“Semuanya sudah masuk?” tanya Ayana saat melihat Deon dan salah satu karyawan toko memasukkan barang di mobil.Deon menghitung sekaligus mengecek, hingga kemudian membalas, “Sudah semua.”Deon menoleh Ayana yang berdiri di samping mobil.“Baguslah.” Ayana melebarkan senyum, terlihat begitu senang karena akan pergi ke panti untuk menengok anak-anak.Ayana pun masuk mobil disusul Deon, mereka lantas pergi meninggalkan toko tempat Ayana memesan barang.“Menurutmu, apa itu masih kurang?” tanya Ayana sambil menoleh Deon yang duduk di belakang stir kemudi.“Itu sudah banyak, sebagian besar juga kebutuhan panti. Misal nanti ada yang kurang, kita bisa kirim lagi,” jawab Deon menoleh sekilas ke Ayana. Dia tahu jika istrinya itu selalu memastikan panti asuhan itu tak kekurangan apa pun.Ayana lega, lantas duduk tenang dengan senyum mengembang di bibir. Deon sendiri selalu mensupport istrinya saat melakukan hal-hal untuk orang lain, sebagai dukungan jika apa yang dilakukan Ayana adalah benar.Se
Ayana melipat bibir ke dalam karena menahan tawa, sedangkan ibu panti sangat kaget sampai buru-buru menghampiri Deon.“Duh, Mas. Maafin Dio,” kata pengurus sambil memberikan tisu.Deon hanya tersenyum terpaksa, lalu memandang Dio yang terlihat kesal. Dia disiram air oleh Dio yang sedang kesal kepadanya.“Tidak apa-apa,” balas Deon mengambil tisu lantas mengelap wajahnya yang basah.Ibu panti langsung mengajak Dio bicara karena tingkah anak itu sudah keterlaluan.“Dio tidak boleh begitu. Minta maaf ke Mas Deon,” perintah ibu panti.“Tidak mau!” Dio tidak mau meminta maaf, bahkan sampai memalingkan wajah.Deon melihat Dio memang sangat tak menyukainya, tapi dia berusaha untuk sabar menghadapi anak kecil itu.“Tidak apa-apa, Bu. Mungkin dia tadi tidak sengaja,” ujar Deon agar Dio tak merasa terintimidasi.Ayana mendekat sambil mengeluarkan sapu tangan, kemudian mengusap pakaian Deon yang basah.“Tapi Dio sudah keterlaluan. Kenapa sampai menyiram begitu?” tanya ibu panti keheranan.Dio ta
“Bu, tidak mungkin Satria ke sini begitu saja. Dia pasti menginginkan sesuatu, kan? Katakan, apa yang diinginkannya sekarang dari Ibu.”Deon begitu kesal karena Mita masih menutupi alasan Satria di sana.“Selama ini dia masih terus pulang, kan? Apa dia meminta uang Ibu? Jawab, Bu! Jangan terus membiarkannya seperti itu!” Deon benar-benar tak bisa mengendalikan amarahnya, sampai bicara cukup keras ke sang ibu.Ayana menggelengkan kepala pelan, meminta Deon untuk tak terlalu keras ke Mita.“Bu, apa salahnya jujur kepadaku? Jangan sampai Satria terus merongrong meminta uang ke Ibu,” ujar Deon mencoba menekan nada bicaranya.Mita menghela napas kasar mendengar ucapan Deon. Dia menutupi kelakuan Satria hanya karena tak ingin Deon berkelahi.“Bu, apa yang dikatakan Deon benar. Jangan sampai Ibu terus dimanfaatkan.” Ayana akhirnya ikut bicara.Mita memandang Ayana dan Deon bergantian, hingga kemudian menghela napas kasar.“Ibu ga bilang karena ga mau kalau sampai kamu marah. Yang penting Sat
“Siapa yang mencariku?” tanya Ayana penasaran.“Sebenarnya dia tidak langsung berkata mencari Bu Ayana, hanya saja bertanya apa benar Bu Ayana tinggal di sini,” jawab petugas apartemen.Ayana mengerutkan alis, begitu juga dengan Deon. Keduanya bahkan sampai saling tatap.“Wanita atau pria?” tanya Ayana lagi.“Pria, berjas formal. Kalau dilihat umurnya lebih muda dari Bu Ayana,” jawab petugas itu lagi.Ayana semakin penasaran, siapa yang bertanya tentang dirinya, sedangkan sebagian besar klien atau teman tahu jika Ayana tinggal di apartemen itu.Ayana dan Deon kembali ke unit apartemen mereka setelah bicara dengan petugas apartemen tadi. Ayana masih penasaran siapa yang mencarinya.“Menurutmu, siapa yang mencariku, De?” tanya Ayana sambil menatap Deon yang sedang mengambil minum.“Mungkin mantanmu,” jawab Deon lantas menenggak air langsung dari botol.Ayana mengedip-ngedipkan mata mendengar jawaban Deon, hingga melihat pemuda itu terlihat kesal karena meletakkan botol minum kembali ke
“Bagaimana menurutmu?” tanya Jonathan ketika mereka sampai di rumah yang akan ditinggali bersama.“Besar sekali.” Ayana tidak menyangka sang papa akan membeli rumah yang berukuran sangat besar padahal nantinya hanya akan ditinggali berempat saat bayi Ayana lahir.“Ini tidak terlalu besar. Nantinya kalau anakmu lahir, dia bisa main sepuasnya ke sana-kemari,” ujar Jonathan.Ayana menoleh Jonathan yang berdiri di sampingnya, hingga tersenyum penuh kasih sayang karena memiliki ayah yang sangat peduli kepadanya juga anaknya nanti.“Ayo masuk, kita lihat bagian dalamnya,” ajak Jonathan.Ayana mengangguk, mereka pun masuk ke rumah untuk melihat isi di dalamnya.Pria yang sejak tadi mengamati di perusahaan, kini juga membuntuti hingga sampai ke rumah yang akan ditinggali Jonathan dan Ayana. Dari balik kaca, pria itu terus memperhatikan sebelum akhirnya pergi meninggalkan tempat itu saat Ayana dan Jonathan sudah masuk rumah.“Bagaimana menurutmu?” tanya Jonathan saat keduanya sudah berada di d
“Apa maksudmu? Kamu membicarakan siapa? Dan apa kamu salah orang?” Ayana benar-benar syok dan tak tahu apa yang sebenarnya dibicarakan oleh pria itu.“Tidak usah mengelak. Kamu pikir aku tidak punya bukti-buktinya!” hardik pria itu, “berapa dia membayarmu sampai kamu mau melakukan ini semua? Apa kamu sangat membutuhkan uang, sampai-sampai mau hamil anaknya?”Pria itu kembali memberondong Ayana dengan pertanyaan.Ayana semakin pusing mendengar ucapan pria itu. Dalam benaknya mana mungkin Deon membayarnya, yang ada dia yang memfasilitasi semua kebutuhan suaminya itu.“Sepertinya kamu salah orang. Aku tidak paham maksudmu.” Ayana menatap bingung ke pria itu.“Berapa yang sudah kamu terima darinya? Sebutkan, aku akan memberikanmu lebih banyak asal kamu mau menghilang dari hidupnya, bersama bayi di kandunganmu itu!” perintah pria itu.Ayana semakin mengerutkan dahi, sungguh kepalanya mendadak pusing mendengar ucapan tak masuk akal dari pria itu.Ayana hendak membalas ucapan pria itu, tapi
“Pak.”Andre masuk apartemen dan langsung menemui Jonathan yang sedang membaca berita dari tablet pintarnya.“Ada apa? Kenapa wajahmu panik seperti itu?” tanya Jonathan keheranan.Andre mengeluarkan ponsel, lantas memperlihatkan pesan chat yang diterimanya.“Anda harus baca ini.” Andre memberikan ponselnya agar Jonathan membaca pesan ancaman yang didapat.Jonathan mengerutkan alis mendengar ucapan Andre. Dia pun membaca pesan yang diterima asistennya itu.“Bocah ini, lama tak menghubungiku, tiba-tiba dia mengirimu ancaman seperti ini. Apa maunya?” Jonathan geram sendiri.“Sudah kamu hubungi balik?” tanya Jonathan kemudian.“Sudah, tapi Tuan Alex tidak mau menjawab panggilan dari saya,” jawab Andre.Jonathan menghela napas kasar, hingga kemudian berpikir.“Sudah hubungis asistennya?” tanya Jonathan kemudian.“Sudah,” jawab Andre.“Lalu?” Jonathan menatap Andre yang berdiri di sampingnya.“Tuan Alex pergi tanpa kabar. Bahkan asistennya sekarang kebingungan mencarinya,” ujar Andre menyam
“Dia pasti mengira kalau kamu ini istri mudaku atau wanita simpananku. Pantas saja terakhir menghubungi papa, dia marah-marah karena papa tak kunjung kembali. Anak itu menuduh tanpa mencari fakta yang sebenarnya dulu,” ujar Jonathan menjelaskan. Ayana menaikkan satu sudut alis mendengar ucapan Jonathan, begitu juga dengan Deon yang keheranan karena penasaran. “Maksud Papa, dia ….” Ayana sengaja menjeda ucapannya agar sang papa yang melengkapi. “Dia adikmu, anak papa yang ada di Inggris,” ujar Jonathan menjelaskan. Ayana begitu syok, begitu juga dengan Deon yang benar-benar tak menyangka jika pria yang menuduh Ayana selingkuhan sebenarnya adiknya sendiri. “Papa belum cerita kepadanya soal aku?” tanya Ayana. Dia juga tak bisa menyalahkan sikap adiknya jika salah paham kalau memang Jonathan belum menceritakan yang sebenarnya. “Papa belum kembali ke Inggris, jadi belum sempat cerita langsung. Misal papa cerita lewat telepon, papa yakin dia pun tidak akan percaya,” jawab Jonathan. Ay
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida