin dibuatnya." Oceh Willy dihati. Dia emosi ketika Anna masuk ke dalam kamar mandi. Dia mengatur nafasnya agar terong gedongnya turun dan tidak ikutan naik.Brukk! Gedebruk! Terdengar suara bantingan keras dari kamar mandi. Willy kaget dan segera menyusul ke dalam kamar mandi. Dilihatnya Ann sudah jatuh duduk di dalam kamar mandi sambil ngelus ngelus pantatnya."Ann, kenapa lo? Lo jatuh? Kayak anak kecil aja lo." Tahu tahu Willy memaki, tapi dia segera mendekati dan membantunya berdiri."Anjay lo malah marahin gue, sakit tahu pantat gue!" Sengit Ann membalas sahutan dari Willy. Dia merasa pinggangnya benar-benar hancur karena kepleset di kamar mandi."Ngapain sih lo? Lagian bisa pakai jatoh segala. Makanya kalau bangun tidur itu mata lo melek dulu jangan bangun-bangun dan langsung jalan ke kamar mandi. Lo nggak lihat keselamatan lo. Ini benar-benar
"Will, lama banget sih lo, ngapain aja sih? Cepetan. Lo bego amat sih." Maki Anna tidak sabar saat ingin segera memakai perabotan untuk menutupi kedua benda kenyalnya."Sabar sih, Ann. Ini kan gue nggak tau Lo mau pake yang mana? Lagian Lo aja sih yang milih, kenapa harus gue!" oceh Willy, dia masih jetlag melihat semua perabotan milik teman barbarnya itu. Apalagi otot dan otaknya mulai tegang membayangkan hal lain dari perabotan yang akan dipakai teman barbarnya itu."Yaelah, itu kan warnanya sama semua. Lo ambil aja satu dan cepetan bantu gue buka baju, punggung gue sakit banget pas tangan gue naik keatas," Anna saat ini berbalik badan dan mencoba meloloskan kaos oblong kebesarannya dari kepala.Lalu sekarang secara perlahan punggung mulus miliknya terpampang jelas di mata Willy. Lagi lagi mata perjaka Willy ternodai, dia hanya bisa menahan terong gedongnya yang mulai sesak dibalik celana.Dia juga susah payah menelan air liurnya. Dia mencoba tetap fokus meskipun dari punggung mulus
"Nggak mau ah ribet!" Anna menolak usulan dari Willy untuk menulis secara bersama buat emaknya kalau kalau emaknya ke kamar mencarinya."Ya ampun, Ann, Lo jadi cewek males banget sih. Apa-apa nggak mau. Ini nggak mau itu nggak mau. Elo mah sama juga ngejerumusin gue. Menulis pesan sedikit mah nggak lama juga rugi kok, daripada khawatir atau lo mau dikasih hukuman sama dia nggak keluar rumah selama satu bulan." Anna memikirkan kembali apa yang diucapkan oleh Willy. Perkara tadi pulang telat aja gara-gara balapan liar emaknya udah nyap-nyap. Apalagi kalau dia menemukan kamar nya kosong, pasti tuduhannya macam-macam."Ya udah, gue bikin gue bikin. Elo nggak usah bawel deh kayak emak gue. Lama-lama lo udah mirip kayak dia. Gue bilang lo pergi aja deh ke kamar dia terus pinjam daster emak gue," Anna masih sewot saja kalo dia kalah adu bacot dengan Willy. Tapi, meskipun begitu, dia juga takut kalo ancaman emaknya beneran terjadi terus dia dilarang keluar rumah selama satu bulan. Anna tidak
Gadis itu bisa dikatakan makhluk yang paling gengsi. Dia pasti akan malu kalau sampai ada yang tahu dia jatuh di kamar mandi apalagi kepleset air bekas mandi Willy. Mau menyalahkan orang pun sekarang sudah tidak ada gunanya karena sudah terjadi. Gadis itu hanya bisa menerima dengan pasrah dan tidak marah meskipun sebenarnya dia gondok setengah mati.Willy hanya melirik Ann yang memejamkan matanya lagi. Setidaknya baju yang digunakan Ann kali ini lebih tidak menyesatkan matanya. Tapi, jika dilirik lagi, ada seberkas senyuman mengalun indah di bibir Willy, ternyata dia lebih menyukai sosok Ann yang tidak banyak bicara dan berpenampilan layaknya gadis belia seumuran saat ini ketimbang dia harus mengenakan jaket kulit serba hitam mirip Catwoman saat di jalanan."Ya tuhan , Ann, Lo tuh manis banget kalo begini. Nggak akan ada orang yang tau kelakuan tuh 180 derajat bedanya kalo Lo lagi pake motor balap Lo. Gue lebih senang sosok Lo yang kayak gini!" Batin Willy sedang berbisik kembali. Di
“Jadi sudah tidak ada lagi yang kamu sembunyikan dariku? Hmm?!” Logan sudah merasa puas telah memberikan hukuman pada Ann.Gadis itu sedang menarik nafasnya atas hukuman yang diberikan oleh Logan.“I–iya, tolong jangan ganggu aku. Aku mau tidur!” Suara Ann lirih dan hampir tidak terdengar.“Bisa gawat kalo dia tahu gue suka balapan dan olahraga berat itu,” otak Ann sedang berpikir ulang untuk menceritakan masalah sisi lain tentang dirinya yang berbeda. An tidak ingin Logan juga terkejut kembali atau berpikir yang aneh-aneh lagi tentang dirinya. Sampai hari ini Ann masih bisa menyembunyikan semua. Bahkan orang tuanya pun nggak pernah tahu kalau dia suka balapan liar dan olahraga boxing.“Kamu istirahat sebentar lagi ya, aku mau mandi dan mengecek segalanya. Ronny akan segera mengurus keperluan kita hari ini,” meski mata Ann tertutup, telinga yang mendengar, namun keningnya jadi berkerut mendengar ucapan Logan.“Memangnya hari ini kita mau kemana?” Kata Ann bersuara lirih.“Orang tua
“Lepaskan aku, Mario!” Monica menatap kesal lawan dihadapannya. Tangannya hampir mendekati wajah Mario, namun lelaki itu menangkapnya dengan cepat.“Kamu mau kemana? Urusan kita belum selesai, hah! Bukannya tadi kau bilang akan melakukan apapun yang aku minta,” Mario mengingatkan janji Monica sebelum mereka masuk ke ruang pertemuan keluarga.“Semua sudah gak berlaku. Aku gak mau lagi kamu sentuh. Kita sudah melunasi hutang masing-masing. Jadi, jangan ganggu aku lagi!” Monica tegas menolak permintaan orang tuanya, dia tidak mau di jodohkan dengan Mario.Monica sedang berpikir keras bagaimana orang tuanya bisa bertemu dengan Mario. Dia tidak bisa membayangkan apa saja yang sudah diceritakan Mario kepada orang tuanya. Monica masih mengira semua yang terjadi adalah rencana Mario. Tidak mungkin orang tuanya bisa bertemu dengan Mario begitu saja. Monica merasa Mario sudah menyelidiki latar belakangnya.“Hah, enak saja mau pergi. Awalnya aku memang sempat menolak permintaan tuan Mason yang
“Umm … Logan ini sangat enak tolong jangan berhenti!” pinta Ann saat merasakan Logan berusaha keras memompa pinggulnya naik turun sambil tangannya meremas dua bongkahan kenyal miliknya bergantian dengan mulut Logan yang men hisap nya.“UM ah kamu benar-benar nikmat sayang. Aku sayang padamu umm ah!”Hentakan makin kuat dan membuat Ann meremas sprei sambil pinggangnya juga ikut memutar terus mengikuti ritme yang Logan berikan.Tubuh mereka sudah saling berpeluh.Ann tidak menyangka akan melakukan ini setelah mendapatkan izin dari orang tuanya. Pertemuan yang tidak sengaja dengan Logan malah berbuah seperti ini.Logan mengecup kening Ann setelah melakukan pelepasan beberapa kali dan Ann ambruk dalam pelukannya.“Sebentar-sebentar, aku mau tanya!”Ann sedikit menjauhkan tubuhnya.“Hmm, tanyalah. Aku siap menjawab, tapi jangan menjauhiku!”Logan menolak keras dan menarik kembali tubuh Ann kedalam dekapannya.Logan sudah merasakan dunia Ann miliknya. Jadi, tidak akan membiarkan gadis itu w
Mario sedang asik mengelus paha Monica. Tapi, Monica terus menghindar karena takut ketahuan oleh keluarganya.“A–aku, Mah? Dengan siapa?” Monica benar-benar terkejut karena dia berpikir malam ini hanya acara makan malam keluarga tanpa ada unsur lainnya.Dan seketika otak Mario langsung mengerti. Dia menaikkan sudut bibirnya. Seringai nya cukup terlihat jelas dimata Monica.“Gila yang benar aja, jangan bilang gue di jodohin Ama dia?” Oceh hati Monica dan di sambut dengan senyuman oleh Mario.Begitulah perasaan Monica yang tidak jauh beda dengan Ann yang terpaku seperti orang bodoh saat orang tuanya menjelaskan semua.“Kalau begitu, apa boleh aku mengobrol dan meluangkan waktu lebih banyak dengan calon istriku?” ucap Logan dan deg Ann kalang-kabut mendengar kata istri dari mulut Logan.“Tentu saja, Logan, uhmm … tapi, kasih kami jawaban pasti dulu, kamu bersedia kan menerima Ann sebagai istrimu,” kini Erika yang menghentikan duduk Logan yang terlihat bersiap mendorong kursi yang diduduk
“Bella, sebelah sini!” Ann menutup teleponnya setelah melihat sang ibu melambaikan tangan padanya. Dan tatapan Logan pun tertuju ke arahnya.“Ada apa ini? Kenapa mereka ada disini juga?” batin Logan bingung saat melihat ibunya Erika dan Bardo Mason ayahnya ada di belakang wanita yang melambaikan tangan ke arah Ann. Logan melihat si ayah tampak berbicara dengan serius.Ann segera membungkuk saat dia berhadapan dengan mereka.“Nah ini dia, Erika, putri semata wayangku. Dia cantik kan?” ucap ibu Ann seraya menarik dan memperkenalkannya pada seorang wanita paruh baya, namun masih terlihat anggun dan elegan.“Hmm, aku yakin dia memang cocok, Nathalie” tegasnya dan Logan langsung mengernyit ketika mendengarnya. Ibu Ann menggandeng dan memperkenalkan Ann padanya.“Beri salam pada tante Erika, Bel,” ucap ibu seolah menarik lengan Ann untuk berjabat tangan.Ann yang belum mengerti apa yang terjadi dia hanya mengikuti arahan ibunya untuk berjabat tangan.“Oh, ha–hai tan–te, aku, Annabella, ta
Ann berjalan sambil memeriksa ponselnya. Dia melihat kembali pesan yang dikirimkan oleh ibunya.“Lantai 45, ruang VVIP Rose,” oceh Ann saat membaca ulang pesan dan bruk, Ann tanpa sadar menabrak seseorang.“Aw!” ringgis Ann sambil memegangi dahinya yang terbentuk dada seseorang.“Kamu tidak apa-apa?” Ann menarik wajahnya ke arah suara, seorang laki-laki bersetelan jas sudah berdiri di hadapannya. Sepertinya dia juga terlihat terburu-buru seperti Ann.“Maaf, saya tidak sengaja, saya tidak melihat jalan!” Ann yang langsung membungkukkan tubuhnya karena merasa bersalah.“Um, sebenarnya tidak juga, saya juga memang sedikit terburu-buru,” ucapnya yang Ann dan laki-laki itu seperti berlomba sampai di depan lift. Dan bunyi pintu lift terbuka, Ann segera melangkah lebih dulu juga diikuti oleh laki-laki tadi.Laki-laki itu menekan tombol 45 saat Ann akan melakukannya. “Lantai 45 juga?” spontan Ann berkata sambil melirik ke arahnya.“Uhm, saya sungguh minta maaf untuk yang tadi,” laki-laki itu
“Aku gak bisa melakukannya Logan, aku mohon. Antarkan aku pulang. Aku harus segera pulang!” Ann menghentikan tubuh Logan yang mencoba menghimpitnya.“Aku akan mengantarkanmu pulang setelah kamu dan aku selesai sarapan!” seringai Logan, dia tak rela saat merasa enak dihentikan. Selama ini dia tidak pernah merasakan apapun pada wanita yang berusaha menggoda atau mendekatinya. Reaksinya malah terjadi pada Ann, meskipun gadis itu tidak menggoda, buat Logan gerakan dari matanya saja sudah membuat Logan kepanasan.“Sarapan? Ayo kita sarapan dan setelah itu kita pulang,” jawab Ann cepat, dia mengartikan sarapan yang sesungguhnya bukan sarapan yang sekarang ada di otak Logan. Logan tersenyum kecut saat mendengarnya. Dia tidak menyangka kalau Ann masih sepolos itu.“Sayang, please, kamu nggak bodoh kan? Sarapan yang aku maksud ini,” ucap Logan sambil menggerakkan bibirnya mengarah pada dua benda kenyal milik Ann juga belaan bibir Ann yang terasa basah dan membuatnya gak nyaman.“Aku janji akan
Logan membuka matanya lebih dulu. Dia melihat gadis di sampingnya dengan tatapan takjub. Tidak pernah sekalipun dia membayangkan akan ada peristiwa seperti ini dalam hidupnya. Ini adalah kebanggaan juga pencapaian terbesarnya.Tangannya perlahan membenarkan anak rambut milik Ann. Gadis itu masih terlelap dengan damai. Logan membelai kedua alis Ann secara bergantian, seolah dia memindai apapun tentang tubuhnya. Sedikitpun Logan tidak ingin melewatinya. Dari alis pindah ke hidung lalu perlahan membelai pipi gadisnya.Namun, getaran ponsel diatas meja samping ranjang Logan membuat posisinya berubah. Logan memiringkan tubuhnya, bangkit perlahan agar tidak mengusik Ann yang masih dalam buaian.Dia memandangi sesaat ponselnya, baginya beberapa detik itu membuat keningnya berkerut. Tidak pernah dalam jangka waktu satu tahun ini Logan mendapatkan panggilan tersebut.Logan merasa ada hal yang serius dan darurat ketika mendapatkan panggilan tersebut. Dia pun perlahan turun dan membawa ponselnya
“Kita ke apartemen Ronny, setelah itu kau boleh pulang?” perintah Logan saat pintu kemudi di tutup dan Ronny melihat dari spion.Tidak ada yang bicara, bahkan Logan terkesan enggan menatap Ann. Gadis itu hanya melirik dan tidak berani bicara. Dia masih bertanya-tanya apa yang akan dilakukan laki-laki itu. Melihat wajahnya yang dingin dan sulit ditebak sudah membuat Ann gelisah.“Ya ampun, Ann, sekali lagi Lo harus berurusan dengan cowok gila ini. Dia pasti minta gue ngelakuin yang aneh-aneh. Gimana ya? Apa gue kabur aja? Gue emang bisa berantem, tapi kalo di hadapkan dengan cowok yang bikin gue deg deg serr juga repot. Apalagi kalo dia udah natap gue, arrgghh mati gue?” Ann menjerit dengan hatinya, dia tanpa sadar terus menggigit bibirnya dan itu meski Logan tidak melihatnya secara langsung sudah membuat tangannya mengepal dengan kuat.Saat Logan menyadari mobilnya sudah berhenti dan berada dalam parkiran dan lift khususnya, dia segera keluar dan saat Ann membuka pintu, “Aarrgghh!!” J