“Kenapa mukamu kusut begitu? Lapar?” tanya Deon yang menggoda sang istri karena terlihat kesal.“Ish ….” Ayana semakin kesal karena suaminya malah menggoda seperti itu.Deon tergelak sambil meletakkan berkas di meja, kemudian duduk di depan meja sang istri sambil menatap Ayana.“Kenapa? Jangan marah-marah terus seperti itu, nanti cepat keriput,” seloroh Deon.Ayana malah menghela napas mendengar candaan suaminya, hingga akhirnya mengatakan apa yang membuatnya kesal.“Kamu tahu sendiri Alex semalam tidak pulang. Aku hanya cemas jika terjadi sesuatu kepadanya atau dia membuat masalah tapi tak mau jujur kepadaku,” ujar Ayana menceritakan keresahannya.“Kamu sudah berhasil menghubunginya?” tanya Deon karena tahu sejak semalam istrinya terus berusaha menghubungi Alex.“Sudah baru saja, tapi dia menyebalkan,” gerutu Ayana.Deon menaikkan satu sudut alis mendengar ucapan Ayana, hingga kemudian bertanya, “Memangnya dia kenapa? Kalau sudah bisa dihubungi, berarti dia baik-baik saja.”“Iya, mem
Eric datang ke restoran menemui seorang wanita, bahkan dia langsung mencium bibir wanita itu sebelum kemudian keduanya duduk. Ive benar-benar tak menyangka jika kelakuan Eric seperti ini. Dia mengira hubungan mereka baik-baik saja, bahkan harmonis dan saling setia meski berjauhan, tapi siapa sangka Eric ternyata sebusuk ini, berselingkuh di belakangnya bahkan hampir menjadikannya boneka untuk dimainkan. Ive tak bisa menahan lagi emosinya. Dia mendatangi Eric dengan cepat, lantas menyambar gelas yang ada di meja Eric. Eric begitu terkejut melihat kedatangan Ive, bahkan sebelum keterkejutan itu hilang, Eric sudah menerima guyuran air dari gelas yang dipegang Ive. “Ive!” pekik Eric yang terkejut karena kepala hingga jasnya kini basah. Ive meletakkan gelas dengan kasar di meja, wanita yang bersama Eric ingin berdiri mengamuk Ive, tapi keburu mendapat tatapan tajam dari gadis berumur 25 tahun itu. “Tidak cukup berselingkuh, kamu juga hendak menjebakku untuk diberikan ke teman-temanmu.
Ive meremas jemari berulang kali. Dia begitu cemas hingga duduk dengan gelisah. Alex menoleh Ive yang terlihat gemetar, hingga dia kemudian mencoba menggoda gadis itu agar tak tegang. “Semalam kamu sangat berani merayuku, apa sekarang takut menghadapi pacarku?” Alex melipat bibir setelah melontarkan candaan itu. Ive langsung menoleh dengan cepat sambil memicingkan mata. Benar saja kegelisahannya hilang begitu mendengar kalimat candaan Alex yang membuatnya kesal. “Aku tidak sadar! Aku juga tidak ingak kalau melakukannya. Bahkan aku berpikir, sebenarnya kamu yang merayuku, makanya aku tidak ingat!” balas Ive takkan mau kalah dari Alex. “Enak saja bilang aku yang merayu. Yang mabuk duluan siapa? Kamu!” Alex langsung membantah. Ive menggelembungkan kedua pipi, lantas bersedekap dada sambil memandang keluar mobil. Alex melihat Ive yang tak segugup tadi, hingga kemudian bertanya, “Sudah tidak gugup?” Ive terkejut mendengar pertanyaan Alex, hingga baru menyadari jika apa yang dilakuka
“Akh! Ay, sakit!” pekik Alex sambil mengimbangi tarikan jemari Ayana di telinganya.Ayana gemas dengan tingkah adiknya itu. Dia menarik telinga Alex saat keduanya pergi ke kamar untuk membicarakan Ive.“Kamu tidak pulang semalaman, lantas saat pulang membawa wanita dan berkata ingin menikahinya. Apa sebenarnya yang terjadi?” Ayana melotot menatap sang adik yang sedang mengusap telinga.Alex melihat sang kakak yang begitu murka, hingga dia pun menghela napas kasar.“Biar aku jelaskan pelan-pelan,” ucap Alex mencoba membuat Ayana tenang.“Kamu menidurinya dan dia minta tanggung jawab!” Ayana langsung menebak karena sikap Alex yang begitu lamban dan mencurigakan.Alex sangat terkejut mendengar tebakan sang kakak, tapi tak langsung mengaku begitu saja.“Dia itu putri dari almarhum pemilik perusahaan yang aku beli, Ay. Sebelum aku tahu dia putri pemilik perusahaan, kami pernah bertemu di London dan saat itu aku menolongnya,” ujar Alex tak mengakui tebakan sang kakak yang seratus persen ben
“Apa papamu akan setuju?” tanya Ive sambil menoleh Alex yang sedang menyetir.“Dia akan setuju,” jawab Alex penuh keyakinan.Ive menatap Alex yang sama sekali tak menoleh ke arahnya. Dia merasa jika sebenarnya Alex pun ragu setelah dirinya mengatakan ke Jonathan kalau keluarganya berantakan sampai perusahaan pun bangkrut.Ive memang jujur akan kondisi keluarganya, sebab tak ingin ada masalah di belakang saat Jonathan kekeh ingin melamarnya langsung. Dia sendiri bingung, padahal mereka berniat berpura bertunangan saja, tapi siapa sangka malah melibatkan banyak orang.“Tapi tatapanmu memperlihatkan kalau kamu tidak yakin,” ucap Ive kemudian memilih memperhatikan jalanan.“Jika aku tidak yakin, apa kamu akan menyerah? Jika kamu tidak yakin, lebih baik memang kamu mati saja daripada tidak punya semangat menghancurkan orang yang menyakitimu. Bukankah kamu percaya, yang harusnya hancur mereka yang jahat bukan kamu yang baik.”Ucapan Alex memang pedas, tapi semua itu benar. Dia sengaja membu
“Lihat kelakuannya. Kemarin menangis-nangis ayahnya mati, sekarang dia tidak pulang sehari dua malam. Aku heran dengan Mas Adit, kenapa dia harus punya anak yang menyusahkan seperti itu.”Wanita berpenampilan elegan duduk memegang cangkir teh sambil mengomel karena anak tirinya tidak pulang dua malam tanpa kabar.Emanuel—kakak tiri Ive melirik sang mama yang terus mengomel, sepertinya ibunya itu memang sejak awal keberatan karena dititipi Ive saat ayahnya meninggal.“Jika dia tidak pulang bukankah akan lebih baik lagi? Lagi pula, bisa mengharapkan apa kita darinya. Saham yang dimilikinya juga tak cukup untuk membantu menutup hutang Papa,” balas Emanuel sambil melipat koran yang sedang dipegangnya.Carista menatap putranya yang terlihat santai, hingga kemudian dia kembali berkata, “Ini semua karena papamu, nambah beban di rumah karena memintaku menjaga Ive. Benar katamu, memang lebih baik kalau dia menghilang saja. Kenapa juga pesawat yang ditumpanginya tidak meledak atau hilang di seg
“Sudah semua?” tanya Alex saat melihat Ive menghampiri membawa koper besar. Ive hanya mengangguk menjawab pertanyaan Alex, lantas melirik ke ibu tirinya. Alex menatap Carisa dan Emanuel bergantian, sebelum kemudian berdiri sambil merapikan jasnya. “Kami pergi dulu. Semoga besok kalian tidak mengecewakanku,” ucap Alex lantas berjalan ke arah Ive. Alex langsung menggandeng tangan Ive, kemudian menarik koper gadis itu dan mengajaknya keluar dari rumah. Carisa benar-benar tak menyangka akan kedatangan Alex yang hendak menikahi Ive, padahal setahunya Ive menjalin hubungan dengan Eric. “Ada apa ini sebenarnya? Jika dia pemilik perusahaan kita yang sekarang, bagaimana bisa Ive bersamanya? Ada apa ini, hah?” Carisa panik karena merasa akan kalah dari Ive. Apalagi Alex terlihat sangat melindungi dan mencintai Ive. Emanuel pun berpikir keras, sejak kapan Ive bersama Alex. “Aku akan cari tahu.” Alex mengemudikan mobil meninggalkan rumah keluarga Ive. Dia melirik Ive yang terus diam, bah
“Kenapa tidak menghubungiku jika ingin bertemu?” tanya Eric langsung berdiri saat melihat siapa yang datang.“Apa kamu berpikir sangat penting sampai ingin menemuimu pun harus menghubungi atau membuat janji, hah!” Emanuel bersikap arogan ke Eric yang berumur lebih mudah darinya.Eric sangat terkejut mendengar ucapan Emanuel. Dia langsung berdiri untuk menjelaskan maksudnya.“Bukan seperti itu. Maksudnya, jika tahu kamu akan datang, aku pasti akan menyiapkan sesuatu untuk menyambutmu,” ucap Eric mencoba merayu agar Emanuel tidak marah.Emanuel tak membalas ucapan Eric. Dia memilih duduk di sofa meski tanpa dipersilakan.Eric pun menghampiri dan duduk berhadapan dengan Emanuel.“Apa yang membuatmu ke sini? Apa ada masalah?” tanya Eric sedikit cemas karena sudah membuat kesalahan. Bahkan menebak jika Emanuel pasti ke sana untuk mengamuknya.Benar saja, Emanuel langsung memberikan tatapan tajam ke Eric, membuat kekasih adik tirinya itu merinding dibuatnya.“Kamu tidak menjalankan rencanak
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida