Ive melirik ke ponsel Alex yang terus berdering. Dia melihat nama ‘Si Cantik’ di layar ponsel pria itu.“Kamu tidak ingin menjawab panggilan dari kekasihmu?” tanya Ive menebak jika nama itu untuk kekasih Alex.Alex melirik layar ponsel, hingga sedikit cemas karena itu panggilan dari Ayana. Dia tidak ingin menjawab karena takut terkena omelan, tapi jika tidak dijawab maka akan semakin menimbulkan bencana.Alex pun akhirnya menepikan mobil dan berhenti di bahu jalan, lantas menjawab panggilan dari Ayana.Ive sendiri memilih memalingkan muka, berpura tak mendengar percakapan Alex di telepon.“Halo, Ay.” Alex menjawab panggilan dengan lembut agar sang kakak tidak marah-marah.Ive langsung terkejut mendengar Alex menyebut nama ‘Ay’ yang baginya terdengar seperti ‘Ai’, di mana dalam pemahaman Ive, ‘Ai’ di dalam bahasa jepang artinya ‘Cinta’.“Lebay sekali dia,” batin Ive yang merasa Alex tak ingat umur.“Akhirnya kamu menjawab panggilanku! Di mana kamu sekarang, hah? Apa maksudmu tak pulang
“Kenapa mukamu kusut begitu? Lapar?” tanya Deon yang menggoda sang istri karena terlihat kesal.“Ish ….” Ayana semakin kesal karena suaminya malah menggoda seperti itu.Deon tergelak sambil meletakkan berkas di meja, kemudian duduk di depan meja sang istri sambil menatap Ayana.“Kenapa? Jangan marah-marah terus seperti itu, nanti cepat keriput,” seloroh Deon.Ayana malah menghela napas mendengar candaan suaminya, hingga akhirnya mengatakan apa yang membuatnya kesal.“Kamu tahu sendiri Alex semalam tidak pulang. Aku hanya cemas jika terjadi sesuatu kepadanya atau dia membuat masalah tapi tak mau jujur kepadaku,” ujar Ayana menceritakan keresahannya.“Kamu sudah berhasil menghubunginya?” tanya Deon karena tahu sejak semalam istrinya terus berusaha menghubungi Alex.“Sudah baru saja, tapi dia menyebalkan,” gerutu Ayana.Deon menaikkan satu sudut alis mendengar ucapan Ayana, hingga kemudian bertanya, “Memangnya dia kenapa? Kalau sudah bisa dihubungi, berarti dia baik-baik saja.”“Iya, mem
Eric datang ke restoran menemui seorang wanita, bahkan dia langsung mencium bibir wanita itu sebelum kemudian keduanya duduk. Ive benar-benar tak menyangka jika kelakuan Eric seperti ini. Dia mengira hubungan mereka baik-baik saja, bahkan harmonis dan saling setia meski berjauhan, tapi siapa sangka Eric ternyata sebusuk ini, berselingkuh di belakangnya bahkan hampir menjadikannya boneka untuk dimainkan. Ive tak bisa menahan lagi emosinya. Dia mendatangi Eric dengan cepat, lantas menyambar gelas yang ada di meja Eric. Eric begitu terkejut melihat kedatangan Ive, bahkan sebelum keterkejutan itu hilang, Eric sudah menerima guyuran air dari gelas yang dipegang Ive. “Ive!” pekik Eric yang terkejut karena kepala hingga jasnya kini basah. Ive meletakkan gelas dengan kasar di meja, wanita yang bersama Eric ingin berdiri mengamuk Ive, tapi keburu mendapat tatapan tajam dari gadis berumur 25 tahun itu. “Tidak cukup berselingkuh, kamu juga hendak menjebakku untuk diberikan ke teman-temanmu.
Ive meremas jemari berulang kali. Dia begitu cemas hingga duduk dengan gelisah. Alex menoleh Ive yang terlihat gemetar, hingga dia kemudian mencoba menggoda gadis itu agar tak tegang. “Semalam kamu sangat berani merayuku, apa sekarang takut menghadapi pacarku?” Alex melipat bibir setelah melontarkan candaan itu. Ive langsung menoleh dengan cepat sambil memicingkan mata. Benar saja kegelisahannya hilang begitu mendengar kalimat candaan Alex yang membuatnya kesal. “Aku tidak sadar! Aku juga tidak ingak kalau melakukannya. Bahkan aku berpikir, sebenarnya kamu yang merayuku, makanya aku tidak ingat!” balas Ive takkan mau kalah dari Alex. “Enak saja bilang aku yang merayu. Yang mabuk duluan siapa? Kamu!” Alex langsung membantah. Ive menggelembungkan kedua pipi, lantas bersedekap dada sambil memandang keluar mobil. Alex melihat Ive yang tak segugup tadi, hingga kemudian bertanya, “Sudah tidak gugup?” Ive terkejut mendengar pertanyaan Alex, hingga baru menyadari jika apa yang dilakuka
“Akh! Ay, sakit!” pekik Alex sambil mengimbangi tarikan jemari Ayana di telinganya.Ayana gemas dengan tingkah adiknya itu. Dia menarik telinga Alex saat keduanya pergi ke kamar untuk membicarakan Ive.“Kamu tidak pulang semalaman, lantas saat pulang membawa wanita dan berkata ingin menikahinya. Apa sebenarnya yang terjadi?” Ayana melotot menatap sang adik yang sedang mengusap telinga.Alex melihat sang kakak yang begitu murka, hingga dia pun menghela napas kasar.“Biar aku jelaskan pelan-pelan,” ucap Alex mencoba membuat Ayana tenang.“Kamu menidurinya dan dia minta tanggung jawab!” Ayana langsung menebak karena sikap Alex yang begitu lamban dan mencurigakan.Alex sangat terkejut mendengar tebakan sang kakak, tapi tak langsung mengaku begitu saja.“Dia itu putri dari almarhum pemilik perusahaan yang aku beli, Ay. Sebelum aku tahu dia putri pemilik perusahaan, kami pernah bertemu di London dan saat itu aku menolongnya,” ujar Alex tak mengakui tebakan sang kakak yang seratus persen ben
“Apa papamu akan setuju?” tanya Ive sambil menoleh Alex yang sedang menyetir.“Dia akan setuju,” jawab Alex penuh keyakinan.Ive menatap Alex yang sama sekali tak menoleh ke arahnya. Dia merasa jika sebenarnya Alex pun ragu setelah dirinya mengatakan ke Jonathan kalau keluarganya berantakan sampai perusahaan pun bangkrut.Ive memang jujur akan kondisi keluarganya, sebab tak ingin ada masalah di belakang saat Jonathan kekeh ingin melamarnya langsung. Dia sendiri bingung, padahal mereka berniat berpura bertunangan saja, tapi siapa sangka malah melibatkan banyak orang.“Tapi tatapanmu memperlihatkan kalau kamu tidak yakin,” ucap Ive kemudian memilih memperhatikan jalanan.“Jika aku tidak yakin, apa kamu akan menyerah? Jika kamu tidak yakin, lebih baik memang kamu mati saja daripada tidak punya semangat menghancurkan orang yang menyakitimu. Bukankah kamu percaya, yang harusnya hancur mereka yang jahat bukan kamu yang baik.”Ucapan Alex memang pedas, tapi semua itu benar. Dia sengaja membu
“Lihat kelakuannya. Kemarin menangis-nangis ayahnya mati, sekarang dia tidak pulang sehari dua malam. Aku heran dengan Mas Adit, kenapa dia harus punya anak yang menyusahkan seperti itu.”Wanita berpenampilan elegan duduk memegang cangkir teh sambil mengomel karena anak tirinya tidak pulang dua malam tanpa kabar.Emanuel—kakak tiri Ive melirik sang mama yang terus mengomel, sepertinya ibunya itu memang sejak awal keberatan karena dititipi Ive saat ayahnya meninggal.“Jika dia tidak pulang bukankah akan lebih baik lagi? Lagi pula, bisa mengharapkan apa kita darinya. Saham yang dimilikinya juga tak cukup untuk membantu menutup hutang Papa,” balas Emanuel sambil melipat koran yang sedang dipegangnya.Carista menatap putranya yang terlihat santai, hingga kemudian dia kembali berkata, “Ini semua karena papamu, nambah beban di rumah karena memintaku menjaga Ive. Benar katamu, memang lebih baik kalau dia menghilang saja. Kenapa juga pesawat yang ditumpanginya tidak meledak atau hilang di seg
“Sudah semua?” tanya Alex saat melihat Ive menghampiri membawa koper besar. Ive hanya mengangguk menjawab pertanyaan Alex, lantas melirik ke ibu tirinya. Alex menatap Carisa dan Emanuel bergantian, sebelum kemudian berdiri sambil merapikan jasnya. “Kami pergi dulu. Semoga besok kalian tidak mengecewakanku,” ucap Alex lantas berjalan ke arah Ive. Alex langsung menggandeng tangan Ive, kemudian menarik koper gadis itu dan mengajaknya keluar dari rumah. Carisa benar-benar tak menyangka akan kedatangan Alex yang hendak menikahi Ive, padahal setahunya Ive menjalin hubungan dengan Eric. “Ada apa ini sebenarnya? Jika dia pemilik perusahaan kita yang sekarang, bagaimana bisa Ive bersamanya? Ada apa ini, hah?” Carisa panik karena merasa akan kalah dari Ive. Apalagi Alex terlihat sangat melindungi dan mencintai Ive. Emanuel pun berpikir keras, sejak kapan Ive bersama Alex. “Aku akan cari tahu.” Alex mengemudikan mobil meninggalkan rumah keluarga Ive. Dia melirik Ive yang terus diam, bah