Share

My Soulmate From My Heart (Series 2)
My Soulmate From My Heart (Series 2)
Author: Soffia

BAB : 1

Author: Soffia
last update Last Updated: 2021-04-17 10:14:24

Punya orang tua yang menyayangi, punya adik kembar dan ditambah lagi dengan harta berlimpah. Setidaknya ia bisa memiliki yang namanya kebahagiaan dunia. Ya ... itu menurut semua orang yang beranggapan tentang dirinya. Tapi sebenarnya ia tak sebahagia itu. Karena sampai saat ini, masalah hati, ia masih kalah. Meskipun banyak wanita yang berminat untuk menjadi pendampingnya, tetap saja menurutnya belum ada yang cocok.

Sebagai seorang putra dari Alvin, ia mewarisi sifat dan sikap papanya. Dingin jika sedang serius, meskipun dia selalu serius di setiap waktu.

Pekerjaan adalah hal yang paling digemarinya. Setidaknya dengan begitu ia tak merasa sepi. Hanya perasaannya, tapi sebenarnya orang-orang di sekitarnya begitu banyak. Dirinya saja yang seolah ingin menyibukkan diri. Pun dengan pagi ini.

"Kamu mau ke kantor?" tanya Kim melihat penampilan putranya yang sudah rapi dengan setelan kantor.

"Iya, Ma," jawab cowok berperawakan tinggi itu yang langsung duduk di kursi.

"Berkas-berkas semalam sudah selesai, kan?" Giliran Alvin yang bertanya.

"Sudah, Pa."

"Hari ini nggak ada jadwal ke Rumah Sakit?"

"Ntar, agak siangan, Ma," jawabnya singkat.

Tipenya adalah satu jawaban untuk satu pertanyaan. Jadi, jangan berharap kalau ia akan menambah penjelasan pada jawabannya. 

Baru saja ia akan menikmati roti tawar dengan selai kacang ... bahkan makanan itu sudah ada di depan mulutnya, tiba-tiba terhenti saat mendengar suara kehebohan diiringi derap langkah kaki berlarian menuruni anak tangga. Napsu makannya hilang seketika dan menaruh kembali makanan itu di piring.

"Kenapa nggak dimakan?" tanya Kim.

"Tiba-tiba saja aku jadi kenyang," jawabnya sambil bersandar di kursi dengan kedua tangannya berada di saku celananya.

Benar saja feeling-nya. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba dua makhluk imut nan menggemaskan datang sambil berlarian. Mereka adalah saudari kembarnya ... Lauren dan Lhinzy.

"Pagi Ma, Pa ... pagi Kakak tersayang," sapa keduanya sambil duduk di kursi masing-masing.

"Kalian berdua meributkan apalagi?" tanya Alvin yang sedang membaca koran.

"Kami tidak ribut ... benar, kan, Zy?" Lauren mengarahkan pandangannya kearah saudarinya yang ada di sebelahnya.

"Iya, tidak ribut. Kami hanya bingung mau memakai jepitan rambut yang mana? Soalnya semuanya bagus," jelas Lauren sambil meneguk susu coklat miliknya hingga habis tak tersisa.

"Dan nggak mungkin juga kalau kami akan memakai semuanya sekaligus. Sungguh-sungguh tidak mungkin," tambah Lhinzy lagi dengan gaya bicaranya yang dibuat se-drama mungkin.

"Ya ... itu semua salah Mama," tunjuk Lauren pada Kim.

Kim memasang wajah heran saat telunjuk itu mengarah lurus padanya. "Loh, kok malah Mama yang disalahin?"

"Kenapa Mama membelikan jepitan itu semua sekaligus? Kan kami bingung mau pake yang mana terlebih dahulu."

Mendengar jawaban dari anak-anaknya, membuat Alvin malah tersenyum. Mempermasalahkan jepitan rambut saja tingkah mereka sudah heboh seperti gagal tender.

"Sudah ... kalian berdua ribut terus, kapan mau berangkatnya ini," lerai Arland menghentikan perdebatan antara adik dan juga mamanya yang kalau dibiarkan akan semakin panjang tak akan ada ujungnya.

"Oke, kita sarapan dulu," balas Lhinzy yang langsung melahap nasi goreng kesukaannya, begitupun dengan Lauren.

"Kenapa Kakak nggak sarapan?" tanya Lauren pada Arland yang sibuk dengan ponsel di tangannya.

"Kenyang," jawabnya singkat. Tapi tak mengubah fokusnya dari layar ponsel.

