“Sudah semua?” tanya Alex saat melihat Ive menghampiri membawa koper besar. Ive hanya mengangguk menjawab pertanyaan Alex, lantas melirik ke ibu tirinya. Alex menatap Carisa dan Emanuel bergantian, sebelum kemudian berdiri sambil merapikan jasnya. “Kami pergi dulu. Semoga besok kalian tidak mengecewakanku,” ucap Alex lantas berjalan ke arah Ive. Alex langsung menggandeng tangan Ive, kemudian menarik koper gadis itu dan mengajaknya keluar dari rumah. Carisa benar-benar tak menyangka akan kedatangan Alex yang hendak menikahi Ive, padahal setahunya Ive menjalin hubungan dengan Eric. “Ada apa ini sebenarnya? Jika dia pemilik perusahaan kita yang sekarang, bagaimana bisa Ive bersamanya? Ada apa ini, hah?” Carisa panik karena merasa akan kalah dari Ive. Apalagi Alex terlihat sangat melindungi dan mencintai Ive. Emanuel pun berpikir keras, sejak kapan Ive bersama Alex. “Aku akan cari tahu.” Alex mengemudikan mobil meninggalkan rumah keluarga Ive. Dia melirik Ive yang terus diam, bah
“Kenapa tidak menghubungiku jika ingin bertemu?” tanya Eric langsung berdiri saat melihat siapa yang datang.“Apa kamu berpikir sangat penting sampai ingin menemuimu pun harus menghubungi atau membuat janji, hah!” Emanuel bersikap arogan ke Eric yang berumur lebih mudah darinya.Eric sangat terkejut mendengar ucapan Emanuel. Dia langsung berdiri untuk menjelaskan maksudnya.“Bukan seperti itu. Maksudnya, jika tahu kamu akan datang, aku pasti akan menyiapkan sesuatu untuk menyambutmu,” ucap Eric mencoba merayu agar Emanuel tidak marah.Emanuel tak membalas ucapan Eric. Dia memilih duduk di sofa meski tanpa dipersilakan.Eric pun menghampiri dan duduk berhadapan dengan Emanuel.“Apa yang membuatmu ke sini? Apa ada masalah?” tanya Eric sedikit cemas karena sudah membuat kesalahan. Bahkan menebak jika Emanuel pasti ke sana untuk mengamuknya.Benar saja, Emanuel langsung memberikan tatapan tajam ke Eric, membuat kekasih adik tirinya itu merinding dibuatnya.“Kamu tidak menjalankan rencanak
Ive baru saja selesai mandi. Dia kini duduk di tepian ranjang sambil memandangi seluruh kamar yang kini ditinggali. Ive sedang berpikir akan nasibnya, awalnya dia merasa begitu sial karena sudah kehilangan mahkotanya karena kebodohannya, kini entah kenapa dia begitu bersyukur karena orang yang mengambilnya malah memaksa bertanggung jawab, padahal jika ingin, Alex pun bisa saja kabur.“Apa jalan ini memang yang sudah Engkau gariskan, Tuhan?”Ive memandang langit-langit kamar, seolah sedang bicara dengan Tuhan-nya di sana.Hingga terdengar suara bel dari pintu depan. Ive langsung menoleh keluar pintu, hingga bertanya-tanya siapa yang datang.“Tidak mungkin Alex menekan bel, bukankah dia bisa langsung masuk karena tahu sandinya?”Ive berjalan sambil bertanya-tanya, hingga dia melihat monitor untuk tahu siapa yang datang. Ive sangat terkejut melihat siapa yang ada di luar, hingga Ive buru-buru membuka pintu.“Kak.” Ive langsung menyapa Ayana yang berdiri di depannya.Ive pun bingung, kena
“Apa Ive memiliki rencana lain? Mungkinkah dia sengaja memikat pria itu agar bisa melawan kita?”Carisa begitu gelisah dan tak bisa tenang sama sekali semenjak Ive datang ke rumah bersama Alex.Emanuel pun diam berpikir. Dia sendiri sedang menyelidiki keterikatan antara Ive dan Alex apakah memang nyata atau ada sebuah keterikatan untuk saling menguntungkan satu sama lain.“Untuk saat ini, menunjukkan rasa tidak suka kita adalah hal yang perlu kita hindari, Ma. Kita sedang dalam posisi tidak bagus, salah satu langkah kita bisa hancur,” ujar Emanuel mencoba mengingatkan sang mama agar tidak bertindak gegabah.Carisa mendengkus kasar, dia tidak mungkin bisa mengalah atau bersikap baik kepada Ive.“Ini sangat menyebalkan, kenapa Ive harus bersama pria yang kini berkuasa di perusahaan kita?” Carisa terus menggerutu karena dirinya harus tunduk kepada Ive sebab memiliki pendukung seperti Alex di belakang anak tirinya.“Ma, bersabarlah. Ini hanya sementara, setelah semuanya stabil, aku akan p
Atsmophere di ruang tamu itu terasa begitu dingin dan menegangkan. Ayana duduk sambil membusungkan dada, memperlihatkan kuasa dengan keangkuhannya agar ibu tiri Ive tidak memandang rendah ke keluarganya. Alex dan yang lain pun duduk dengan tegap, menunjukkan wibawa mereka agar keluarga Ive tak memandang sepele ke mereka. Carisa melirik Ive yang hanya diam, hingga tatapan wanita itu jatuh ke Jonathan. Penampilan Jonathan yang terlihat sederhana tapi pakaian yang melekat terlihat mahal, membuat mata wanita itu langsung bebinar seolah menemukan harta karun terpendam. “Kami sangat senang kalian datang malam ini,” ucap Carisa sambil memandang semua orang secara bergantian sambil melebarkan senyum untuk menunjukkan jika dia ramah. Emanuel melirik sang mama, beberapa jam lalu ibunya terlihat kesal dan terus menggerutu, siapa sangka jika sekarang bisa berpura sangat ramah seperti itu. “Seperti yang putraku sampaikan sebelumnya, kami ke sini untuk melamar Ive agar bisa dinikahi oleh putrak
“Apa kakakmu selalu menatapmu seperti itu?”Ive terkejut mendengar pertanyaan Alex. Dia menoleh pria itu yang kini sedang menyetir.“Entah, aku tidak pernah memperhatikannya semenjak dia menolakku sebagai adiknya,” balas Ive tanpa menoleh Alex.Alex menoleh sekilas ke Ive, hingga kemudian kembali memandang jalanan.“Jika dia mengajakmu bertemu berdua, apalagi bertanya di mana kamu tinggal, jangan pernah pedulikan permintaannya!” Alex bicara dengan sangat tegas agar Ive tidak membantah.Sebagai sesama pria, Alex bisa melihat tatapan Emanuel yang berbeda ke Ive. Hal itu membuat Alex tidak senang sama sekali.Ive langsung menoleh Alex setelah mendengar apa yang dikatakan oleh pria itu. Dia mengangguk mengiakan, meski tak paham kenapa Alex berkata demikian.Mobil mereka sampai di apartemen. Alex menghentikan mobil tepat di depan lobi.“Ingat, jangan terima pesan atau telepon selain aku dan keluargaku!” Alex kemabli mengingatkan dengan penekanan. Hal itu ditujukan agar tidak ada yang menin
“Menurutmu, calon mertua Ive bukankah tampan dan masih gagah?”Emanuel sangat terkejut mendengar ucapan Carisa.“Apa maksud Mama?” tanya Emanuel curiga.Carisa meletakkan alat makan yang dipegangnya di atas piring, lantas membayangkan wajah tampan nan berwibawa Jonathan meski umurnya sudah tak muda lagi. Belum lagi garis rahang pria itu yang begitu tegas, membuat wanita mana pun akan terpesona.“Pantas anaknya tampan, ternyata papanya tampan,” ucap Carisa.Emanuel semakin bingung mendengar ucapan Carisa.“Andai mama bisa merayu dan bersama pria itu, bukankah hidup kita bisa terjamin?” Carisa tertarik ke Jonathan yang sangat berkarisma.Emanuel sangat terkejut mendengar ucapan sang mama. Dia pun mengusap permukaan bibir dengan lap, lantas berdiri untuk pergi bekerja.“Mama jangan berpikiran aneh-aneh dulu. Sekarang ini yang perlu kita lakukan hanya menjaga nama baik agar mendapat dukungan,” ujar Emanuel.“Apa yang mama pikirkan, juga ini usaha mendapat dukungan. Coba saja kamu bayangka
Alex benar-benar memperlihatkan ke semua staff yang ditemui siapa Ive baginya. Dia ingin Ive menjadi pusat perhatian semua orang, ini adalah salah satu rencana yang sudah disusunnya.Hari itu ada rapat jajaran direksi, sehingga Alex sengaja mengajak Ive agar semua mengenal gadis itu.Emanuel terkejut Ive datang ke ruang rapat bersama Alex, meski begitu dia pun bersikap tenang agar tak ada yang curiga dengan sikap aslinya ke gadis itu.“Kalian pasti sudah tahu siapa Ive, jadi saya harap kalian tidak keberatan dia di sini.” Alex bicara tapi mengandung sebuah peringatan ke para direksi perusahaan.Para direksi mengangguk paham, lantas membiarkan saja Ive ikut rapat itu.Rapat pun dimulai, Alex meminta Ive mendengarkan dengan seksama agar paham dengan pembahasan rapat itu.Rapat itu berjalan lancar, Alex akan membangun perusahaan itu perlahan sampai menjadi kembali besar dan berjaya seperti dulu.“Tidak kusangka kamu ikut rapat ini,” ucap Emanuel setelah rapat selesai dan para direksi sud
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida