“Kenapa kamu mengatakan jika dia tunanganmu?” Saat masuk ke ruangan Gala langsung melempar pertanyaan itu. Merasa sedikit kesal karena Kafa menciptakan masalah baru.
“Jika aku tidak mengatakan itu, pastinya akan membuat publik berpikir negatif padaku. Jadi cara aman hanya mengatakan jika gadis itu adalah tunanganku.” Walaupun kalimat itu spontan, tentu saja dibuat dengan tidak asal-asalan.“Iya, tetapi masalahnya, dia bukan tunanganmu.” Gala hanya bisa memijat pelipisnya. Merasa pusing dengan jawaban dari Kafa.“Tinggal buat dia menjadi tunanganku atau istriku selesai masalah. Apa yang susah?”Gala tercengang dengan jawaban Kafa. Semudah itu temannya mengatakan tentang pernikahan. “Kamu tahu, Fa, tidak semudah itu menikah. Belum tentu gadis itu mau.”“Siapa yang menolak pesonaku? Aku supermodel. Model internasional. Jadi pasti dia mau.” Dengan percaya dirinya, Kafa membanggakan dirinya.Mendengar temannya yang super percaya diriFlo masuk ke rumah. Tampilan megah rumah benar-benar membuatnya tercengang. Beberapa lampu kristal yang mengantung terlihat jika itu adalah lampu mahal. Kursi-kursi dengan warna gold sudah seperti singgasana sang raja. Rumah sudah bak istana raja, sama persis dengan bayangan Flo yang tadi melihat tampilan rumah dari depan.Flo menyapu pandangan. Mencari di mana orang tua Kafa berada. Saat itu juga, dia melihat seorang wanita paruh baya yang menuruni anak tangga. Wajahnya masih terlihat cantik, walaupun mungkin usianya sudah tidak muda lagi. Dia tak sendiri, di belakangnya ada pria paruh baya yang juga ikut menuruni anak tangga. Postur tubuhnya tinggi besar. Wajahnya pun terlihat sangat berwibawa. Mungkin karena dia adalah pemimpin sebuah perusahaan.Sejenak Flo berpikir, mungkin tinggi badan Kafa diperoleh dari sang papa. Ketampanan Kafa diperoleh dari campuran sang mama dan papanya. Begitu sempurna.Kembali Flo mencengkeram lengan Kafa dari belakang. Takut dengan apa yang akan terjadi
“Apa yang harus aku katakan nanti?” tanya Flo di dalam perjalanan.Kafa melirik sebentar Flo. Membagi konsentrasinya pada jalanan. “Tidak perlu bicara apa-apa.”“Jadi kamu minta aku diam saja begitu?” tanya Flo memastikan. Netranya masih tak beralih pada Kafa yang masih asyik dengan kemudinya.Iya.” Kali ini Kafa tidak menoleh atau melirik. Pandangannya lurus ke depan. Fokus pada jalanan di hadapannya. Dia ingin segera sampai di Kafa Management. Gala sudah mengirim pesan, jika wartawan sudah datang ke kantornya.“Aku jadi patung di sana?” tanya Flo kembali.“Tidak juga.”“Lalu?” tanya Flo dengan mengerutkan dahinya.“Kalau patung itu tidak bergerak sama sekali, sedangkan kamu hanya tidak bicara sama sekali.”Jawaban Kafa benar-benar membuat Flo kesal. Merasa sama aja keberadaannya. Karena intinya, dia akan menjadi pajangan saja saat konferensi pers. Namun, kalau pun ditanya wartawan, dia tidak tahu harus menjawa
Flo yang kesal, menatap malas pada Kafa. Dia tidak akan bisa membayangkan menikah dengan supermodel aneh seperti Kafa. Sudah dipastikan, mereka akan bertengkar terus. Namun, kini dia tidak dia harus bertahan. Karena hanya dengan cara itulah dia akan bisa masuk ke Kafa Management.Masuk ke ruangan, Flo langsung duduk di sofa empuk berbahan kulit di ruangan Kafa. Ada Gala yang duduk di depannya berhadapan dengannya. Pria itu tampak dingin sekali. Dibanding dengan Kafa, mungkin dia lebih banyak diam.Kafa mengambil sesuatu di mejanya dan kembali dengan sebuah berkas di tangannya. “Ini,” ucap Kafa seraya meletakkan berkas di atas meja tepat di depan Flo.Dahi Flo berkerut diiringi dengan matanya yang menyipit ketika melihat berkas yang diberikan oleh Kafa. “Apa ini?”“Surat perjanjian pernikahan.” Kafa mendudukkan tubuhnya di sebelah Gala. Sambil menatap Flo yang berada di depannyaFlo terkejut. Netranya langsung membulat ketika mendengar apa
Pagi-pagi sekali Kafa bangun. Sang mama yang menghubunginya, membuat tidur nyenyaknya terganggu. Kirei meminta Kafa untuk menjemput Flo karena hari ini mereka akan memesan gaun pengantin.Tadinya, Kafa ingin meminta Flo langsung ke butik saja. Sayang, dia tidak memiliki nomor telepon Flo untuk meminta gadis itu datang ke kantornya. Kafa merutuki dirinya yang tidak meminta nomor telepon Flo. Padahal jelas nomor telepon itu penting.Sesuai dengan alamat yang diberikan oleh Gala, Kafa menuju ke tempat tinggal Flo. Alamat merujuk ke arah perkampungan di daerah selatan ibu kota. Jalan begitu sempit membuat Kafa harus berhati-hati melajukan mobilnya. Saat berpapasan dengan mobil lain, dia harus melipat spion mobilnya agar mobil bisa lewat. Sungguh Kafa benar-benar kesal karena harus bersusah payah menjemput Flo.“Gang melati,” ucapnya seraya mengedarkan pandangan melihat kanan dan kiri. Mencari gang yang berada di alamat yang diberikan Gala. Alangkah terkejutnya ketika mengetahui gang itu t
Hari ini akan menjadi hari panjang. Setelah dari butik-memesan gaun, kini mereka melanjutkan untuk memesan jas yang akan dipakai oleh Kafa. Butik langganan Kafa tidak terlalu jauh dari butik gaun Flo.Sayangnya, mamanya kali ini tidak bisa menemani, mengingat dia harus menyiapkan banyak hal lain. Kafa pun tidak bisa melarang, mengingat jika memang persiapan pernikahan sangat dibutuhkan.Kafa dan Flo menuju ke butik langganan Kafa. Di sepanjang perjalanan, mereka memilih untuk diam saja. Tak ada yang membuka mulut, membuka obrolan.“Sepertinya foto yang beredar itu bukan tubuhmu.” Akhirnya, setelah keheningan hadir di antara mereka berdua, suara Kafa terdengar juga, memulai obrolan.“Tentu saja, kamu pikir aku benar-benar berpose vulgar seperti itu?” Flo melirik tajam pada Kafa. Sebenarnya, dia malu jika harus mengingat foto itu. Karena foto itu sepertinya sangat sempurna, membuatnya terlihat nyata.“Tapi, bagaimana bisa kamu tahu?” tanya Flo yang penasaran.“Dari bentuk bahu dan pingg
Tempat tidur begitu nyaman. Kasur yang empuk membuat Flo begitu menikmati tidurnya. Baru kali ini Flo menikmati tidur enaknya. Namun, tidurnya harus terusik dengan suara ponsel yang terus berdering. Membuatnya, akhirnya membuka matanya perlahan. Melihat layar ponselnya, dia mendapati nama Kafa di layar depan. Kemarin, pria itu memang sudah meminta nomor ponselnya. Jadi jelas saja, dia bisa menghubunginya.“Halo,” ucapnya dengan malas. Flo masih terlalu mengantuk untuk menjawab.“Bangun dan buka pintunya!” Kafa memerintah sudah seperti raja yang memberikan titah. Benar-benar tak terbantahkan.“Iya.” Flo masih mengantuk. Meletakkan kembali ponselnya, dia kembali tidur. Mengabaikan orang yang berada di luar sana. Namun, saat mata kembali terpejam. Suara ponsel kembali terdengar. Flo yang kesal karena suara ponsel, langsung mengambilnya. “Apa?” tanyanya polos.“Apa kamu tidak dengar aku memintamu untuk membuka pintu?” Suara Kafa terdengar begitu kencang. Membuat Flo terkejut dan bangun. B
Penata rias mulai memoles wajah Flo. Sapuan make up pada Flo, membuatnya tampil berbeda. Flo memang sering menjalani pemotretan untuk katalog lipstik, tetapi make up yang dipakainya hanya sekadarnya. Karena memang hanya bibirnya yang difoto. Namun, kini semua bagian wajahnya dirias. Benar-benar full make up dan membuat tampilannya menjadi semakin cantik.Rambut pendek Flo, dirapikan. Dibuat sanggul ke atas. Penata rambut benar-benar hebat. Rambut Flo yang pendek bisa dibentuk.Flo menatap wajahnya dari pantulan cerminan. Kali ini ada perasaan senang bercampur sedih. Senang karena melihat wajahnya yang cantik dengan Sapuan make up, sedih karena kebahagiaan itu hanya miliknya sendiri. Tak ada saudara yang merasakan bahagia.Kerinduan seketika menghampiri perasaan Flo. Rindu pada orang tuanya dan terutama rindu pada kakaknya“Mungkin jika mereka masih ada, pasti mereka akan merasakan bahagia.” Flo mengembuskan napasnya. Berusaha untuk menahan rasa sakitnya ketika mengingat orang tua dan
Tamu undangan satu persatu mulai meninggalkan acara pesta. Kafa dan Flo mulai bernapas lega karena akhirnya penderitaan mereka berakhir juga. Turun dari pelaminan, Kafa menemui kedua orang tuanya.“Istirahatlah kalian,” ucap Kirei pada anak dan menantunya. “Jangan lupa, segera berikan mama cucu,” imbuh Kirei.“Ma ….” Kafa malas sekali dengan pembahasan sang mama.Pipi Flo langsung menghangat. Merasa begitu malu membahas tentang hal itu. Dia merasa jika itu tidak akan pernah terjadi. Karena dia ingin bercerai dalam keadaan suci.“Sudah, jangan menggoda mereka.” Syailendra pun menghentikan aksi istrinya. “Kalian cepat ke kamar dan beristirahat.”“Iya, Pa.” Kafa pun menatap Flo. Memberikan isyarat agar berjalan menuju ke kamarnya. Mereka berdua berpamitan dan berlalu ke kamar hotel yang sudah disiapkan untuk mereka.Perasaan Flo begitu berdebar ketika menuju ke kamar. Pikirannya melayang membayangkan apa yang akan terjadi di dalam kamar. Sadar betul jika hanya akan ada mereka berdua di k
“Kai ....” Kafa memanggil anaknya. Tangannya melambai-lambai pada bayi yang kini berusia lima bulan itu.“Sayang ....” Flo memanggil anaknya. Tangannya bertepuk-tepuk berusaha untuk memanggil anaknya agar menghadap ke arahnya. Selain dua orang tuanya ada Gala dan Luis yang memakai topi kelinci yang ketika ditarik telinganya akan naik ke atas. “Baby Kai.” Gala dan Luis memanggil bayi gembul anak dari Kafa dan Flo itu. Mereka berempat heboh sekali membuat Kai tertawa di depan kamera. K managemen disibukkan dengan kedatangan Baby Kai setiap bulan. Kafa dan Flo selalu memotret anak mereka dari bulan ke bulan. Foto-foto itu akan jadi kenang-kenangan untuk mereka kelak. Sebenarnya banyak sekali tawaran yang datang. Brand-brand bayi ingin sekali menjadikan Baby Kai sebagai model mereka. Namun, Flo tidak mengizinkan. Sekali pun tidak menerima tawaran model bayi, brand-brand terkenal tetap mengirim barang-barang mereka. Flo aka
“Tahan-tahan.” Navio meminta Flo dan Kafa yang sedang berpose di depan kamera untuk tetap menahan posenya itu. Kafa dan Flo masih dalam posisinya. Kafa yang mencium perut Flo yang sudah semakin membesar pun mempertahankan posisinya. Sudah sembilan bulan kehamilan berlangsung. Selama sembilan bulan ini tak banyak kendala yang terjadi. Flo semakin bersemangat berpose di depan kamera. Selama kehamilan ini Flo justru mendapatkan tawaran untuk pemotretan ibu hamil. Beberapa produk pakaian ibu hamil mengontraknya untuk menjadi model untuk produk mereka. Flo seolah mendapatkan keasyikan tersendiri dalam pekerjaan itu, dia bisa berpose, tanpa membatasi dirinya sama sekali. Kafa yang melihat sang istri begitu senang menjalani pemotretan, akhirnya mengizinkan Flo untuk melakukannya. Baru memasuki usia sembilan bulan ini Kafa mulai membatasi pekerjaan Flo. Hari ini mereka hanya melakukan pemotretan untuk kehamilan Flo. Foto yang diabadikan untuk
Gala menyiapkan kepergian Greta untuk ke luar negeri. Dokumen-dokumen sudah disiapkan oleh Gala. Jadi tahun ini K Management bekerja sama dengan Elite Management di Paris-tempat di mana Kafa dulu bernaung. Dari K Management akan mengirim modelnya untuk belajar di sana. Untuk bisa masuk ke permodalan internasional. Kafa sengaja mengirim Greta untuk keluar negeri belajar modelling. Kafa yang melihat potensi Greta merasa itu perlu dikembangkan. Hal itu tentu saja membuat Kafa memutuskan untuk mengirim Greta keluar negeri. “Apa semua sudah siap?” Kafa menatap temannya itu saat temannya datang ke ruangannya untuk meminta tanda tangan. “Sudah, nanti malam mereka semua akan berangkat ke Paris.” Gala sudah menyiapkan dengan baik. “Bagus. Pastikan juga orang kita di sana menjaga mereka semua.” Kafa tetap tidak mau sampai model-modelnya kesulitan saat di sana.“Aku sudah pastikan itu.” Gala mengangguk pasti. Suara ketukan pintu terdengar. Kafa
Musik terdengar mengiringi langkah kaki para model berjalan di atas catwalk. Satu per satu model K Management memamerkan koleksi dari para desainer ternama. Saat tiba giliran Kafa yang berjalan di atas catwalk banyak orang yang langsung mengabdikan momen itu. Kafa sudah lama tidak berada di atas catwalk memang selalu menjadi daya tarik tersendiri. Apalagi kali ini dia membawa rancangan desainer terkenal. Pesona Kafa memang tidak pernah luntur. Calon papa itu tetap memesona di mata mereka yang melihatnya. Mungkin lebih tepatnya pesona Kafa semakin terpancar setelah menikah. Para wartawan pun tak melepaskan kesempatan itu. Mereka membidik foto Kafa dan akan memasangnya di majalah fashion mereka. Mereka yakin penjualan dari majalah yang menampilkan wajah Kafa, pastinya akan sangat besar. Karena itu, mereka tidak mau melepaskan kesempatan tersebut. Flo yang duduk di barisan tamu undangan hanya tersenyum ketika melihat Kafa. Dia masih tidak menyangka j
Flo mengayunkan langkahnya memasuki kantor K Management. Tadi dia bosan sekali di rumah. Karena itu dia memutuskan untuk ke kantor. Dia datang bersama Luis, karena kebetulan Luislah yang menjaga Flo selama di rumah. Flo dan Luis pun segera mendatangi ruangan Kafa. Menemui pria itu yang sedang bekerja. Di depan ruangan Kafa, Flo sudah disambut oleh sekretaris Flo. Sang sekretaris pun segera mempersilakan Flo untuk masuk. Bersama dengan Luis, Flo segera masuk ke ruangan Kafa. “Sayang.” Kafa cukup terkejut dengan kedatangan Flo. Tidak menyangka ternyata Flo datang ke kantor. “Kenapa ke sini?” Kafa yang sedang duduk manis di kursinya, segera menghampiri Flo. “Aku bosan di apartemen.” Flo menekuk bibirnya. “Kalau kamu bosan, kamu bisa minta Luis untuk menghiburmu.” Kafa memapah sang istri untuk duduk. “Kak Kafa pikir aku badut.” Luis yang mendengar ucapan Kafa pun melayangkan protesnya. Kafa hanya tersenyum saja keti
