“Bersyukur Shirly melahirkan dengan selamat dan sehat semua, apalagi bayinya sangat lucu,” ucap Ayana yang kini berjalan di koridor rumah sakit bersama Deon.“Apa saat kamu melahirkan nanti, akan sesakit itu juga?” tanya Deon yang tiba-tiba cemas.Ayana langsung menoleh suaminya itu, hingga kemudian bertanya, “Kenapa kamu tanya begitu?”Deon ikut menoleh Ayana, tapi kemudian menghentikan langkah.“Saat tadi membawa Shirly ke rumah sakit, aku melihat Shirly sangat kesakitan. Tiba-tiba saja aku mencemaskanmu,” jawab Deon.Deon ingat ucapan dokter yang mengatakan jika mungkin tak mudah bagi Ayana melahirkan di usianya sekarang, membuat Deon diserang kecemasan akan kondisi Ayana nantinya.“Kenapa harus cemas?” tanya Ayana sambil menatap Deon yang memasang wajah kusut.“Ya, bagaimana aku tidak cemas? Aku tidak bisa melihatmu kesakitan seperti itu,” jawab Deon.Ayana memulas senyum mendengar jawaban Deon. Dia pun memilih merangkul lengan suaminya itu, kemudian mengajaknya kembali berjalan.
Gery terkejut mendengar pertanyaan ibunya, hingga tersenyum yang dibuat-buat untuk menutupi kecanggungannya.“Ibu ini bicara apa?” Gery mengelak dari ucapan sang ibu.“Bicara punya anak bodoh yang ga paham ucapan ibunya.” Wanita itu gemas sampai memukul lengan Gery dengan keras.“Bu!” Gery memekik karena terkena pukulan.“Kamu ini, telingamu bermasalah sampai pertanyaan sejelas-jelasnya begitu masih tidak kamu paham?” Ibu Gery geram ke putranya sendiri.Gery masih mengusap lengan sambil melirik ke Shirly, hingga kemudian menatap ke ibunya.“Misal aku suka pun, memangnya Ibu ngebolehin? Dia itu punya anak di luar nikah, keluarganya juga tak peduli. Memangnya Ibu mengizinkan aku punya pasangan seperti itu?” tanya Gery dengan suara pelan dan hati-hati ketika bicara.Ibu Gery melotot mendengar pertanyaan putranya, tapi kemudian menjawab, “Ya, semua orang tua pasti ingin anaknya mendapat pasangan yang baik. Tapi kalau sudah jodoh, mau janda, bekas orang, anak yatim, anak pungut, terus mau
Firman tersenyum melihat kedua anaknya yang penasaran. Dia pun meletakkan alat makannya di atas piring, kemudian memandang Ayana dan Azlan secara bergantian. “Papa sudah bicara dengan pengacara, nantinya dia yang akan menjelaskan secara detail semua isi dari draft yang papa inginkan,” ujar Firman menjelaskan karena kedua anaknya terlihat tak sabar. “Draft apa, Pa?” tanya Ayana bingung. “Pemindahan kepemilikan saham di perusahaanmu. Papa sepenuhnya akan melepas saham di anak cabang itu, masing-masing dari kalian akan mendapatkan saham 50 persen dari keseluruhan saham yang papa miliki,” ujar Firman menjelaskan. “Pa!” Ayana sangat terkejut mendengar penjelasan Firman. Dia tak percaya sang papa membagi saham untuknya dan Azlan. Azlan pun tak percaya hingga menatap Firman dengan rasa tak percaya. “Papa juga akan memberikan beberapa persen saham di perusahaan inti untuk kalian, meski tak sebanyak di perusahan cabang. Papa harap, kalian bisa bekerja dengan baik, mengembangkan perusahaan
“Semuanya sudah masuk?” tanya Ayana saat melihat Deon dan salah satu karyawan toko memasukkan barang di mobil.Deon menghitung sekaligus mengecek, hingga kemudian membalas, “Sudah semua.”Deon menoleh Ayana yang berdiri di samping mobil.“Baguslah.” Ayana melebarkan senyum, terlihat begitu senang karena akan pergi ke panti untuk menengok anak-anak.Ayana pun masuk mobil disusul Deon, mereka lantas pergi meninggalkan toko tempat Ayana memesan barang.“Menurutmu, apa itu masih kurang?” tanya Ayana sambil menoleh Deon yang duduk di belakang stir kemudi.“Itu sudah banyak, sebagian besar juga kebutuhan panti. Misal nanti ada yang kurang, kita bisa kirim lagi,” jawab Deon menoleh sekilas ke Ayana. Dia tahu jika istrinya itu selalu memastikan panti asuhan itu tak kekurangan apa pun.Ayana lega, lantas duduk tenang dengan senyum mengembang di bibir. Deon sendiri selalu mensupport istrinya saat melakukan hal-hal untuk orang lain, sebagai dukungan jika apa yang dilakukan Ayana adalah benar.Se
Ayana melipat bibir ke dalam karena menahan tawa, sedangkan ibu panti sangat kaget sampai buru-buru menghampiri Deon.“Duh, Mas. Maafin Dio,” kata pengurus sambil memberikan tisu.Deon hanya tersenyum terpaksa, lalu memandang Dio yang terlihat kesal. Dia disiram air oleh Dio yang sedang kesal kepadanya.“Tidak apa-apa,” balas Deon mengambil tisu lantas mengelap wajahnya yang basah.Ibu panti langsung mengajak Dio bicara karena tingkah anak itu sudah keterlaluan.“Dio tidak boleh begitu. Minta maaf ke Mas Deon,” perintah ibu panti.“Tidak mau!” Dio tidak mau meminta maaf, bahkan sampai memalingkan wajah.Deon melihat Dio memang sangat tak menyukainya, tapi dia berusaha untuk sabar menghadapi anak kecil itu.“Tidak apa-apa, Bu. Mungkin dia tadi tidak sengaja,” ujar Deon agar Dio tak merasa terintimidasi.Ayana mendekat sambil mengeluarkan sapu tangan, kemudian mengusap pakaian Deon yang basah.“Tapi Dio sudah keterlaluan. Kenapa sampai menyiram begitu?” tanya ibu panti keheranan.Dio ta
“Bu, tidak mungkin Satria ke sini begitu saja. Dia pasti menginginkan sesuatu, kan? Katakan, apa yang diinginkannya sekarang dari Ibu.”Deon begitu kesal karena Mita masih menutupi alasan Satria di sana.“Selama ini dia masih terus pulang, kan? Apa dia meminta uang Ibu? Jawab, Bu! Jangan terus membiarkannya seperti itu!” Deon benar-benar tak bisa mengendalikan amarahnya, sampai bicara cukup keras ke sang ibu.Ayana menggelengkan kepala pelan, meminta Deon untuk tak terlalu keras ke Mita.“Bu, apa salahnya jujur kepadaku? Jangan sampai Satria terus merongrong meminta uang ke Ibu,” ujar Deon mencoba menekan nada bicaranya.Mita menghela napas kasar mendengar ucapan Deon. Dia menutupi kelakuan Satria hanya karena tak ingin Deon berkelahi.“Bu, apa yang dikatakan Deon benar. Jangan sampai Ibu terus dimanfaatkan.” Ayana akhirnya ikut bicara.Mita memandang Ayana dan Deon bergantian, hingga kemudian menghela napas kasar.“Ibu ga bilang karena ga mau kalau sampai kamu marah. Yang penting Sat
“Siapa yang mencariku?” tanya Ayana penasaran.“Sebenarnya dia tidak langsung berkata mencari Bu Ayana, hanya saja bertanya apa benar Bu Ayana tinggal di sini,” jawab petugas apartemen.Ayana mengerutkan alis, begitu juga dengan Deon. Keduanya bahkan sampai saling tatap.“Wanita atau pria?” tanya Ayana lagi.“Pria, berjas formal. Kalau dilihat umurnya lebih muda dari Bu Ayana,” jawab petugas itu lagi.Ayana semakin penasaran, siapa yang bertanya tentang dirinya, sedangkan sebagian besar klien atau teman tahu jika Ayana tinggal di apartemen itu.Ayana dan Deon kembali ke unit apartemen mereka setelah bicara dengan petugas apartemen tadi. Ayana masih penasaran siapa yang mencarinya.“Menurutmu, siapa yang mencariku, De?” tanya Ayana sambil menatap Deon yang sedang mengambil minum.“Mungkin mantanmu,” jawab Deon lantas menenggak air langsung dari botol.Ayana mengedip-ngedipkan mata mendengar jawaban Deon, hingga melihat pemuda itu terlihat kesal karena meletakkan botol minum kembali ke
“Bagaimana menurutmu?” tanya Jonathan ketika mereka sampai di rumah yang akan ditinggali bersama.“Besar sekali.” Ayana tidak menyangka sang papa akan membeli rumah yang berukuran sangat besar padahal nantinya hanya akan ditinggali berempat saat bayi Ayana lahir.“Ini tidak terlalu besar. Nantinya kalau anakmu lahir, dia bisa main sepuasnya ke sana-kemari,” ujar Jonathan.Ayana menoleh Jonathan yang berdiri di sampingnya, hingga tersenyum penuh kasih sayang karena memiliki ayah yang sangat peduli kepadanya juga anaknya nanti.“Ayo masuk, kita lihat bagian dalamnya,” ajak Jonathan.Ayana mengangguk, mereka pun masuk ke rumah untuk melihat isi di dalamnya.Pria yang sejak tadi mengamati di perusahaan, kini juga membuntuti hingga sampai ke rumah yang akan ditinggali Jonathan dan Ayana. Dari balik kaca, pria itu terus memperhatikan sebelum akhirnya pergi meninggalkan tempat itu saat Ayana dan Jonathan sudah masuk rumah.“Bagaimana menurutmu?” tanya Jonathan saat keduanya sudah berada di d