Suara ketukan pintu terdengar membuat Flo yang menikmati tidurnya, terbangun. Padahal dia baru saja memejamkan matanya. Flo berangsur bangun dari tidurnya. Dia ingin melihat siapa gerangan yang mengetuk pintu. Saat membuka pintu, dia mendapati temannya masuk ke kamar kosnya.
“Lihat fotomu beredar di internet,” ucap Shintia pada Flo menunjukan layar ponselnya.“Astaga!” Alangkah terkejutnya Flo melihat fotonya bersama dengan Kafa beredar di internet. Terlebih lagi foto itu terlihat sanga vulgar karena tanpa sehelai benang pun. Rasanya Flo tidak pernah merasa berpose seperti itu. Beberapa komentar membanjiri foto-foto yang tersebar. Mereka rata-rata menanyakan siapa gerangan wanita yang bersama dengan Kafa. Ada beberapa yang mengatakan jika wanita yang bersama Kafa jelek.“Bagaimana bisa ini terjadi?” tanya Shintia.“Entahlah.” Flo masih bingung, otaknya seketika kesulitan untuk berpikir.“Tenanglah, aku yakin ini hanya editan semata. Jadi jangan khawatir.” Shintia mencoba untuk menenangkan Flo. Kemudian berlalu meninggalkan Flo.Flo hanya bisa menggeleng melihat foto dilihatnya tadi. Masih terus memikirkan bagaimana semua ini bisa terjadi.Seminggu yang lalu.Kesempatan emas menghampiri Flo kala usai melakukan pemotretan dan bersiap untuk pulang. Dari kejauhan dia mendengar suara managernya sedang berbicara pada temannya.“Shintia, tolong antarkan berkas foto model kita ke K Management. Mereka akan memilih beberapa model kita. Jadi model kita akan masuk ke sana.”Suara manager tempatnya bekerja membuat Flo yang bersiap untuk pulang menghentikan aktivitasnya. Dia jelas mendengar jika agensinya akan mengirim beberapa model audisi untuk masuk K Management.“Aku tidak boleh sia-siakan kesempatan itu,” gumam Flo.“Aku masih sibuk. Sepertinya tidak bisa sekarang. Suruh saja orang lain.”Mendengar temannya tidak bisa mengantarkan berkas, Flo langsung berlari menghampiri manager. “Kak, biar saya saja yang antar,” ucap Flo dengan senyumannya.Manager menimbang-nimbang ucapan Flo. Dia sadar jika Flo sangat gigih dalam bekerja, tetapi dia kurang yakin jika Flo yang akan mengantarkan.“Saya pastikan jika berkas ini akan sampai pada orang yang dituju.” Flo merasa kali ini kesempatannya menuju ke K Management. Paling tidak, dia bisa mengetahui seperti apa tempat kakaknya dulu.“Baiklah, berikan pada Manager Dinda,” ucap manager.“Baik, Kak. Saya akan memberikan pada Manager Dinda.” Flo menganggukkan kepalanya. Meyakinkan jika dia akan memberikan pada orang yang diminta.Sebuah keberuntungan untuk Flo, dia bisa pergi ke K Management. Dengan uang yang diberikan sang manager, Flo menuju ke kantor K Management dengan menaiki taksi. Sepanjang perjalanan Flo membayangkan apa yang akan dia lakukan di sana. Namun, satu hal yang akan dia lakukan. Menanyakan apakah ada yang mengenal kakaknya.Taksi sampai di K Management. Saat turun Flo dibuat kagum dengan kantor yang begitu megah. Dia pikir K Management berada di perperkantoran di tengah kota, tetapi ternyata justru berada di pinggir kota. Yang lebih membuat Flo terkejut kantor berdiri di lahan yang sangat luas.Mengayunkan langkahnya, Flo masuk ke lobi K management. Saat masuk ke lobi terlihat ruangan begitu sangat saat indah. Di sebelah sudut kanan terdapat coffee shop, sedangkan sebelah kiri terdapat sebuah ruangan tempat bersantai dengan lantai rumput sintetis dan bean bag untuk duduk. Semua terlihat jelas karena hanya dibatasi dengan kaca transparan. K management terlihat memberikan kenyamanan yang luar biasa untuk para karyawannya.Flo terus mengayunkan langkahnya, menuju ke resepsionis. Satu hal yang ingin dia lakukan adalah mencari orang yang bernama Dinda sesuai dengan yang diminta oleh managernya.“Maaf saya ingin bertemu dengan Ibu Dinda. Saya dari Zara Management,” ucap Flo pada resepsionis.Resepsionis pun tersenyum. “Anda bisa menuju ke lantai lima,” ucapnya.Flo mengangguk dan kemudian berjalan menuju ke lift. Dari kejauhan, Flo melihat pintu lift yang hampir saja tertutup. Dia lari sambil berteriak, “tunggu!” Flo berlari. Mengejar agar pintu lift tidak tertutup.Namun, naas pintu lift tertutup. Tangan Flo yang memegangi pintu lift membuat tangannya terjepit. Orang yang berada di dalam lift langsung membuka lift kembali, takut terjadi sesuatu pada orang yang sedang membuka lift.Saat pintu terbuka, Flo masuk ke dalam lift. Dia langsung menuju pojokan lift sambil memandangi kukunya yang patah. “Kuku cantikku patah,” regeknya. Dia merasa kukunya adalah aset berharganya, jika patah bisa-bisa dia tidak akan dapat pekerjaan lagi. “Kalau begini aku bisa mati kelaparan!” Rasanya Flo ingin menangis.Melihat Flo, seorang pria di sebelah memandangi dengan pandangan penuh cibiran. Merasa aneh dengan perempuan di sebelahnya. Hanya kuku saja gadis di sebelahnya itu menangis.Flo masih menunduk memandangi kukunya yang patah. Meratapi nasibnya. Rambutnya yang jatuh saat menunduk membuat wajahnya tidak terlihat.Sejenak dia ingat tujuannya datang ke K Management. Menegakkan tubuhnya, Flo melihat layar yang tertera angka. Saat mendapati layar menujukan angka lima, dia buru-buru keluar dari lift.Flo menunggu ke ruangan Manager Dinda untuk menyerahkan berkas yang berisi foto-foto model di tempatnya. Sepanjang duduk menunggu, Flo melihat beberapa model yang lalu lalang. Flo mengakui jika model-model itu sangat cantik. Tubuhnya begitu proporsional, hingga membuatnya kecil hati. Membenarkan jika dirinya tidak punya nilai jual untuk menjadi seorang model.“Rasanya, aku tidak yakin bisa masuk ke sini,” gumamnya. Flo merasa angan-angannya sudah terbang jauh sekali. Hingga sulit untuk meraihnya.“Dari Zara Management.”Suara lembut seorang wanita membuat Flo yang sedang melamun tersadar dan langsung mengangguk. Kemudian, mengikuti wanita itu untuk menemui Manager Dinda.“Permisi,” ucap Flo sopan.“Silakan masuk.”Flo melihat seorang wanita cantik terlihat tersenyum manis padanya, menyambut dengan ramah. Flo tersenyum membalas senyuman itu seraya menyerahkan berkas yang dibawanya.“Apa kamu juga model?” tanya Manager Dinda.“Iya,” jawab Flo ragu. Baru kali ini ada yang tepat menebak dirinya seorang model. Hal itu membuat Flo merasa senang. Biasanya, Flo jelaskan jika dia seorang model saja orang tidak percaya.“Sering pemotretan produk apa?” Dinda tahu jika di agensi tempat Flo hanya menerima pemotretan. Belum ada modelnya yang berlenggak-lenggok di atas catwalk.“Produk perhiasan tangan dan jam tangan. Belakangan ini produk lipstik,” jawab Flo malu-malu.“Jadi wajah kamu tidak kelihatan?” tanya Dinda tersenyum tipis.“Iya, kata mereka wajah saya tidak menjual.”Dinda tersenyum mendengar jawaban polos dari Flo. Sayang sekali mereka tidak melihat berlian, batin Dinda. Dia melihat wajah Flo begitu cantik natural. Jika dibanding model di Kafa, mungkin wajah Flo memang jauh berbeda. Model-model di K Mangement terlihat cantik dengan riasan, sedangkan Flo sudah cantik tanpa riasan.Dinda sedikit membenarkan jika wajah Flo menurut agensinya tidak akan laku jika dijadikan model. Karena yang Dinda tahu, agensi itu memilih model-model sensual dengan wajah-wajah menggoda untuk dijadikan katalog perhiasan toko mas kelas menengah.“Baiklah, sampaikan pada atasanmu aku sudah menerima foto-foto ini.”“Baiklah, terima kasih,” ucap Flo menganggukkan kepalanya. Kemudian keluar dari ruangan.Flo keluar dari ruangan menunggu lift terbuka. Menunggu bersama dengan para model. Para model itu saling bercerita. Membuat Flo mau tidak mau mendengarkan mereka yang asyik bercerita.“Apa kamu tahu jika Pak Kafa sudah kembali dan akan mengurus perusahaan ini?” tanya seorang model pada temannya. “Oh … ya? Aku tidak sabar melihat pria tampan itu. Rasanya aku ingin berpose dengannya.”Kafa? tanya Flo dalam hati ketika mendengar cerita model di sebelahnya. Namanya hampir sama dengan nama perusahaan, Flo pikir jika pasti itu adalah pemilik perusahaan.“Dia model papan atas, mana mau pose dengan kita.”“Iya, juga. Aku pikir juga begitu.” Sang model tertawa. “Yang terpenting sekarang dia akan di sini dan kita akan sering melihat dia. Kapan lagi melihat anak dari pemilik perusahaan.” Dua model itu cekikan tertawa membahas atasan mereka.Flo mendengar dengan saksama jika ternyata Kafa itu benar anak dari pemilik perusahaan sekaligus seorang model.Tepat saat itu juga, pintu lift terbuka. Terdapat dua pria tampan di dalam lift dan membuat dua model itu menunduk dan mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam lift. Flo yang melihat pemandangan itu merasa heran. Karena Flo ingin segera pulang, dia masuk ke dalam lift. Tanpa memedulikan kenapa hal itu terjadi.Flo masih bertanya-tanya siapa gerangan orang yang berada di dalam lift bersamanya. Sampai-sampai dua orang model yang menunggunya itu mengurungkan niat untuk bersama Flo masuk ke dalam lift.Saat masuk Flo melihat jelas jika dua pria di depannya sangat tampan. Satu pria yang menarik perhatiannya adalah pria yang memiliki tinggi lebih dari pria di depannya. Wajah tampan dengan rahang tegas terlihat sempurna sekali. Membuat Flo sedikit mengagumi dalam diamnya.Di depan para pria itu Flo berdiri dengan tenang. Tak mau terpengaruh dengan keadaan dua pria itu, walaupun sebenarnya dia berdebar-debar.“Apa kamu tidak tahu peraturan di sini?”Suara yang terdengar itu membuat Flo menoleh. “Anda bicara dengan saya?” tanya Flo. Dia merasa bingung kenapa pria yang berada di belakangnya itu. Dia menoleh ke belakang untuk melihat pria tersebut.Kafa menatap dengan tajam gadis di depannya. Merasa sedikit kesal karena ternyata jawaban gadis di depannya itu seperti itu. “Memang siapa lagi jika bukan
“Kamu wanita yang berada di lift tempo hari, bukan?” tanya Kafa ketika mengenali wajah Flo.Untung dia mengenali aku sebagai wanita yang berada di kantornya. Flo sedikit beruntung ketika Kafa mengenalinya bukan karena foto vulgarnya yang beredar di internet.“Sedang apa kamu di sini?” Manik mata indah berwarna hazel milik Kafa terlihat menajam ketika bertanya. Pandangannya penuh rasa curiga. Karena sedikit ganjal gadis di hadapannya itu berada di ruko yang sama dengannya.Flo bingung mencari alasan apa. Tak mau memberikan alasan yang tidak masuk akal pada Kafa. Bisa-bisa, pria yang sedang memandanginya penuh dengan rasa curiga itu tahu, jika semua ini terjadi karena ulahnya.Gala yang berdiri di belakang Kafa memerhatikan gadis yang bersama dengan Kafa. Wajahnya begitu familiar, membuatnya bertanya-tanya. Sejenak, dia mengingat foto yang dipegangnya. Foto itu yang akan Kafa tunjukan pada orang yang sudah mengedarkan foto itu di internet.Gadis itu adalah gadis dalam foto ini. Gala akh
“Jadi apa benar itu adalah foto kalian?” Kembali wartawan menanyakan hal yang sama.“Kami akan mengadakan konferensi pers. Jadi kami akan menjawabnya nanti,” jawab Kafa. Membalikkan tubuhnya, dia membawa kembali Flo dalam pelukannya. Melindunginya dari kejaran wartawan yang terus bertanya.Flo hanya pasrah begitu saja saat Kafa memeluknya. Aroma parfum menggelitik indera penciumannya saat kepalanya menempel di dada Kafa. Untuk sesaat Flo terlena dengan pesona supermodel itu. Sambil menyembunyikan wajahnya, dia terus merasakan sensasi berdebar-debar. Tangannya yang berada di dada Kafa, dapat merasakan betapa keras perut Kafa. Ditambah lagi, lekukan di perutnya. Itu adalah wujud nyata dari perut kotak-kotak yang dilihatnya tadi.Kafa membawa Flo ke mobilnya. Diikuti oleh Gala. Saat pintu dibuka oleh Gala, Kafa buru-buru masuk ke mobil. Wartawan di luar masih terus membidik foto saat Kafa di dalam mobil. Masih mengejar juga ketika mobil perlahan meninggalkan ruko.“Sepertinya kamu menikm
“Kenapa kamu mengatakan jika dia tunanganmu?” Saat masuk ke ruangan Gala langsung melempar pertanyaan itu. Merasa sedikit kesal karena Kafa menciptakan masalah baru.“Jika aku tidak mengatakan itu, pastinya akan membuat publik berpikir negatif padaku. Jadi cara aman hanya mengatakan jika gadis itu adalah tunanganku.” Walaupun kalimat itu spontan, tentu saja dibuat dengan tidak asal-asalan.“Iya, tetapi masalahnya, dia bukan tunanganmu.” Gala hanya bisa memijat pelipisnya. Merasa pusing dengan jawaban dari Kafa.“Tinggal buat dia menjadi tunanganku atau istriku selesai masalah. Apa yang susah?”Gala tercengang dengan jawaban Kafa. Semudah itu temannya mengatakan tentang pernikahan. “Kamu tahu, Fa, tidak semudah itu menikah. Belum tentu gadis itu mau.”“Siapa yang menolak pesonaku? Aku supermodel. Model internasional. Jadi pasti dia mau.” Dengan percaya dirinya, Kafa membanggakan dirinya.Mendengar temannya yang super percaya diri
Flo masuk ke rumah. Tampilan megah rumah benar-benar membuatnya tercengang. Beberapa lampu kristal yang mengantung terlihat jika itu adalah lampu mahal. Kursi-kursi dengan warna gold sudah seperti singgasana sang raja. Rumah sudah bak istana raja, sama persis dengan bayangan Flo yang tadi melihat tampilan rumah dari depan.Flo menyapu pandangan. Mencari di mana orang tua Kafa berada. Saat itu juga, dia melihat seorang wanita paruh baya yang menuruni anak tangga. Wajahnya masih terlihat cantik, walaupun mungkin usianya sudah tidak muda lagi. Dia tak sendiri, di belakangnya ada pria paruh baya yang juga ikut menuruni anak tangga. Postur tubuhnya tinggi besar. Wajahnya pun terlihat sangat berwibawa. Mungkin karena dia adalah pemimpin sebuah perusahaan.Sejenak Flo berpikir, mungkin tinggi badan Kafa diperoleh dari sang papa. Ketampanan Kafa diperoleh dari campuran sang mama dan papanya. Begitu sempurna.Kembali Flo mencengkeram lengan Kafa dari belakang. Takut dengan apa yang akan terjadi
“Apa yang harus aku katakan nanti?” tanya Flo di dalam perjalanan.Kafa melirik sebentar Flo. Membagi konsentrasinya pada jalanan. “Tidak perlu bicara apa-apa.”“Jadi kamu minta aku diam saja begitu?” tanya Flo memastikan. Netranya masih tak beralih pada Kafa yang masih asyik dengan kemudinya.Iya.” Kali ini Kafa tidak menoleh atau melirik. Pandangannya lurus ke depan. Fokus pada jalanan di hadapannya. Dia ingin segera sampai di Kafa Management. Gala sudah mengirim pesan, jika wartawan sudah datang ke kantornya.“Aku jadi patung di sana?” tanya Flo kembali.“Tidak juga.”“Lalu?” tanya Flo dengan mengerutkan dahinya.“Kalau patung itu tidak bergerak sama sekali, sedangkan kamu hanya tidak bicara sama sekali.”Jawaban Kafa benar-benar membuat Flo kesal. Merasa sama aja keberadaannya. Karena intinya, dia akan menjadi pajangan saja saat konferensi pers. Namun, kalau pun ditanya wartawan, dia tidak tahu harus menjawa
Flo yang kesal, menatap malas pada Kafa. Dia tidak akan bisa membayangkan menikah dengan supermodel aneh seperti Kafa. Sudah dipastikan, mereka akan bertengkar terus. Namun, kini dia tidak dia harus bertahan. Karena hanya dengan cara itulah dia akan bisa masuk ke Kafa Management.Masuk ke ruangan, Flo langsung duduk di sofa empuk berbahan kulit di ruangan Kafa. Ada Gala yang duduk di depannya berhadapan dengannya. Pria itu tampak dingin sekali. Dibanding dengan Kafa, mungkin dia lebih banyak diam.Kafa mengambil sesuatu di mejanya dan kembali dengan sebuah berkas di tangannya. “Ini,” ucap Kafa seraya meletakkan berkas di atas meja tepat di depan Flo.Dahi Flo berkerut diiringi dengan matanya yang menyipit ketika melihat berkas yang diberikan oleh Kafa. “Apa ini?”“Surat perjanjian pernikahan.” Kafa mendudukkan tubuhnya di sebelah Gala. Sambil menatap Flo yang berada di depannyaFlo terkejut. Netranya langsung membulat ketika mendengar apa
Pagi-pagi sekali Kafa bangun. Sang mama yang menghubunginya, membuat tidur nyenyaknya terganggu. Kirei meminta Kafa untuk menjemput Flo karena hari ini mereka akan memesan gaun pengantin.Tadinya, Kafa ingin meminta Flo langsung ke butik saja. Sayang, dia tidak memiliki nomor telepon Flo untuk meminta gadis itu datang ke kantornya. Kafa merutuki dirinya yang tidak meminta nomor telepon Flo. Padahal jelas nomor telepon itu penting.Sesuai dengan alamat yang diberikan oleh Gala, Kafa menuju ke tempat tinggal Flo. Alamat merujuk ke arah perkampungan di daerah selatan ibu kota. Jalan begitu sempit membuat Kafa harus berhati-hati melajukan mobilnya. Saat berpapasan dengan mobil lain, dia harus melipat spion mobilnya agar mobil bisa lewat. Sungguh Kafa benar-benar kesal karena harus bersusah payah menjemput Flo.“Gang melati,” ucapnya seraya mengedarkan pandangan melihat kanan dan kiri. Mencari gang yang berada di alamat yang diberikan Gala. Alangkah terkejutnya ketika mengetahui gang itu t
“Kai ....” Kafa memanggil anaknya. Tangannya melambai-lambai pada bayi yang kini berusia lima bulan itu.“Sayang ....” Flo memanggil anaknya. Tangannya bertepuk-tepuk berusaha untuk memanggil anaknya agar menghadap ke arahnya. Selain dua orang tuanya ada Gala dan Luis yang memakai topi kelinci yang ketika ditarik telinganya akan naik ke atas. “Baby Kai.” Gala dan Luis memanggil bayi gembul anak dari Kafa dan Flo itu. Mereka berempat heboh sekali membuat Kai tertawa di depan kamera. K managemen disibukkan dengan kedatangan Baby Kai setiap bulan. Kafa dan Flo selalu memotret anak mereka dari bulan ke bulan. Foto-foto itu akan jadi kenang-kenangan untuk mereka kelak. Sebenarnya banyak sekali tawaran yang datang. Brand-brand bayi ingin sekali menjadikan Baby Kai sebagai model mereka. Namun, Flo tidak mengizinkan. Sekali pun tidak menerima tawaran model bayi, brand-brand terkenal tetap mengirim barang-barang mereka. Flo aka
“Tahan-tahan.” Navio meminta Flo dan Kafa yang sedang berpose di depan kamera untuk tetap menahan posenya itu. Kafa dan Flo masih dalam posisinya. Kafa yang mencium perut Flo yang sudah semakin membesar pun mempertahankan posisinya. Sudah sembilan bulan kehamilan berlangsung. Selama sembilan bulan ini tak banyak kendala yang terjadi. Flo semakin bersemangat berpose di depan kamera. Selama kehamilan ini Flo justru mendapatkan tawaran untuk pemotretan ibu hamil. Beberapa produk pakaian ibu hamil mengontraknya untuk menjadi model untuk produk mereka. Flo seolah mendapatkan keasyikan tersendiri dalam pekerjaan itu, dia bisa berpose, tanpa membatasi dirinya sama sekali. Kafa yang melihat sang istri begitu senang menjalani pemotretan, akhirnya mengizinkan Flo untuk melakukannya. Baru memasuki usia sembilan bulan ini Kafa mulai membatasi pekerjaan Flo. Hari ini mereka hanya melakukan pemotretan untuk kehamilan Flo. Foto yang diabadikan untuk
Gala menyiapkan kepergian Greta untuk ke luar negeri. Dokumen-dokumen sudah disiapkan oleh Gala. Jadi tahun ini K Management bekerja sama dengan Elite Management di Paris-tempat di mana Kafa dulu bernaung. Dari K Management akan mengirim modelnya untuk belajar di sana. Untuk bisa masuk ke permodalan internasional. Kafa sengaja mengirim Greta untuk keluar negeri belajar modelling. Kafa yang melihat potensi Greta merasa itu perlu dikembangkan. Hal itu tentu saja membuat Kafa memutuskan untuk mengirim Greta keluar negeri. “Apa semua sudah siap?” Kafa menatap temannya itu saat temannya datang ke ruangannya untuk meminta tanda tangan. “Sudah, nanti malam mereka semua akan berangkat ke Paris.” Gala sudah menyiapkan dengan baik. “Bagus. Pastikan juga orang kita di sana menjaga mereka semua.” Kafa tetap tidak mau sampai model-modelnya kesulitan saat di sana.“Aku sudah pastikan itu.” Gala mengangguk pasti. Suara ketukan pintu terdengar. Kafa
Musik terdengar mengiringi langkah kaki para model berjalan di atas catwalk. Satu per satu model K Management memamerkan koleksi dari para desainer ternama. Saat tiba giliran Kafa yang berjalan di atas catwalk banyak orang yang langsung mengabdikan momen itu. Kafa sudah lama tidak berada di atas catwalk memang selalu menjadi daya tarik tersendiri. Apalagi kali ini dia membawa rancangan desainer terkenal. Pesona Kafa memang tidak pernah luntur. Calon papa itu tetap memesona di mata mereka yang melihatnya. Mungkin lebih tepatnya pesona Kafa semakin terpancar setelah menikah. Para wartawan pun tak melepaskan kesempatan itu. Mereka membidik foto Kafa dan akan memasangnya di majalah fashion mereka. Mereka yakin penjualan dari majalah yang menampilkan wajah Kafa, pastinya akan sangat besar. Karena itu, mereka tidak mau melepaskan kesempatan tersebut. Flo yang duduk di barisan tamu undangan hanya tersenyum ketika melihat Kafa. Dia masih tidak menyangka j
Flo mengayunkan langkahnya memasuki kantor K Management. Tadi dia bosan sekali di rumah. Karena itu dia memutuskan untuk ke kantor. Dia datang bersama Luis, karena kebetulan Luislah yang menjaga Flo selama di rumah. Flo dan Luis pun segera mendatangi ruangan Kafa. Menemui pria itu yang sedang bekerja. Di depan ruangan Kafa, Flo sudah disambut oleh sekretaris Flo. Sang sekretaris pun segera mempersilakan Flo untuk masuk. Bersama dengan Luis, Flo segera masuk ke ruangan Kafa. “Sayang.” Kafa cukup terkejut dengan kedatangan Flo. Tidak menyangka ternyata Flo datang ke kantor. “Kenapa ke sini?” Kafa yang sedang duduk manis di kursinya, segera menghampiri Flo. “Aku bosan di apartemen.” Flo menekuk bibirnya. “Kalau kamu bosan, kamu bisa minta Luis untuk menghiburmu.” Kafa memapah sang istri untuk duduk. “Kak Kafa pikir aku badut.” Luis yang mendengar ucapan Kafa pun melayangkan protesnya. Kafa hanya tersenyum saja keti
Gala mendengus kesal ketika mendapatkan kabar jika tak ada yang menemukan Greta di mana. Dia merasa kesal sekali ketika kini dia berada dalam masalah yang begitu besar sekali. Kini dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Tepat saat itu juga suara ponsel Gala kembali berdering. Saat melihat layar ponselnya, dia melihat Kafa yang menghubunginya. Tak butuh waktu lama, dia segera mengangkat sambungan teleponnya. “Ada apa?” tanya Gala sesaat menempelkan ponsel ke telinganya. “Apa kamu sudah berangkat ke kantor?” Kafa di seberang sana langsung melempar pertanyaan itu. “Belum.” “Bagus. Aku ingin kamu membelikan bubur ayam terlebih dahulu. Karena Flo sedang menginginkannya.” Gala menautkan alisnya. Kenapa juga dia harus membeli. Padahal sudah ada kurir makanan. Namun, demi sang adik tercinta, tentu saja dia tidak akan keberatan untuk melakukan hal itu. “Baiklah.” Gala pun setuju. Segera dia mematikan sam
Kafa meminta Flo untuk beristirahat. Dia tidak mau sang istri kelelahan. Apalagi dia baru saja keluar dari Rumah sakit. “Aku sudah banyak tidur di Rumah sakit.” Flo melayangkan protes. “Lalu sekarang kamu mau apa selain istirahat?” Kafa menarik selimut untuk menutupi tubuh Flo. Flo hanya menekuk bibirnya. Memang benar yang dikatakan suaminya. Memang tak ada yang bisa dia kerjakan. Kafa yang melihat bibir Flo langsung memberikan kecupan di bibir tersenyum. Dia begitu gemas sekali ketika sang istri menekuk bibirnya. Namun, kecupan itu berlanjut dengan sesapan manis. Tak tahan dengan hanya sekali kecup. Flo yang tak siap pun terengah-engah ketika tak ada oksigen yang masuk ke dalam paru-parunya. Hingga akhirnya Kafa melepaskan ciuman itu. “Kamu mau membunuh aku?” Flo mengambil napas sebanyak mungkin. Suaminya benar-benar tanpa aba-aba sama sekali. Membuatnya tak siap. “Astaga, Sayang, segitunya. Tentu s
Dokter baru saja memeriksa Flo. Keadaan Flo yang sudah membaik membuat dokter mengizinkan Flo untuk segera pulang. Flo merasa beruntung karena dia memang sudah bosan di Rumah sakit. Aroma Rumah sakit membuatnya sedikit mual. Kafa segera merapikan semua barang-barang Flo. Bersiap untuk pulang. Tadi dia sudah mengirim pesan pada Gala, untuk segera datang ke Rumah sakit. Karena dia tidak membawa mobil. Saat sedang sibuk merapikan barang-barang Flo, suara pintu terdengar. Saat menoleh ke arah pintu, dia melihat ada Luis di balik pintu. Luis tidak sendiri. Dia bersama Navio. “Navio, kamu juga ikut ke sini.” Kafa yang melihat Navio ikut dengan Luis segera menghentikan kegiatannya merapikan. “Iya, aku ingin melihat istri seorang Kafaeel Syailendra.” Navio tersenyum. Dia sedikit memiringkan kepalanya. Melihat ke arah Flo yang masih berbaring di ranjang. “Hai.” Dia melambaikan tangan pada Flo. Flo merasa takut ketika melihat orang asing menyapanya. Bayangan Dari
Navio datang ke kantor K Management sesuai dengan janjinya kemarin dengan Kafa. Saat sampai di K Management, dia memfoto aktivitas yang terjadi di K Management. Kantor yang estetik dan begitu nyaman membuatnya tertarik untuk mengabadikannya. Navio membidik setiap sudut, lalu lalang orang, dan apa saja yang dilihatnya. Saat kameranya berusaha terus membidik objek, ada yang membuatnya tertarik. Apalagi jika bukan coffee shop yang berada di area kantor. Beberapa karyawan dan model tampak sedang menikmati kopi. Tentu saja itu membuat Navio begitu tertarik sekali. Karena budaya minum kopi setiap negara berbeda-beda. Luis yang sedang menikmati kopinya merasa ada yang sedang memfoto dirinya. Tentu saja hal itu membuatnya tidak terima. Tidak ada yang boleh memfoto dirinya sembarangan. Dengan segera dia berdiri. Menghampiri pria tersebut. “Apa kamu sedang memotret aku?” tanya Luis kesal. Navio menurunkan kameranya. Memperlihatkan wajahnya yang sedari tadi tertutup ol