Gala mendengus kesal ketika mendapatkan kabar jika tak ada yang menemukan Greta di mana. Dia merasa kesal sekali ketika kini dia berada dalam masalah yang begitu besar sekali. Kini dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Tepat saat itu juga suara ponsel Gala kembali berdering. Saat melihat layar ponselnya, dia melihat Kafa yang menghubunginya. Tak butuh waktu lama, dia segera mengangkat sambungan teleponnya. “Ada apa?” tanya Gala sesaat menempelkan ponsel ke telinganya. “Apa kamu sudah berangkat ke kantor?” Kafa di seberang sana langsung melempar pertanyaan itu. “Belum.” “Bagus. Aku ingin kamu membelikan bubur ayam terlebih dahulu. Karena Flo sedang menginginkannya.” Gala menautkan alisnya. Kenapa juga dia harus membeli. Padahal sudah ada kurir makanan. Namun, demi sang adik tercinta, tentu saja dia tidak akan keberatan untuk melakukan hal itu. “Baiklah.” Gala pun setuju. Segera dia mematikan sam
Kafa meminta Flo untuk beristirahat. Dia tidak mau sang istri kelelahan. Apalagi dia baru saja keluar dari Rumah sakit. “Aku sudah banyak tidur di Rumah sakit.” Flo melayangkan protes. “Lalu sekarang kamu mau apa selain istirahat?” Kafa menarik selimut untuk menutupi tubuh Flo. Flo hanya menekuk bibirnya. Memang benar yang dikatakan suaminya. Memang tak ada yang bisa dia kerjakan. Kafa yang melihat bibir Flo langsung memberikan kecupan di bibir tersenyum. Dia begitu gemas sekali ketika sang istri menekuk bibirnya. Namun, kecupan itu berlanjut dengan sesapan manis. Tak tahan dengan hanya sekali kecup. Flo yang tak siap pun terengah-engah ketika tak ada oksigen yang masuk ke dalam paru-parunya. Hingga akhirnya Kafa melepaskan ciuman itu. “Kamu mau membunuh aku?” Flo mengambil napas sebanyak mungkin. Suaminya benar-benar tanpa aba-aba sama sekali. Membuatnya tak siap. “Astaga, Sayang, segitunya. Tentu s
Dokter baru saja memeriksa Flo. Keadaan Flo yang sudah membaik membuat dokter mengizinkan Flo untuk segera pulang. Flo merasa beruntung karena dia memang sudah bosan di Rumah sakit. Aroma Rumah sakit membuatnya sedikit mual. Kafa segera merapikan semua barang-barang Flo. Bersiap untuk pulang. Tadi dia sudah mengirim pesan pada Gala, untuk segera datang ke Rumah sakit. Karena dia tidak membawa mobil. Saat sedang sibuk merapikan barang-barang Flo, suara pintu terdengar. Saat menoleh ke arah pintu, dia melihat ada Luis di balik pintu. Luis tidak sendiri. Dia bersama Navio. “Navio, kamu juga ikut ke sini.” Kafa yang melihat Navio ikut dengan Luis segera menghentikan kegiatannya merapikan. “Iya, aku ingin melihat istri seorang Kafaeel Syailendra.” Navio tersenyum. Dia sedikit memiringkan kepalanya. Melihat ke arah Flo yang masih berbaring di ranjang. “Hai.” Dia melambaikan tangan pada Flo. Flo merasa takut ketika melihat orang asing menyapanya. Bayangan Dari
Navio datang ke kantor K Management sesuai dengan janjinya kemarin dengan Kafa. Saat sampai di K Management, dia memfoto aktivitas yang terjadi di K Management. Kantor yang estetik dan begitu nyaman membuatnya tertarik untuk mengabadikannya. Navio membidik setiap sudut, lalu lalang orang, dan apa saja yang dilihatnya. Saat kameranya berusaha terus membidik objek, ada yang membuatnya tertarik. Apalagi jika bukan coffee shop yang berada di area kantor. Beberapa karyawan dan model tampak sedang menikmati kopi. Tentu saja itu membuat Navio begitu tertarik sekali. Karena budaya minum kopi setiap negara berbeda-beda. Luis yang sedang menikmati kopinya merasa ada yang sedang memfoto dirinya. Tentu saja hal itu membuatnya tidak terima. Tidak ada yang boleh memfoto dirinya sembarangan. Dengan segera dia berdiri. Menghampiri pria tersebut. “Apa kamu sedang memotret aku?” tanya Luis kesal. Navio menurunkan kameranya. Memperlihatkan wajahnya yang sedari tadi tertutup ol