"Kan sarapannya belum dimakan, kok bisa kenyang, sih?" tanya Lhinzy menyambung.

"Aku kenyang mendengar omongan kalian berdua," balas Arland.

"Emang omongan bisa dimakan, ya, Kak?" tanya Lhinzy menatap ke arah Arland dengan tampang cengonya.

"Makan omongan bisa kenyang, ya, Kak?" Lauren ikut-ikutan bertanya.

Bukannya mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang barusan ditanyakan, mereka berdua malah mendapatkan tatapan tajam dari Arland.

"Oke ... nggak usah dijawab, Kak," Lauren kembali melanjutkan makan.

"Nanti Kakak nggak kuat," tambah Lhinzy.

Sebenarnya saat mendengar ocehan kedua putri kembarnya itu, Alvin ingin sekali tertawa. Tapi, ia coba untuk menahan. Takutnya Arland malah kesal.

Punya adik dua sekaligus, dan kecerewetannya bisa dibilang sama persis, itu rasanya sesuatu banget. Apalagi kalau dua-duanya ngoceh sekaligus, itu makin parah. Kalau lagi berdua, mereka akan semakin kuat memberondongi kita dengan pertanyaan-pertanyaan yang kadang jawabannya bisa di bilang sulit. Berdebat sama mereka berdua, itu bagaikan berdebat sama, mamanya. Karna nggak akan pernah mengalah, meskipun sudah terbukti salah.

Omongan mereka bisa di bilang kayak bikin cerita. Yang satu bicara, yang satu nyambung lagi dan begitu seterusnya. Hingga bisa bikin satu novel.

"Siapa yang nganterin kami berdua ke Sekolah?" tanya keduanya melemparkan pandangan pada Alvin dan Arland secara bergantian setelah selesai sarapan.

"Hari ini kalian berdua berangkat bareng Kakak," jawab Arland.

"Kenapa bukan Papa?" komentar Lauren.

"Soalnya Papa sama Mama mau pergi dulu," jawab Alvin.

"Papa sama Mama mah gitu ... kalau pergi-pergi kita berdua pasti selalu nggak diajak," celoteh Lauren saat pamit pada kedua orang tuanya.

"Sayang ... Papa bukannya jahat. Masa iya kalian berdua ngikut ke acaranya orang tua."

"Kalau Kakak ada acara, nanti ajak kita berdua, ya?" ujar Lauren tertuju pada Arland.

"Iya ... Kakak kan masih muda, jadi kita boleh kan ikut sama Kakak?"

"Kakak nggak ada acara apapun. Jadi sebaiknya kita semua berangkat sekarang. Karna Kakak nggak mau telat ke kantor gara-gara ngedengerin obrolan kalian dulu. Oke."

"Oke," jawab keduanya berbarengan.

"Hati-hati, ya," pesan Kim pada ketiga buah hatinya.

"Iya, Ma."

Jadilah, pagi ini Arland mengantar adik-adiknya dulu ke Sekolah sebelum menuju kantor, di karenakan papanya tak bisa mengantar. Minta sopir buat nganterin, malah mereka yang nggak mau.

"Belajar yang rajin, ya? Jangan main-main. Buat hari ini, siapa yang dapat nilai 100 Kakak kasih hadiah," ujar Arland saat sampai di depan gerbang Sekolah.

"Beneran, Kak?"

"Iya," jawabnya. "Ya sudah, sana masuk," suruhnya.

"Bye ... Kak," pamit mereka bergantian turun dari mobil.

Setelah mengantar Lauren dan Lhinzy, barulah ia lanjut menuju kantor. Di saat perjalanan menuju ke kantor, karena masih sibuk dengan ponsel di tangannya, tiba-tiba tak sengaja ia malah menabrak sebuah mobil yang terparkir di pinggir jalan.

"Astaga," gumamnya merasa bersalah dengan ketoledorannya yang masih sibuk dengan ponsel di saat menyetir mobil.

Si pemilik mobil yang ia tabrak pun keluar sambil memegangi dahinya.

Seorang gadis, ya ... seorang gadis manis yang keluar dari mobil itu. Semoga saja ucapan yang akan dia lontar kan padanya juga semanis wajah itu.

Gadis itu menghampiri dan mengetuk kaca mobil milik Arland. Setidaknya dari suara ketukan itu ia sudah paham bagaimana reaksi gadis itu padanya.

Arlandpun segera keluar dari dalam mobil. Ia langsung berdiri berhadap-hadapan dengan si gadis.

"Maaf," ujar Arland singkat.

"Apa, maaf?" Ia terkekeh. "Kamu nggak lihat jidatku jadi korban? Mobilku juga penyok gitu karena kelalaian kamu dalam berkendara. Dan sekarang cuman bilang maaf?" Ia langsung mengomeli Arland dengan semangat berapi-api.

Arland tak membalas Omelan yang diterimanya. Ia masuk ke dalam mobil dan mengambil sesuatu dari sana.

"Saya minta maaf," ucapnya sekali lagi. "Saya tahu kalau salah dan saya akan mempertanggungjawabkan itu semua," jelasnya.

Ia mengeluarkan sebuah kapas dan cairan antiseptik. Sementara si gadis masih bingung dengan apa yang akan dilakukan Arland. Tangannya langsung membersihkan dahi gadis itu dengan kapas barusan dengan lembut dan hati-hati.

Mendapat perlakuan manis seperti itu, cewek mana yang nggak akan luluh hatinya. Ditambah lagi dengan wajah tampannya itu. Luka menganga tak akan berasa sakit.

"Dasar tidak sopan!" Bentak si cewek tiba-tiba menepis tangan Arland yang hendak menempelkan plester.

"Saya sedang bertanggung jawab atas perbuatan saya yang salah," balasnya yang merasa tindakan yang ia lakukan sudah benar.

"Nggak perlu!" Ketusnya langsung pergi meninggalkan Arland begitu saja.

Apalagi yang bisa ia lakukan kalau bukan hanya memandangi kepergian gadis itu.

"Dasar cewek aneh. Awalnya minta pertanggung jawaban dan sekarang malah mengomel nggak jelas," gumamnya kembali masuk ke dalam mobil dan kembali melanjutkan perjalanannya yang tertunda.

Saat ia sampai di kantor, ternyata di sana sudah ada seseorang yang menunggunya. Seseorang yang tak ia harapkan sama sekali.

"Kak Arland!!!" 

Dia menghampiri Arland dan dengan seenaknya langsung saja main peluk. Ya, siapa lagi yang punya sikap seperti itu kalau bukan Ceryl.

"Lepasin aku, Ceryl. Kamu nggak ada sopan-sopannya sama sekali," ketus Arland melepaskan pelukan gadis itu di tubuhnya.

"Ih ... Kakak mah gitu. Aku kan kangen. Kita udah seminggu nggak ketemu. Emang Kakak nggak punya rasa yang sama dengan apa yang kurasakan?"

Ini nih, sifat dan perilaku Ceryl yang sangat tak ia sukai. Bicara seenaknya dan bersikap sesuka hatinya, tanpa berpikir kalau itu salah.

"Sayangnya enggak," jawabnya singkat dan meninggalkan gadis itu begitu saja.

"Kak!!!" teriak Ceryl yang tak dihiraukan Arland.

Bayangkan saja, ia dipeluk di depan semua karyawannya ... jelas saja ia kesal. Setelah sekian lama, sifatnya Ceryl memang tak berubah sama sekali. Masih seenaknya melakukan sesuatu, meskipun itu memalukan. Malah bisa dikatakan makin parah.

Begitulah kehidupannya setahun belakangan ini. Di rumah, ada dua orang bocah yang selalu heboh ditambah dengan mamanya. Sedangkan di luar rumah, ada Ceryl yang terus-terusan mengekori kemanapun kakinya melangkah.

Apa dia tidak memiliki pekerjaan yang lebih bermanfaat. Daripada menyia-nyiakan waktu untuk mendapatkan dirinya, yang sudah dipastikan tak akan memiliki perasaan yang lebih.

"Kak Arland.'' Tiba-tiba Ceryl langsung saja menyelonong masuk ke dalam ruangan Arland tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Kamu masih di sini?"

"Tentu saja."

"Ada apa lagi? Tak cukupkah setiap hari kamu membuatku malu akan tingkahmu yang bodoh itu?"

"Kakak kok sewot, sih? Aku kan datang kesini mau minta tolong," ujarnya dengan sedikit rengekan dan menempeli Arland yang duduk di kursi.

Ia bahkan tak pernah bersikap baik dan manis pada Ceryl, tapi entah kenapa gadis ini terus saja tak bisa menjauh darinya layaknya sebuah bayangan.

"Minta tolong apa?"

Arland sedikit menjauhkan Ceryl dari badannya. Jujur saja, ia tak suka wanita seperti ini yang seolah tak punya rasa malu.

"Nanti malam temenin ke pesta ulang tahun temenku, ya?"

"Kenapa harus aku yang menemani kamu, cari saja yang lain," tolak Arland.

"Ya jelas harus Kakak lah, kan kita pasangan kekasih," ungkapnya dengan rasa percaya diri yang penuh. Bisa dibilang sedikit akut. Hingga berakibat fatal pada otaknya.

Ia tersentak kaget saat Ceryl mengutarakan itu. "Pasangan kekasih? Sejak kapan kita punya hubungan seperti itu? Rasanya aku nggak pernah menyatakan cinta padamu," komentar Arland tak terima.

"Ya sudah, katakan sekarang saja," pintanya sudah berharap dengan wajah berbinar.

"Katakan? Apa yang akan ku katakan?"

"Katakan kalau Kakak mencintaiku dan kita akan menikah."

Astaga, apa yang dia katakan. Dia mengulang omongannya dulu lagi. Dulu ia dan Ceryl masih anak anak dan sekarang dirinya tidak akan terjebak dengan perkataan itu lagi .

"Ceryl, kamu ini bicara apa? Nggak mungkin aku nyatain cinta sama kamu. Karna aku nggak punya perasaan itu ke kamu. Itu cuman rasa Sayang layaknya seorang Kakak pada adiknya ... nggak lebih dan nggak akan pernah lebih," jelas Arland dengan nada serius. Tapi, seserius apapun omongannya, yang dihadapinya adalah seorang Ceryl yang tak pernah capek mengganggunya.

"Aku bilang Tante Kim loh," ancam Ceryl.

"Jangan bawa-bawa mamaku. Bersikaplah dewasa, Ceryl. Selama ini aku sudah capek menghadapi mu," ungkap Arland.

"Kakak tidak menyayangiku lagi?"

"Kalau kamu tidak bisa mengubah sikapmu ini, aku tidak bisa menyayangimu lagi," balas Arland.

"Kakak jahat!"

Ia kesal mendengar penjelasan Arland dan berlalu pergi begitu saja dengan gebrakan suara pintu yang sengaja ia hempaskan dengan kuat.

Arland menghembuskan nafasnya berat. "Aku bisa gila dibuatnya. Apa semua wanita memang seperti itu? Mulai dari Nenek, Mama, si kembar, Ceryl dan ditambah lagi cewek tadi,'' gumamnya bicara sendiri. Heran, kenapa malah ada gadis itu yang malah nyelip di pikirannya?

Pada saat ia sedang frustasi akibat ulah para wanita yang ada di sekitar hidupnya, seseorang datang menghampirinya.

"Pagi, Pak Bos," sapanya langsung duduk di kursi yang berhadapan dengan Arland.

"Nah, kebetulan lo datang di saat yang tepat. Gue minta tolong sama lo. Gue pusing," ujarnya pada Tristan sahabatnya, yang kebetulan adalah anak dari rekan bisnis papanya yang bekerja di sini.

"Ada masalah?" tanya Tristan melihat raut wajah Arland yang tak bersahabat.

"Itu si Ceryl, makin kesini malah bikin gue tambah pusing tahu, nggak."

Kalau masalahnya adalah Ceryl, Tristan sudah paham kemana arah pembicaraan sobatnya itu. Karena apa? Ini bukan kali pertamanya Arland mengeluh tentang sikap gadis itu.

Related chapters

  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   BAB : 2

    Ceryl yang kesal akan tingkah Arland padanya, ternyata benar-benar mengadukan itu semua pada Kim, mamanya Arland. Karena ia tahu betul, wanita paruh baya ini akan menuruti keinginannya seperti biasanya."Tante.”Ceryl datang-datang langsung mewek nggak jelas. Tentu saja itu membuat Kim jadi bingung. Apa yang terjadi pada gadis ini?"Ceryl ... kamu kenapa, kok datang-datang sedih gitu?" tanya Kim."Kak Arland, Tante. Dia nggak mau nemenin aku ke acara ulang tahun temenku ntar malam," jelasnya masih mewek-mewek. “Malah aku dimarahin lagi.”"Benarkah?""Iya, Tan. Dia juga bilang kalau nggak sayang lagi sama aku.""Ya udah, kamu tenang aja. Nanti biar Tante yang bilang sama dia, pasti dia mau kok dengerin omongan mamanya.""Beneran, ya, Tan?"""Iya," angguk Kim.Pada saat yang bersamaan, Dilla juga datang. Yang je

    Last Updated : 2021-04-17
  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   BAB : 3

    Dia yang tadinya sudah bersiap mengobati luka di tangan Arland, malah menghentikan seketka itu juga sambil memasang wajah kesal."Kalau tahu kamu orangnya, aku nggak akan nolongin," kesalnya beranjak dari hadapan Arland dan berlalu pergi begitu saja.Saking kesalnya, dia tak sengaja malah menyenggol siku Arland, membuatnya sedikit meringis. Tentu saja reaksinya itu membuat kedua adiknya terlihat cemas."Sakit banget ya, Kak?""Ngga, kok," jawabnya mengelak sambil sedikit tersenyum. Padahal aslinya lumayan perih.Dia yang tadinya sudah berlalu pergi, tiba-tiba saja kembali menghampiri Arland. Kemudian mengambil kotak obat yang berada di tangan Lauren dan lanjut membersihkan serta mengobati luka di siku Arland. Ya ... meskipun wajahnya itu sangat menunjukkan kalau dirinya sedang kesal."Apa rasanya sakit?" Dia bertanya, meskipun pandangannya hanya

    Last Updated : 2021-04-17
  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   BAB : 4

    Melelahkan, apalagi mengajak dua gadis heboh seperti Lauren dan Lhinzy, yang tadi bisa diam. Tulang belulangnya seakan mau patah.“Gimana jalannya, seru dong?” tanya Alvin yang menyambut ketiga anaknya yang baru sampai.“Seru, Pa,” jawab keduanya."Lemes amat jawabnya," komentar Alvin melihat ekspresi Lauren begitupun Lhinzy yang tak jauh berbeda."Ngantuk, Pa," jawab keduanya serentak."Ya udah, kalau gitu gih pada tidur. Jangan lupa cuci kaki, cuci tangan, ya," pesan Alvin pada keduanya yang segera mereka angguki dan berlalu pergi menuju kamar.Setelah memarkirkan mobilnya, Arland memasuki rumah. Ini hari yang melelahkan. Tapi tak apa, asal adiknya senang."Loh, ini kamu kenapa pada luka-luka gini sih?" tanya Alvin pada Arland yang balik dari garasi mobilnya. Bagaimana ia tak bertanya seperti itu saat dibagian siku dan tangan putranya terdapat luka yang dipl

    Last Updated : 2021-04-17
  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   BAB : 5

    Lauren dan Lhinzy menuruni anak tangga dengan sedikit berlari. Seperti biasa, keduanya mana pernah turun tangga dengan langkah lambat."Bibik ... Kak Arland dimana?" tanya Lauren pada asisten Rumah tangga yang bernama Bik Ani."Di kamar mungkin, Non. Soalnya dari tadi pagi Bibik belum lihat Den Arland keluar," jawab wanita paruh baya itu sambil menghentikan aktivitas mencuci piringnya."Nggak ada di kamarnya, Bik," balas Lhinzy."Lah, Den Arland kemana dong?" Giliran Bibik yang bertanya."Aduhh si Bibik, ditanya, eh ... sekarang malah balik nanya," gerutu Lauren sambil berlalu pergi dengan Lhinzy yang terus mengekorinyaDi ruang tamu, keduanya berpapasan dengan Alvin yang saat itu hendak keluar rumah."Loh, anak-anak Papa pada ngapain dari dapur? Hmm ... habis bantuin Bibik masak, ya?"Tebakan macam apa yang dikatakan Alvin. Di usia mereka yan

    Last Updated : 2021-04-17
  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   BAB : 6

    Kesan pertemuan pertamanya dengan cowok ini dalam mode yang tak mengenakkan. Hingga membuatnya kesal dan sudah mencap Arland sebagai daftar orang yang tak ia sukai. Dan sekarang, ia harus meminta pertolongannya? Aih ... dunia sempit sekali."Ada apa lagi?" tanya Arland dengan ekspresi dingin sambil berdiri berhadap-hadapan dengan Kiran."Lagi? Itu berarti kalian sudah saling kenal, begitukah?'' tanya Tristan. Rasa keponya meningkat tajam. Ayolah ... jarang-jarang sobatnya ini berurusan dengan seorang wanita."Pernah ketemu, bukan berarti mengenal," komentar Arland tak terima dengan perkataan Tristan.Tristan malah tertawa mendengar pernyataan sobatnya itu. "Wah ... jarang-jarang lo kenal cewek selain, Mama lo, si kembar, Ceryl, Dilla dan Keyra," jelas Tristan.Apa Tristan berniat meledeknya di depan Kiran. Ingin menghajar sobatnya itu, tapi takutnya gadis ini malah memandangnya sebagai cowok psyco.

    Last Updated : 2021-04-17
  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   BAB : 7

    Arland dan Kiran sampai di rumah sakit. Keduanya berjalan beriringan layaknya sepasang kekasih. Itu anggapan orang-orang yang tak mengenal keduanya. Padahal aslinya mah mereka tak saling mengenal.Beberapa suster menyapa dan melemparkan senyuman pada Arland. Jangan dikira dirinya akan membalasnya dengan senyuman juga. Paling hanya anggukan tak berarti. Bikin kesal, sih, tapi tetap saja cewek-cewek pada antri mendapatkan hatinya. Yang jelas-jelas sangat susah untuk dicairkan.Sementara Kiran yang terus mengekorinnya dari semenjak turun dari mobil pun baru percaya 100%, kalau ternyata Arland benar-benat seorang dokter. Tadinya, sih, ia masih ragu."Kenapa kamu terus saja mengikuti saya?" tanya Arland pada Kiran yang juga hendak masuk mengikutinya ke ruang ganti."Nggak boleh, ya?""Apa kamu juga mau ikut saya buat ganti baju, hmm?"Kiran hanya tersenyum g

    Last Updated : 2021-04-17
  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   BAB : 8

    Arland tertidur di ruangannya dengan berbantalkan lengan. Bahkan, saat seseorang menyelinap masuk dan menghampirinya pun, ia tak sadar dan terbangun sama sekali.Beberapa saat kemudian, barulah, sebuah deringan ponsel miliknya yang membuatnya terbangun. Saat ia lihat, ternyata papanya lah yang menelepon. Segera, ia menggeser tombol hijau yang ada di layar datar itu."Iya, Pa,” sahutnya."Ini Mama, bukan Papa."Ekspressi mengantuknya langsung berubah."Ada apa, Ma?" Mamanya tahu, kalau meneleponnya tak akan dijawab. Malah menggunakan ponsel papanya."Mama mau kamu pulang sekarang," suruh Kim."Aku lagi sibuk, Ma,'' elak Arland."Mama nggak mau tahu ... pokoknya kamu pulang sekarang!"Kim langsung mengakhiri pembicaraannya begitu saja tanpa menunggu tanggapan Arland."Pasti Ce

    Last Updated : 2021-04-17
  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   BAB : 9

    Pada saat pak Satpam datang sambil membopong Arland, tak sengaja ia bertemu dengan Tristan yang baru saja keluar dari kamarnya."Padahal udah di bilang jangan sampai mabuk, masih aja ngeyel ni orang,” ujar Tristan yang langsung menghampiri Arland dan membantu membawanya ke kamar."Iya mas Tristan, mabuk berat kayaknya ini Mas Arland nya," ujar pak Satpam."Apa tadi dia bawa mobil sendiri, Pak?""Nggak, Mas ... barusan ada gadis yang mengantarkannya.""Gadis?" bingung Tristan."Iya, itu loh mas ... gadis yang kemaren bareng Mas Arland ke Rumah Sakit," jelas pak satpam pada Tristan mengingatkan.'Gadis yang bernama Kiran kemaren kah,' batin Tristan."Kalau begitu saya permisi dulu, Mas " pamit pak satpam pada Tristan ."Oke, makasih, Pak.”---000---Pagi ini Arland masih tertidur nyeyak di ranj

    Last Updated : 2021-04-17

Latest chapter

  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   SELESAI

    Kiran selesai menyiapkan sarapan. Berniat memanggil Ziel, ternyata anak itu sudah datang duluan.Arland meletakkan ponselnya di meja, saat anaknya itu datang. Setidaknya ia harus menghentikan kebiasaan ini jika di rumah.“Zi, nanti pulang sekolah Papa yang jemput, ya,” ujar Kiran menatap serius pada Ziel yang sedang menikmati nasi goreng kesukaannya. Tak ada suara, melainkan hanya anggukan yang ia terima dari bocah itu.Tenang. Hanya suara dentingan sendok dan garpu yang terkadang bersenggolan dengan piring. Jadi, mau berkilah seperti apalagi, saat dua cowok ini memiliki sikap dan sifat yang sama.Selesai makan, Ziel turun dari kursinya. Begitupun dengan Arland. Keduanya bersiap untuk berangkat.“Belajar yang pintar, ya,” pesan Kiran pada Ziel.“Iya, Ma ... aku sekolah dulu,” pamitnya sambil mencium punggung tangan Kiran.“Papanya nggak dikasih pesan apa apa, gitu?” tanya Arland berkomen

  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   EKSTRA PART : 4

    Ziel terbangun dari tidurnya, membuka mata dan mendapati Kiran masih setia di sampingnya. Ia tersenyum, saat apa yang diharapkannya terkabul. Ya, wanita yang rasanya benar-benar dekat dengannya kini, tak meninggalkannya.“Sudah bangun,” ujar Kiran membelai lembut wajah itu.Ziel mengangguk. “Mama nggak meninggalkanku. Aku senang,” ucapnya.“Ziel, apa kamu benar mau tetap di sini denganku?”Ziel mengangguk cepat.“Kenapa?”“Aku nggak punya mama sama papa lagi. Aku juga nggak punya siapapun lagi. Percuma warisan banyak, tapi aku sendirian. Boleh, kan ... aku numpang hidup sama Mama? Aku janji akan jadi anak baik dan pintar. Aku janji akan jadi anak yang berbakti dan bersikap seperti pada orang tuaku sendiri.&rdquo

  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   EKSTRA PART : 3

    Sekarang Kiran, Arland bersama pihak berwajib begitupun beberapa dokter baru saja menemukan hal yang mengejutkan. Apalagi setelah dilakukannya visum pada Ziel dan beberapa test dari psikolog anak.“Aku benar-benar nggak percaya dengan semua ini,” gumam Kiran berpikir. “Membunuh orang tuanya dan beralibi kalau mereka bunuh diri. Kemudian menyiksa dia hingga luka fisik dan mental. Bersyukur banget aku om dan tantenya itu hangus kebakar sama mobil. Jadi nggak menuh-menuhin sel dan buang buang jatah makanan buat mereka. Dan selanjutnya bagaimana kehidupan dia, ya? Bukankah hanya tinggal sebatang kara.”Arland tak menanggapi perkataan istrinya. Ia seolah fokus pada makanannya.“Land! Kamu dengar aku nggak, sih?” Kiran malah kesal saat Arland tak merespon perkataannya dan asik makan begitu saja.“Maaf, Ki ... aku benar-benar lapar. Perutku sakit karena belum makan dari tadi pagi,” ungkapnya dengan ta

  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   EKSTRA PART : 2

    Kiran berada di rumah sakit. Tak hanya sendiri, ada Arland yang berada di sisinya. Karena di perjalanan tadi ia segera menghubungi suaminya itu.“Dia nggak kenapa-kenapa, kan?”Arland menarik Kiran ke pelukannya, saat ia rasakan kesedihan dan ketakut terlihat jelas di dalam diri istrinya itu. “Kamu tenang aja, Bukankah dokter bilang dia hanya shock.”Kiran mengangguk. “Iya, hanya sedikit luka di dahi dan lengannya.”Tak lama, pintu ruang UGD dibuka dari arah dalam. Menampakkan sesosok dokter. Kiran melepaskan diri dari pelukan Arland dan langsung menghampiri dokter.“Gimana keadaannya dokter?”Arland mengikuti langkah Kiran.“Anda tenang saja, dia tak apa apa. Hanya beberapa luka kecil. Hanya saja ...”“Ada apa?” Giliran Arland

  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   EKSTRA PART : 1

    Pernikahan sebenarnya yang paling penting adalah kenyamanan. Mau miskin ataupun kaya, tetap saja saat nyaman, semua terasa indah. Bahkan saat dokter sudah memprediksi kalau ia dan Arland tak akan memiliki keturunan, tetap saja hidupnya terasa tenang. Bahkan di usia pernikahan yang menginjak satu tahun.Menjadi seorang istri yang kasih sayang suami hanya miliknya, apalagi yang membuatnya tak nyaman dan tenang? Meskipun orang-orang mungkin akan mempermasalahkan tentang keturunan, tetap saja ia tak ambil pusing.“Hari ini pulang jam berapa?” tanya Kiran.Arland tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan istrinya itu. Bahkan pemikirannya seolah melayang jauh ke luar angkasa.Sebuah sentuhan di wajahnya, membuat ia tersentak dan mengarahkan pandangan pada sosok yang ternyata sudah duduk di sampingnya.“Kamu kenapa?”Arland lagi-lagi hanya diam seribu bahasa.“Kamu memintaku menceritakan semua permasalahan yang k

  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   END

    Arland akan segera kembali ke apartment, tapi tiba-tiba Jeremy menghentikan langkahnya di pintu keluar kantornya."Lo ngapain kesini?""Tau nggak, si Dosen ada dimana?""Harusnya kalau mau nyari Leo itu di kampus atau di rumahnya," balas Arland."Udah gue cari, tapi nggak ketemu. Lagian sekarang hari Minggu, dia nggak ada jadwal ngajar. Cek di rumah juga nggak ada," terang Jeremy"Coba telepon," saran Arland."Itu cara pertama yang gue lakuin sebelum nyariin dia. Nomernya aja kagak aktif.""Ck, gue juga bingung kalo gitu. Coba tanya yang lain dulu. Soalnya gue mau ke rumah nyokap.""Ya udah, gue tanya yang lain.""Gue duluan, ya."Arland meninggalkan Jeremy yang bingung mau mencari dimana keberadaan Leo. Bukannya apa-apa. Tapi, saat ini ia sangat butuh sama Leo. Sebenarnya bukan butuh sama Leo, sih. Lebih tepatnya sama tanda tangannya. Ganteng-ganteng gini, otaknya masih 1/4. Tiap tahun nyariin tanda tangan dosen,

  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   BAB : 69

    Alvin baru saja pulang dari kantor dan ia segera menghampiri Kim yang berada di ruang keluarga."Lauren, Lhinzy, kalian ke kamar dulu, ya. Papa mau bicara sama Mama," pinta Alvin pada si kembar yang saat itu bersama Kim."Iya, Pa," jawab mereka serempak dan segera menuju kamar."Mau ngomong apa?" tanya Kim."Aku benar-benar nggak nyangka sama kamu, Kim!"Alvin bicara dengan penuh emosi. Wajah dan matanya langsung memerah menahan amarahnya."Apa, sih, baru pulang langsung marah-marah," balas Kim."Kenapa kamu menekan Kiran untuk berpisah dengan Arland? Kamu sudah kelewatan dengan merusak kebahagiaan anakmu sendiri!""Aku nggak bisa melupakan itu!""Baiklah kalau gitu. Aku juga akan memberikanmu pilihan. Kalau kamu terus berniat melakukan itu, aku juga akan memberikan surat perceraian untukmu!"Ancaman Alvin sukses membuat Kim shock. Ia tak menyangka Alvin akan mengatakan itu."Mengancam ku dengan mengorbanka

  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   BAB : 68

    Malam ini harusnya Dira sudah berada di Mall untuk shooping. Tapi semuanya gagal total gara-gara tugas segunung yang diberikan Leo padanya. Satu pertanyaan saja itu sudah membuat separo otaknya kesemutan. Apalagi puluhan pertanyaan. Bisa dijamin, otaknya tak akan beres lagi.Harusnya Leo mengajaknya dinner atau kencan gitu, ini kan malam Minggu. Bukan memberinya tugas seperti ini."Sepertinya gue akan gila, trus mati dengan sangat menyedihkan," gumam Dira sambil menggetok-getok kepalanya dengan pulpen. "Azab seorang gadis yang tergila-gila dengan dosennya, mayatnya ditemukan tak bernapas di tumpukan buku," tambahnya lagi dengan tampang yang menyedihkan.Dari kalimat itu saja dia seperti sudah gila. Mana ada mayat yang masih bernapas. Itu sama saja dengan manusia, tapi tak bernapas."Non Dira!" teriak seorang asisten rumah tangganya sambil menggedor-gedor pintu kamarnya."Apaan, Bik!" Jawab Dira dari dalam kamar tanpa berniat membukakan pintu.

  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   BAB : 67

    "Bisakah kamu tak berpakaian seperti ini lagi," ujar Leo menyambar Sweater miliknya dan mengenakannya pada Dira."Heh?""Kamu ke kampus, bukan kepesta."Kalau ia tak mencintai Leo, kalau ia tak tergila-gila pada Leo, dan kalau Leo tak ganteng tingkat dewa. Ia pastikan, sepatunya akan mendarat tepat di kepala Leo tanpa memandang kalau Leo adalah dosennya. Padahal pikirannya sudah kemana-mana. Ternyata Leo malah mengomentari pakaiannya yang memang terlalu terbuka untuk status mahasiswi."Tolong jaga diri kamu, sampai saya punya kewajiban menjaga kamu," jelas Leo. "Sebentar lagi," tambahnya."Sebentar lagi? Jangan bilang kalau Bapak berniat mau nikahin saya?" Entah itu sebuah pertanyaan ataukah sebuah tebakan. Ia yang awalnya duduk di pangkuan Leo, langsung berdiri saking syoknya."Tentu saja. Saya serius dengan hubungan ini!" tegas Leo membenarkan tebakan Dira.Apa yang terjadi pada Dira? Jangan ditanya lagi. Tadi ia ingin melempar Leo

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status