Ive baru saja selesai mandi. Dia kini duduk di tepian ranjang sambil memandangi seluruh kamar yang kini ditinggali. Ive sedang berpikir akan nasibnya, awalnya dia merasa begitu sial karena sudah kehilangan mahkotanya karena kebodohannya, kini entah kenapa dia begitu bersyukur karena orang yang mengambilnya malah memaksa bertanggung jawab, padahal jika ingin, Alex pun bisa saja kabur.“Apa jalan ini memang yang sudah Engkau gariskan, Tuhan?”Ive memandang langit-langit kamar, seolah sedang bicara dengan Tuhan-nya di sana.Hingga terdengar suara bel dari pintu depan. Ive langsung menoleh keluar pintu, hingga bertanya-tanya siapa yang datang.“Tidak mungkin Alex menekan bel, bukankah dia bisa langsung masuk karena tahu sandinya?”Ive berjalan sambil bertanya-tanya, hingga dia melihat monitor untuk tahu siapa yang datang. Ive sangat terkejut melihat siapa yang ada di luar, hingga Ive buru-buru membuka pintu.“Kak.” Ive langsung menyapa Ayana yang berdiri di depannya.Ive pun bingung, kena
“Apa Ive memiliki rencana lain? Mungkinkah dia sengaja memikat pria itu agar bisa melawan kita?”Carisa begitu gelisah dan tak bisa tenang sama sekali semenjak Ive datang ke rumah bersama Alex.Emanuel pun diam berpikir. Dia sendiri sedang menyelidiki keterikatan antara Ive dan Alex apakah memang nyata atau ada sebuah keterikatan untuk saling menguntungkan satu sama lain.“Untuk saat ini, menunjukkan rasa tidak suka kita adalah hal yang perlu kita hindari, Ma. Kita sedang dalam posisi tidak bagus, salah satu langkah kita bisa hancur,” ujar Emanuel mencoba mengingatkan sang mama agar tidak bertindak gegabah.Carisa mendengkus kasar, dia tidak mungkin bisa mengalah atau bersikap baik kepada Ive.“Ini sangat menyebalkan, kenapa Ive harus bersama pria yang kini berkuasa di perusahaan kita?” Carisa terus menggerutu karena dirinya harus tunduk kepada Ive sebab memiliki pendukung seperti Alex di belakang anak tirinya.“Ma, bersabarlah. Ini hanya sementara, setelah semuanya stabil, aku akan p
Atsmophere di ruang tamu itu terasa begitu dingin dan menegangkan. Ayana duduk sambil membusungkan dada, memperlihatkan kuasa dengan keangkuhannya agar ibu tiri Ive tidak memandang rendah ke keluarganya. Alex dan yang lain pun duduk dengan tegap, menunjukkan wibawa mereka agar keluarga Ive tak memandang sepele ke mereka. Carisa melirik Ive yang hanya diam, hingga tatapan wanita itu jatuh ke Jonathan. Penampilan Jonathan yang terlihat sederhana tapi pakaian yang melekat terlihat mahal, membuat mata wanita itu langsung bebinar seolah menemukan harta karun terpendam. “Kami sangat senang kalian datang malam ini,” ucap Carisa sambil memandang semua orang secara bergantian sambil melebarkan senyum untuk menunjukkan jika dia ramah. Emanuel melirik sang mama, beberapa jam lalu ibunya terlihat kesal dan terus menggerutu, siapa sangka jika sekarang bisa berpura sangat ramah seperti itu. “Seperti yang putraku sampaikan sebelumnya, kami ke sini untuk melamar Ive agar bisa dinikahi oleh putrak
“Apa kakakmu selalu menatapmu seperti itu?”Ive terkejut mendengar pertanyaan Alex. Dia menoleh pria itu yang kini sedang menyetir.“Entah, aku tidak pernah memperhatikannya semenjak dia menolakku sebagai adiknya,” balas Ive tanpa menoleh Alex.Alex menoleh sekilas ke Ive, hingga kemudian kembali memandang jalanan.“Jika dia mengajakmu bertemu berdua, apalagi bertanya di mana kamu tinggal, jangan pernah pedulikan permintaannya!” Alex bicara dengan sangat tegas agar Ive tidak membantah.Sebagai sesama pria, Alex bisa melihat tatapan Emanuel yang berbeda ke Ive. Hal itu membuat Alex tidak senang sama sekali.Ive langsung menoleh Alex setelah mendengar apa yang dikatakan oleh pria itu. Dia mengangguk mengiakan, meski tak paham kenapa Alex berkata demikian.Mobil mereka sampai di apartemen. Alex menghentikan mobil tepat di depan lobi.“Ingat, jangan terima pesan atau telepon selain aku dan keluargaku!” Alex kemabli mengingatkan dengan penekanan. Hal itu ditujukan agar tidak ada yang menin
“Menurutmu, calon mertua Ive bukankah tampan dan masih gagah?”Emanuel sangat terkejut mendengar ucapan Carisa.“Apa maksud Mama?” tanya Emanuel curiga.Carisa meletakkan alat makan yang dipegangnya di atas piring, lantas membayangkan wajah tampan nan berwibawa Jonathan meski umurnya sudah tak muda lagi. Belum lagi garis rahang pria itu yang begitu tegas, membuat wanita mana pun akan terpesona.“Pantas anaknya tampan, ternyata papanya tampan,” ucap Carisa.Emanuel semakin bingung mendengar ucapan Carisa.“Andai mama bisa merayu dan bersama pria itu, bukankah hidup kita bisa terjamin?” Carisa tertarik ke Jonathan yang sangat berkarisma.Emanuel sangat terkejut mendengar ucapan sang mama. Dia pun mengusap permukaan bibir dengan lap, lantas berdiri untuk pergi bekerja.“Mama jangan berpikiran aneh-aneh dulu. Sekarang ini yang perlu kita lakukan hanya menjaga nama baik agar mendapat dukungan,” ujar Emanuel.“Apa yang mama pikirkan, juga ini usaha mendapat dukungan. Coba saja kamu bayangka
Alex benar-benar memperlihatkan ke semua staff yang ditemui siapa Ive baginya. Dia ingin Ive menjadi pusat perhatian semua orang, ini adalah salah satu rencana yang sudah disusunnya.Hari itu ada rapat jajaran direksi, sehingga Alex sengaja mengajak Ive agar semua mengenal gadis itu.Emanuel terkejut Ive datang ke ruang rapat bersama Alex, meski begitu dia pun bersikap tenang agar tak ada yang curiga dengan sikap aslinya ke gadis itu.“Kalian pasti sudah tahu siapa Ive, jadi saya harap kalian tidak keberatan dia di sini.” Alex bicara tapi mengandung sebuah peringatan ke para direksi perusahaan.Para direksi mengangguk paham, lantas membiarkan saja Ive ikut rapat itu.Rapat pun dimulai, Alex meminta Ive mendengarkan dengan seksama agar paham dengan pembahasan rapat itu.Rapat itu berjalan lancar, Alex akan membangun perusahaan itu perlahan sampai menjadi kembali besar dan berjaya seperti dulu.“Tidak kusangka kamu ikut rapat ini,” ucap Emanuel setelah rapat selesai dan para direksi sud
“Papa sudah meminta orang untuk mengurus berkas-berkas keperluan pernikahan kalian. Menikah secara dadakan, memakan biaya yang cukup banyak. Semoga saja bisa berjalan sesuai rencana.” Ayana menjelaskan proses pendaftaran nikah Alex yang sedikit rumit karena perbedaan negara. “Untung saja Papa selalu membawa dokumen penting rumah, sehingga kamu tidak bingung mengambil akta kelahiranmu di London,” ujar Ayana lagi. “Papa membawanya? Tidak kusangka dia membawa itu bersamanya,” ujar Alex terkejut mendengar penjelasan Ayana. Ayana menoleh sambil melotot mendengar ucapan Alex, hingga memukul belakang kepala adiknya itu. “Ay! Ini sakit!” pekik Alex sambil mengusap belakang kepala. “Harusnya kamu bersyukur tidak diminta mengambilnya di rumah,” ucap Ayana. Berkas penting ada di brankas pribadi yang tak mungkin bisa dibuka orang lain, beruntung Jonathan membawa benda itu bersamanya, sehingga Alex tak perlu bolak-balik mengambil akta kelahiran. “Iya, aku bersyukur,” balas Alex, “sepertinya
Alex datang ke apartemen Ive di hari berikutnya. Dia datang pagi agar Ive tidak menggerutu jika didatangi dadakan seperti sebelumnya. Namun, saat dia sampai di sana, ternyata Ive belum bangun.Alex melihat Ive yang tidur dengan buku bertebaran di ranjang, dia memandang gadis itu yang tidur dengan sangat pulas.“Baca buku sampai jam berapa dia?” Alex bertanya-tanya lantas mendekat ke samping ranjang.Dia berjongkok di samping ranjang, lantas memandang Ive yang tidur tengkurap. Alex menatap wajah Ive yang sedang tidur, dia sampai bertanya-tanya apa ibunya wanita warga asing karena sekilas wajah Ive tak tampak seperti wanita lokal.Saat Alex sedang memandangi wajah Ive, ternyata gadis itu membuka mata, membuat Alex begitu terkejut.“Ini jam berapa? Kenapa kamu ada di sini?” tanya Ive sambil mengucek mata. Dia bangun dan tak menyadari jika Alex sedang menatapnya.Ive menguap lebar, lantas memperhatikan ranjang yang berantakan karena banyaknya buku yang semalam dibacanya.Alex sendiri buru